Sudah Triliunan, Kok Belum Semua Korban Lapindo Dapat Ganti Rugi?


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengucuran dana dari APBN untuk penanganan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, terus menjadi polemik. Ada yang pro atas kebijakan pemerintah menyikapi lumpur Lapindo. Ada pula yang mengkritik. Lalu, sampai kapan pemerintah harus mengucurkan dana dari rakyat untuk semburan lumpur Lapindo?

Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengatakan, sejak 2006, pemerintah sudah mengucurkan sekitar Rp 5,69 triliun. Rinciannya, yakni pada 2006 sebesar Rp 6,3 miliar, tahun 2007 sebesar Rp 144,8 miliar, tahun 2008 sebesar Rp 513,1 miliar, tahun 2009 sebesar Rp 705,8 miliar, tahun 2010 sebesar Rp 636,8 miliar, tahun 2011 sebesar Rp 571,8 miliar, tahun 2012 sebesar Rp 1,06 triliun, dan tahun 2013 dialokasikan Rp 2,05 triliun. Adapun untuk 2014, akan dialokasikan anggaran sebesar Rp 845,1 miliar.

Uchok mengatakan, dari data tersebut terlihat bahwa anggaran untuk penanganan lumpur Lapindo oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) terus membengkak. Uchok menyakini ada lobi politik yang kuat untuk meloloskan anggaran itu.

“Tapi, dengan alokasi anggaran yang sangat besar ini, kenapa masih ada warga yang kena lumpur Lapindo belum mendapat ganti rugi?” tanya Uchok di Jakarta, Kamis (20/6/2013).

Uchok juga mempertanyakan mengapa tidak ada lagi upaya menutup semburan lumpur yang tidak diketahui kapan akan berhenti. Ia mencurigai, semburan sengaja dibiarkan untuk menekan Partai Golkar, khususnya di Parlemen.

Uchok mengaitkan sikap Partai Golkar yang mendukung rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Partai Golkar biasanya lantang menolak kenaikan harga BBM untuk citra positif di publik. Akan tetapi, untuk kenaikan harga BBM kali ini, Partai Golkar ikut.

Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie sudah membantah adanya deal-deal tertentu terkait alokasi anggaran untuk penanggulangan lumpur Lapindo. Dukungan Partai Golkar terhadap APBNP 2013, menurut Ical, untuk kepentingan rakyat.

Sebelumnya, alokasi untuk penanganan lumpur Lapindo dalam APBN diuji ke Mahkamah Konstitusi atau MK lantaran dianggap merugikan rakyat. Seharusnya, Lapindo bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian di dalam ataupun di luar peta area terdampak (PAT).

Namun, MK menolak permohonan uji materi tersebut. MK berpendapat, tanggung jawab negara dalam ganti rugi di luar PAT merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi negara. Menurut MK, negara harus memberikan perlindungan dan jaminan kepada rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat seperti diamanatkan konstitusi.

© Sandro Gatra | kompas.com | 20 Juni 2013

Translate »