[April 2015] Korban Lapindo “Pulang Kampung”


Jelang sembilan tahun semburan lumpur Lapindo pada 29 Mei 2015, kondisi pemulihan warga sepertinya masih belum jelas. Sampai kini urusan penggantian hilangnya aset tanah dan bangunan masih belum terlaksana. Pemerintah masih dalam proses menyiapkan legalitas pelaksanaan penalangan sebagai akibat wanprestasi Lapindo melaksanakan kewajiban sesuai Perpres 14/2007.

Demonstrasi mempertanyakan realisasi pencairan dana itu dilakukan beberapa kelompok warga pada bulan ini. Pemerintah yang sebelumnya menjanjikan pencairan pada Maret, menundanya hingga Mei. Janji inipun sepertinya tidak segera terealisasi karena tambahan biaya hingga lebih dari 800 miliar. Beberapa media mengabarkan rencana pencairan diundur lagi, menjadi sebelum lebaran (Juli).

Di media sosial dikabarkan beberapa kelompok korban akan melakukan aksi memperingati 9 tahun lumpur Lapindo. Pada 24 Mei akan dilakukan semacam ziarah lumpur di area dekat ratusan patung yang dipasang pada peringatan tahun lalu. Pada 28 Mei ada warga yang akan melakukan istighosah di dekat tanggul lumpur Lapindo titik 21 dan 25. Kegiatan ini masih rutin dilakukan warga pada waktu-waktu khusus seperti jelang Ramadhan

Kelompok perempuan Ar-Rohma, Paguyuban Ojek dan Portal Titik 21 dan Komunitas Alfaz merencanakan melakukan “Festival Pulang Kampung.” Mereka akan mengarak ogoh-ogoh Aburizal Bakrie setinggi lima meter dari Taman Apaksi (Pasar Porong Lama) menuju titik 21.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk menggambarkan betapa kuatnya ikatan warga dengan kawasan yang kini telah terendam lumpur. Tanah kubur orangtua, moyang mereka berada di sana. “Kami tak mungkin melupakan desa-desa ini. Sampai kapanpun kami akan ingat,” ujar Harwati yang mengkoordinir tiga kelompok warga itu dalam peringatan tahun ini.

Harwati berharap rakyat Indonesia mengingat kejadian lumpur Lapindo dan mendorong pemerintah menyelesaikan krisis yang diakibatkan olehnya. Pemulihan ekonomi merupakan agenda penting dengan memprioritaskan pemenuhan hak dasar. Ia juga berharap desa-desa yang terendam lumpur itu dianggap sebagai bagian dari kenangan dan sejarah warga dan tidak dihapus dari administrasi pemerintahan seperti yang diusulkan oleh DPRD Sidoarjo. Sekalipun kampung halaman itu sudah terendam lumpur, warga masih terikat dengannya.

Harwati berharap adanya pemeriksaan kualitas ekologis dan kesehatan masyarakat di sekitar tanggul lumpur. Misalnya, ia dan kawan-kawannya sebagai ojek tanggul mestinya mendapatkan fasilitas pemeriksaan berkala dan dijamin untuk bisa melakukan pengobatan secara gratis jika sakit.

Janji Jokowi tentang kehadiran negara yang diterjemahkan menjadi kebijakan ‘dana talangan’ yang tak kunjung direalisasikan kami rasa penting guna untuk melihat persoalan ganti rugi untuk memulai proses pemulihan.

Buletin Kanal edisi ini menyajikan amatan Anton Novenanto terhadap relasi Partai Golkar dan kasus Lapindo. Beberapa berita media terkait hak angket yang sedang didorong di DPR-RI juga kami sajikan, demikian juga dinamika grup Bakrie sebagai informasi yang penting diketahui masyarakat.

Kami juga menyajikan foto-foto Lutfi Amiruddin dan Henri Ismail. Lutfi yang selama beberapa waktu melakukan penelitian di desa-desa sekitar lumpur Lapindo merekam proses pengubahan kawasan pasca ganti rugi. Sementara itu, Henri merekam bagaimana lumpur Lapindo telah menjadi monumen bencana industri bagi rakyat Indonesia.

Bambang Catur Nusantara

Unduh Buletin Kanal, Vol. XI (April) 2015 di sini.

Translate »