Tag: sisa 80 persen

  • Warga Kedung Bendo Lanjutkan Aksi Memperingati Kemerdekaan

    Warga Kedung Bendo Lanjutkan Aksi Memperingati Kemerdekaan

    korbanlumpur.info – Pada hari Minggu, 17 Agustus sekitar pukul 11.15 wib, warga Kedung Bendo yang berasal dari kelompok GEPPRES (Gerakan Pendukung Peraturan Presiden), melakukan aksi pemasangan spanduk serta poster-poster tuntutan di atas dan sekitar tanggul yang dulunya merupakan wilayah desa Kedung Bendo.

    Aksi ini diikuti oleh sekitar 100-an warga  yang terdiri dari bapak, ibu, pemuda dan anak-anak. Selain itu, dalam aksi ini turut hadir juga perwakilan warga korban lumpur Lapindo dari PerumTAS. Aksi yang dilakukan oleh warga merupakan lanjutan dari aksi yang dilakukan warga korban lumpur Lapindo setelah upacara peringatan 17 Agustus yang diselenggarakan oleh BPLS di atas tanggul cincin, Jatirejo. Tepatnya diatas komplek Ponpes Ahas, yang sudah terkubur lumpur Lapindo.

    Sebelum aksi dimulai, warga berkumpul di sekitar kompleks Masjid Kedung Bendo untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan perangkat dan perlengkapan aksi, seperti spanduk, poster dan kesiapan barisan warga. Sekitar pukul 11.15 wib, ratusan warga mulai merapatkan barisan untuk menuju tanggul yang berjarak sekitar 300 meter dari masjid.

    Beberapa spanduk dan poster-poster berisi tuntutan warga Kedung Bendo yang ingin segera diselesaikannya pembayaran sistem cash and carry juga mulai dibentangkan. Setelah barisan aksi solid, iring-iringan warga yang penuh semangat mulai bergerak menuju tanggul.

    Untuk menyemangati para peserta aski, koordinator lapangan Bapak Hari Suwandi meneriakkan yel-yel, “Merdeka?” Dengan serentak warga menyahut,“Belum!”

    Selain itu para warga juga meneriakkan tuntutan-tuntutan, “Bayar dulu baru ditanggul”, “Tanah ini masih milik kami”.

    Pukul 11.30 wib, warga tiba ditanggul sebelah barat desa Kedung Bendo. Dengan serentak, sebagian peserta aksi bahu membahu naik ke atas tanggul yang tingginya sekitar 10 meter. Sesampainya di atas tanggul, warga dengan semangat meneriakkan yel-yel dan meneriakkan dengan bebas semua kegelisahan mereka selama ini yang tak kunjung mendapatkan kepastian penyelesaian pembayaran cash and carry oleh pihak Lapindo Brantas Inc., padahal masa kontrak rumah sudah habis.

    Dengan tetap meneriakkan yel-yel, beberapa warga yang berada di atas tanggul mulai menggali lubang yang akan digunakan untuk tiang penyangga spanduk. Setelah berjalan sekitar 15 menit, dua spanduk yang berjejer telah selesai dipasang.

    Setelah pemasangan selesai, warga dengan tertib mulai turun dari atas tanggul dan pulang ke rumah masing-masing. Sebelum aksi berakhir, sebagaimana informasi yang didapatkan dari koordinator lapangan Bapak Hari Suwandi.

    “Apabila Lapindo Brantas tidak dengan segera menyelesaikan pembayaran cash and carry maka warga dengan jumah kekuatan yang lebih banyak dan besar akan melakukan aksi pendudukan dan blokade tanggul sampai pihak Lapindo Brantas melaksanakan kewajibannya”. [tang]

  • Warga Peringati 17 Agustus Diatas Tanggul

    Warga Peringati 17 Agustus Diatas Tanggul

    korbanlumpur.info – Jatirejo: Sekitar 500 warga korban lumpur Lapindo dari beberapa desa, menghadiri acara upacara bendera yang diselenggarakan oleh BPLS di atas tanggul cincin, Jatirejo. Tepatnya di atas komplek Ponpes Ahas, yang sudah terkubur lumpur Lapindo.

    Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah undangan, diantaranya adalah jajaran polsek Porong, perwakilan Kodim Sidoarjo, perwakilan masyarakat Korban Lumpur lapindo, (GKLL dan Geppres), kelompok masyarakat yang berkegiatan di atas tanggul, mulai dari pengojek sampai pekerja tanggul. Tetapi, tidak terlihat warga GKLL yang hadir.

