Author: Redaksi Kanal

  • Luberan Lumpur Lapindo Mencapai Luas 650 Hektare

    Metrotvnews.com, Sidoarjo: Lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur, masih keluar dari pusat semburan dengan kekuatan yang fluktuatif. Lumpur pertama kali menyembur dari area eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc itu pada Mei 2006.

    Semula lumpur muncul di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong. Kemudian luberan lumpur menyebar hingga luasnya mencapai 650 Hektare.

    Dari pantauan udara, Kamis (18/12/2014), lumpur panas terus keluar dari pusat semburan. Setiap hari, lumpur keluar dengan volume mencapai 50 ribu meter kubik.

    Endapan lumpur memenuhi kolam penampungan. Celakanya, semua kolam sudah penuh. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pun berupaya keras membuang lumpur ke Kali Porong.

    Luberan lumpur cenderung mengalir ke kolam penampungan di sisi selatan. Kemudian lumpur disedot dan dialirkan ke Kali Porong.

    Sebenarnya, masih ada kolam penampungan cukup luas di Kecamatan Jabon. Namun lumpur sulit diarahkan ke sana. Sebab, lokasinya lebih tinggi dari kolam penampungan lainnya.

    Untuk menanganinya, BPLS pun membuat tanggul baru di Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin. Lokasinya berada di sisi utara dari pusat semburan.

    Heri Susetyo

    Sumber: http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/18/333650/luberan-lumpur-lapindo-mencapai-luas-650-hektare

  • Jokowi Bahas Ganti Rugi Korban Lapindo Hari Ini

    Jokowi Bahas Ganti Rugi Korban Lapindo Hari Ini

    TEMPO.CO, Surabaya – Presiden Joko Widodo hari ini, Kamis, 18 Desember 2014, rencananya menerima Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Bupati Sidoarjo Saiful Illah. Pertemuan tersebut membahas mekanisme pelunasan ganti rugi warga korban lumpur Lapindo sebesar Rp 781 miliar.

    Agenda pertemuan itu telah diungkap Soekarwo sehari sebelumnya di kantornya di Grahadi, Surabaya. Saiful Illah juga mengungkap agenda yang sama ketika berbicara dengan warganya pada Rabu, 17 Desember 2014. Adapun hari ini, Kamis siang, seorang staf di Grahadi mengatakan Pakde Karwo–sapaan Soekarwo–sudah berada di Jakarta.

    Soekarwo sempat menuturkan Presiden Jokowi juga memanggil Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk pertemuan yang sama.

    Sebelumnya, Soekarwo menyatakan, pada masa kepemimpinan Presiden Sudilo Bambang Yudhoyono, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo merekomendasikan agar sisa ganti rugi warga diambil alih pemerintah pusat. Caranya, pemerintah–menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara–membeli aset warga secara langsung.

    Belakangan, muncul kabar bahwa mekanisme pembayaran sisa ganti rugi senilai Rp 781 miliar itu yakni pemerintah membeli aset milik Lapindo Brantas ataupun juru bayarnya, PT Minarak Lapindo Jaya. Begitu Lapindo pegang uang, sisa ganti rugi warga diharapkan bisa langsung dibayarkan.

    Warga korban selama ini menuntut pembayaran tersebut. Mereka bahkan menghadang akses BPLS ke kolam lumpur demi memperjuangkan ganti rugi itu.

    Sebagian blokade tersebut akhirnya berhasil ditembus dengan pengawalam aparat keamanan. BPLS kini bekerja memperbaiki dan memperkuat tanggul, berlomba dengan datangnya puncak musim hujan. Beberapa titik tanggul yang jebol di sisi selatan telah menyebabkan Kali Ketapang kelebihan kapasitas hingga mudah meluap dan beberapa desa menyusul tenggelam.

    EDWIN FAJERIAL

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/12/18/173629400/Jokowi-Bahas-Ganti-Rugi-Korban-Lapindo-Hari-Ini

  • Dapur Umum Mulai Berdiri untuk Pengungsi Korban Lapindo

    suarasurabaya.net – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sidoarjo, kini mulai mendirikan posko dapur umum untuk pengungsian warga korban lumpur Lapindo Desa Gempolsari RT 10 RW 2 Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo.

    “Dapur umum ini sudah siap dari semalam, sekarang mau memasak makan siang untuk warga korban Lapindo yang ada di pengungsian Kantor Balai Desa Gempolsari,” kata Muhammad Novianto anggota Tagana Kabupaten Sidoarjo, kepada suarasurabaya.net, Kamis (18/12/2014).

    Novianto mengatakan, anggota yang berada di posko dapur umum Desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin sebanyak lima orang. Hal itu nantinya akan dilakukan sistem bergiliran.

    “Dapur umum ini akan terus disiagakan. Untuk menu makan tiap hari akan terus berubah,” ujar dia.

    Perlu diketahui, warga Desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin yang berada di pengungsian Balai Desa Gempolsari merupakan korban lumpur Lapindo masuk peta area terdampak yang hanya mendapatkan pembayaran 20 persen dan masih kurang 80 persen. Bahkan, ada belum menerima pembayaran cicilan sama sekali dari PT Minarak Lapindo Jaya. (riy/ipg)

    Bruriy Susanto

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2014/144906-Dapur-Umum-Mulai-Berdiri-untuk-Pengungsi-Korban-Lapindo

  • Dua Bukti Kelalaian Bakrie di Lapindo

    Dua Bukti Kelalaian Bakrie di Lapindo

    KATADATA – Desakan Presiden Joko Widodo kepada PT Minarak Lapindo Jaya untuk membayar sisa ganti rugi korban lumpur memunculkan kembali kontroversi penyebab semburan yang menenggelamkan Kecamatan Porong, Sidoarjo itu. Apalagi, belakangan muncul wacana pemerintah akan membeli aset Lapindo supaya perusahaan itu memiliki dana untuk membayar ganti rugi.

    Meski pengadilan menyatakan semburan lumpur disebabkan faktor alam (gempa Yogya), sejumlah dokumen justru mengatakan sebaliknya. Surat Medco kepada Lapindo Brantas Inc. delapan tahun silam yang dimiliki Katadata, misalnya, mengindikasikan bencana semburan lumpur panas Lapindo merupakan akibat faktor manusia alias kelalaian dalam proses pengeboran.

    Dokumen kedua adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007. Laporan BPK menyebutkan indikasi inkompetensi kontraktor pengeboran, antara lain tidak berpengalaman, kualitas kru yang rendah, serta kualitas peralatan di bawah standar. PT ETTI, yang menjadi konsultan BPK, juga melaporkan sejumlah kelalaian pengeboran.

