Tag: pansus lumpur

  • Lapindo Bokek, Negara Tekor

    Lapindo Bokek, Negara Tekor

    JAKARTA, Jawa Pos – Menagih janji pelunasan ganti rugi kepada PT Minarak Lapindo Jaya seperti upaya tak berkesudahan bagi warga korban lumpur Sidoarjo. Sudah delapan tahun lima bulan semburan lumpur, namun PT Minarak Lapindo Jaya belum kunjung melunasi kewajibannya.

    Bahkan, yang terbaru, PT Minarak Lapindo Jaya angkat tangan karena tidak mampu lagi menyelesaikan ganti rugi warga korban lumpur di peta area terdampak (PAT) di Sidoarjo. Pihak perusahaan menyatakan bahwa kondisi keuangan PT Minarak Lapindo Jaya sedang payah. Padahal, sang pemilik, Aburizal Bakrie, baru saja menjamu hampir 500 peserta musyawarah nasional (munas) Partai Golkar di kompleks wisata mahal, Nusa Dua, Bali.

    Sikap tidak bertanggung jawab anak usaha Bakrie Group tersebut membuat negara menanggung kerugian. Sebab, agar warga tetap mendapatkan haknya, pemerintah terpaksa turun tangan dengan mengambil alih pembayaran ganti rugi.

    Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, pihaknya sudah meminta rekomendasi Kementerian Hukum dan HAM soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta negara menjamin pelunasan ganti rugi korban, baik di dalam maupun luar PAT. ”Jadi, (tanggung jawab ganti rugi) ini diambil oleh negara, dibayar dan (tanahnya) jadi aset negara,” ujarnya setelah sidang kabinet di Istana Negara Rabu (3/12).

    Sebagaimana diketahui, selama ini korban dalam PAT menjadi tanggung jawab Lapindo, sedangkan ganti rugi untuk korban di luar PAT ditanggung pemerintah. Namun, karena Lapindo sudah kehabisan dana, belum semua korban dalam PAT mendapatkan ganti rugi. Sementara itu, korban di luar PAT sudah mendapatkan ganti rugi dari pemerintah.

    Nah, Maret lalu MK telah mengabulkan permohonan enam korban lumpur Lapindo yang berada dalam PAT. Intinya, MK meminta negara dengan kekuasaan yang dimiliki untuk menjamin dan memastikan pelunasan ganti rugi korban dalam PAT. Namun, pemerintahan SBY menilai bahwa arti putusan itu bukan pemerintah yang harus mengganti rugi. Melainkan, pemerintah menggunakan kekuatan untuk menekan Lapindo agar segera menyelesaikan kewajibannya.

    Multitafsir itulah yang menurut Basuki sudah dikaji pemerintahan Jokowi. Oleh Kementerian Hukum dan HAM, putusan tersebut ditafsirkan bahwa pemerintah harus mengambil alih karena Lapindo sudah tidak mungkin lagi menyelesaikan kewajiban itu. ”Kalau tidak (mengambil alih), kami disalahkan secara konstitusi,” katanya.

    Sebelumnya, Direktur Utama PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla mengatakan, pihaknya sudah melunasi sebagian besar kewajiban pembayaran ganti rugi senilai Rp 3,8 triliun. Namun, masih ada kekurangan Rp 781 miliar yang belum dibayar. ”Bukan kami tidak mau membayar. Tapi, kondisi keuangan perusahaan kami lagi tidak ada,” ucapnya.

    Basuki menyebut, untuk mengambil alih tanggung jawab di wilayah PAT, pemerintah segera mengubah Peraturan Presiden tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) agar menjadi payung hukum yang kuat. ”Kami juga minta opini dari Kejaksaan Agung,” ujarnya.

    Pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan dana besar untuk menanggulangi lumpur Lapindo. Sejak 2007 hingga 2014, anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai BPLS sudah menyentuh angka Rp 9,53 triliun.

    Tuntut Kepastian

    Dari Sidoarjo, dikabarkan pansus lumpur Sidoarjo hingga kemarin belum mengambil tindakan tegas terkait dengan keluhan korban luapan lumpur Lapindo di peta terdampak. Namun, mereka tidak akan tinggal diam. Dalam waktu dekat, pansus akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

    Mereka bakal menjembatani pertemuan antara BPLS, bupati, dan warga. ”Rencananya, Jumat nanti (5/12) kami memanggil mereka. Melakukan mediasi untuk para pihak,” tegas Machmud, ketua pansus lumpur Sidoarjo.

