Author: Redaksi Kanal

  • Lumpur Panas Timbulkan Ketakutan Warga

    Khawatir Rumah Mereka Ambles
    Oleh Laksana Agung Saputra

    Sidoarjo, Kompas – Semburan lumpur panas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, membuat sejumlah warga ketakutan. Mereka tidak berani kembali ke rumah karena khawatir sewaktu-waktu rumah mereka ambles.

    “Kalau lumpur yang keluar dari dalam tanah sebanyak itu, pastilah tanah di bawah rumah saya berongga besar. Jadi saya takut kalau sewaktu-waktu rumah ambles ke dalam tanah,” tutur Muchtar, salah seorang warga Dusun Balongkenongo, Minggu (4/6), yang menolak kembali ke rumahnya. Empat warga lainnya juga menolak menempati rumah mereka yang sudah rusak terkena lumpur. Mereka adalah Anwar, Soleh, Husein, dan Madekur.

    Oleh sebab itu, Mochtar dan keempat warga lainnya meminta PT Lapindo Brantas untuk membeli tanah dan rumah mereka. Selanjutnya mereka lebih memilih pindah dari rumah lama. “Walau bagaimanapun, saya lebih memilih untuk pindah rumah,” ucap Madekur.

    Adapun warga lainnya menyatakan bersedia kembali. Akan tetapi, mereka meminta kompensasi yang wajar atas kerusakan dan gangguan yang dialami.

    Di tenda pengungsian

    Sekitar 20 pekarangan warga dibanjiri lumpur. Tingginya antara 5 sentimeter hingga 20 sentimeter. Selain itu, sekitar 100 warga masih tinggal di tenda pengungsian di halaman Kepolisian Sektor Porong. Sebagian lagi tinggal di rumah sanak saudara mereka. Rata-rata pengungsi adalah anak-anak dan perempuan.

    Relations and Security Manager PT Lapindo Brantas Budi Susanto menyatakan, belum bisa memberikan jawaban atas tuntutan warga. Pasalnya, saat ini PT Lapindo Brantas masih berkonsentrasi menghentikan semburan gas dan lumpur panas.

    Sekadar catatan, sejak Senin (29/5), semburan lumpur dan gas di areal persawahan Desa Siring tidak kunjung berhenti.

    Budi melanjutkan, segala sesuatu yang berkaitan dengan kompensasi sebaiknya disalurkan melalui tim dari Desa Renokenongo. Selanjutnya, tim tersebut akan berdialog dengan tim dari PT Lapindo Brantas untuk mencapai sebuah kesepakatan. “Ada baiknya tim beranggotakan salah satu di antara kelima warga tersebut,” kata Budi.

    Sementara itu, hingga kemarin sore, lumpur telah membanjiri areal persawahan seluas sekitar 10 hektar. Sawah yang terendam lumpur tersebut sebagian besar milik warga Desa Siring, sedangkan sisanya milik warga Desa Renokenongo.

    Darto (57), salah seorang anggota tim musyawarah Desa Siring menyatakan, belum ada kesepakatan soal kompensasi sawah. Adapun soal polusi yang ditimbulkan gas, disepakati kompensasi sebesar Rp 200.000 per keluarga.

    Kemarin, tim Health Safety and Environment PT Lapindo Brantas dijumpai tengah mengambil sampel lumpur. Tepatnya di sekitar semburan di kamar mandi rumah Soleh.

    Koordinator tim Health Safety and Environment PT Lapindo Brantas Munajad Cholil mengatakan, akan mengirim sampel tersebut ke empat laboratorium. Laboratorium tersebut adalah laboratorium milik Institut Teknologi Surabaya, Institut Perkebunan Bogor, Universitas Brawijaya, dan Sucofindo. Adapun yang dites adalah kandungan racun dan kesuburan dalam lumpur, serta baku mutu air.

    Sumber: Harian Kompas, 5 Juni 2006.

  • Sudah Sepekan Gas Ganggu Warga

    Pemerintah Janji Akan Tangani Segera

    Sidoarjo, Kompas – Gas dan lumpur panas dari perut bumi menyembur di kawasan permukiman warga Dusun Balongkenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (2/6). Karena itu, sekitar 300 warga terpaksa diungsikan. Peristiwa ini merupakan puncak dari semburan gas yang sudah berlangsung sepekan terakhir.