    Setelah acara upacara selesai digelar, warga Korban Lapindo yang menuntut pembayaran sistem cash and carrymelakukan aksi membentang spanduk tuntutan pembayaran sisa 80% kepada pihak BPLS.

    Para ibu-ibu dengan emosi mengadukan nasibnya kepada perwakilan BPLS, yang diwakili oleh Humas mereka, Zulkarnain. Mereka mengharapkan kepada BPLS untuk mengingatkan Lapindo supaya segera menyelesaikan sisa pembayaran 80 persen karena jatuh tempo pembayaran sudah lewat satu bulan. “Tolong pak Zul perhatikan kami, kontrakan kami sudah habis kami tidak punya uang lagi untuk mengontrak rumah. Tolong selesaikan pembayaran 80%”, tegas Uswati warga Jatirejo RT 10.

    Selain itu warga juga mengancam jika dalam akhir bulan agustus belum ada kepastian soal pembayaran 80 persen maka warga mengancam akan  menduduki tanggul dan memberhentikan semua aktifitas penanggulan. “Kalau sampai bulan ini belum ada kepastian maka kami akan menduduki tanggul ini karena kami masih punya hak atas tanah ini” tegas Pak Ikhsan, korban dari Desa Kedung Bendo dengan nada tinggi.
    BPLS sendiri menyikapinya dengan menjanjikan pertemuan dengan warga di Posko GEPPRES. Mereka berjanji kepada warga akan duduk bersama untuk membicarakan lebih lanjut soal tuntutan warga yang tergabung dalam Gabungan Pendukung Peraturan Presiden (GEPPRES). “Monggo kalau warga menuntut penyelesaian 80% dengan di fasilitasi oleh kami. Kami akan memfasilitasi” tegas Zulkanain menenangkan warga [man/nov]

  • Bayar Dulu, Baru Ditanggul

    Bayar Dulu, Baru Ditanggul

    korbanlumpur.info – Jatuh tempo sisa pembayaran 80 persen terhadap aset warga seperti yang diamanatkan oleh Perpres 14/2007 sudah lewat lebih dari dua bulan. Tetapi sampai sekarang, Minarak Lapindo Jaya (MLJ) masih juga belum ada tanda-tanda untuk membayar aset warga tersebut. Sehingga, warga memutuskan untuk memasang pathok-pathok penanda bekas tanah milik warga di lokasi yang kini sudah tertimbun lumpur setinggi 10 meter.

    “Sepanjang kami belum dilunasi, tanah ini masih milik warga“, tegas Hari Suwandi, koordinator aksi dari Desa Kedung Bendo, Tanggulangin Sidoarjo. Aksi yang dilakukan tadi pagi, melibatkan sebanyak 300 warga dari 5 desa yang sudah tenggelam (Reno Kenongo, Siring, Jatirejo, Ketapang dan Kedung Bendo).

    Dalam aksi yang dikoordinasikan oleh korban yang tergabung dalam Gerakan Pendukung Peraturan Presiden (GEPPRES), warga memasang pathok-pathok penanda bekas tanah dan rumah kami yang sekarang sudah tenggelam. Aksi ini merupakan kelanjutan aksi sebelumnya, dimana warga memasang spanduk peringatan disekeliling tanggul.

    Aksi ini merupakan peringatan kepada pemerintah dan BPLS untuk segera mendesak Minarak untuk segera membayar sisa uang jual beli sebesar 80 persen. Sesuai amanat Perpres, jatuh tempo pembayaran adalah satu bulan sebelum masa kontrak 2 tahun habis. ”Padahal sekarang masa kontrak warga sudah habis, sementara masih belum ada kejelasan dari Minarak,“ tegas Ahmad Novik, salah seorang tokoh pemuda yang ditemui tim SuaraPorong.

    Sementara aksi berlangsung, Wakapolres Sidoarjo, Kompol Denny Nasution mengunjungi Posko GEPPRES yang terletak di tepi jalan Raya Porong di Desa Jatirejo. Pada kesempatan itu Wakapolres menawarkan kepada warga untuk mengajak Bupati dan BPLS bersama-sama dengan perwakilan warga untuk bersama-sama mendatangi Minarak, dan menanyakan alasan kenapa tidak segera melakukan pembayaran. Ketika ditanyakan kapan hal itu akan dilaksanakan, Wakapolres menjawab enteng, “dalam minggu-minggu kedepan.“

    Hal ini tidak memuaskan warga yang melakukan aksi. Suharto, salah seorang warga Jatirejo menyebut bahwa hal itu hanya untuk menenangkan warga yang kini sudah berada dalam posisi yang sangat terjepit. Meski begitu, warga akan menerima tawaran pertemuan tersebut, untuk melihat kejelasan sikap Minarak. Kalaupun pertemuan itu tidak membuahkan hasil, warga sudah siap dengan rencana selanjutnya.