    Pansus juga akan mendesak pemerintah untuk memberikan kepastian kepada korban soal pembayaran ganti rugi. Pansus juga bakal bertanya kepada pemerintah apakah benar pembayaran ganti rugi itu masuk APBN 2015.

    Untuk menyelesaikan permasalahan lumpur itu pun, pansus tidak hanya melibatkan korban dalam peta area terdampak. Mereka yang tidak masuk peta tersebut juga harus diberi pemahaman. Sebab, lanjut Machmud, terkait dengan kondisi lumpur saat ini, dua pihak warga itu memiliki keinginan yang berbeda.

    Warga yang masuk korban terdampak menginginkan penanggulan dihentikan sebelum ganti rugi tuntas dibayar. Sebaliknya, warga Desa Kedungbendo dan Kaliketapang berharap lumpur segera ditanggul. Sebab, jika dibiarkan meluber, lumpur bisa menggenangi kediaman mereka. ”Kami berharap keadaan tetap kondusif. Kuncinya ada pada pembayaran ganti rugi korban di peta terdampak,” tegas Machmud. (owi/laz/may/hen/sep/c11/end)

    Sumber: http://www.jawapos.com/baca/artikel/9930/Lapindo-Bokek-Negara-Tekor-

  • Pansus Lumpur Kembali Somasi Lapindo

    SURYA Online, SIDOARJO – Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo di akhir jabatannya menyomasi Lapindo Brantas Inc sebanyak dua kali. Intinya, korban luapan lumpur Porong yang masuk peta area terdampak yang belum mendapat pelunasan ganti rugi segera dilunasi.

    Dalam pandangannya, jika somasi tak diindahkan, Pansus Lumpur meminta kepada pemerintah untuk menekan penyelesaian pembayaran pada korban lumpur yang masuk peta area terdampak. Dalam pembayaran ini, ada dua opsi. Mengingat korban lumpur yang ada di luar peta terdampak sudah dibayar melalui pembayaran APBN.

    Opsi yang ada yakni, pertama pemerintah diminta memberi dana talangan pada Lapindo Brantas Inc, untuk melunasi korban lumpur. “Tujuannya, agar korban lumpur segera mendapat pembayaran,” kata Sulkan Wariono, juru bicara Pansus lumpur DPRD Sidoarjo dalam sidang paripurna, Senin (18/8/2014).

    Opsi kedua, pemerintah membeli semua lahan korban lumpur yang belum dilakukan oleh Lapindo. Dengan cara seperti ini, nasib korban lumpur yang masuk peta terdampak bisa mendapat kepastian pembayaran. “Korban lumpur sudah terlalu lama menderita sehingga butuh kepastian,” tegas Sulkan.

    Hingga kini, korban yang ada di area peta terdampak masih banyak yang belum mendapat pelunasan meski asetnya sudah ditenggelamkan oleh luapan lumpur. Total pembayaran yang belum lunas sekitar Rp 700 miliar.

    “Kami hanya bisa berharap agar secepatnya dilunasi. Kami bersama korban lumpur lainnya sudah lama menunggu. Berbagai cara sudah kami tempuh agar dibayar tapi sampai saat ini masih belum ada hasil,” tutur Ny Wiwik salah satu korban lumpur yang kerap ke DPRD.

    Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/2014/08/18/pansus-lumpur-kembali-somasi-lapindo

  • 2 Bulan Tanggul Lumpur Diblokade Warga, BPLS Angkat Tangan

    SIDOARJO – Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) selama dua bulan ini tidak bisa beraktivitas menangani lumpur. Pasalnya, warga korban lumpur masih melarang segara aktivitas penanganan lumpur sebelum ganti rugi mereka dilunasi.

    Sejauh ini tidak ada solusi untuk menyelesaikan masalah itu, karena Lapindo Brantas Inc tak kunjung melunasi ganti rugi korban lumpur.

    Akibatnya, kekuatan tanggul lumpur tinggal menghitung hari saja karena kondisi di kolam lumpur semakin penuh.

    Humas BPLS, Dwinanto Hesti Prasetyo mengatakan pengerjaan tanggul dihentikan warga sejak tanggal 18 Mei lalu. Pihaknya tidak bisa berbuat banyak, bahkan tak berani beraktivitas karena khawatir terjadi gesekan antara korban lumpur dan petugas dari BPLS.