    Sehari sebelumnya, Kamis sekitar pukul 19.00, warga dikejutkan semburan gas dan lumpur yang muncul di areal persawahan Desa Renokenongo. Senin lalu pun, dari tengah rawa Desa Siring, Kecamatan Porong, terjadi hal serupa.

    Hingga kemarin lumpur panas dengan suhu lebih dari 57 derajat Celsius dan gas masih keluar dari sejumlah titik semburan, baik di areal persawahan maupun rawa.

    Berdasarkan pantauan kemarin, gas berbau menyengat dan lumpur panas menyembur tepat pada bagian lantai kamar mandi rumah Soleh (40), warga Dusun Balongkenongo RT 19 RW 05. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.

    Hingga Jumat pukul 17.00 lumpur pekat berwarna abu-abu terus mengalir keluar berikut gas. Akibatnya, sekitar 10 rumah warga kemasukan lumpur, sekitar satu hektar sawah diterjang lumpur, dan kamar mandi serta dapur milik Soleh rusak juga akibat lumpur.

    Ditemukan pula lantai keramik di rumah seorang warga terangkat ke atas. Menurut keterangan pemilik rumah, hal itu terjadi tidak lama setelah gas dan lumpur menyembur di rumah Soleh.

    Akibat peristiwa tersebut, sekitar 300 warga Desa Renokenongo diungsikan ke Balai Desa dan Kantor Poliklinik Pedesaan Kedungbendo, serta Kantor Kecamatan Porong. Meski demikian, sebagian besar warga lebih memilih mengungsi ke rumah sanak saudara mereka.

    Untuk sementara, gas dan lumpur berbau menyengat tersebut diduga kuat berasal dari sumur pengeboran gas PT Lapindo Brantas yang berada di sebelah selatannya. Jarak sumur dengan titik semburan di Dusun Balongkenongo sekitar 450 meter.

    Syahdun, mekanik pengeboran subkontrak PT Lapindo Brantas, menyatakan, semburan gas dan lumpur disebabkan pecahnya formasi sumur hasil pengeboran, Senin lalu sekitar pukul 04.30.

    “Akibatnya, gas menekan ke samping dan mencari retakan dalam lapisan tanah untuk keluar ke permukaan,” ujarnya.

    Sebelum formasi pecah, lanjut Syahdun, bor macet (stuck) dan oil bismart hilang.

    Bupati Sidoarjo Win Hendrarso menyatakan akan mengerahkan seluruh potensi bersama PT Lapindo Brantas untuk mengatasi persoalan tersebut. Konkretnya, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo akan mendatangkan empat backhoe—ditambah dua unit milik PT Lapindo Brantas—untuk melokalisasi lumpur di areal persawahan.

    “Satu-satunya solusi agar lumpur tidak meluas, sawah seluas 8-10 hektar terpaksa dikorbankan untuk dijadikan dam penampungan,” kata Win.

    Secara terpisah, General Manager PT Lapindo Brantas Imam Agustino menyatakan, peristiwa tersebut tidak ada kaitannya dengan sumur hasil pengeboran perusahaan penambang gas hidrokarbon itu. “Tidak ada yang salah dengan sumur pengeboran kami,” ujarnya. Meski demikian, pihaknya siap membantu penanganan persoalan itu. (LAS)

    Sumber: Harian Kompas, 3 Juni 2006.

  • Pekerja Tambang Bergelut Tanah dan Lumpur Rawa

    Oleh Laksana Agung Saputra

    Terik matahari tepat di atas ubun-ubun. Di area pertambangan gas PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, sejumlah pekerja mengempaskan badan di atas tanah, memperpanjang mimpi akan bonus yang mandek empat hari belakangan.

    Pekerja yang berjumlah 15 orang itu bukanlah karyawan PT Lapindo Brantas. Mereka adalah warga desa setempat yang direkrut perusahaan tersebut untuk membantu membersihkan lumpur dan tanah hasil galian. Paritan, demikian mereka menyebut profesi mereka yang akrab dengan lumpur dan tanah itu.

    Sejak Senin (29/5) pagi kegiatan penambangan dihentikan. Pasalnya sejak gas dengan kandungan hidrogen sulfida bercampur lumpur menyembur keluar di tengah rawa, pihak perusahaan menghentikan kegiatan penambangan. Tujuannya agar lebih fokus dalam menangani persoalan tersebut sekaligus sebagai standard safety procedure (prosedur pengamanan standar).

