Ada Kendala di Lapindo


Perjanjian Dana Pinjaman Harus Segera Ditandatangani

SIDOARJO, KOMPAS — Perjanjian dana pinjaman untuk menalangi pembayaran ganti rugi bagi warga korban semburan lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, harus segera ditandatangani oleh pemerintah dan perusahaan. Akta perjanjian itu menjadi dasar untuk mencairkan anggaran Rp 781 miliar dan pijakan melakukan validasi berkas sebagai syarat pembayaran kepada korban.

“Hingga saat ini, perjanjian dana pinjaman belum ditandatangani, walau peraturan presiden (perpres) tentang pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo dengan dana pinjaman pemerintah, sudah disahkan. Masih ada sejumlah hal yang menjadi kendala,” ujar Dwinanto Hesti Prasetyo, Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Rabu (1/7), di Sidoarjo.

Dwinanto tidak menyebutkan kendala itu. Namun, BPLS akan mematangkan persiapan kapan pun perjanjian itu ditandatangani. Oleh karena itu, BPLS melakukan pencocokkan data warga korban lumpur sebagai langkah persiapan menuju validasi berkas pemberian ganti rugi.

Pengamatan di Pendopo Delta Wibawa, Sidoarjo, tim verifikasi BPLS memanggil sekitar 300 masyarakat korban semburan lumpur di tiga kecamatan, yakni Jabon, Tanggulangin, dan Porong. Mereka diminta membawa kartu identitas, buku rekening, dan kuitansi pembayaran ganti rugi yang sudah diterima.

Data bermasalah

Sebelumnya, Jumat pekan lalu, BPLS memanggil 44 pemilik berkas untuk mengikuti verifikasi. Namun, karena banyak ditemukan data bermasalah, dan pasokan data masyarakat korban lumpur dari Lapindo kurang lancar, verifikasi dihentikan dan baru dibuka lagi Rabu.

Dari 300 berkas itu, sebanyak 193 berkas dinyatakan cocok secara administrasi. Sisanya, 107 berkas, belum bisa diproses karena berbagai sebab. Sebanyak 90 berkas, pemiliknya tidak hadir.

Adapun 17 berkas tidak bisa diproses, sebab bermasalah. Permasalahannya beragam, tetapi kebanyakan karena ketidaksesuaian data. Misalnya, nama pemilik berkas dan pemilik rekening berbeda. Selain itu, nama sama, tetapi alamat yang tertera pada berkas tidak sama dengan yang tertera di buku rekening.

“Kami berharap Kamis besok bisa membereskan yang 107 berkas. Pemilik yang belum hadir diharapkan segera hadir. Data yang tidak sama akan diperbaiki. Termasuk tadi ada persoalan ahli waris yang belum bisa menunjukkan surat keterangannya,” kata Dwinanto.

Saat ini BPLS baru melakukan pendataan administrasi. Adapun verifikasi terkait dengan nilai pembayaran ganti rugi akan dilakukan pada tahap berikutnya, setelah perjanjian pinjaman antara pemerintah dan PT Lapindo Brantas atau Minarak Lapindo Jaya, ditandatangani.

Informasi lain yang diperoleh Kompas, salah satu faktor penghambat karena adanya perubahan pihak yang harusnya melakukan penandatanganan dana pinjaman. Bila sebelumnya Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, diubah menjadi Menteri Keuangan. Hal itu sesuai arahan dari Jaksa Agung.

Seorang warga korban lumpur Lapindo dari Desa Siring, Kecamatan Porong, Hartini, mengatakan, ia mendapat panggilan mengikuti pencocokan data di Pendopo Delta Wibawa secara mendadak. Ia bingung, karena tidak disebutkan secara rinci berkas mana yang dimaksud.

Selain itu, korban lumpur mengeluhkan tak ada pengumuman nilai nominal sisa ganti rugi yang akan mereka terima. Jika nilai ganti rugi ditentukan perusahaan, hal itu bisa merugikan warga korban lumpur. (nik)

Harian Kompas, 2 Juli 2015, h. 24.

Translate »