Tag: polda Jatim

  • Polisi Pastikan Berkas Kasus Lumpur Lapindo Lengkap

    Jumat, 17 Oktober 2008 – Tempo, Surabaya: Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Polisi Herman Surjadi Sumawiredja meminta Kejaksaan Tinggi Jawa Timur segera menyatakan sempurna (P21) berkas perkara lumpur Lapindo. “Kami sudah berkali-kali kirimkan berkasnya ke Kejaksaan, tapi hingga kini tak juga di P21,” katanya, Jum’at (17/10).

    Padahal, kata Herman, institusinya telah menganggap berkas yang dilimpahkan sudah sangat lengkap. Didalam berkas tersebut juga terdapat fakta-fakta adanya kesalahan dalam pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc sehingga mengakibatkan terjadinya bencana semburan lumpur di Porong Sidoarjo.

    “Saya hanya berharap Kejaksaan sesegera mungkin memprosesnya sehingga semuanya bisa mendapatkan titik terang,” ujar Herman.

    Hingga saat ini, berkas dari Polda Jatim telah dikirimkan kepada kejaksaan hingga empat kali. Hanya saja, Kejaksaan tetap bersikukuh jika berkas yang dikirimkan belum lengkap. Padahal polisi dalam kasus ini setidaknya telah menetapkan sebanyak 13 orang sebagai tersangka dugaan salah prosedur dalam pengeboran sehingga mengakibatkan bencana di Porong Sidoarjo.

    Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mulyono saat diminta tanggapannya enggan berkomentar. “Tanya Pak Kejati saja,” ujarnya.

    Rohman T | Kukuh SW

    © TempoInteractive

  • Lingkungan Hidup, Lumpur Lapindo, Siapa Berani?

    Dua tahun sudah semburan lumpur Lapindo Brantas Inc meluluhlantakkan harta benda, emosi, dan kehidupan sosial masyarakat Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Dampak semburan lumpur bukan hanya berupa kekacauan infrastruktur, tetapi juga korban jiwa. Lumpur itu juga memberikan efek bagi Provinsi Jatim.

    Data yang dipaparkan pakar statistik dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), Kresnayana Yahya, menunjukkan, pertumbuhan ekonomi Jatim, yang biasanya selalu setengah persen di atas pertumbuhan ekonomi nasional, kini setengah persen di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Biangnya, semburan lumpur di wilayah eksplorasi Lapindo Brantas Inc.

    Seretnya pertumbuhan ekonomi itu antara lain akibat matinya sejumlah industri dan hotel, serta tingginya biaya transportasi yang harus dikeluarkan pengusaha untuk distribusi produk. Seperti Rabu (18/6) lalu, antrean panjang kendaraan berat pengangkut barang memenuhi ruas jalan raya yang menghubungkan Porong, Sidoarjo, dengan Gempol, Pasuruan. Jalan tol Surabaya-Porong, yang semestinya bisa menyedot kendaraan dari ruas jalan raya dan menghemat waktu tempuh, tak bisa diandalkan lagi karena ikut menerima dampak terjangan lumpur. Antrean di jalan raya tak terelakkan. Jarak Surabaya-Malang, yang dalam kondisi normal dapat ditempuh dalam waktu dua jam, kini butuh hingga tiga jam.

    Dampak sosial juga tak kalah parah. Warga Desa Renokenongo yang rumahnya terkena semburan lumpur panas masih banyak tinggal di pengungsian di Pasar Baru Porong, Sidoarjo. Sekitar 500 keluarga tinggal di bangunan kios pasar. Pertumbuhan kejiwaan dan sosial anak-anak yang tinggal di penampungan itu dikhawatirkan terganggu. Mereka, 900-an warga Desa Renokenongo, hanya menanti tanggung jawab Lapindo Brantas Inc.

    Tak kurang upaya dilakukan beberapa pihak untuk menggugat keadilan masyarakat atas semburan lumpur ini. Seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang mengajukan gugatan secara terpisah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan untuk menuntut pertanggungjawaban semburan lumpur yang masih berlangsung hingga kini itu. Namun, semua upaya itu kandas.

    Bahkan, upaya hukum yang sudah dilakukan Polda Jatim, dengan menetapkan beberapa orang sebagai tersangka yang bertanggung jawab dalam semburan lumpur itu, tak juga berujung. Pasalnya, kejaksaan masih kukuh membutuhkan bukti yang menunjukkan korelasi antara pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas Inc dan semburan lumpur. Akibatnya, berkas perkara itu berkali-kali bolak-balik dari kejaksaan ke kepolisian.