    Jadi, empat hari belakangan tidak ada lumpur dan tanah hasil penambangan. Artinya, tidak ada bonus untuk para paritan yang mayoritas telah berkeluarga itu.

    “Kalau lagi tidak ada penambangan, kami tidak mendapat bonus. Padahal, besarnya bonus lumayan untuk tambah-tambah beli makanan buat anak dan istri,” ujar Jauri (40), seorang paritan.

    Bonus yang dimaksud adalah ongkos tambahan yang diberikan PT Lapindo Brantas untuk setiap zak tanah dan drum lumpur yang dikumpulkan para paritan. Bonus untuk satu zak tanah adalah Rp 1.000 dan bonus untuk satu drum lumpur adalah Rp 5.000. Khusus untuk lumpur, perhitungan bonus dimulai di atas 200 drum.

    Sebagai gambaran, apabila kegiatan penambangan normal, para paritan secara bersama-sama bisa mengumpulkan 15 drum – 20 drum lumpur dalam sehari. Hasilnya lalu dibagi rata. Jadi bila ada 20 drum, per orang bisa mendapat sekitar Rp 6.500. Bila ditambah dengan bonus zak tanah, bonus terkumpul bisa mencapai sekitar Rp 10.000 per hari. “Lumayan untuk tambahan penghasilan,” kata Tamiadi (40), paritan yang sudah bekerja selama 6 bulan.

    Warga Desa Renokenongo

    Para paritan menerima upah per 10 hari sekali. Adapun upahnya Rp 45.000 per hari. Makan sekali disediakan perusahaan.

    Seluruh paritan yang berjumlah 45 orang merupakan warga Desa Renokenongo. Jumlah tersebut dibagi dalam tiga kelompok, masing- masing berjumlah 15 orang. Jadwal kerja setiap kelompok adalah dua hari masuk dan satu hari libur.

    Para pekerja rata-rata merupakan mantan pekerja pabrik yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Semisal Edi Tamsil (20) yang terkena PHK dari pabrik panci karena alasan efisiensi.

    Sekadar catatan, setiap penambangan selalu memerlukan oil bismart atau synthetic bismart. Bahan kimia ini merupakan syarat mutlak untuk memperlancar mata pasak dalam mengebor lapisan tanah. Oil bismart atau synthetic bismart itu dialirkan ke dalam rangkaian pipa bor lalu disedot ke atas. Saat ke atas, oil bismart atau synthetic bismart selalu bercampur lumpur dan tanah.

    Campuran tersebut kemudian diolah kembali dalam sebuah instalasi. Oli yang bersih kembali dialirkan ke bawah, sedangkan lumpur dan tanah dibuang. Sisa tanah dan lumpur inilah yang dibersihkan para paritan. Dengan sekop, mereka memasukkan tanah ke dalam sak dan lumpur ke dalam drum.

    Selain itu, para paritan membersihan oil bismart atau synthetic bismart yang tercecer di tanah area pertambangan. “Hal yang jelas, pekerjaan kami tidak jauh dari bersih-bersih,” kata Tamiadi (40) yang mempunyai dua anak itu. Hari-hari ini para paritan hanya bisa menunggu dan berharap agar persoalan gas dan lumpur itu bisa cepat teratasi. Dengan demikian, mereka bisa berpeluh payah untuk mendapatkan bonus.

    Tidak seperti karyawan teknis PT Lapindo Brantas yang mempunyai pengetahuan mendalam tentang penambangan, mereka rata-rata hanya lulusan pendidikan dasar. Kemauan bekerja keras meski disengat teriknya matahari dan dipagut dinginnya fajar adalah modal utama mencari nafkah untuk keluarga.

    Sumber: Harian Kompas, 2 Juni 2006.

  • Lumpur Merusak Areal Sawah

    Pipa Bocor Cemari Irigasi
    Oleh Laksana Agung Saputra

    Sidoarjo, Kompas – Lumpur yang terus keluar dari dalam perut bumi melalui rekahan tanah di tengah rawa Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, meluber ke saluran irigasi. Padahal, areal sawah yang dilaluinya rata-rata sudah mulai musim tanam.

    Berdasarkan pantauan pada Rabu (31/5), lumpur tersebut berwarna hitam keabu-abuan dan mengandung semacam minyak. Tanaman yang terkena lumpur tersebut diperkirakan tidak akan bisa tumbuh dengan subur.

