Tag: Gempolsari

  • Kejari Usut Dugaan Korupsi Tanah Terdampak Lumpur Lapindo Sidoarjo

    Kejari Usut Dugaan Korupsi Tanah Terdampak Lumpur Lapindo Sidoarjo

    Sidoarjo, infosda.com – Petugas Kejaksaan Negeri Sidoarjo memeriksa dokumen tanah saat melakukan penggeledahan di Kantor Balai Desa Gempolsari, Porong, Sidoarjo, Senin (16/2/15).

    Penggeledahan ini dilakukan Kejaksaan Negeri Sidoarjo terkait adanya dugaan korupsi penjualan Tanah Kas Desa (TKD) yang masuk dalam peta area terdampak semburan lumpur panas Lapindo senilai 3,1 miliar yang sengaja dilakukan oleh Kepala Desa setempat agar bisa dijual kepada BPLS.

    Pasca penetapan tersangka terhadap Kepala Desa Gempolsari, Abdul Haris, oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Sidoarjo, tim penyidik masih memerlukan beberapa dokumen penting untuk melengkapi berkas perkara yang menjerat kepala desa Gempolsari dan mantan takmir masjid desa setempat, yang bernama Marsali.

    Dalam penggeledahan kali ini, penyidik berhasil membawa beberapa dokumen penting transaksi jual beli tanah yang menjadi aset desa tersebut. Ada satu dokumen yaitu buku letter C yang masih disembunyikan oleh tersangka Kepala Desa Gempolsari Abdul Haris yang hadir dalam pengledahan itu.

    Muhamad Nusrim, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Sidoarjo mengatakan, tersangka Abdul Haris sengaja mempersulit penyidik untuk mendapatkan bukti letter C atas tanah dua bidang yang sudah dijual ke BPLS. “Jika hal itu tetap dilakukan oleh tersangka, maka penyidik akan segera menahannya karena tidak kooperatif”, tegas Muhammad Nusrim.

    Sementara itu, menurut pengakuan dari salah satu anggota keluarga tersangka, tersangka Haris baru saja membeli rumah berserta isinya di Perumahan Candi Loka senilai Rp 350 juta. Penyidik akan segera menelusuri asal-usul uang untuk membeli rumah tersebut.

    Sumber: http://www.infosda.com/?p=13394
  • Lapindo Berkubang Dana Talangan

    25 Desember 2014 | Realitas MetroTV,  Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jatim masih menghantui warga terdampak.

  • Kubangan Lumpur Lapindo

    Hampir 9 (sembilan) tahun lumpur Lapindo menyembur. Sampai saat ini, lebih dari 50.000 penduduk terusir-paksa dari hunian mereka.

    Simak liputan tim redaksi Berita Satu.

  • Ketinggian Lumpur Mencapai 50 Cm

    Dua Lansia Menolak Dievakuasi

    SIDOARJO – Puluhan rumah di RT 10, RW 2, Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, tampak melompong Rabu (17/12). Desa di sisi selatan Sungai Ketapang itu ditinggal penghuninya mulai Selasa malam (16/12).

    Penyebabnya, tingginya curah hujan membuat tanggul lumpur di titik 73B Desa Kedungbendo jebol. Akibatnya, aliran lumpur masuk ke rumah-rumah warga hingga ketinggian 50 sentimeter.

    Jebolnya tanggul lumpur di titik 73B itu tidak hanya menenggelamkan Desa Gempolsari. Dua desa lain, yakni Kalitengah dan Kedungbendo, juga terendam.  

    Semua warga diminta mengungsi ke balai desa. Namun, tidak semua warga mau dievakuasi. Suwadi, 80, dan Suniakah, 85, menolak meninggalkan rumah mereka. Hingga kemarin, pasangan lansia itu bertahan di rumah yang terendam lumpur setinggi lutut orang dewasa.

    ’’Kulo teng mriki mawon. Tunggu omah (Saya di sini saja. Menjaga rumah, Red),’’ kata Suniakah saat diminta mengungsi oleh tim tagana kemarin sore.