    Warga akan akan menutup seluruh akses menuju tanggul dan memaksa BPLS menghentikan segala aktivitas di tanah mereka. “Warga berkeyakinan bahwa sepanjang mereka masih belum dilunasi pembayaran 80 persen secara tunai, tanah dibawah timbunan lumpur itu masih tanah mereka. “Jadi, bayar dulu, baru boleh ditanggul,”“ pungkas Hari Suwandi. (win)

  • Berkali-kali Dicek, Belum Masuk Rekening

    Warga Tagih Pelunasan 80 Persen

    SIDOARJO – Janji pelunasan ganti rugi 80 persen PT Minarak dipertanyakan oleh warga. Sebab, banyak warga mengaku belum menerima uang ganti rugi tersebut saat mengecek rekening di bank.

    Padahal, pada kuitansi yang mereka terima, dijelaskan bahwa uang akan ditransfer maksimal 14 hari setelah penandatanganan.

    Mursidi, salah seorang warga Kelurahan Siring, Kecamatan Porong, mengaku menandatangani akta jual beli bertanggal 26 Juni 2008. Seharusnya, uang itu masuk pada 10 Juli 2008. “Tapi, sampai sekarang uang tersebut belum masuk,” ujarnya.

    Yang bikin dia cemas, seluruh dokumen miliknya sudah diserahkan kepada PT Minarak saat penandatanganan akta jual beli. Sehingga, kini dia tidak memiliki bukti kepemilikan. “Kami merasa dirugikan,” ucapnya.

    Mursidi tidak sendirian. Banyak warga bernasib sama. Mereka sering mengecek rekening banknya melalui ATM. Hasilnya, tentu saja mereka kecele. “Kami selalu kecewa,” tutur warga yang enggan disebut namanya.

    Vice President PT Minarak Andi Darussalam Tabusalla menegaskan berkomitmen penuh pada janji yang pernah disampaikan. Yakni, pelunasan ganti rugi sepenuhnya.

    Jika sampai saat ini uang pelunasan itu belum masuk, penyebabnya adalah persoalan bank accounting (penghitungan di bank). “Jadi, mohon sabar,” jelasnya.

    Bila warga merasa resah atau dirugikan, Andi mempersilakan melapor ke kantor PT Minarak di ruko Juanda. Dia berjanji membuka diri untuk berkomunikasi dengan warga soal pelunasan dan ganti rugi. “Kami akan terbuka,” terangnya.

    Terkait cash and resettlement, Andi mengatakan tidak akan mengubah. Sebab, kebijakan itu sudah mengacu pada perpres. Yakni, pembayaran ganti rugi tersebut merupakan akta jual beli.

    Untuk persyaratan akta jual beli, harus ada sertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB). “Kami rancang itu supaya tidak ada pihak yang dirugikan,” tegasnya. (riq/ib)

    © Jawa Pos

  • Diundang Pertemuan, Lapindo Mangkir

    korbanlumpur.info – Beragam cara dilakukan oleh Lapindo, berkelit dari tanggung jawabnya menyelesaikan ganti rugi korban Lumpur Lapindo. Kemarin, ketika diundang untuk bertemu dengan warga korban Lumpur Lapindo dari Kelompok Gerakan Pendukung GEPPRES, tidak satupun perwakilan dari Minarak Lapindo Jaya (MLJ), maupun dari Lapindo Brantas Incorporation (Lapindo) yang nongol.

    ““Saya sebenarnya hari ini juga mengundang Minarak, tetapi tidak ada yang datang,”” demikian penjelasan Bupati Sidoarjo, Win Hendrarso ketika menerima perwakilan warga. Tidak ada penjelasan lebih lanjut, kenapa tidak ada perwakilan Lapindo maupun MLJ dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh perwakilan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan Badan Pertanahan Nasional di Pendopo Kabupaten Sidoarjo tersebut.