    Lumpur yang mencemari sawah tersebut sebagai kelanjutan dari gas bocor yang terjadi Senin (29/5) lalu sekitar pukul 04.30. Saat itu dari tengah rawa Desa Siring, Kecamatan Porong, menyembur gas berwarna putih yang mengandung hidrogen sulfida berikut lumpur bersuhu tinggi.

    Gas tersebut berasal dari dalam sumur pengeboran gas PT Lapindo Brantas yang jaraknya sekitar 40 meter dari lokasi semburan. Hingga kemarin, gas dan lumpur masih menyembur keluar, meski volumenya naik turun.

    Akibat luberan lumpur, sampai dengan Rabu kemarin pukul 16.00, air dalam saluran irigasi hingga radius sekitar 400 meter arah barat rawa sudah tercemar. Padahal dalam radius tersebut sudah ada beberapa petak sawah yang memanfaatkan air dari saluran irigasi itu.

    Dua desa

    Saluran irigasi yang memanjang di tepi jalan kabupaten tersebut menghubungkan Desa Siring dan Desa Permisan, Kecamatan Jabon. Saluran irigasi itu untuk mengairi puluhan hektar sawah di dua desa tersebut.

    Kepala Seksi Produksi Palawija dan Hortikultura Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Sidoarjo Heksa Widagdo mengatakan, padi pada usia tersebut membutuhkan cukup air.

    “Meski tidak butuh air melimpah, padi usia muda butuh lahan basah,” ujarnya. Oleh sebab itu, ia mengimbau agar air yang telah tercemar dengan lumpur tidak dialirkan ke dalam sawah.

    Saat ditemui di lapangan, Koordinator Tim Health Safety and Environment PT Lapindo Brantas Munajad Cholil mengatakan akan menyedot lumpur agar tidak terus meluber ke sawah dan saluran irigasi. Caranya dengan menyedot lumpur yang akan ditampung ke dalam kolam. Kolam berukuran 20 m x 10 m dengan kedalaman 4 m ini tengah dibuat di dalam area pertambangan.

    Selain itu, pada Kamis ini akan dipasang instalasi pengolahan air limbah (IPAL) portabel di tepi rawa. “Lumpur akan disedot ke dalam IPAL, lalu airnya yang telah bebas polutan akan dialirkan saluran irigasi,” katanya.

    Sumber: Harian Kompas, 1 Juni 2006.

  • PT Lapindo dan Warga Belum Capai Titik Temu

    Oleh Laksana Agung Saputra

    Sidoarjo, Kompas – Semburan lumpur dari rekahan tanah rawa di samping sumur pengeboran gas PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, semakin meluas. Hingga Selasa (30/5) sore, lumpur berbau belerang itu menggenangi sawah warga dan rawa seluas sekitar 2 hektar.

    Berdasarkan pantauan, meski volumenya menurun, lumpur berwarna hitam keabu-abuan itu masih keluar dari rekahan tanah di tengah rawa. Bila pada dua hari sebelumnya semburan lumpur kadang-kadang bisa mencapai sekitar 3 meter, kemarin semburannya hanya setinggi 0,5 meter.

    Akibat lumpur yang terus menyembur sejak Senin (29/5) pagi, seluruh permukaan rawa dan sebagian sawah warga Desa Siring tertutup lumpur. Bahkan, ikan dan bekicot di lokasi rawa mati mengambang. Baunya yang seperti amoniak masih tercium hingga radius 500 meter.

    Pencemaran ini sangat meresahkan warga sekitar, khususnya Desa Siring. Walaupun sejauh ini belum ada penelitian mengenai dampak pencemaran tersebut, warga khawatir hal tersebut akan berdampak buruk terhadap kesehatan mereka. Adapun lumpur yang mencemari sawah diprediksi akan merusak tanaman dan struktur tanah.

    External Relations Coordinator PT Lapindo Brantas Arief Setyo Widodo mengatakan, pihaknya akan membuat tanggul di sekitar rawa. Tujuannya untuk mencegah lumpur meluas ke areal sawah warga.

    Menurut Syahdun, mekanik pengeboran PT Tiga Musim Mas Jaya, semburan gas itu disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran. Hal itu terjadi sekitar pukul 04.30 setelah bor macet saat akan diangkat ke atas untuk mengganti rangkaian.

    Akibat gas tidak bisa keluar ke atas melalui saluran fire pit dalam rangkain pipa bor, lanjut Syahdun, gas menekan ke samping dan akhirnya keluar ke permukaan melalui rawa.

