Category: Lapindo di Media

  • Korban Lapindo Ancam Blokade Tanggul

    Anggaran pembayaran sisa ganti rugi korban lumpur sebesar Rp 786 miliar tak masuk nomenklatur APBN 2015. Mereka pun mengancam akan memblokade tanggul lagi.

    Para korban lumpur sebetulnya sudah memberikan akses untuk menanggulangi tanggul yang jebol, beberapa waktu lalu. Mereka memperbolehkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) memperkuat tanggul karena dijanjikan sisa ganti ruginya dibayar pemerintah.

    Kenyataannya, sampai saat ini pemerintah belum memasukkan anggaran untuk pembayaran korban lumpur di APBN 2015. Karena itu, banyak warga korban lumpur Lapindo yang kecewa dengan kondisi itu. Sebab, mereka sangat berharap pembayaran itu bisa dilakukan dengan segera. Salah satu korban lumpur, Wiwik Wahyutini, misalnya, mengaku sangat kecewa jika anggaran pembayaran ganti rugi tidak dialokasikan dalam APBN 2015.

    ”Kami dijanjikan akan dibayar pemerintah. Kenapa kok tidak dianggarkan dalam APBN 2015,” ucapnya. Wiwik mengaku, korban lumpur sudah cukup sabar menunggu pelunasan ganti rugi. Bahkan, terakhirdijanjikanakan dibayar oleh pemerintah setelah ada pertemuan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan pihak berwenang lain. Namun, kini anggaran pelunasan ganti rugi tersebut tidak dimasukkan dalam APBN 2015. Inilah yang membuat korban lumpur marah.

    ”Kalau tidak ada kejelasan pelunasan ganti rugi, jangan salahkan jika korban lumpur memblokade tanggul lagi,” kata korban lumpur lain. Kuasa hukum Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) Mursyid Efendi mengatakan, dana APBN untuk ganti rugi korban lumpur peta area terdampak (PAT) itu memang tidak pernah ada. Anggaran Rp786 miliar itu hanya muncul dalam usulan kebijakan, bukan usulan murni.

    ”Dalam usulan kebijakan, anggaran itu tidak pernah disetujui,” ungkapnya. Kepastian tidak dimasukkan anggaran pembayaran ganti rugi korban lumpur diperoleh setelah Mursyid melakukan kroscek ke Komisi V DPR RI. Yang muncul dalam nomenklatur APBN 2015 itu sebesar Rp 200 miliar.

    Dana tersebut bukan untuk ganti rugi tanah dan bangunan, melainkan untuk anggaran BPLS selama 2015 dalam menangani lumpur. Tidak masuknya anggaran ganti rugi korban lumpur dalam APBN 2015 dikhawatirkan akan menimbulkan masalah sosial lagi. Apalagi, dana dari pemerintah itu sudah digembar-gemborkan kepada korban lumpur.

    Bahkan, beberapa waktu lalu korban lumpur menggelar syukuran karena merasa tuntutannya akan dipenuhi pemerintah. Rinciannya, sisa ganti rugi korban lumpur yang belum dibayar sebesar Rp 786 miliar dan GPKLL sekitar Rp 426 miliar.

    Terpenting, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah juga sudah mengutarakan bahwa pelunasan ganti rugi akan dianggarkan dalam APBN2015. Kenyataannya, yang muncul hanya Rp 200 miliar. Itu pun, menurut Mursyid, anggaran Rp 200 miliar dari APBN 2015 itu tidak ada kaitannya dengan pembayaran ganti rugi.

    ”Tidak ada dalam pasal nomenklatur untuk ganti rugi,” ujarnya. Meski begitu, Mursyid berharap anggaran ganti rugi itu bisa diusulkan dalam APBN-P (Perubahan) 2015. Untuk itu, dia sudah menemui anggota DPR RI dari Koalisi Merah Putih (KMP) seperti anggota fraksi PAN, Demokrat, dan Gerindra.

    Usulan ganti rugi itu akan disampaikan ke DPR RI. Jika memang usulan ini disetujui, nomenklatur ganti ruginya akan muncul pada 2016. Mantan Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Emir Firdaus juga menyayangkan tidak masuk anggaran ganti rugi korban lumpur. ”Korban lumpur sudah berharap banyak agar ganti ruginya bisa segera dibayar pemerintah. Harusnya sudah dimasukkan dalam APBN 2015 agar pembayaran bisa segera dilakukan,” tegas politikus asal PAN tersebut.

