Alasan Korban Lapindo Menggugat ke MK


suarasurabaya.net – Mursid Mudiantoro SH, kuasa hukum korban lumpur lapindo yakin Mahkamah Konstitusi akan mengabulkan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN khususnya pasal 9 ayat 1 huruf a tentang anggaran ganti rugi untuk korban lumpur.

Keyakinan ini kata Mursid, karena adanya sejarah panjang problem penanggulangan dampak lumpur lapindo yang dimulai dari kesepakatan tanggal 22 maret 2007 antara Pemerintah Pusat, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sidoarjo, dan PT Lapindo Brantas Inc tentang penetapan peta tedampak.

Atas kesepakatan itulah lantas keluar Peraturan Presiden nomor 14 tahun 2007 tanggal 8 April 2007 mengenai pembentukan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dan memerintahkan pada Lapindo untuk membeli seluruh tanah warga di dalam peta terdampak.

Peta terdampak sendiri meliputi areal di Desa Siring, Jatirejo, Kedungbendo, Ketapang dan Renokenongo yang secara total jumlah dokumen bangunan dan tanah mencapai 13.237 berkas dengan nilai jual beli mencapai Rp 3,828 triliun lebih. Jumlah ini belum termasuk ganti rugi dengan sistem business to business terhadap 26 perusahaan yang juga tenggelam karena lumpur dengan nilai ganti rugi Rp 529 miliar lebih.

“Dari total ganti rugi ini, ternyata hingga saat ini masih ada Rp 800 miliar yang belum dibayarkan Lapindo,” kata Mursid ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Minggu (20/1/2013). Padahal, sesuai amanat perpres, proses ganti rugi maksimal harus dibayarkan dua tahun setelah tragedi lumpur. Saat ini sudah memasuki tahun ke tujuh tragedi tersebut.

Selain itu, ganti rugi bagi warga dan perusahaan di dalam peta terdampak juga harusnya lunas sebelum pelunasan ganti rugi di luar peta terdampak. Kenyataannya, saat ini seluruh ganti rugi di luar peta terdampak sudah lunas. “Jadi ada banyak kejanggalan di sini,” kata dia.

Terkait status hukum, kata Mursid, juga telah ada putusan Mahkamah Agung pada 3 April 2009 yang menolak permohonan kasasi YLBHI, serta adanya putusan PT Jakarta pada 13 Juni 2008. Atas dasar ini, secara hukum Lumpur di Sidoarjo bukanlah kesalahan pengeboran, melainkan karena adanya fenomena alam.

Polda Jawa Timur pada 5 Agustus 2009 juga telah mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dan menyatakan jika tidak ada unsur pidana dalam tragedi lumpur.

Tak hanya itu, Mursid juga menemukan adanya pernyataan dari Lapindo jika mereka sudah tidak sanggup lagi membayar. “Saat ini sudah waktunya negara yang mengambil alih untuk memberikan ganti rugi bagi warga,” kata dia.

Sekadar diketahui, saat ini warga dan pengusaha korban lumpur memang menggugat ke Mahkamah Konstitusi dan berharap negara bisa mengambil alih pembayaran ganti rugi. (fik)

Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2013/125999-Alasan-Korban-Lapindo-Menggugat-ke-MK


One response to “Alasan Korban Lapindo Menggugat ke MK”

Translate »