    Sumber: http://katadata.co.id/infografik/2014/12/17/dua-bukti-kelalaian-bakrie-di-lapindo

  • Kena Lumpur Lapindo, Puluhan Warga Mengungsi Lagi

    TEMPO.CO, Sidoarjo – Puluhan warga korban Lapindo di Desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur terpaksa dievakuasi setelah rumah mereka tergenangi air lumpur pada Selasa malam, 16 Desember 2014. “Malam ini juga kami evakuasi, terutama anak-anak dan ibu-ibu yang kami bawa ke balai desa,” kata Kepala Desa Gempolsari, Abdul Haris, kepada Tempo.

    Menurut Haris masih ada 100 warga Gempolsari yang tinggal di rumahnya, meski kawasan itu sudah ditetapkan sebagai area terdampak lumpur Lapindo. Mereka berasal dari 24 kepala keluarga yang menempati 20 rumah. “Mereka harus kami evakuasi karena ketinggian air sudah mencapai 40 sentimer dari permukaan tanah,” ujar Haris.

    Air yang menggenangi perumahan warga itu berasal dari Kali Ketapang yang sudah mulai meluber. Air juga berasal dari pusat semburan dan mengalir ke tanggul yang jebol di titik 73 B. Haris mengatakan ada pula aliran air yang berasal dari titik 68 Desa Gempolsari.

    Namun yang paling berbahaya adalah hujan deras, sehingga air lumpur yang ada di dalam kolam penampungan naik dan mengalir ke perumahan. Haris mengatakan karena hujan deras, debit air di Kali Ketapang dan kolam penampungan terus meningkat.

    Susianto, salah satu warga korban lumpur Lapindo mengatakan awalnya menolak untuk dievakuasi. Namun karena tidak memiliki tempat tinggal, mereka menuruti rencana kepala desa tersebut. “Mau gimana lagi, terpaksa kami turuti,” kata dia.

    Berdasarkan pantauan Tempo, sebagian besar warga Gempolsari hingga kini masih sibuk dengan evakuasi barang-barang milik mereka. Mereka bersedia tinggal di kantor balai desa meskipun dengan peralatan seadanya. Evakuasi di balai desa masih terus berlanjut hingga seluruh barang bisa dipindahkan.

    MOHAMMAD SYARRAFAH

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/12/16/058629005/Kena-Lumpur-Lapindo-Puluhan-Warga-Mengungsi-Lagi

  • Pemerintah akan Ambil Alih Utang Lapindo

    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Basuki Hadimuljono mengatakan pemerintah akan mengambil alih utang milik PT Minarak Lapindo Jaya terhadap warga terdampak lumpur Lapindo. Dengan begitu, Lapindo nantinya harus membayar utangnya kepada pemerintah.

    “Jadi nanti ada kajian Kumham jadi kita paksa Lapindo untuk bayar. Maksa-maksa itu kan dari dulu kek gitu terus makanya nanti kita ambil alih dulu lalu Lapindo bayar. Jadi akhirnya Lapindo bayar ke pemerintah,” katanya di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Senin (15/12). 

    Menurutnya, jika pemerintah tinggal diam dan membiarkan kondisi ini, maka pemerintah telah melakukan diskriminasi terhadap masyarakat Indonesia. Pasalnya, pemerintah telah membayarkan ganti rugi terhadap korban lumpur di luar Peta Area Terdampak (PAT). 

    Sedangkan, Lapindo belum menyelesaikan jual beli tanah korban lumpur di dalam area terdampak senilai Rp 781 miliar. Menurutnya, jika pemerintah tidak segera bertindak dan mengambil terobosan, maka yang ada hanya janji-janji pembayaran dari Lapindo.

    Lanjutnya, anggaran untuk jual beli tanah para korban lumpur ini pun masih akan dibahas. Namun, jika berdasarkan dengan kesepakatan sebelumnya, pembayaran akan dilakukan berdasarkan APBN 2015. 

    “Makanya tadi saya bilang tapi kalau paksa-paksa ini makanya kita beli dulu nanti dia yang bayar,” jelasnya.  

    Ia menjelaskan, jika Lapindo tidak dapat membayar ganti rugi ke pemerintah, maka pemerintah dapat menyita aset milik Lapindo. Seperti diketahui, korban lumpur di dalam area terdampak menjadi tanggung jawab Lapindo. Sedangkan korban di luar area terdampak ditanggung oleh pemerintah. 

    Namun, karena Lapindo mengalami kesulitan keuangan, maka tak semua korban di dalam area terdampak mendapat ganti rugi. Sedangkan, korban di luar area terdampak sudah mendapat ganti rugi dari pemerintah.

    Dessy Suciati Saputri

  • Ganti Rugi Lapindo Masih “Tarik-Ulur”

    Jakarta – Pemerintah nampaknya belum satu suara perihal ganti rugi lahan warga korban lumpur Lapindo di Peta Area Terdampak (PAT). Hal itu terlihat dari perbedaan pendapat antara Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) dengan Menteri Pekerjaan Umum (PU) dan Perumahan Rakyat (Pera) Basuki Hadimuljono.

    Ditemui di kantor Wapres, Jakarta, Senin (15/12), Basuki mengatakan pemerintah akan membayar ganti rugi lahan warga yang seharusnya menjadi tanggung jawab PT Minarak Lapindo Jaya yang jumlahnya mencapai Rp 781 miliar.

    “Komunikasi dengan pak Seskab (Sekretaris Kabinet) itu, kalau dengan statement pak JK itu kan. Asetnya mau dibeli Lapindo disitu kalau mau dibeli pemerintah kan, pemerintah ambil alih lapindo. Pemerintah bantu beli Lapindo agar mereka bisa kembalikan ke rakyat,” kata Basuki.

    Selain itu, lanjut Basuki, pembelian tanah tersebut demi asas keadilan. Mengingat, tanah warga yang berada di luar daerah terdampak sudah diganti oleh pemerintah.

    Tetapi, Basuki menegaskan pemerintah akan berupaya mendesak PT Minarak Lapindo untuk memenuhi kewajibannya membeli tanah warga yang terdampak terlebih dahulu.

    Meskipun, Basuki mengaku pesimis PT Minarak Lapindo akan memenuhi kewajibannya mengingat telah dipaksa sejak dahulu tetapi tak juga dipenuhi kewajibannya.

    “Maksa itu kan dari dulu seperti itu terus, makanya nanti kita ambil alih dulu. Lalu Lapindo bayar. Jadi, akhirnya Lapindo bayar ke pemerintah,” ujarnya.

    Oleh karena itu, Basuki menegaskan dari pada rakyat sengsara, biarlah Minarak Lapindo yang berhutang kepada pemerintah. Dengan konsekuensi, penyitaan aset jika Minarak tidak mampu membayar hutang ke pemerintah.