    Sementara itu, pada Senin malam, PT Lapindo Brantas dan warga Desa Siring mengadakan pertemuan. Salah satu agenda yang dibicarakan adalah soal kompensasi untuk warga Desa Siring. Desa tersebut merupakan desa terdekat dari lokasi semburan. Jaraknya sekitar 150 meter.

    Akan tetapi, belum ada titik temu pada pertemuan tersebut. Menurut Arief Setyo Widodo, warga menghendaki uang kompensasi Rp 500.000 per keluarga. Namun, PT Lapindo menawarkan paket sembako senilai Rp 50.000.

    “Pembicaraan tentang kompensasi akan diteruskan setelah semburan gas dan lumpur tertangani. Saat ini kami fokus menghentikan gas dan lumpur dulu,” ujar Arief.

    Kepala Sub Dinas Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo Yohanes Siswojo menyatakan, ada kemungkinan air, udara, dan tanah tercemar. Namun, kepastiannya harus menunggu uji laboratorium.

    Kemarin, sekitar pukul 11.00, tim Health Safety dan Environment PT Lapindo Brantas mengambil sampel lumpur. Sampel itu dimasukkan dalam jeriken dengan kapasitas sekitar 5 liter. Setelah itu Laboratoium Forensik Kepolisian Daerah Jatim juga mengambil sampel.

    Sumber: Harian Kompas, 31 Mei 2006.

  • Sumur Gas Bocor, Penduduk Diungsikan

    Sidoarjo, Kompas – Sumur pengeboran milik PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (29/5) kemarin bocor. Gas dari sumur tersebut keluar ke permukaan tanah melalui rawa yang ada di sampingnya.

    PT Lapindo Brantas adalah perusahaan eksplorasi dan eksploitasi gas alam yang merupakan kontraktor kontrak kerja sama dengan pemerintah pusat. Produk akhirnya adalah gas hidrokarbon yang didistribusikan Perusahaan Gas Negara.

    Berdasarkan pemantauan, gas berwarna putih itu terembus sampai ke kawasan permukiman warga Desa Siring, Kecamatan Porong, yang berjarak sekitar 150 meter dari rawa tersebut. Bau menyengat seperti amoniak tercium hingga radius 500 meter dari lokasi.

    Menurut keterangan warga Desa Siring, gas menyembul dari rawa sekitar pukul 06.00. Selanjutnya volume gas tersebut berangsur-angsur membesar.

    Dua warga kemarin ditemukan sesak napas. Hal itu diperkirakan akibat menghirup gas tersebut. Setelah dibawa ke Puskesmas Porong, Senin sore kondisi kesehatan keduanya sudah pulih.

    Mengkhawatirkan

    Meski tidak sampai mengakibatkan warga keracunan, bocornya gas tersebut cukup mengkhawatirkan. Kemarin anak-anak yang tinggal di sekitar sumur gas yang bocor itu terpaksa diungsikan. Sementara itu, siswa SD Negeri Siring I dan II—yang lokasinya sekitar 350 meter dari rawa—dipulangkan lebih awal. “Murid-murid diliburkan dua hari,” kata Kepala SD Negeri Siring I Nur Rahayu.

    PT Lapindo Brantas untuk sementara waktu juga meliburkan pekerja pengeboran. Pasalnya, menurut External Relations Coordinator PT Lapindo Brantas Arief Setyo Widodo, perusahaan sedang fokus menghentikan kebocoran gas tersebut.

    Relations and Security Manager PT Lapindo Brantas Budi Susanto menyatakan, ditemukan kandungan 3 part per million (ppm) hidrogen sulfida pada semburan gas itu. “Namun, hidrogen sulfida sudah terurai dalam radius 50 meter sehingga tidak akan sampai ke permukiman warga,” katanya. Hidrogen sulfida merupakan gas beracun yang bisa membahayakan kesehatan.

    Untuk menghentikan semburan gas itu, kata Budi lagi, tim perusahaan tengah menginjeksi lumpur berat ke dalam sumur.

    Secara terpisah, Syahdun, mekanik pengeboran PT Tiga Musim Mas Jaya, menyatakan, semburan gas disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran. PT Tiga Musim Mas Jaya adalah perusahaan subkontrak untuk pengeboran. “Diperkirakan dinding sumur bagian dalam runtuh,” kata Syahdun. Adapun kedalaman sumur terakhir adalah 9.297 kaki. (LAS)

    Sumber: Harian Kompas, 30 Mei 2006.