    Pertemuan ini sebenarnya ditujukan untuk mengklarifikasi kenapa MLJ, perusahaan yang didirikan oleh Grup Bakrie untuk menyelesaikan masalah sosial kasus Lumpur Lapindo, tidak segera melunasi sisa pembayaran 80 persen. “Seharusnya kan setelah PIJB dan pembayaran 20 persen dilaksanakan,

    “Minarak segera melunasi sisa pembayaran karena batas waktunya sudah lewat. Jadi tinggal transfer saja,”” tegas Hasan, salah satu perwakilan warga dari Desa Kedungbendo.

    Namun, setelah batas waktu sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007, yaitu satu bulan sebelum masa kontrak dua tahun habis (bulan Juli yang lalu), MLJ tidak segera melunasi sisa pembayaran. Yang ada kemudian MLJ secara sepihak memaksakan kepada warga untuk menerima skema baru yang disebut dengan Cash and Resettlement yang lebih menguntungkan mereka, dan merugikan warga.

    Bahkan, dalam nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Andi Darussalam dari MLJ dan beberapa perwakilan warga yang tergabung dalam GKLL dan disaksikan oleh Emha Ainun Nadjib, MLJ mengancam tidak akan membayar warga yang tidak mengikuti tawaran mereka. Pada poin ke 5 dari nota kesepahaman itu disebutkan bahwa warga yang tidak mengikuti skema CnR, tidak akan dibayar sisa pembayarannya.

    Hal ini tentu saja menimbulkan kegelisahan yang mendalam bagi sebagian besar warga. Apalagi masa kontrak mereka sebagian besar sudah habis bulan Juli dan Agustus ini. Ditambah dengan tahun ajaran baru dan lebaran dua bulan lagi, hal ini membuat warga yang sudah dua tahun menderita ini berada dalam posisi yang sangat terjepit. Karena itu mereka berinisiatif untuk meminta kejelasan kepada pihak-pihak terkait.

    Atas ketidakhadiran MLJ dan Lapindo dalam pertemuan itu, Bupati meminta pihak BPLS untuk proaktif agar MLJ memberi kejelasan penyelesaian bagi warga yang tidak menerima skema Cash and Resettlement. ””Dalam kapasitas saya selaku anggota dewan pengarah, saya meminta BPLS untuk mengingatkan MLJ dan instansi terkait lainnya untuk menjelaskan masalah ini,”” tandas Bupati.

  • Ratusan Korban Lumpur Lapindo Ngotot Tolak Cash Resettlement

    Sidoarjo (ANTARA News) – Ratusan warga korban lumpur Lapindo Brantas dari empat desa yakni Kedungbendo Kecamatan Tanggulangin, Renokenongo, Siring, dan Jatirejo Kecamatan Porong, Sidoarjo, Selasa mendatangi Pendopo Delta Wibawa Sidoarjo.

    Mereka menuntut pembayaran ganti rugi kembali disesuaikan dengan Perpres dan menolak skema cash and resettlement seperti yang disetujui korban lumpur lainnya seperti Gabungan Korban Luapan Lumpur (GKLL)).

    Perwakilan warga empat desa yang mengatasnamakan Gerakan Bersama Pendukung Perpres (Gepres) itu ditemui Bupati Sidoarjo Win Hendrarso. Sementara, warga lainnya menunggu di Paseban Alun-alun Sidoarjo. Mantan Kades Renokenongo Machmudatul Fatchiyah, salah satu penggerak Gepres mengatakan bahwa sejak awal pihaknya menginginkan pembayaran ganti rugi “cash and carry” sebagaimana diatur dalam Perpres 14 Tahun 2007.

    “Kami meminta pembayaran ganti rugi dilakukan cash and carry, yang 80 persen tetap dibayarkan dalam bentuk tunai, bukan resettlement,” katanya menegaskan.

    Selain meminta pembayaran ganti rugi mengacu pada Perpres, para korban lumpur yang sebagian besar masa kontraknya mau habis ini minta Lapindo secepatnya menyelesaikan sisa pembayaran 80 persen pada bulan ini.

    ““Sekarang ini sudah waktunya pembayaran 80 persen. Pihak Lapindo atau Minarak harus mematuhi Perpres dan kami meminta agar penyelesaian pembayaran yang 80 persen secepatnya dibayarkan,”” katanya.

    Saat menemui warga, Bupati Win Hendrarso didampingi Sekkab dan beberapa Kepala Dinas lainnya, tanpa ada perwakilan dari Lapindo maupun Minarak Lapindo Jaya.

    “Aspirasi warga ini akan saya sampaikan kepada pihak Minarak Lapindo Jaya,” janji Bupati Win kepada warga yang tergabung dalam Gepres itu.(*)

    © 2008 | Antaranews