Tag: pengukuran bangunan

  • Harga Sama dengan Lapindo

    SIDOARJO – Meski pengukuran sudah dimulai, warga masih belum tenang. Sebab, sampai saat ini tidak ada kejelasan masalah harga tanah yang akan dibayarkan. Karena itu, warga berharap segera ada kejelasan menyangkut harga tersebut.

    Mereka adalah warga yang tinggal di Desa Besuki sebelah barat ruas bekas jalan tol, Pejarakan, dan Kedungcangkring. Semuanya masuk Kecamatan Jabon.

    Abdul Rokhim, wakil warga, mengakui adanya keresahan itu. Saat ini warga menanyakan harga tanah dan bangunan mereka yang sudah terendam. Mereka sangat berharap harganya disamakan dengan harga tanah dan bangunan yang diganti rugi PT Lapindo. “Kami berharap sama,” ujarnya.

    Rokhim juga mengatakan, seharusnya pada sosialisasi yang lalu dijelaskan pula harga ganti ruginya. Tujuannya, agar warga tidak resah.

    Deputi Sosial Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Soetjahjono Soejitno menjelaskan, soal harga akan dibahas dalam pertemuan berikutnya.

    Dia mengatakan, penentuan harga didasarkan pada Perpres No 14 Tahun 2007, yakni atas dasar keadilan.(riq/ib)

    © Jawa Pos

  • Warga Pertanyakan Pengukuran

    SIDOARJO – Sosialisasi tentang rencana pengukuran lahan dan ganti rugi telah dilaksanakan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) di Desa Besuki. Dalam kesempatan itu, warga mengajukan beberapa pertanyaan menarik.

    Misalnya, terkait bentuk fisik yang diukur berdasar kondisi sebelum atau sesudah terendam lumpur. Abdul Rokhim, wakil warga, mempertanyakan hal itu. Menurut dia, kondisi bangunan sebelum dan sesudah terendam berbeda. Misalnya, lantai yang sebelumnya keramik sekarang tidak bisa dilihat kembali. Selain itu, beberapa benda rumah telah dijarah orang. “Jadi, kondisinya sudah tidak sama,” katanya.

    Jika didasarkan pada kondisi terakhir, Rokhim menyatakan, banyak warga yang rugi. Sebab, bentuk fisik saat ini tidak sebaik kondisi awal. Otomatis, hasil pengukurannya berbeda. “Sebaiknya disesuaikan dengan kondisi awal,” pintanya.

    Pertanyaan itu ditanggapi Humas BPLS Akhmad Zulkarnain. Dia menjelaskan, ketika pengukuran nanti, tim pengukur wajib didampingi pemilik rumah. Mereka (pemilik rumah) akan ditanya kondisi bangunan yang sebelumnya dan dibandingkan dengan sekarang. “Untuk itu, kami mohon warga menuturkan kondisi yang sebenarnya,” tuturnya.

    Bila pemilik rumah sedang berhalangan, Zulkarnain meminta ada pihak yang sudah diberi mandat untuk mendampingi tim pengukur. Dengan begitu, tim pengukur tidak kesusahan mencari orang yang akan ditanya tentang kondisi sebelum dan sesudah terendam lumpur. “Minimal harus ada wakilnya,” ucapnya.

    Zulkarnain menambahkan, keberhasilan pengukuran bergantung pada kerja sama beberapa pihak. Yakni, tim pengukur yang terdiri atas Dinas Pekerjaan Umum (PU) Cipta Karya dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta dukungan dari masyarakat. “Semuanya harus bekerja sama,” katanya.

    Zulkarnain menegaskan, pengukuran akan berlangsung secara optimal. Supaya cepat selesai, tim pengukur bekerja dua kali dalam sehari. Yaitu, siang mereka melakukan pengukuran, sedangkan malamnya membuat rekapitulasi hasil pengukuran.

    “Semua itu dikerjakan di pos yang bertempat di salah satu rumah warga,” ujarnya. Dia juga menyatakan bahwa warga bisa melihat hasil rekapitulasi pengukuran di posko tersebut.

    Ditanya soal bukti tanah, Zulkarnain mengatakan tidak masalah. Sebab, pihak BPN tidak mempersoalkan letter C atau pethok D. Yang dipersoalkan adalah ukuran tanah yang sebenarnya. “Maka, dilakukan pengukuran,” jelasnya.

    Kemarin malam (8/8) sosialisasi dilaksanakan di Balai Desa Pejarakan. Mereka yang hadir adalah warga Desa Pejarakan dan Kedungcangkring, Kecamatan Jabon. Di Pejarakan ada 9 RT yang masuk peta, sedangkan di Kedungcangkring ada 3 RT.

    Zulkarnain menjelaskan, sosialisasi hanya membahas masalah pengukuran. (riq/ib)

    © Jawa Pos

  • BPLS Mulai Sosialisasi, Kali Pertama di Desa Besuki

    SIDOARJO – Kerisauan warga tiga desa direspons Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Kemarin malam (7/8) BPLS melakukan sosialisasi tentang rencana pengukuran dan ganti rugi lahan dan bangunan milik warga.

    Sosialisasi pertama dilakukan di Desa Besuki, Kecamatan Jabon. Malam nanti, akan dilanjutkan ke Desa Kedungcangkring dan Pejarakan, Kecamatan Jabon.

    Sosialisasi pertama kemarin bertempat di Balai Desa Besuki, Kecamatan Jabon. Hadir tim BPLS, wakil Dinas Pekerjaan Umum (PU) Cipta Karya, Badan Pertanahan Nasional, dan beberapa pihak yang terkait proses ganti rugi.

    Dari pihak warga, yang hadir adalah perangkat desa setempat. Juga, 17 ketua RT dari 5 RW dan dua wakil warga.

    Berdasar data sementara, jumlah kepala keluarga (KK) mencapai 941. Luas sawah 509.588 meter persegi. Luas pekarangan 374.918 meter persegi. Bangunan mencapai 236.780,33 meter persegi. Wilayah yang dimaksud adalah Desa Besuki sebelah barat bekas ruas jalan tol.

    Staf Humas BPLS Akhmad Kusairi mengatakan, sosialisasi bertujuan menjelaskan persiapan serta pelaksanaan pengukuran dan mekanisme untuk mencairkan ganti rugi.

    Sosialisasi juga menegaskan status tanah letter C dan pethok D. “Ini akan dijelaskan dalam forum itu,” katanya.

    Dengan adanya sosialisasi tersebut, warga diharapkan bisa mengerti prosedur ganti rugi. Dengan begitu, dana yang diambilkan melalui APBNP bisa cair secepatnya. ”Kami berharap tidak ada hambatan,” ucapnya.

    Abdul Rokhim, wakil warga, menyambut baik langkah BPLS. Dia berharap itu diikuti penjelasan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). ”Kabarnya, juklak dan juknis sedang disusun,” ujarnya.

    Hingga berita ini ditulis, sosialisasi masih berlangsung sehingga hasilnya belum diketahui. (riq/ib)

    © Jawa Pos