    Padahal, ilmuwan Inggris, Richard Davies, awal Juni lalu, menyebutkan, semburan lumpur di Sidoarjo bukan bencana alam, melainkan dipicu pengeboran di sumur Banjar Panji I. Sedangkan Lapindo Brantas Inc menyebutkan, lumpur itu menyembur ke permukaan bumi akibat dipicu gempa di Yogyakarta, beberapa hari sebelumnya.

    Yang paling parah dari semua itu, pemerintah sepertinya bergeming. Tak mau menolehkan sejenak ke Porong untuk lebih menyalurkan empati dan bentuk tanggung jawab atas warganya yang kehilangan tanah, rumah, kehidupan sosial, dan ikatan dengan leluhur.

    Sengaja mendiamkan

    Airlangga Pribadi Kusman, pengajar ilmu politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, yakin, elite politik di Jatim dan Jakarta sengaja mendiamkan persoalan lumpur yang menyembur pertama kali pada 29 Mei 2006 ini.

    Tak ada tekanan politik dari Gubernur Jatim Imam Utomo, Bupati Sidoarjo Win Hendrarso, maupun DPRD Jatim dan DPRD Sidoarjo. Dugaan Airlangga, semburan lumpur ini akibat kesalahan kolektif yang melibatkan banyak pihak sehingga semua pihak akan menutup persoalan ini.

    Dari sisi politik, kondisi ini akan mendorong proses delegitimasi terhadap proses politik yang berlangsung di Jatim. Juga, delegitimasi masyarakat terhadap negara dan pemerintah. ””Masyarakat merasa kepentingan mereka tidak diperjuangkan wakil rakyat maupun eksekutif yang dipilihnya,”” ujar Airlangga.

    Pemimpin daerah juga terkesan tak bergerak untuk mengantisipasi kian buruknya kondisi di sekitar Porong akibat semburan lumpur yang terus terjadi. Padahal, banyak contoh bencana ikutan yang muncul akibat semburan lumpur yang terus bertumpuk di sekitar sumbernya. Terakhir, tiga pekerja di Desa Siring Barat, Kecamatan Porong, luka akibat ledakan gas.

    Dengan perhitungan kerugian akibat semburan lumpur yang masih bertumpuk, tentu pemimpin Jatim akan berpikir, betapa lebih efektifnya jika menggunakan daya tawarnya terhadap pemerintah pusat untuk segera bertindak tegas menangani dampak lumpur itu. Bayangkan, kemajuan yang dicapai dalam pembangunan oleh Gubernur Jatim terpilih nanti akan ”dipotong” dengan kerugian akibat semburan lumpur yang masih terjadi sampai kini.

    Amien Widodo, geolog yang mendalami manajemen bencana dari ITS, menyarankan, Pemerintah Provinsi Jatim membuat peta risiko di sekitar semburan lumpur. “Peta itu dapat menunjukkan daerah dengan risiko rendah, sedang, dan tinggi sehingga setiap individu yang ada di daerah itu dapat mewaspadai segala kemungkinan yang terjadi. ”Buat peta yang menggambarkan, di sini daerah aman untuk tinggal dan tidak. Lalu, buat juga daerah rawan amblesan, di sini daerah rawan semburan gas, dan sebagainya. Peta ini mesti diperbarui setiap saat, selama lumpur masih menyembur,”” kata Amien.

    Jika langkah seperti itu tak dilakukan, niscaya semburan lumpur Lapindo hanya dianggap angin lalu. ”Apakah nyawa jadi tidak ada artinya?”

    Dewi indriastuti dan Nina Susilo

    © Kompas

  • Polisi Diminta Lengkapi Keterangan Ahli Pengeboran Lapindo

    JAKARTA — Kejaksaan Agung menduga data yang dicatat petugas pengeboran Lapindo berbeda dengan data dalam alat pencatat kegiatan perkembangan pengeboran real time chart (RTC). Menurut juru bicara Kejaksaan Agung, Bonaventura Daulat Nainggolan, kejaksaan meminta agar berkas perkara kasus semburan lumpur Lapindo dilengkapi hasil pembacaan ahli atas RTC.

    “Hasil RTC hanya bisa dibaca ahli,” kata dia di Kejaksaan Agung kemarin. RTC, kata dia, selama ini belum dibaca. RTC adalah alat pencatat kegiatan pengeboran yang hasilnya digambarkan dalam grafik. Hasil rekaman ini mencatat data pengeboran dari awal sehingga bisa diketahui penyebab menyemburnya lumpur.

    Kamis pekan lalu polisi telah melakukan gelar perkara atau ekspose kasus lumpur Lapindo di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Dari hasil gelar perkara, kejaksaan mengembalikan berkas penyidikan kepada polisi. Kejaksaan menganggap berkas belum dilengkapi hasil pembacaan ahli atas RTC.