    Suwadi mengatakan, dirinya dan istri sudah beberapa kali tinggal di pengungsian. Namun, selama di sana dia merasa tidak nyaman. Suwadi tidak bisa melakukan aktivitas seperti mencari rumput untuk kambing-kambingnya.

    Selain itu, Suwadi takut rumahnya benar-benar ditenggelamkan lumpur saat ditinggal. Sebab, selama ini setiap lumpur masuk ke rumah, dia dan istri mengeluarkannya dengan sapu dan alat pel.

    ’’Saya keluarkan sedikit-sedikit. Kalau didiamkan, nanti rumahnya bisa amblas,’’ ujar Suwadi.

    Saat ini rumah Suwadi dan Suniakah menjadi satu-satunya rumah di RT 5, RW 6, Desa Kalitengah, yang masih ada. Kiri-kanan hunian mereka merupakan lahan kosong bekas rumah dirobohkan yang sudah lama ditinggal pemiliknya.

    Akses masuk ke rumah Suwadi juga terbilang sulit. Jalan setapak berupa galengan menjadi satu-satunya akses menuju rumah itu.

    Karena rumah terendam lumpur, mereka sulit ke mana-mana. Sepanjang hari, Suniakah lebih banyak menghabiskan waktu di ranjang. Sesekali dia pergi ke teras untuk mengeluarkan lumpur dari dalam rumah.

    Sementara itu, Suwadi juga sulit beraktivitas seperti biasa. Selain menemani sang istri, sesekali Suwadi memberi makan kambing-kambingnya.

    Suwadi mengatakan, selama dua hari terakhir banyak orang yang berkunjung ke rumahnya. Sebagian besar datang untuk membujuk Suwadi dan Suniakah agar mau mengungsi. Namun, semua tawaran itu ditolak.

    Menurut Suwadi, dirinya dan istri mau angkat kaki setelah mendapat ganti rugi atas rumah yang terendam lumpur. Dia menyatakan selama ini baru mendapat ganti rugi sebesar 20 persen.

    ’’Kalau sudah punya rumah baru, ya mau pindah. Kalau sekarang tidak punya rumah, mau pindah ke mana?’’ katanya.

    Meski bertahan di rumah, Suwadi dan Suniakah tidak pernah luput dari perhatian. Mereka tetap mendapat fasilitas layaknya warga yang mengungsi di Balai Desa Gempolsari. Misalnya, selimut, matras, dan logistik. ’’Kalau makan, ada yang mengantar tadi,’’ kata Suwadi.

    Sementara itu, kondisi Kantor Balai Desa Gempolsari tampak ramai kemarin. Kantor pemerintah desa tersebut dipadati para pengungsi dari RT 10, RW 2, Desa Gempolsari. Total ada 99 orang dari 24 kepala keluarga yang tinggal di 21 rumah.

    Semua perlengkapan evakuasi memang sudah lama disiapkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo. Setiap keluarga diberi satu matras. Setiap pengungsi juga mendapat selimut dan logistik.

    Meski demikian, suasana pengungsian tetap tidak senyaman rumah sendiri. Anggi Maulana mengatakan sudah tidak betah tinggal di pengungsian. Menurut siswa kelas V SDN Gempolsari itu, suasana di kantor balai desa terlalu ramai sehingga dirinya sulit belajar. ’’Berisik. Jadi tidak konsentrasi,’’ ucapnya.

    Sebagaimana diberitakan, lumpur menggenangi Desa Gempolsari dan Desa Kalitengah setelah tanggul titik 73B Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, jebol pada 31 November 2014. Tanggul tersebut jebol sepanjang empat meter.    

    BPLS berencana membangun tanggul baru yang menghubungkan tanggul titik 67 Desa Gempolsari dan titik 73 di Desa Kedungbendo.

    Tanggul baru itu nanti sepanjang 1,7 kilometer dengan ketinggian 5 meter. Sedangkan lebar tanggul 15 meter.