    Ketika ditanya sumber dananya, Basuki mengatakan akan mengambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2015.

    “Kalau anggaran itu 2015 tapi kalau disepakati. Kalau berdasarkan yang dulu itu ada di APBN 2015. Harus ada terobosan. Kalau tidak, ya gini gini saja (Minarak Lapindo) janji terus,” ungkapnya.

    Tunggu Keputusan Politis

    Namun, Basuki mengatakan keputusan mengambil alih kewajiban PT Minarak Lapindo tersebut masih akan menunggu keputusan politis karena terkait politik anggaran.

    Tetapi, Basuki kembali mengingatkan dalam konstitusi diatur bahwa pemerintah tidak boleh membiarkan rakyatnya menderita.

    Sebelumnya, JK menegaskan pemerintah belum menganggarkan dana untuk mengganti rugi lahan warga korban lumpur Lapindo di PAT, dalam APBN Perubahan tahun 2015.

    “Belum ada (APBN-P 2015), siapa bilang sudah ada, kan baru rencana. Silahkan saja kalau baru rencana tetapi belum ada,” kata JK beberapa waktu lalu.

    Bahkan, JK menjelaskan bahwa perkara lapindo bukanlah ganti rugi. Melainkan, jual beli tanah. Sehingga, jika kembali pulih maka PT Minarak Lapindo Jaya yang diuntungkan karena luas tanahnya mencapai 1.000 hektar.

    “Karena itu (jual-beli) transaksi tidak mungkin transaksi diambil pemerintah. Lapindo pada waktu itu membeli tanah dengan harga 3 atau 4 kali lipat tetapi kalau itu berhenti langsung lapindo kaya lagi karena dapat 1.000 hektar lahan kan,” ungkap JK.

    Padahal, MK dalam putusan pada Maret 2014 lalu, memang mengabulkan permohonan enam orang korban lumpur Lapindo yang berada dalam wilayah PAT. Sehingga, intinya MK meminta negara dengan kekuasaan yang dimiliki untuk menjamin dan memastikan pelunasan ganti rugi korban di dalam PAT.

    Selama ini korban di dalam PAT menjadi tanggung jawab PT Minarak Lapindo, sedangkan korban di luar PAT oleh pemerintah. Namun, karena Lapindo sudah kehabisan dana, maka belum semua korban di dalam PAT mendapat ganti rugi. Sementara korban di luar PAT sudah mendapat ganti rugi dari pemerintah. (N-8/YUD)

    Sumber: http://www.beritasatu.com/nasional/233527-ganti-rugi-lapindo-masih-tarikulur.html

  • Komisi 5 DPR RI Blusukan ke Warga Korban Lumpur Lapindo

    Surabayanews.co.id – Anggota Komisi 5 DPR RI, Sungkono mendatangi korban lumpur Lapindo di tanggul titik 42 dari empat desa Peta Area Terdampak (PAT). DPR RI akan mengusahakan ganti rugi korban Lapindo agar dimasukkan dalam anggaran APBN perubahan awal tahun 2015. Sementara korban Lapindo berharap agar pelunasan ganti rugi melalui APBN-P tidak hanya sekedar janji-janji saja.

    Mendengar informasi akan dikunjungi oleh Komisi 5 DPR RI, warga korban lumpur pun berkumpul di titik 42. Sungkono pun menjelaskan soal ganti rugi yang rencananya akan dibayar oleh pemerintah pusat melalui Perubahan APBN tahun 2015.

    “Anggaran ganti rugi korban lumpur Lapindo akan diusahakan dimasukkan dalam APBN Perubahan awal tahun 2015. Namun apakah anggaran tersebut bisa terealisasi atau tidak karena persoalan politik antara KMP dan KIH,” jelas anggota Komisi 5 DPR RI, Sungkono.

    Sementara itu korban lumpur Lapindo saat ini sudah tidak percaya lagi dengan janji-janji yang diberikan. Sebab saat ini korban lumpur hanya mau ganti rugi dan tidak mengurusi soal masalah politik yang ada di pemerintah pusat.

    APBN tahun 2015 sendiri pemerintah tidak mencantumkan anggaran untuk ganti rugi korban lumpur Lapindo. Satu-satunya peluang agar ganti rugi korban Lapindo bisa segera dibayar melalui APBN Perubahan 2015. Namun jika dalam APBN Perubahan anggaran untuk ganti rugi tidak tercantum maka nasib korban lumpur Lapindo masih belum jelas kembali. (ris/rid)

    Sumber: http://surabayanews.co.id/2014/12/15/12699/komisi-5-dpr-ri-blusukan-ke-warga-korban-lumpur-lapindo.html

  • Grup Bakrie Restrukturisasi Utang Hingga Rp 69 T

    Jakarta – Sebanyak enam emiten Grup Bakrie akan merestrukturisasi utangnya hingga senilai US$ 5,4 miliar atau sekitar Rp 69,2 triliun pada 2015. Beberapa opsi restrukturisasi yang ditawarkan kepada kreditor antara lain konversi utang menjadi saham (debt to equity swap), perpanjangan jatuh tempo, dan penurunan bunga.

    Enam emiten tersebut adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT Bakrieland Development Tbk (ELTY), PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS). Per Juni 2014, total utang jangka pendek dan jangka panjang emiten-emiten tersebut sekitar Rp 84,5 triliun.

    Perusahaan batubara milik Grup Bakrie, yaitu Bumi Resources, memiliki nilai restrukturisasi utang terbesar mencapai US$ 3,7 miliar atau setara Rp 47,3 triliun. Selanjutnya, perusahaan perkebunan kelapa sawit, Bakrie Plantations, yang akan merestrukturisasi utang sebesar US$ 680 juta atau sekitar Rp 8,5 triliun.

    Adapun nilai restrukturisasi utang Bakrie Telecom, operator telekomunikasi dengan merek dagang Esia, mencapai US$ 380 juta (Rp 4,7 triliun). Perseroan siap mengamortisasi dan menukar utang wesel senior tersebut dengan saham.

    Selain Bakrie Telecom, Bakrie & Brothers juga berencana menukar utang dengan saham perseroan. Nilai share swap perusahaan investasi milik Grup Bakrie tersebut sekitar Rp 4,5- Rp 5,3 triliun.

    Sementara itu, Bakrieland yang merupakan perusahaan properti sedang memproses restrukturisasi obligasi sebesar US$ 155 juta (Rp 1,9 triliun). Sedangkan perusahaan emas dan mineral, Bumi Minerals, siap merestrukturisasi utang senilai US$ 100 juta (Rp 1,2 triliun) dengan cara memperpanjang jatuh tempo.

