Walhi Anugerahkan Penghargaan Kepada Komunitas Pejuang Lingkungan


Rabu, 15 Oktober 2008 | 21:28 WIB | TEMPOInteraktif

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menganugerahkan lima penghargaan kepada komunitas pejuang
lingkungan.

“Penghargaan diberikan bagi komunitas yang dinilai mampu mempertahankan lingkungan hidup dan sumber kehidupan rakyat,” ujar Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Berry Nahdian Forqan saat memperingati hari ulang tahun Walhi ke-28 di Perpustakaan Nasional Jakarta, (15/10).

Peghargaan pertama diberikan atas perjuangan Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Lingkungan Bojong, Bogor terhadap rencana pembangunan pabrik pembuangan sampah. Kegigihan mereka dinilai mampu menangkal potensi pencemaran tanah, air dan udara.

Penghargaan juga diberikan kepada Ikatan Nelayan Saijaan (INSAN) Kotabaru, Kalimantan Selatan. Komunitas yang berdiri sejak 2003 itu dinilai militan melakukan perlawanan atas pembuangan limbah batuan di perairan Tanjung Pemancingan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

Penghargaan ketiga diserahkan kepada anggota komunitas Sistem Hutan Kerakyatan, Pesawaran Bina Lestari, Lampung. Mereka dinilai berhasil melakukan swakelola ekosistem lingkungan hidup meski kerap menjadi korban kekerasan aparat.

Penghargaan bagi komunitas keempat diberikan kepada Solidaritas Nelayan Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis, Riau. Komunitas nelayan ini dinilai berhasil mengelola lingkungan secara berkelanjutan.

Penghargaan terakhir diberikan kepada Aliansi Masyarakat Menolak Limbah Tambang, Teluk Rinondoran, Sulawesi Utara yang tegas melawan potensi pengrusakan alam yang dilakukan oleh perusahaan tambang emas, PT Meares Soputan Mining.

Penghargaan tertinggi Walhi berikan kepada masyarakat Sidoarjo, Jawa Timur yang menjadi korban semburan lumpur Lapindo. “Hak hidup masyarakat wajib dilindungi,” ujarnya.

Menurut Berry, sejumlah kerusakan alam cenderung disebabkan oleh praktek eksploitasi perusahaan multi koorporat. Eksploitasi sumber daya alam yag mereka lakukan merupakan faktor dominan yang memicu terjadinya musibah ketidakadilan ekologis.

“Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang. Tapi tidak akan pernah mampu memenuhi kebutuhan seorang yang rakus,” ujarnya.

RIKY FERDIANTO