    Setelah hasil RTC di tangan penyidik dan jaksa calon penuntut, Nainggolan melanjutkan, kejaksaan akan mempertemukan sejumlah ahli dalam berkas perkara dan ahli dari korban lumpur Lapindo. Hasil pertemuan, kata dia, akan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.

    Sejauh ini terdapat perbedaan pendapat mengenai penyebab menyemburnya lumpur Lapindo. Pihak Lapindo berkukuh mengatakan semburan lumpur Lapindo disebabkan oleh bencana alam. Adapun sejumlah ahli mengatakan semburan akibat aktivitas pengeboran Lapindo di sumur Banjar Panji 1.

    Juru bicara PT Lapindo Brantas, Yuniwati Teryana, menyatakan petugas drilling telah mencatat kegiatan pengeboran sesuai dengan standar operasi pengeboran. “Hasilnya pun dimonitor setiap waktu,” kata Yuniwati dalam pesan singkatnya. Prinsipnya, kata dia, tak ada perbedaan antara catatan petugas pengeboran dan data di RTC.

    ANTON SEPTIAN | PRAMONO

    © Koran Tempo

  • Lumpur Lapindo, Polisi Minta Keterangan 2 Ahli Tambahan

    JAKARTA – Kepolisian akan meminta keterangan dua saksi ahli tambahan untuk membaca laporan pengeboran sumur Banjar Panji 1 oleh PT Lapindo Brantas. Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Rusli Nasution mengatakan dua ahli baru dimintai keterangan pekan depan. “Setelah itu kami mengajukan berkas ke kejaksaan lagi,” kata Rusli ketika dihubungi Tempo kemarin.

    Rusli enggan menyebutkan nama kedua ahli yang akan dimintai keterangan. Menurut dia, kepolisian telah menyertakan catatan pengeboran dalam berkas pemeriksaan dan keterangan ahli yang membaca catatan pengeboran itu. Dari awal, katanya, catatan pengeboran sudah disertakan.

    Ia membantah catatan pengeboran berbeda dengan permintaan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Menurut Rusli, catatan pengeboran yang diminta kejaksaan sama dengan catatan dalam bukti kepolisian. Rusli mengatakan berkas ke kejaksaan sebenarnya sudah lengkap. Kepolisian mengetahui alat perekam kegiatan pengeboran dari para ahli. “Alatnya sama, hanya beda persepsi saja,” katanya.

    Kejaksaan Agung beberapa kali mengembalikan berkas acara pemeriksaan kasus semburan lumpur Lapindo. Sejauh ini terdapat perbedaan pendapat mengenai penyebab semburan lumpur Lapindo. Lapindo menyatakan semburan lumpur akibat bencana alam, sedangkan sejumlah ahli mengatakan semburan itu akibat aktivitas pengeboran di sumur Banjar Panji 1.

    Pekan lalu, kejaksaan mengumumkan dugaan perbedaan data petugas pengeboran PT Lapindo dengan data Real Time Chart (RTC) atau alat pencatat pengeboran dari waktu ke waktu. Menurut juru bicara Kejaksaan Agung Bonaventura Daulat Nainggolan, hasil RTC belum pernah dibaca ahli.

    Dalam gelar perkara dua pekan lalu, kejaksaan mengembalikan berkas penyidikan kepada polisi. Kejaksaan meminta polisi melengkapi hasil pembacaan RTC yang kemudian akan dibahas bersama para ahli dari kedua pihak. Hasil pertemuan akan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.

    Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Herman S. Sumawiredja mengatakan kejaksaan meminta polisi menerjemahkan laporan pengeboran sumur Banjar Panji 1, Porong, Sidoarjo oleh PT Lapindo. Terjemahan sudah dibawa ke Kejaksaan Agung untuk diproses.

    Juru bicara Lapindo, Yuniwati Teryana, belum bisa dihubungi. Pekan lalu, Ia menyatakan petugas pengeboran PT Lapindo telah mencatat kegiatannya sesuai dengan standar operasi pengeboran. Hasil catatan, kata dia, bisa dimonitor setiap waktu. Prinsipnya, tak ada perbedaan antara catatan petugas pengeboran dan data di RTC.

    Hasil kajian Tim Independen Keteknikan bentukan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan pengeboran sudah benar. “Tentunya mereka juga sudah melakukan analisis data RTC yang sudah di kepolisian,” kata dia lewat pesan singkat pekan lalu. “Perlu kesepahaman dan keahlian dari para ahli untuk menginterpretasi data tersebut.”

    PRAMONO | ANTON APRIANTO | FAMEGA | PURWANTO

    © Koran Tempo