    Selama pengerjaan tanggul baru, BPLS telah menanggul sementara di titik 73 B. Tanggul tersebut juga dilengkapi sandbag dan sesek (anyaman bambu) untuk menghalau lumpur agar tidak mengalir ke timur (Desa Gempolsari).

    Sayangnya, hujan deras yang mengguyur Kota Delta Selasa malam (15/12) mengakibatkan tanggul sementara itu ambles. Akibatnya, aliran lumpur mengalir deras ke Desa Gempolsari. (rst/c7/c4/ib)

    Sumber: http://www.jawapos.com/baca/artikel/10431/Ketinggian-Lumpur-Mencapai-50-Cm

  • Tanggul Lumpur Lapindo Jebol Lagi, Puncak Hujan Mengancam

    SIDOARJO, KOMPAS.com — Untuk kedua kali, dalam pekan ini, tanggul penahan lumpur Lapindo di titik 73B Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, jebol akibat diguyur hujan deras. Apabila hal ini tidak segera ditanggulangi, puncak musim hujan yang akan mulai awal Januari hingga Februari 2015 akan mengancam puluhan ribu warga.

    Pemantauan Kompas, Rabu (17/12/2014), menunjukkan, banjir lumpur semakin parah, mengalir ke permukiman warga di dua desa terdampak. Warga kembali mengungsi demi keselamatan dan kenyamanan mereka.

    ”Saya tak tahu persis kapan tanggul jebol lagi. Yang jelas hari Rabu ini, sewaktu melihat tanggul, kondisinya sudah berantakan. Mungkin karena diguyur hujan Selasa siang hingga petang kemarin,” ujar Warsito (45), warga Desa Kedungbendo, di Sidoarjo, Rabu.

    Lokasi tanggul yang bobol kali ini berada di sebelah selatan jebolan pada Minggu lalu. Lebar jebolan baru itu sekitar 3 meter dan menambah panjang yang lama, yang untuk sementara ditutup sesek (anyaman bambu) dan karung pasir. Material perbaikan darurat itu pun porak poranda tersapu aliran lumpur yang keluar dari tanggul yang jebol.

    Akibatnya, rumah warga di Desa Gempolsari dan Kalitengah kembali terendam banjir. Ketinggian air meningkat dibandingkan dengan banjir lumpur pada Selasa malam lalu. Material lumpur yang terbawa air juga semakin pekat.

    ”Sekarang ketinggian air bercampur lumpur sudah 1 meter lebih di dalam rumah. Padahal, sebelumnya tinggi banjir hanya 40 sentimeter hingga 80 sentimeter di dalam rumah dan 1 meter di luar rumah,” ujar Solihin (40), warga Gempolsari, saat ditemui di rumahnya.

    Lumpur yang keluar dari tanggul yang jebol tersebut juga mengalir ke Sungai Ketapang karena sempadan sungai ambrol di beberapa titik. Volume air di sungai pun terus bertambah hingga menyentuh permukaan dan meluber di beberapa tempat.

    Melihat banjir yang kian tinggi, warga Gempolsari dan Kalitengah memutuskan kembali mengungsi di Balai Desa Gempolsari. Mereka mengkhawatirkan keselamatan jiwanya.

    ”Sampai kapan kami harus hidup dikejar-kejar lumpur seperti ini. Harta benda habis dan rumah juga makin lapuk, temboknya terendam banjir,” kata Askanah (65), warga yang mengungsi.

    Bertahan

    Kepala Desa Gempolsari Abdul Haris mengatakan, jumlah pengungsi mencapai 100 orang yang didominasi kaum ibu, warga lanjut usia, dan anak-anak. Malam hari mereka berkumpul di pengungsian dan pada siang hari beraktivitas biasa seperti bekerja atau membersihkan rumah.

    ”Kendati begitu, masih ada yang nekat bertahan di rumahnya yang sudah terkepung banjir lumpur. Alasannya, mereka menunggu rumah, takut barangnya hilang,” kata Haris.