    Manajemen Bumi Resources menyatakan, pihaknya tengah berdiskusi dengan para kreditor soal skema restrukturisasi. Beberapa opsi yang bisa ditempuh antara lain penjualan aset, tukar saham, pemangkasan kupon obligasi, dan perpanjangan jatuh tempo.

    “Dalam enam bulan, proposal sudah harus dipresentasikan di hadapan pengadilan. Kami optimistis rencana ini dapat direalisasikan dalam waktu yang singkat,” kata Direktur Bumi Resources Andrew Beckham.

    Sementara itu, Bakrie Plantations mengharapkan kesepakatan dengan kreditor tercapai pada awal 2015. Sesuai rencana, perseroan akan merestrukturisasi utang sebesar US$ 200 juta kepada Credit Suisse, surat utang berbasis saham (equity linked notes) senilai US$ 80 juta, dan pinjaman konsorsium bank sebesar US$ 400 juta.

    Direktur Keuangan Bakrie Plantations Balakhrisnan Chandrasekaran mengatakan, perseroan mengajukan perpanjangan jatuh tempo menjadi 8-10 tahun. Sedangkan tingkat suku bunga diharapkan turun menjadi sekitar London Inter-Bank Offered Rate (LIBOR) plus 5 persen dari sebelumnya LIBOR plus 9 persen pada pinjaman onshore. “Namun, semua ini belum final,” kata dia.

    Sementara itu, Bakrie & Brothers siap menukar saham perseroan minimal 30 persen untuk melunasi utang sebesar Rp 4,5-5,2 triliun. Nilai share swap itu setara 60-70 persen dari total restrukturisasi utang senilai US$ 600 juta atau sekitar Rp 7,4 triliun.

    Direktur Keuangan Bakrie & Brothers Eddy Soeparno mengatakan, program debt to equity swap akan dilakukan melalui mekanisme penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (non-HMETD) atau non-preemptive rights issue.

    “Porsi saham dan utang yang akan ditukar masih dalam tahap finalisasi. Namun, melihat nilai utang yang cukup tinggi, kemungkinan jumlah saham yang akan ditukar juga bisa lebih besar dari 30 persen,” ujar Eddy.

    Sementara itu, sisa utang sebesar Rp 2,2-2,9 triliun atau 30-40 persen dari total utang akan dilunasi dengan pembayaran tunai. Pelunasan ini dilakukan dengan cara memonetisasi sejumlah aset perseroan.

    Lebih lanjut, Bakrie Telecom siap menukar sebanyak 53 persen saham perseroan dengan utang wesel senior senilai US$ 266 juta. Nilai share swap tersebut setara 70 persen dari total utang wesel yang mencapai US$ 380 juta.

    “Dengan harga pelaksanaan sebesar Rp 200 per saham, perseroan siap mengkonversi sekitar 50 persen saham,” kata Direktur Utama Bakrie Telecom Jastiro Abi.

    Pelunasan

    Di sisi lain, emiten Grup Bakrie lainnya, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) berniat melunasi pinjaman senilai US$ 200 juta kepada Farallon Capital. Sesuai rencana, perusahaan migas tersebut akan menggunakan pinjaman bank untuk refinancing utang tersebut.

    Saat ini, perseroan tengah bernegosiasi dengan Credit Suisse dan Deutsche Bank untuk mendapatkan pinjaman baru. Perseroan berharap dapat memperoleh bunga sebesar 11 persen atau lebih rendah dibandingkan bunga pinjaman yang lama sebesar 18 persen per tahun.

    Sementara itu, perusahaan media milik Grup Bakrie, PT Visi Media Asia Tbk (VIVA), akan mempercepat pelunasan utang senilai total US$ 220 juta (Rp 2,6 triliun) kepada Credit Suisse. Perseroan akan membayar US$ 110 juta atau sekitar 50 persen dari jumlah utang, dengan dana hasil emisi obligasi. Sisanya akan dibiayai oleh dana hasil penjualan saham anak usahanya, PT Intermedia Capital Tbk (MDIA).

    Antonia Timmerman/FMB

    Sumber: http://www.beritasatu.com/pasar-modal/233361-grup-bakrie-restrukturisasi-utang-hingga-rp-69-t.html

  • Derita Tiada Henti Korban Lapindo

    Liputan MetroTV tentang kasus Lapindo yang berlarut-larut:

  • Menkeu tak Tahu Rencana Pembelian Aset Lapindo

    Metrotvnews.com, Jakarta: Rencana pembelian aset PT Minarak Lapindo masih simpang siur. Sempat muncul wacana pemerintah akan membeli aset-aset Lapindo untuk mempercepat penggantian ganti rugi kepada warga yang menjadi korban. Ternyata sumber dana untuk membeli aset itu masih belum jelas hingga saat ini.

    Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan, belum ada pembicaraan yang dilakukan pemerintah untuk membeli aset-aset Lapindo. “Itu belum ada pembicaraan. Saya tidak tahu ada atau tidak,” kata Bambang di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (12/12/2014).

    Mengenai kabar yang menyebut anggaran pembelian aset itu telah ada di APBN 2015, Bambang membantahnya. Menurut dia, yang dianggarkan di APBN hanyalah anggaran untuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).

    Anggaran untuk BPLS buat biaya perawatan bagian terluar yang terkena langsung dampak lumpur. “Ya untuk maintenance yang terluar, yang terdampak itu,” jelas Bambang. Sementara daerah dalam atau daerah terdampak jadi tanggungjawab Lapindo.

    Sebelumnya, demi mempercepat pembayaran uang ganti rugi kepada warga korban lumpur Lapindo, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan membeli aset PT Minarak Lapindo. Bila DPR mempersoalkan pemerintah siap pasang badan.

    Aset yang akan dibeli pemerintah adalah aset yang belum dibayar Lapindo kepada masyarakat. Jika pemerintah tak membelinya, maka masalah yang sudah delapan tahun tertunggak itu tidak akan jelas kapan selesainya.

    “Uangnya diberikan ke Lapindo dan Lapindo bayar ke masyarakat,” jelas Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljo disela-sela Rapimnas Gapensi di Hotel JW Luwansa, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (9/12/2014) lalu.

    DOR

    Sumber: http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/12/12/331165/menkeu-tak-tahu-rencana-pembelian-aset-lapindo

  • Lapindo must pay losses of victims: VP

    Vice President Jusuf Kalla affirmed on Wednesday that although the government planned to buy the assets of PT Minarak Lapindo Jaya, the company should still pay compensation to the victims of the mudflow.

    “The government will buy the assets, not pay the compensation. It [the compensation] is still the responsibility of Lapindo because it is a civil case,” Kalla said on the sidelines of a ceremony to commemorate International Human Rights Day.

