Tag: bakrie telecom

  • Bakrie Telecom agrees restructuring

    Bakrie Telecom agrees restructuring

    Creditors of Bakrie Telecom have approved its restructuring plan, after it missed a November 2013 coupon payment on its US$380m 11.5% bonds due 2015, but some bondholders were unhappy that they were barred from voting.

    Creditors owed Rp3bn (US$240,000) or more will receive 70% of the principal in mandatory convertible bonds which convert at Rp200 per share. The remaining 30%, as well as smaller obligations, will be paid in instalments over 5.5 years at terms to be agreed later.

    The vote required a majority approval from creditors holding two-thirds of the debt, and in the end obtained approval from holders of 94.6%.

    However, there was controversy, as an investor said the company had reclassified funds received from one of its issuing vehicles as an intra-company loan, effectively giving the voting rights to the issuer rather than the bondholders. Bakrie Telecom Pte Ltd, a subsidiary registered in Singapore, issued the 2015s and a Jakarta judge agreed with the administrator that it was the only party eligible to vote on behalf of the bonds.

    The Indonesian legal process does not work on precedent, but the investor said the tactic was one that bondholders would need to be wary of in future restructurings by Indonesian companies.

    Some bondholders claimed they had not been able to vote, but another investor said everyone had been contacted and asked to fill in a disclosure.

    “[They] have been quite transparent about the process, in my view,” he said.

    Negotiations with bondholders have been ongoing for several months, and a proposal was put forward in September. The two investors said there had been broad agreement for the proposals anyway.

    A group of bondholders – Universal Investment Advisory, Vaquero Master EM Credit Fund and Trucharm – which claimed to hold more than 25% of the 2015s, had sued Bakrie Telecom and three subsidiaries in New York for alleged breach of terms after it missed two coupon payments.  

    Bakrie Telecom did not respond to a request for comment.

    Under an earlier proposal, 30% of the current paper would have become a five-year bond with a 1% cash coupon and an additional 3% payment in kind (PIK), while the other 70% was to be converted into an equity-like instrument maturing in 6.5 years, paying no coupon for the majority of its life, and making a 5% per annum payment on its sixth anniversary.

    Daniel Stanton, Lianting Tu, Eveline Danubrata

    Sumber: http://www.ifrasia.com/bakrie-telecom-agrees-restructuring/21179091.article

  • Utang Bakrie Telekom Sentuh Rp19 Triliun?

    Utang Bakrie Telekom Sentuh Rp19 Triliun?

    Bisnis.com, JAKARTA — Tagihan sementara PT Bakrie Telekom Tbk. yang sudah mendaftar pada pengurus PKPU dilaporkan mencapai Rp19 triliun kendati jumlah tersebut masih bisa berkurang karena belum diverifikasi oleh debitur.

    Pengurus PKPU PT Bakrie Telekom Tbk. (BTEL) William Eduard Daniel mengatakan nominal tagihan sementara tersebut belum merupakan angka final. Berdasarkan pengamatan sementara banyak kreditur yang mengajukan tagihannya berkali-kali.

    “Tagihan yang masuk sampai Rp19 triliun, tetapi jumlah pastinya belum final. Permasalahannya beberapa kreditur ada yang melakukan dua sampai tiga kali klaim, sehingga nilai tersebut belum akurat,” kata William kepada Bisnis, Minggu (7/12/2014).

    Dia menambahkan jumlah tagihan tersebut kemungkinan besar masih bisa berkurang. Biasanya kreditur memasukkan bunga, denda, dan total kerugian selama perjanjian, selain utang pokok saat mengklaim tagihan.

    William menuturkan tagihan tersebut diajukan oleh lebih dari 300 kreditur, tetapi belum bisa diketahui pasti jumlah masing-masing kreditur preferen, separatis, maupun konkuren. Dalam proses PKPU, pembayaran kepada kreditur preferen dan separatis lebih diutamakan.

    Pihaknya akan menyebutkan nominal tagihan yang sudah terverifikasi pada Senin (8/12/2014). Banyaknya kreditur yang mengajukan tagihan menyebabkan proses pencocokan utang dengan debitur membutuhkan waktu lebih lama.

    Secara terpisah, kuasa hukum BTEL GP Aji Wijaya mengklaim utang yang dimiliki sesuai laporan keuangan perusahaan hanya Rp6 triliun. Namun, data yang dimiliki BTEL dan pengurus memang berbeda.

    “Nanti tagihan yang sudah masuk ke pengurus akan kami verifikasi bedasarkan dokumen bukti yang dimiliki perusahaan,” kata Aji.

    Dia menambahkan dari seluruh tagihan tersebut yang sudah terverifikasi baru mencapai kurang dari 100 kreditur. Pihaknya membenarkan adanya kreditur yang mengajukan tagihan melebihi ketentuannya.

    Terdapat salah satu vendor yang mengklaim tagihannya Rp1 triliun, tetapi setelah melalui proses verifikasi ternyata piutangnya hanya Rp430 miliar. Tagihan jatuh waktu yang dihitung hanya sampai dengan tanggal pembacaan putusan PKPU.

    Vendor tersebut adalah PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) yang menjadi penyedia tower bagi BTEL. Nominal tagihan tersebut sudah termasuk bunga sampai tanggal putusan yakni 10 November 2014.

    Menurutnya, proses verifikasi utang berjalan lancar, karena BTEL berupaya untuk tetap terbuka kepada kreditur. Debitur menjelaskan kondisi perusahaan, dari sisi industrinya, dan menggelar beberapa pertemuan informal.

    “Kami terbuka kepada kreditur, makanya mereka apresiasi. Dalam proposal perdamaian yang telah disampaikan, kami juga sudah menjelaskan secara detil,” ujarnya.

    BTEL mengelompokkan kreditur menjadi utang biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi dan universal service obligation (USO), utang dengan jaminan, dan utang proceeds bonds. Selain itu, utang usaha afiliasi, utang akibat derivatif, utang usaha, utang penyedia tower, dan utang pembiayaan kendaraan.

    Pada utang BHP dan USO, BTEL akan menyelesaikan pembayaran secara tunai yang didahulukan bertahap setelah tanggal homologasi hingga tahun ke-10. Utang dengan jaminan akan dibayar bertahap yang dimulai pada bulan ke-18 setelah homologasi dengan tenor 66 bulan dan bunga 4% per tahun.

    Adapun, pada utang proceeds bonds sebesar 70% dibayar melalui konversi saham dengan harga Rp250 per saham hingga tahun ke-10, sedangkan 30% dibayar bertahap pada bulan ke-18 selama 66 bulan dengan bunga 4%.

    Utang usaha afiliasi akan dibayar seperti utang proceeds bonds, tetapi dengan bunga 5% per tahun. Pembayaran utang akibat derivatif sama seperti utang proceeds bonds, tetapi menggunakan mata uang asing.

    Utang usaha sebanyak 70% melalui konversi saham, sedangkan 30% akan dibayar menggunakan mata uang asing atau Rupiah. Sementara itu, 30% utang penyedia tower akan dibayar dengan tenor 66 bulan, sisanya melalui saham.

    Pembayaran utang pembiayaan kendaraan akan dilakukan sesuai jadwal perjanjian awal yang disepakati.

    Rio Sandy Pradana

    Sumber: http://bandung.bisnis.com/m/read/20141207/34231/522512/utang-bakrie-telekom-sentuh-rp19-triliun