    Pasangan Suwadi (85) dan Saniakah (65), misalnya, meminta pembayaran ganti rugi dilunasi terlebih dahulu agar mereka bisa pindah ke tempat yang lebih layak huni.

    Bupati Sidoarjo Saiful Illah berencana menemui Presiden Joko Widodo bersama Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Dia akan menunjukkan foto kondisi warga korban lumpur yang menderita dan tanggul yang kritis.

    ”Saya akan ke Jakarta dipanggil Presiden Jokowi. Akan saya sampaikan semua keluhan warga agar pelunasan ganti rugi segera terselesaikan,” ujar Saiful.

    Puncak hujan Januari

    Kepala Kelompok Analisis dan Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Juanda, Surabaya, Taufik Hermawan mengatakan, rata-rata hujan di Sidoarjo terjadi pada siang atau malam hari. Intensitasnya termasuk ringan hingga sedang. Curah hujan ringan rata-rata 1-5 milimeter (mm) per jam atau 5-20 mm per hari.

    ”Curah hujan masuk dalam kategori sedang apabila 5-10 mm per jam atau 20-50 mm per hari. Lama hujan rata-rata 20-60 menit. Kecuali beberapa daerah di Jawa Timur, seperti Pulau Bawean, lama hujan bisa 3-4 jam,” tutur Taufik.

    Puncak musim hujan yang ditandai dengan hujan lebat dan sangat lebat akan terjadi mulai awal Januari hingga Februari 2015. Saat itu, rata-rata curah hujan mencapai 20 mm per jam atau 100 mm per hari.

    Taufik mengingatkan, hujan lebat berpotensi terjadi karena ada pengaruh tidak langsung dari siklon tropik Hagupit di Filipina yang mengakibatkan terjadi konvergensi awan di langit Jawa Timur. Konvergensi akan memicu pertumbuhan awan hujan yang sangat banyak.

    Hujan yang terus turun bisa menyengsarakan korban lumpur Lapindo di Sidoarjo. Ada sekitar 40.000 warga yang terancam banjir dari kolam lumpur Lapindo, terutama saat puncak musim hujan.

    Apalagi, sejumlah titik tanggul kini rawan jebol, sementara antisipasi bencana masih minim. (NIK/ANG/DIA)

    Sumber: http://regional.kompas.com/read/2014/12/18/16064201/Tanggul.Lumpur.Lapindo.Jebol.Lagi.Puncak.Hujan.Mengancam

  • Dapur Umum Mulai Berdiri untuk Pengungsi Korban Lapindo

    suarasurabaya.net – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sidoarjo, kini mulai mendirikan posko dapur umum untuk pengungsian warga korban lumpur Lapindo Desa Gempolsari RT 10 RW 2 Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo.

    “Dapur umum ini sudah siap dari semalam, sekarang mau memasak makan siang untuk warga korban Lapindo yang ada di pengungsian Kantor Balai Desa Gempolsari,” kata Muhammad Novianto anggota Tagana Kabupaten Sidoarjo, kepada suarasurabaya.net, Kamis (18/12/2014).

    Novianto mengatakan, anggota yang berada di posko dapur umum Desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin sebanyak lima orang. Hal itu nantinya akan dilakukan sistem bergiliran.

    “Dapur umum ini akan terus disiagakan. Untuk menu makan tiap hari akan terus berubah,” ujar dia.