    Earlier this year, the Constitutional Court issued a ruling ordering the government to force Lapindo to complete the payment of compensation to the victims of the disaster.

    The company recently claimed that it still needed to pay around Rp 781 billion (US$63.26 million) of a required Rp 3.8 trillion in compensation to more than 4,000 victims who lived in the affected area.

    Earlier this week, Public Works and Public Housing Minister Basuki Hadimuljono revealed the government’s plan to buy the assets of the company worth Rp 781 billion so that it could pay the long overdue compensation. (***)

    Sumber: http://www.thejakartapost.com/news/2014/12/11/lapindo-must-pay-losses-victims-vp.html

  • Jokowi Disarankan Ubah Status Bencana Lapindo

    TEMPO.CO, Surabaya – Wakil Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Ahmad Nawardi menyarankan agar status lumpur Lapindo yang telah ditetapkan menjadi bencana nasional diubah. “Sebaiknya Bapak Presiden Jokowi meninjau ulang tentang status ini,” ujar Nawardi ketika dihubungi, Kamis, 11 Desember 2014.

    Menurut Nawardi, status bencana nasional merupakan sebuah kesalahan yang dibuat oleh pemerintah mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Akibatnya, ganti rugi lumpur Lapindo hanya dibebankan kepada pemerintah.

    Nawardi mengatakan seharusnya pembayaran ganti rugi korban Lapindo juga dibebankan kepada PT Minarak Lapindo. Karena itu, Nawardi menyarankan Jokowi membuat kajian-kajian yang nantinya dapat digunakan untuk mengganti status bencana nasional tersebut.

    Adapun Lapindo berkewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp 781 miliar kepada warga dan Rp 500 miliar kepada pengusaha terkait.

    Hasil rapat Kementerian Pekerjaan Umum bersama BPLS, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Keuangan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, serta Pemerintah Kabupaten Sidoarjo merekomendasikan pelunasan sisa pembayaran ganti rugi Lapindo sebesar Rp 781 miliar oleh pemerintah. Dana tersebut bisa diambil dari APBN setelah mendapat persetujuan dari Susilo Bambang Yudhoyono saat masih menjabat presiden.

    EDWIN FAJERIAL

  • Dampak Pembuangan Lumpur, Petani Tambak Rugi Ratusan Juta

    suarasurabaya.net – Sebanyak 15 perwakilan petani tambak dari Masyarakat Sidoarjo Kelompok Korban Lumpur di Luar Area Peta Terdampak mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sidoarjo. Mereka mengaku mengalami kerugian ratusan juta rupiah, dampak dari pembuangan air bercampur lumpur yang dilakukan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Rabu (10/12/2014).

    Mereka diterima langsung Ketua dan anggota Panitia Khusus (Pansus) lumpur dalam rapat dengar pendapat di ruang rapat gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo.

    “Pengerjaan pembuangan air lumpur ke aliran sungai Ketapang membuat petampak rugi. Banyak ikan kami mati, sawah juga rusak” kata Basori pada ketua dan anggota Pansus Lumpur, Rabu (10/12/2014).

    Basori mengatakan sungai Ketapang selama ini airnya selalu mengalir ke sejumlah sungai, diantaranya di Desa Penatar Sewu, Desa Sentul, Desa Glagaharum Kecamatan Porong. Nah, sungai-sungai itu juga menjadi sumber air bagi tambak dan sawah yang dikelola warga sekitar

    Para petani petambak mendesak pemerintah memberikan air bersih, sementara BPLS juga dituntut untuk menyediakan tandon air bagi petani tambak.

    “Mau tidak mau tanggul kolam penampungan lumpur lapindo titik 68 dan 73 Desa Kedungbendo Kecamatan harus ditangani dan ditanggul, jangan sampai air lumpur meluber ke tambak dan petani warga sekitar dekat tanggul,” teriak Rohman.

    Sampai berita ini ditampilkan, rapat itu belum menghasilkan solusi bagi petani tambak, terutama mengenai pembahasan pembuangan, penanggulan dan pengerjaan yang dilakukan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.(riy/edy)

    Bruriy Susanto

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2014/144540-Dampak-Pembuangan-Lumpur,-Petani-Tambak-Rugi-Ratusan-Juta

  • Lumpur Lapindo Meluap, Balai Desa Dipindah

    Lumpur Lapindo Meluap, Balai Desa Dipindah

    SIDOARJO – Jebolnya tanggul di titik 73 tidak hanya membuat lumpur masuk ke rumah warga di dua desa, Kedungbendo dan Gempolsari. Air lumpur tersebut juga menenggelamkan balai desa di Kalitengah Selatan. Akibatnya, balai desa itu dipindah ke rumah Juwadi, warga setempat.

    ’’Pemindahan dilakukan untuk menyelamatkan arsip desa,’’ kata Camat Tanggulangin Sentot Kun Mardianto.

    Pemindahan balai desa di Kedungbendo dimulai pukul 08.00 hingga pukul 14.30 Selasa (9/12). Upaya itu dipimpin Sekretaris Camat Tanggulangin Yani Setiawan. Lokasi balai desa berjarak sekitar 1 kilometer dari tanggul titik 73 yang jebol.

    Kondisi balai Desa Kedungbendo cukup memprihatinkan. Bagian dalamnya sudah tergenang lumpur hingga 20 sentimeter. Demikian pula halaman depan.

    Sejak pagi, lima pekerja membantu pegawai kecamatan mengangkati perabot dari dalam. Antara lain, mebel, lemari, dan komputer inventaris desa. Saat evakuasi, tidak semua perabot bisa diangkut ke balai desa yang baru. Perabot yang tidak bisa diselamatkan ditinggal di tempat. Misalnya, meja dan arsip lainnya.

    ’’Sejauh ini, tidak ada dokumen yang rusak,’’ kata Yani.

    Namun, dia belum yakin seratus persen dengan hal tersebut. Sebab, pihaknya belum memeriksa secara mendetail dokumen-dokumen tersebut. Termasuk, database warga yang tersimpan dalam komputer.

    Selain sudah dipenuhi lumpur, balai desa tersebut dipindah karena letaknya jauh dari jalan besar. Akses menuju tempat pelayanan publik itu sangat sulit. Untuk mencapai balai desa, selama ini warga harus menyeberangi jembatan bambu. Padahal, kondisi jembatan bambu itu kini mulai rusak.

    Ini bukan kali pertama Balai Desa Kedungbendo dipindah karena genangan lumpur. Saat awal lumpur meluber, balai desa dipindahkan ke rumah mantan Kepala Desa Kedungbendo Hasan. Dua tahun lalu, Hasan meninggal. Namun, rumah tersebut masih difungsikan sebagai balai desa.