    Sedangkan kondisi lumpur saat ini, lanjut Dwinanto, air di permukaan lumpur memang terlihat meninggi.

    Hal tersebut mengindikasikan bahwa semburan dari pusat semburan lumpur lebih banyak didominasi oleh air dibandingkan dengan lumpur.

    Sejak musim penghujan usai, tidak ada pengaliran lumpur ke Sungai Porong. Sehingga, pond hanya menampung volume yang dikeluarkan dari pusat semburan.

    “Praktis selama dua bulan kita tidak bisa membuang lumpur ke Sungai Porong,” jelas Dwinanto.

    Jika pembuangan lumpur ke Sungai Porong terhenti, otomastis lumpur akan menumpuk di kolam penampungan (pond).

    Jika sewaktu-waktu hujan turun, dikhawatirkan lumpur penuh dan akan meluber menggenangi Jalan Raya Porong dan rel KA jurusan Surabaya-Malang.
    Apa yang dilakukan agar warga memperbolehkan BPLS memperkuat tanggul lagi.

    Dwinanto mengaku, pihaknya sudah seringkali berdialog dengan warga korban lumpur. Namun, mereka mengaku tidak akan mengijinkan BPLS memperkuat tanggul sebelum ganti rugi aset mereka dilunasi.

    Sampai saat ini,  Lapindo Brantas Inc berkewajiban membayar sebanyak 13.237 berkas yang kini tinggal 3.348 berkas dengan nilai pembayaran sebesar Rp786 miliar.

    Dana yang dikeluarkan Lapindo untuk membayar aset warga sebesar Rp3,043 triliun. Atau dengan kata lain, sebanyak 75% berkas sudah lunas pembayarannya.

    Sedangkan total dana yang dikeluarkan oleh Lapindo untuk menangani lumpur sampai kini sudah sekitar Rp8 triliun.

    Dengan rincian, untuk penanganan semburan lumpur sekitar Rp5 triliun dan membayar aset warga sekitar Rp3 triliun.

    Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Emir Firdaus mengatakan, jika saat ini penyelesaian ganti rugi belum juga tuntas. Apalagi, belum ada kejelasan dari Lapindo kapan akan melunasi sisa pembayaran ganti rugi tersebut.

    Emir menjelaskan penyelesaian ganti rugi korban lumpur perlu ada campur tangan pemerintah.

    Sayangnya, sampai saat ini belum ada kepastian dari pemerintah kapan akan mengucurkan dana talangan untuk pelunasan ganti rugi.

    “Kita berharap secepatnya ada dana talangan dari pemerintah untuk korban lumpur,” tandasnya. (Abdul Rouf)

    Sumber: http://daerah.sindonews.com/read/882472/23/2-bulan-tanggul-lumpur-diblokade-warga-bpls-angkat-tangan

  • Korban Lumpur Lapindo Kecewa Hearing Batal

    Korban Lumpur Lapindo Kecewa Hearing Batal

    KOTA (Sidoarjonews) – Puluhan warga Korban Lapindo Menggugat (KLM) gagal melakukan hearing dengan Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo, di gedung DPRD Sidoarjo, Jum’at (29/11/2013). Hearing dibatalkan mendadak karena Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) tidak hadir.

    Warga mengaku kecewa dengan kejadian itu. “Terus terang, kami sangat kecewa karena BPLS tidak dihadirkan oleh Pansus,” cetus Sugito, salah satu pentolan warga KLM usai hearing batal digelar. Warga kecewa karena sejatinya hearing membahas persoalan yang berkaitan dengan kinerja BPLS, terkait pembuangan lumpur ke Sungai Ketapang.

    Akibat lumpur yang dialirkan ke Sungai Ketapang Tanggulangin, warga mengaku air sumur dan air irigasinya tercemar. Warga KLM ini pun mendesak agar BPLS menghentikan pengaliran lumpur ke Sungai Ketapang dan mengalirkan lumpur ke sungai Porong, sesuai Perpres No 14/Tahun 2007. “Kami sunggu kecewa karena hearing batal,” tandas Zakaria, warga lainnya.