    Perlu diketahui, warga Desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin yang berada di pengungsian Balai Desa Gempolsari merupakan korban lumpur Lapindo masuk peta area terdampak yang hanya mendapatkan pembayaran 20 persen dan masih kurang 80 persen. Bahkan, ada belum menerima pembayaran cicilan sama sekali dari PT Minarak Lapindo Jaya. (riy/ipg)

    Bruriy Susanto

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2014/144906-Dapur-Umum-Mulai-Berdiri-untuk-Pengungsi-Korban-Lapindo

  • Kena Lumpur Lapindo, Puluhan Warga Mengungsi Lagi

    TEMPO.CO, Sidoarjo – Puluhan warga korban Lapindo di Desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur terpaksa dievakuasi setelah rumah mereka tergenangi air lumpur pada Selasa malam, 16 Desember 2014. “Malam ini juga kami evakuasi, terutama anak-anak dan ibu-ibu yang kami bawa ke balai desa,” kata Kepala Desa Gempolsari, Abdul Haris, kepada Tempo.

    Menurut Haris masih ada 100 warga Gempolsari yang tinggal di rumahnya, meski kawasan itu sudah ditetapkan sebagai area terdampak lumpur Lapindo. Mereka berasal dari 24 kepala keluarga yang menempati 20 rumah. “Mereka harus kami evakuasi karena ketinggian air sudah mencapai 40 sentimer dari permukaan tanah,” ujar Haris.

    Air yang menggenangi perumahan warga itu berasal dari Kali Ketapang yang sudah mulai meluber. Air juga berasal dari pusat semburan dan mengalir ke tanggul yang jebol di titik 73 B. Haris mengatakan ada pula aliran air yang berasal dari titik 68 Desa Gempolsari.

    Namun yang paling berbahaya adalah hujan deras, sehingga air lumpur yang ada di dalam kolam penampungan naik dan mengalir ke perumahan. Haris mengatakan karena hujan deras, debit air di Kali Ketapang dan kolam penampungan terus meningkat.

    Susianto, salah satu warga korban lumpur Lapindo mengatakan awalnya menolak untuk dievakuasi. Namun karena tidak memiliki tempat tinggal, mereka menuruti rencana kepala desa tersebut. “Mau gimana lagi, terpaksa kami turuti,” kata dia.

    Berdasarkan pantauan Tempo, sebagian besar warga Gempolsari hingga kini masih sibuk dengan evakuasi barang-barang milik mereka. Mereka bersedia tinggal di kantor balai desa meskipun dengan peralatan seadanya. Evakuasi di balai desa masih terus berlanjut hingga seluruh barang bisa dipindahkan.

    MOHAMMAD SYARRAFAH

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/12/16/058629005/Kena-Lumpur-Lapindo-Puluhan-Warga-Mengungsi-Lagi

  • Perbaikan Tanggul Lumpur Lapindo Dilanjutkan

    SIDOARJO, KOMPAS.com — Kondisi beberapa titik tanggul penahan lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (9/12), masih kritis. Oleh karena itu, perbaikan dan pembangunan tanggul baru dilanjutkan. Sebab, kondisi kolam sudah penuh menyusul semburan lumpur yang aktif dan tanggul umumnya berumur delapan tahun sehingga rawan saat hujan deras.

    Dwinanto Hesti Prasetyo dari Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mengatakan, titik 73B yang jebol, Minggu (30/11), sudah diperbaiki secara manual dengan memasang tumpukan karung pasir dan sasak bambu. Tanggul darurat itu diharapkan mampu menahan laju aliran lumpur yang mengarah ke Sungai Ketapang dan permukiman warga di Desa Kedungbendo dan Desa Gempolsari.

    ”BPLS melanjutkan pembangunan tanggul baru di titik 73 sepanjang 1,7 kilometer dengan tinggi 5 meter di atas permukaan laut dan lebar 15 meter. Saat ini pembangunan baru mencapai 100 meter dan ketinggian 1,5-2 meter,” ujar Dwinanto.

    Tanggul baru ini akan menghadang laju aliran lumpur dari tanggul jebol di titik 73B. Selain itu, tanggul baru merupakan solusi permanen terhadap kritisnya seluruh tanggul di titik 73 dan tanggul titik 68 di Desa Gempolsari yang jebol dua bulan lalu dan hanya diperbaiki sementara.

