Revisi Perpres Lapindo Tak Sentuh Substansi


JAKARTA – Revisi Peraturan Presiden (Perpres) No 14/2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dinilai tidak menyentuh substansi. Seharusnya, revisi lebih menyentuh hal prinsip.

”Seharusnya, tak ada lagi diskriminasi antar desa terdampak dan tidak,” ujar Syafruddin Ngulma Simeulue, komisioner Komnas HAM, kepada koran ini kemarin (29/6). Pembedaan tersebut tidak perlu karena masyarakat di sekitar semburan merasakan dampak yang sama.

Seperti diwartakan, pemerintah telah merampungkan revisi Perpres 14/2007. Dalam perpres itu, tiga desa, yakni Besuki, Pejarakan, dan Kedungcangkring, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, akan dimasukkan dalam peta terdampak. Awal Februari lalu, tiga desa itu terkena dampak bencana tanggul jebol. Namun, mereka tidak masuk dalam peta terdampak. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan ganti rugi dari PT Lapindo Brantas.

Warga tiga desa itu lantas menuntut wilayahnya dimasukkan ke peta terdampak. Permintaan itu disetujui dengan anggaran dari APBNP yang disetujui pada 10 April 2008. Anggaran tersebut belum bisa cair selagi payung hukumnya tidak ada. Karena itu, warga mendesak revisi perpres segera dilakukan supaya dana bisa dicairkan.

Syafruddin menjelaskan, selain tidak perlu pembedaan daerah terdampak dan tidak terdampak, revisi seharusnya mengatur ganti rugi dan biaya pemulihan bagi warga. ”Itu sebenarnya lebih substansial,” terang mantan direktur Walhi Jatim itu.

Terkait dengan investigasi terhadap kejanggalan dalam semburan lumpur yang sedang ditangani komnas, Syafruddin menjelaskan, pihaknya kini memasuki tahap akhir penyelesaian laporan. Namun, komnas masih membutuhkan beberapa keterangan dari pihak terkait. ”Salah satunya menteri lingkungan hidup. Kami masih atur jadwalnya,” katanya.

Dia menargetkan, akhir Juli mendatang laporan dan rekomendasi bisa rampung. ”Nanti diputuskan di (rapat) paripurna sebelum kami publikasikan,” terangnya. (fal/oki)

© Jawa Pos

Translate »