    Saat tanggul jebol pada 30 November lalu, balai desa sempat terendam aliran lumpur. Endapan lumpur semakin parah karena hujan deras yang mengguyur kawasan tanggul beberapa hari terakhir. Akhirnya, balai desa dipindahkan ke rumah lama Juwadi.

    Sementara itu, sejak Sabtu (6/12), tim siaga bencana membentuk pos evakuasi di ruang pertemuan Balai Desa Gempolsari. Tim itu merupakan gabungan tim BPLS, forpimda, dan relawan dari Puskesmas Tanggulangin. Ruangan tersebut berukuran sekitar 10 x 20 meter.

    ’’Pos evakuasi digunakan menampung warga di RT 9 dan RT 10,’’ kata Suwito, relawan Kampung Siaga Bencana (KSB). Berdasar data yang dihimpun tim siaga bencana, terdapat 96 warga yang dievakuasi di Balai Desa Gempolsari.

    Hingga kemarin, belum ada seorang pun warga yang mengungsi ke pos tersebut. Warga beranggapan rumah mereka masih bisa ditempati, meski sesekali lumpur masuk ke dalam rumah. Namun, kata Suwito, warga beberapa kali mendatangi pos untuk meminta air bersih. (laz/c5/end)

  • Perbaikan Tanggul Lumpur Lapindo Dilanjutkan

    SIDOARJO, KOMPAS.com — Kondisi beberapa titik tanggul penahan lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (9/12), masih kritis. Oleh karena itu, perbaikan dan pembangunan tanggul baru dilanjutkan. Sebab, kondisi kolam sudah penuh menyusul semburan lumpur yang aktif dan tanggul umumnya berumur delapan tahun sehingga rawan saat hujan deras.

    Dwinanto Hesti Prasetyo dari Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mengatakan, titik 73B yang jebol, Minggu (30/11), sudah diperbaiki secara manual dengan memasang tumpukan karung pasir dan sasak bambu. Tanggul darurat itu diharapkan mampu menahan laju aliran lumpur yang mengarah ke Sungai Ketapang dan permukiman warga di Desa Kedungbendo dan Desa Gempolsari.

    ”BPLS melanjutkan pembangunan tanggul baru di titik 73 sepanjang 1,7 kilometer dengan tinggi 5 meter di atas permukaan laut dan lebar 15 meter. Saat ini pembangunan baru mencapai 100 meter dan ketinggian 1,5-2 meter,” ujar Dwinanto.

    Tanggul baru ini akan menghadang laju aliran lumpur dari tanggul jebol di titik 73B. Selain itu, tanggul baru merupakan solusi permanen terhadap kritisnya seluruh tanggul di titik 73 dan tanggul titik 68 di Desa Gempolsari yang jebol dua bulan lalu dan hanya diperbaiki sementara.

    Sementara itu, Bupati Sidoarjo Syaiful Illah optimistis pemerintah pusat menyelesaikan persoalan ganti rugi warga korban lumpur pada 2015. Keyakinannya tersebut berdasarkan pada pernyataan Gubernur Soekarwo setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Bogor pekan lalu.

    ”Awal 2015 pemerintah akan membeli aset-aset milik Lapindo yang sudah ada surat-suratnya,” ujar Syaiful kepada wartawan di Sidoarjo.

    Kewajiban pembayaran ganti rugi yang belum diselesaikan oleh PT Lapindo Brantas Inc mencapai Rp 1,3 triliun dengan rincian Rp 781 miliar untuk warga korban dan Rp 500 miliar untuk korban dari kalangan pengusaha.

    Siap jual aset

    Dari Makassar, Sulawesi Selatan, Presiden Direktur PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla mengatakan, Lapindo siap jika pemerintah membeli aset di wilayah terdampak untuk menyelesaikan ganti rugi kepada warga. Saat ini Lapindo menyiapkan sertifikat tanah dan rumah sebanyak 7.000 di atas total luas tanah sekitar 200 hektar untuk jual-beli ini.

    ”Kami setuju dengan opsi pemerintah jual-beli aset dan masih menunggu seperti apa model jual-belinya. Kami siap berbicara. Secara internal sedang mempersiapkan segala sesuatu, termasuk masalah hukum agar proses ini legal,” kata Andi.

    Ia mengatakan, saat ini Lapindo sudah kesulitan untuk menyelesaikan ganti rugi kepada warga hingga menyambut baik opsi pemerintah untuk membeli aset Lapindo. Petinggi dan pengambil keputusan di perusahaan ini kini koordinasi sambil menunggu keputusan pemerintah terkait jual-beli.

    Hingga kini Lapindo sudah menyelesaikan ganti rugi sebesar Rp 3,8 triliun meliputi lebih dari 13.000 keluarga. Sisanya tertunggak Rp 700 miliar-Rp 800 miliar meliputi lebih dari 3.000 keluarga. (NIK/REN)

  • Batalkan Pembelian Aset Lapindo

    ALASAN pemerintah membeli aset PT Minarak Lapindo Jaya (Lapindo) untuk meringankan beban pemilik Lapindo membayar kekurangan ganti rugi kepada warga terdampak bencana lumpur lapindo sebesar Rp781 miliar merupakan kekeliruan.

    Untuk memutuskan perlu-tidaknya membeli aset Lapindo, Ketua Umum Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradin) Frans H Winarta meminta pemerintah menggunakan jasa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit aset perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie itu.

    Sebagai informasi, PT Minarak Lapindo Jaya merupakan perusahaan juru bayar PT Lapindo Brantas Inc terkait dengan dampak bencana semburan lumpur di Porong, Sidoarjo.

    “BPK harus melakukan audit aset Lapindo sehingga BPK bisa memberi rekomendasi untuk tidak membeli aset dari perusahaan yang bangkrut dengan uang negara,” katanya saat dihubungi, kemarin.

    Frans juga menyatakan rencana pemerintah membeli aset Lapindo akan merusak citra Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. “Gebrakan yang konyol dan tidak populer, sebaiknya dibatalkan,” tambahnya.

    Pakar hukum perdata dari Universitas Surabaya Sylvia Janisriwati berpendapat pemerintah sebaiknya mengajukan status pailit kepada Lapindo ke pengadilan niaga. “Setelah ditetapkan pailit, baru kemudian negara menjual aset Lapindo dan uangnya untuk melunasi ganti rugi korban lumpur Lapindo,” ujarnya seperti dikutip Metro TV.

    Jual beli

    Meski menuai kritik, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono tetap akan membeli aset Lapindo senilai kekurangan bayar ganti rugi kepada warga sebesar Rp781 miliar. Bahkan saat ini disiapkan peraturan presiden yang menjadi dasar pembelian aset itu. “Sekarang perpresnya sudah berada di sekretaris kabinet,” ungkapnya.