    Sementara itu, Bupati Sidoarjo Syaiful Illah optimistis pemerintah pusat menyelesaikan persoalan ganti rugi warga korban lumpur pada 2015. Keyakinannya tersebut berdasarkan pada pernyataan Gubernur Soekarwo setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Bogor pekan lalu.

    ”Awal 2015 pemerintah akan membeli aset-aset milik Lapindo yang sudah ada surat-suratnya,” ujar Syaiful kepada wartawan di Sidoarjo.

    Kewajiban pembayaran ganti rugi yang belum diselesaikan oleh PT Lapindo Brantas Inc mencapai Rp 1,3 triliun dengan rincian Rp 781 miliar untuk warga korban dan Rp 500 miliar untuk korban dari kalangan pengusaha.

    Siap jual aset

    Dari Makassar, Sulawesi Selatan, Presiden Direktur PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla mengatakan, Lapindo siap jika pemerintah membeli aset di wilayah terdampak untuk menyelesaikan ganti rugi kepada warga. Saat ini Lapindo menyiapkan sertifikat tanah dan rumah sebanyak 7.000 di atas total luas tanah sekitar 200 hektar untuk jual-beli ini.

    ”Kami setuju dengan opsi pemerintah jual-beli aset dan masih menunggu seperti apa model jual-belinya. Kami siap berbicara. Secara internal sedang mempersiapkan segala sesuatu, termasuk masalah hukum agar proses ini legal,” kata Andi.

    Ia mengatakan, saat ini Lapindo sudah kesulitan untuk menyelesaikan ganti rugi kepada warga hingga menyambut baik opsi pemerintah untuk membeli aset Lapindo. Petinggi dan pengambil keputusan di perusahaan ini kini koordinasi sambil menunggu keputusan pemerintah terkait jual-beli.

    Hingga kini Lapindo sudah menyelesaikan ganti rugi sebesar Rp 3,8 triliun meliputi lebih dari 13.000 keluarga. Sisanya tertunggak Rp 700 miliar-Rp 800 miliar meliputi lebih dari 3.000 keluarga. (NIK/REN)

  • Tanggul Lumpur Luber Terus, BPLS Tak Bisa Lakukan Penanggulan

    Surabayanews.co.id – Tanggul lumpur titik 73 di Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo terus meluber. Air dan lumpur dari kolam penampungan mengalir deras ke pemukiman warga. Namun demikian, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) tetap belum bisa melakukan penanganan maksimal karena tidak diperbolehkan warga korban lumpur.

    Lebih dari sebulan ini, tanggul lumpur di titik 73 berulangkali meluber. Luberan berupa air dan lumpur yang mengarah ke sisi utara dan timur menuju sungai Ketapang dan pemukiman warga desa Gempolsari serta Kalitengah.

    Meski saat ini belum terlalu membahayakan karena luberan masih sedikit, namun jika dibiarkan akan memenuhi sungai Ketapang dan menggenangi pemukiman warga. Sayangnya, BPLS tidak bisa berbuat banyak untuk mengantisipasi hal tersebut.

    “Intinya warga ini tidak mau neko-neko, kendalanya ini kan ditanggul tapi tidak boleh. Kalau versi saya, silahkan ditanggul asalkan tidak merugikan. Karena ini kalau tidak ditanggul, ini mengacam warga dan sebenarnya ini tidak layak untuk dihuni. Misalkan kalau pemerintah mau tidur disini, apa layak, kan ini ndak layak dihuni,” kata seorang warga, Sutrisno.

    Hingga kini BPLS masih tidak diperbolehkan melakukan penanganan lumpur oleh warga sebelum ganti rugi mereka dilunasi. Warga menginginkan pemerintahan yang baru agar serius melakukan penanggulangan lumpur dan membayar ganti rugi warga.

    “Hari ini (14/11) sudah terjadi beberapa luberan, mulai dari awal September kemarin. Sementara ini kami hanya bisa memberi karung pasir,” kata Humas BPLS, Dwinanto.