    Ketua PMII Cabang Sidoarjo Anwari Ilham menyatakan hal senada. “Kami ikut kecewa dengan kinerja Pansus akibat batalnya hearing ini,” tandasnya kala ikut mendampingi warga KLM. Anggota Pansus Lumpur Taufik Hidayat yang ikut menemui warga mengakui hearing dibatalkan karena ketidakhadiran BPLS. “Namun ini hanya karena persoalan komunikasi saja,” tandas Taufik.

    Politisi PDI-Perjuangan ini menyatakan masa kerja Pansus Lumpur sebenarnya telah berakhir 23 November. Dengan begitu, undangan hearing kepada BPLS menjadi kewenangan pimpinan DPRD Sidoarjo. Namun pihaknya mengakui belum memastikan sejauhmana undangan itu dikirim ke BPLS. Terkait hal itu, dia mengatakan jika sudah meminta maaf kala bertemu dengan warga KLM. (SN2/Ed2)

    Sumber: http://www.sidoarjonews.com/korban-lumpur-lapindo-kecewa-hearing-batal/

  • Ganti Rugi Korban Lumpur Lapindo Belum Ada Titik Terang

    (SBO TV) – Panitia Khusus Lumpur atau Pansus Lumpur beserta perwakilan warga yang berangkat ke Jakarta beberapa waktu yang lalu, untuk menemui tiga kementrian untuk mendapatkan kejelasan ganti rugi terhadap warga korban lumpur lapindo, ternyata hingga saat ini belum ada titik terang. Pertemuan dengan tiga diantaranya Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Sosial dan Menteri Keuangan tersebut ternyata tidak ada hasil hingga saat ini. (more…)

  • Korban Lapindo Mengadu ke Komnas HAM

    SIDOARJO – Rombongan korban lumpur Lapindo berangkat ke Jakarta, untuk menagih janji pembayaran ganti rugi bagi dan dampak sosial lainnya. Rombongan terdiri dari 11 perwakilan korban lumpur bersama Panitia Khusus Lumpur Lapindo Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sidoarjo. “Kami tak mendapat jaminan hidup seperti dijanjikan sebelumnya,” kata Edi Pasopang warga Desa Siring Barat, Selasa (23/3).

    Edi menyatakan seluruh warga tetap bertahan agar mendapat jaminan hidup serta ganti rugi yang layak. Meski, kawasan tersebut dikategorikan daerah berbahaya dan rawan untuk hunian. Untuk mendukung perwakilan korban lumpur, sebanyak 300 an warga Siring Barat menggelar doa bersama dan istighotsah di Balai Desa setempat.

    Menurutnya, perwakilan korban lumpur ini mewakili tiga kelompok kepentingan. Di antaranya, warga Siring Barat yang menagih janji jaminan sebesar Rp 300 ribu per jiwa. Warga Desa Mindi yang menuntut agar seluruh warga di 18 RT dimasukkan dalam peta terdampak. Serta warga Desa Besuki yang berada di timur tol agar dimasukkan dalam peta terdampak alasannya, pemukiman warga berdekatan dengan tanggul dan berbahaya.

    Warga Desa Mindi menuntut agar Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo untuk mensurvei ulang penerima bantuan. Selain itu, Badan Pertanahan Nasional juga diminta untuk mendata dan mengukur ulang tanah yang berada di Desa Mindi. Desa Mindi terjepit antara tanggul penampung lumpur Lapindo serta sungai Porong. Akibatnya, kini nilai aset warga terus merosot tak terkendali. Bahkan, sejumlah perbankan menolak memberikan pinjaman dengan jaminan lahan dan bangunan di sekitar Desa Mindi.

    Rencananya, perwakilan korban Lapindo dan Pansus lumpur Lapindo akan mengadukan masalah ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Dewan Perwakilan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum dan Dewan Pengarah Badan Penanggolangan Lumpur Sidoarjo. “Kami akan memberikan fakta dan bukti kondisi korban yang sebenarnya,” kata ketua Pansus Lumpur Lapindo, Sulkan Wariyono.

    Panitia Khusus Lumpur Lapindo Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sidoarjo juga menagih janji PT Minarak Lapindo Jaya untuk menyelesaikan dampak sosial yang ditimbulkan luapan lumpur Lapindo. Di antaranya membangun gedung sekolah, memperbaiki pasar baru Porong, sarana umum dan fasilitas sosial lainnya. “Banyak program dan pembangunan yang menjadi tanggungan PT Minarak Lapindo Jaya mandeg di tengah jalan,” katanya. (EKO WIDIANTO)

    (c) TEMPO Interaktif