Tidak Ada Upaya Menutup Semburan


Jakarta – Penanganan lumpur yang menyembur dari areal konsesi PT Lapindo Brantas yang menghabiskan dana Rp 2,8 triliun gagal mencegah bertambah luasnya areal yang terkena dampak semburan. Namun, dari Rp 1,3 triliun rencana anggaran bagi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo pada 2011, tak ada alokasi untuk mengkaji dan menutup semburan.

Areal terdampak semburan jutaan meter kubik lumpur yang terjadi sejak 29 Mei 2006 semakin luas. Berdasarkan penelitian Tim Kajian Kelayakan Permukiman, 45 RT baru di luar area terdampak tidak lagi layak huni. Dengan demikian, total permukiman tidak layak huni di luar peta terdampak pemerintah telah mencapai 53 RT.

Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Ucok Sky Khadaffi menyatakan, dana Rp 1,3 triliun yang dianggarkan dalam Rancangan APBN 2011 akan digunakan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk membayar gaji pegawai, bantuan dan ganti rugi bagi warga, serta pemeliharaan tanggul.

”Penanganan semburan selama ini memakan biaya Rp 2,8 triliun, tanpa hasil yang pasti. Pihak DPR harus menolak rencana penanganan yang diajukan melalui anggaran BPLS. Pemerintah harus didesak segera menutup semburan lumpur atau uang rakyat terpakai tanpa hasil,” ujar Ucok di Jakarta, Selasa (24/8).

Selain areal terdampak yang terus meluas, pembiaran lumpur menyembur meningkatkan risiko. Sabtu (21/8), gunungan lumpur di sekitar pusat semburan lumpur Lapindo longsor dan mengempas tiga kapal keruk yang sedang beroperasi. Karena kapal keruk dan pipa pengeruk rusak, pengerukan lumpur terhenti hingga dua pekan mendatang.

Menurut relawan Pos Keselamatan Korban Lumpur Lapindo, Mujtaba Hamdi, akibat kerusakan formasi geologis di sekitar formasi semburan, terus muncul gelembung gas metana yang mudah terbakar. ”Gelembung gas itu terus bermunculan hingga kini, bahkan mencapai kawasan di sebelah barat badan jalan tol baru. Semakin lama dibiarkan menyembur, risiko ledakan akibat konsentrasi gas metana semakin tinggi, bahkan di areal relokasi tol yang sebelumnya dinyatakan aman,” katanya.

Kepala Humas BPLS Achmad Zulkarnain membenarkan dalam anggaran Rp 1,3 triliun dari RAPBN 2011 tidak ada dana untuk mengkaji penutupan atau menutup semburan lumpur. ”Sampai sekarang tak ada metode yang tepat untuk menutup semburan. Tawaran teknologi untuk menutup semburan banyak, tetapi tak ada yang efektif menghentikan semburan lumpur. Apalagi sebagian ahli berpendapat, penutupan semburan lumpur telah terlambat dan sia-sia,” kata Zulkarnain.

Meski demikian, dia menyatakan, semburan lumpur Lapindo cenderung berkurang, kini tinggal 15.000 meter kubik per hari. Semburan awal rata-rata mencapai 100.000 meter kubik per hari. (ROW)

 

(c) cetak.kompas.com


Translate »