    Seluruh aset yang dibeli tersebut akan menjadi milik negara. Namun, Basuki mengaku belum mengetahui seperti apa pemanfaatan aset tersebut oleh negara nantinya.

    Saat dimintai konfirmasi soal rencana negara membeli aset swasta untuk membayar ganti rugi warga, Wakil Presiden Jusuf Kalla justru kaget dan mengaku tidak tahu.

    “Saya belum tahu dari mana dana pemerintah membayar itu. Hingga kini belum rencana memasukkannya di APBNP 2015,” kata JK di Kantor Wapres, kemarin.

    Bagi JK, pemerintah tidak mungkin ikut campur dalam pembelian aset tanah yang dibeli Lapindo dari warga korban lumpur. “Jangan lupa, Lapindo itu bukan ganti rugi, melainkan jual beli tanah sebab Lapindo pada waktu itu membeli tanah dengan harga tiga atau empat kali lipat.”

    Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia mempersilakan pemerintah membeli seluruh aset di kawasan terdampak lumpur yang dimiliki Lapindo. Asalkan, lanjut dia, hal itu dilakukan sebagai langkah untuk menuntaskan permasalahan Lapindo yang sudah lama.

    Hingga saat ini, luberan lumpur Lapindo masih terus terjadi. Bahkan Kantor Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, harus direlokasi ke tempat lain karena genangan lumpur semakin tinggi. (Mus/Che/Nur/HS/X-10)

    [email protected]

    Sumber: http://www.mediaindonesia.com/hottopic/read/6810/Batalkan-Pembelian-Aset-Lapindo/2014/12/10%2008:59:00

  • Head in the sand mentality bodes ill for Golkar

    If ever an organisation was in need of regeneration and a policy makeover, it would be Golkar. For all of its past history as the late president Suharto’s political machine, it remains the largest and best organised party in Indonesia, with the potential to dominate again.

    Yet, after surviving Suharto’s downfall in 1998, when at one point it looked to be going down with him, it has failed to come to terms with the democratic era and remains, 16 years later, rooted in the past and a prisoner of personalised politics.

    Under Vice-President Jusuf Kalla and now the increasingly-autocratic tycoon Aburizal Bakrie – both leftovers from Suharto’s New Order rule – the once all-powerful party has seen its share of the national vote plunge from 22 to 14 per cent.

    Now, after winning its lowest number of seats, failing to nominate Mr Bakrie as a presidential candidate and ending up in the opposition for the first time in its 50-year history, the party has elected him to a second term.

    Anywhere else, a political leader with that sort of record would have either resigned or been forced from office. But not Mr Bakrie – and not Golkar, where a winner-takes-all mentality continues to trump democratic decision-making.

    By calling last week’s Bali convention ahead of schedule and crafting rules that among other things did away with a secret ballot, Mr Bakrie was playing with a stacked deck that forced all six of his rivals out of the race.

    Leaving aside allegations of intimidation and payoffs, the final spectacle of all 543 provincial and district delegates voting for Mr Bakrie by acclamation could have been taken from the old New Order playbook.

    There was more to it than that, of course. As events have shown throughout this election season, the underlying motivation of some influential party elders in keeping Mr Bakrie in the driving seat has been purely personal.

    Advisory council head Akbar Tanjung could have joined the revolt against the chairman, but instead supported him – first in taking the party into Mr Prabowo Subianto’s majority opposition and now in his re-election.

    Like Mr Bakrie, Mr Akbar is miffed at President Joko Widodo for not choosing him as his running mate. But mostly he detests Mr Kalla for deposing him as chairman after the Susilo Bambang Yudhoyono-Kalla ticket won the 2004 presidential election.

    That’s why, for all of his so-called peace-making efforts in Bali, he was clearly against Golkar entering Mr Joko’s ruling coalition, which would have been unlikely, in any case, to chop and change the new Cabinet to accommodate a latecomer.

    One of Mr Bakrie’s rivals, former House Speaker Agung Laksono, had already said he would join the government if he won. The others had the same thoughts, worried about the party’s chances in 2019 if the party stays in opposition.

    Among them were four politicians in their 40s and early 50s, led by deputy party treasurer Airlangga Hartarto and former vice-speaker Priyo Budi Santoso, who will now have to wait even longer to make a clean break with the past.

    Mr Bakrie’s motives are easier to understand. A wide body of opinion believes that without the chairmanship of Golkar, and its still-powerful influence over Indonesia’s political and business life, the tycoon is finished.

    That’s hard to swallow, particularly for someone as teflon-coated as Mr Bakrie, whose Indonesian ethnicism has helped him survive a face-off with Suharto, a near-bankruptcy and an environmental disaster. But it does explain the desperation with which he is clinging on.

    Certainly, there is nothing either he or Mr Kalla have done to set Golkar on a new path. Remembering the sparse largesse Mr Kalla offered during his earlier term as vice-president, many in the rank-and-file would have seen little to gain this time from following him into government.

    Mr Bakrie has understandably been less than generous too. Listed in 2007 as Forbes magazine’s richest Indonesian, with a net worth of US$5.4 billion (S$7 billion), his fortunes have slumped to a point where he didn’t even make this year’s Top 50.

    Not only did he fail to follow through on his 2009 promise of financing a 25-floor party headquarters and a 1 trillion rupiah (S$107 million) trust fund, but election candidates were also told to cough up for his expenses if they wanted him to campaign for them. Mr Bakrie appears to have redeemed himself somewhat with many of the regional branches by taking the leadership role in the opposition coalition and pushing through a law ending direct elections for governors, district chiefs and mayors.

    But it may come at a cost, with the formerly-supportive Democratic Party widely expected to change tack and vote for Dr Yudhoyono’s last-hour presidential decree – issued in response to a public outcry – which scraps the controversial legislation.

    The fallout from that could see the Democrats and perhaps the National Mandate Party moving to the centre and leaving the opposition without the majority it enjoys now. One Golker insider says: “It may be the undoing of the coalition.”

    As the consummate apparatchik, who helped rescue Golkar from the post-Suharto doldrums, Mr Akbar is no doubt aware that Mr Bakrie will lead Golkar nowhere, even if he has cut the size of the central board from 380 to a still-unwieldy 199.

    If Golkar falls into further disarray, it could well finish in single digits in 2019 – except for the fact that no other party, least of all Ms Megawati Sukarnoputri’s dithering Indonesian Democratic Party – Struggle, looks capable of gaining any dominance.

    The bottom line to all this has become depressingly clear. While Indonesia’s citizens have wholeheartedly embraced democratic rule, the political parties have not. They remain locked in the past, constrained by vested and familial interests and unwilling to regenerate or move with the times.

    “The whole political party system needs an overhaul,” says one veteran Golkar politician. “The government should be part of the solution, but how does it do that without being interventionist?”