    Hampir lima bulan ini BPLS dilarang melakukan penanggulangan lumpur oleh korban lumpur karena belum dilunasinya ganti rugi warga. Akibatnya, tanggul sebelah barat yang berbatasan dengan rel kereta api dan jalan raya Porong, kritis dan berpotensi jebol. Bahkan sejumlah titik tanggul di wilayah timur dan utara beberapa kali meluber. (ris/rid)

    Sumber: http://surabayanews.co.id/2014/11/14/5303/tanggul-lumpur-luber-terus-bpls-tak-bisa-lakukan-penanganan.html

  • Korban Lapindo Tidak Dipercaya Bank

    Korban Lapindo Tidak Dipercaya Bank

    SIDOARJO – Warga korban Lapindo mengalami kesulitan pembiayaan saat mencari sumber pembiayaan untuk usaha mereka kepada perbankan.

    Seperti yang dialami Sulastri (35), salah satu korban Lapindo dari desa Gempolsari yang pernah mengalami kesulitan ketika ingin mengajukan pinjaman ke bank desa. “Kami disini sepertinya tidak diakui status wilayahnya untuk pinjam ke bank desa. Buktinya ketika kita ingin mengajukan pinjaman, kita tidak dipercaya karena mereka takut kalau kita nanti akan meninggalkan desa dan mangkir dari tanggung jawab,” tuturnya. “Kalau untuk pinjam ke bank desa saja sulitnya bukan main, apalagi kalau kita pinjam di bank besar,” gerutunya.

    Ia juga mengatakan kalau untuk mengajukan pencairan pinjaman harus menggunakan nama dan alamat orang lain agar pinjaman tersebut bisa direalisasi. “Sebagai contoh, kalau kita mau menggadaikan BPKB ke bank, kita harus pinjam nama dan alamat saudara atau orang lain untuk mengajukan pinjaman itu. Meski sepeda dan BPKB tersebut atas nama kita sendiri,” terangnya. Padahal ia dan beberapa warga Gempolsari hanya bisa mengandalkan pembiayaan tambahan dari perbankan akibat belum dibayarkan aset-aset kerugiannya oleh PT Minarak Lapindo Jaya dari awal hingga kini(1/6/11).

    Ketidakpercayaan perbankan kepada korban lapindo tidak hanya pada persoalan pembiayaan seperti hal yang dialami Sulastri dan korban lapindo dari desa Gempolsari. Beberapa warga di desa lainnya mengalami kesulitan ketika akan membuka rekening di bank. Seperti yang dialami Su’udi Supriyono (25), warga desa Renokenongo yang kini tinggal di Perum Renojoyo Kecamatan Porong, saat akan membuka rekening baru di sebuah bank terkemuka untuk syarat administrasi pekerjaannya. “Untuk membuka rekening saja harus dimintai syarat-syarat yang aneh-aneh. Seharusnya bank kan juga harus tahu kalau kondisi kita sekarang ini memang tidak normal, masak harus dimintai surat keterangan ini itu,” protesnya.

    Merasa kesulitan mendapatkan kepercayaan untuk mendapat sumber pembiayaan dari institusi keuangan perbankan, Sulastri dan puluhan warga korban lapindo menginisiasi koperasi Sawo Kecik. Lembaga ini menjadi pilihan baginya dan warga korban lain dalam mendapatkan sumber pembiayaan untuk pengembangan usaha. Meskipun belum besar pembiayaan yang bisa dibantu oleh Sawo Kecik, paling tidak warga korban lapindo telah memiliki sumber pembiayaan yang dapat menerima kondisi mereka saat ini.

    “Kalau pinjam modal untuk usaha, saat ini kami bisa meminjam di koperasi Sawo Kecik. Alhamdulillah kami dibantu tanpa banyak syarat yang menyulitkan. Meskipun besarnya tidak seberapa, yang penting usaha masih bisa berjalan untuk menghidupi keluarga,” ujar Sulastri mensyukuri. (KAM)

    (c) Suara Porong – FM