    John Mcbeth [email protected]
    Sumber: http://www.straitstimes.com/news/opinion/more-opinion-stories/story/head-the-sand-mentality-bodes-ill-golkar-20141209

  • Bakrie banking on Energi Mega

    PT Energi Mega Persada is hoping for a healthy performance next year with a plan to boost its annual output by 20 percent and outline a refinancing strategy to push up its bottom line.

    The oil and gas company is one of the few business entities under Aburizal Bakrie that is performing well.

    Energi president director Imam Agustino told reporters on Friday that the company hoped to see its production hit 68,000 barrels of oil equivalent per day (boepd), increasing by around 33 percent from this year’s estimate of around 51,000 boepd.

    Imam said the increase was attributed to additional output from one of its blocks that had been running at full capacity starting this year.

    In the first nine months of this year, the company has produced up to 50,300 boepd, 44 percent of which comes from the company’s Kangean Block in East Java.

    Responding to plunging oil prices, Imam said the company had nothing to worry about as it relied more on gas as its main sales generator.

    In fact, his company hoped to see its revenue grow by around 20 percent from US$807 million last year to $965 billion this year from increasing gas output.

    “About 70 percent of our revenue comes from gas, of which prices are relatively stable because of fixed contracts. Next year we hope the gas contribution will rise to around 75 percent of our total revenue with additional production,” he said.

    In the long run, he said that Energi hoped to see production hitting 200,000 boepd in 2020, be it from maximizing its current assets or through acquisitions.

    Energi, one of four of Bakrie’s firms in the bourse, the shares of which are still traded above Rp 100 (less than 1 cent) apiece, runs 10 blocks, including one in Mozambique, with total proven and potential reserves of 165.5 million barrels of oil equivalent (mboe) that will last around nine years.

    As of the third quarter of this year, the company saw its net sales up from $576.96 million to $603.07 million because of increasing gas prices, while its net profits plunged by 80.2 percent year-on-year to $40.08 million.

    That included gains from selling its Masela Block recorded in the first nine months of last year to pay its outstanding debt.

    To maintain its bottom line, Imam said the company was seeking to replace $170-million loans from Farallon Capital with new loans from Credit Suisse and Deutsche Bank early next year, which is expected to help the firm save $15 million from its interest cost to its net profit next year.

    MNC Securities’ Reza Nugraha said Energi Mega Persada was considered one of the best performers among the seven other Bakrie firms listed in the bourse.

    “Unfortunately, its shares are traded at a very low rate in the stock market simply because it is part of the Bakrie group, which investors have lost trust in,” he explained

    Shares of Energi, listed in the Indonesian Stock Exchange (IDX) under the code ENRG, traded at Rp 108 each on Friday, unchanged from the previous day’s trading.

    The Bakrie group’s eight listed companies, mostly struggling with debt issues and some facing legal disputes concerning their loans, recorded more than Rp 130 trillion of total debts in their January and June financial sheets.

    “Even compared with other energy firms, the company showed a relative healthy performance with its DER [debt-to-equity ratio] standing at around 1.3, while other firms might record between 1.7 and 2.3,” Reza explained.

    Energi’s liabilities stood at Rp 1.4 trillion while its equity was Rp 933.7 billion as of September.

    Reza’s words, however, came with a warning.

    “The Bakrie companies’ ‘tradition’ of selling their assets and sourcing new loans to refinance their debts must be avoided. The good thing [about Energi] is it has pledged to keep boosting its production,” he added.

    Anggi M. Lubis

    Sumber: http://thejakartapost.com/news/2014/12/08/bakrie-banking-energi-mega.html

  • Sekolah Korban Lumpur Lapindo belum Dapat Ganti Rugi

    Sekolah Korban Lumpur Lapindo belum Dapat Ganti Rugi

    Metrotvnews.com, Sidoarjo: Selain ribuan pemukiman, jalur transportasi dan tempat ibadah, luberan lumpur Lapindo di Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo juga menenggelamkan puluhan bangunan sekolah. Ironisnya, bangunan sekolah yang tenggelam belum mendapatkan ganti rugi sehingga mengganggu proses belajar mengajar.

    Madrasah Aliyah Kholid bin Walid menjadi satu dari puluhan sekolah yang direndam lumpur Lapindo. Bangunan sekolah di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, lenyap ditelan lumpur. Sekolah pun sudah berpindah tempat lima kali. Kini, murid dan guru MA Kholid bin Walid beraktivitas di gedung sewaan Desa Glagah Arum, Kecamatan Porong.

    Yayasan Kholid bin Walid belum menerima ganti rugi sepeser pun dari PT Minarak Lapindo Jaya. Saat ini, Madrasah Kholid bin Walid masih memiliki 64 siswa yang terbagi dalam tiga kelas yaitu kelas X, XI dan XII. Hampir separuh siswa merupakan anak-anak korban lumpur Lapindo.

    Pihak sekolah memberikan dispensasi pada anak korban lumpur, baik kedatangan ke sekolah maupun uang SPP. Walaupun dalam kondisi serba terbatas, pihak yayasan berkeinginan agar sekolah ini tetap hidup untuk membantu pemerintah mencerdaskan bangsa.

    Sayangnya, meski dalam kondisi memprihatinkan, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo kurang memperhatikan nasib sekolah korban Lapindo ini. Bantuan untuk siswa miskin dari dinas pendidikan justru dikurangi.

    Demikian pula bantuan dana untuk siswa miskin dari Kementerian Agama yang sudah dihentikan sejak satu semester terakhir. Padahal, hasil ujian nasional siswa sekolah itu dalam beberapa tahun terakhir selalu mencapai seratus persen.

    “Kami sudah beberapa kali menemui pihak PT Minarak Lapindo Jaya. Namun, selalu tidak jelas,” kata Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Kholid bin Walid, Ali Masad, di Sidoarjo, Senin (8/12/2014).

    Harapan juga diungkapkan siswa kelas XII MA Kholid bin Walid, Ayu. Dia meminta Lapindo atau pemerintah memperhatikan nasih sekolahnya. Sebab kondisi sekolah ini tidak layak, berada di tengah pemukiman warga dan lahan yang sempit.

    “Kami berharap ganti rugi segera diberikan demi nasib belajar-mengajar adik-adik kelas kami selanjutnya,” kata Ayu.

    Entah kapan sekolah ini mendapatkan ganti rugi senilai Rp4 miliar. Apalagi, PT Minarak Lapindo Jaya sudah menyatakan tidak memiliki uang untuk membayar ganti rugi korban lumpur. 

    Heru Susetyo

    Sumber: http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/08/329067/sekolah-korban-lumpur-lapindo-belum-dapat-ganti-rugi