    Dalam penyelesaian gantirugi lumpur, warga PAT merupakan kalangan yang paling dirugikan. Selama ini pemerintah lebih mengutamakan ganti rugi untuk korban luar PAT. Justru warga yang berada di PAT adalah korban yang paling menderita, namun pembayaran ganti ruginya tidak kunjung selesai.

    Hingga kini perjuangan mendapatkan keadilan tidak kunjung direalisasi. Padahal, lahan yang digunakan untuk kolam lumpur berada di wilayah PAT. Bahkan, warga sebenarnya sudah berkali-kali demo menolak lahannya ditanggul sebelum mendapat ganti rugi.

    Abdul Rouf

    Sumber: http://www.koran-sindo.com/read/923223/149/korban-lapindo-ancam-blokade-tanggul

  • Tanah Wakaf Terendam Lumpur Belum Peroleh Gati Rugi

    SURYA Online, SIDOARJO – Ganti rugi tanah wakaf tiga mesjid dan empat musala di kawasan terdampak lumpur di Desa Besuki, KedungCangkring dan Pejarakan, Kecamatan Jabon hingga kini belum dibayar. Hal ini dikeluhkan warga setempat. Padahal dana pembayaran ganti rugi itu sudah di tangan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).

    Mantan Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, Maimun Siroj, datang ke DPRD untuk menyampaikan uneg-unegnya karena sudah lelah memperjuangkan ganti rugi tanah wakaf. Langkah yang dilakukan itu mulai mendatangi kantor Setneg dan bertemu Deputi Kepala BPLS, Ir Kamdani. Namun jawaban BPLS, anggaran yang sudah disediakan itu tidak bisa dikeluarkan karena takut dengan persoalan hukum.

    “Kalau seperti itu kami harus berjuang dengan cara apa,” ujar Maimun Siroj dengan nada tanya, Selasa (4/11/2014).

    Di wilayah tiga desa yang sudah dibebaskan BPLS termasuk masjid, musala, tanah kas desa, sekolah, jalan umum tidak ada yang diganti. Warga di tiga desa itu pun sudah menyebar pindah ke beberapa lokasi karena lokasinya sudah tidak bisa ditempati. Lantas di mana masjid baru itu dibangun?

    “Dana yang ada itu diserahkan ke pengurus masjid yang menangani wakaf. Bukankah sudah dibentuk pengurus, untuk memudahkan BPLS berhubungan ganti rugi dengan pihak secara hukum dinyatakan layak,” jelasnya.

    Untuk merealisasikan itu  diperkuat payung hukumnya Perpres 33/2013 tentang tanah wakaf sehingga secara hukum tidak ada masalah untuk dibayar. Kesempatan warga menerima ganti rugi tanah wakaf ini tinggal 2 bulan lagi.

    “Apabila sampai akhir Desember 2014 tidak segera diserap maka uang itu akan dikembalikan ke kas negara. Untuk mendapatkan kembali dana itu harus diproses dari nol lagi,” ucapnya.

    Pemkab Sidoarjo juga diminta segera bertindak atas sempitnya waktu untuk mendorong warga 3 desa mendapatkan ganti rugi tanah wakaf itu. Warga tidak mempersoalkan jika ganti rugi lahan masjid dan mushola dalam bentuk jadi. Artinya BPLS yang mencarikan lahan dan membangunkan masjid ata mushala.

    “Warga bersyukur kalau diberikan dalam bentuk jadi. Yang penting BPLS cepat merealisasikan  pembangunan,” jelasnya.

    Terkait lokasi sebaiknya dikonsultasikan dengan para pengurus masjid. Pengurus masjid masih lengkap dan bisa diajak konsultasi untuk menentukan titik lokasi. Ia menjamin pembangunan masjid dan mushola baru tidak diprotes warga  lain.

    “Sebenarnya di 3 desa itu terdapat 7 mushala, tetapi 3 mushala sudah dicairkan karena statusnya tanah perorangan. Tetapi untuk 3 masjid dan 4 mushala berstatus tanah wakaf,” ungkap Maimun Siroj.

    Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/2014/11/04/tanah-wakaf-terendam-lumpur-belum-peroleh-gati-rugi

  • Basuki Minta Jokowi Bayar Korban Lapindo

    TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono ingin pemerintah menindaklanjuti permintaan menyelesaikan sisa pembayaran korban lumpur Lapindo. Dalam rapat koordinasi yang digelar pada Selasa sore, 28 Oktober 2014, Basuki melapor kepada Kementerian Koordinator Perekonomian bahwa Tim Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) telah mengirim surat kepada Susilo Bambang Yudhoyono saat masih menjabat sebagai presiden untuk menyelesaikan masalah lumpur Lapindo.

    “Ini belum diputuskan Bapak Presiden yang lalu, hari ini saya laporkan ke Menko, Menko bilang oke, satu-dua hari ini akan dilaporkan ke Bapak Presiden,” katanya saat ditemui seusai rapat di gedung Kementerian Koordinator Perekonomian.

    Dia berharap pemerintah segera menyelesaikan sisa pembayaran korban lumpur Lapindo sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Apalagi Indonesia saat ini telah memasuki musim hujan. “Karena, kalau enggak, ini sudah musim hujan. Di sana enggak bisa bekerja, luber (nanti lumpurnya),” katanya.

    Mahkamah Konstitusi, kata dia, meminta pemerintah ikut menyelesaikan masalah lumpur Lapindo. Sesuai dengan keputusan Tim Pengarah BPLS, dia berharap pemerintah mengambilalih urusan sisa pembayaran PT Minarak Lapindo. Dengan melunasi sisa pembayaran, pemerintah dapat menjadikan daerah yang terkena dampak lumpur Lapindo tersebut menjadi milik negara.

    Selain menggelontorkan Rp 781 miliar untuk membayar 20 persen dari 640 hektare lahan, pemerintah juga mengeluarkan Rp 200 miliar untuk merawat tanggul Lapindo. “Tetapi sekarang belum bisa dikerjakan karena belum beres,” katanya.

    Menurut dia, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, negara dinyatakan salah jika mengabaikan masalah Lapindo. “Mendiskriminasi rakyatnya karena menelantarkannya. Itu kajian hukum. Kami dapat rekomendasi dari Kementerian Hukum dan HAM. Menurut Kemkumham, kalau (masalah lumpur Lapindo) terkatung-katung, justru negara disalahkan,” ujarnya.

    ALI HIDAYAT

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/10/29/078617786/Menteri-Basuki-Minta-Jokowi-Bayar-Korban-Lapindo

  • Lumpur Lapindo Jadi Prioritas Kementerian PU & Perumahan Rakyat

    Lumpur Lapindo jadi prioritas Kementerian PU-Pera

    JAKARTA. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono siang ini mengikuti rapat koordinasi (rakor) dua kementerian koordinator di Kantor Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (28/10/2014).

    Sama seperti sebagian besar menteri yang hadir, Basuki kepada wartawan mengaku belum tahu pasti agenda yang akan dibahas dalam rakor tersebut. Namun, dia menjelaskan yang menjadi prioritas Kementerian PU & PR adalah soal penyelesaian lumpur Lapindo. “Pertama Lapindo, permasalahan hujan, luber, jadi belum bisa bekerja,” katanya.

    Basuki mengatakan mendapat arahan dari Menko Perekonomian Sofyan Djalil untuk segera mengambil kebijakan sehingga ada kepastian. “Karena di lapangan, enggak bisa bekerja karena masuk musim hujan,” imbuh pengganti Djoko Kirmanto itu.

    Sementara itu saat disinggung mengenai dana talangan dari pemerintah untuk ganti rugi korban terdampak lumpur Lapindo sebesar Rp 781 miliar, Basuki memastikan belum ada tindak lanjut dari surat yang dikirimkan ke Presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono.

    “Itu untuk penggantian sudah ada di (APBN-P) 2014 sebesar Rp 200 miliar. Tinggal fokus di titik-titik tertentu,” sebut Basuki. Dia menambahkan, tidak ada target atau desain program 100 hari pertama. “Ke depan, menyelesaikan dulu (PR) yang 2014,” ucap Basuki. (Estu Suryowati)

    Editor: Uji Agung Santosa

    Sumber: http://nasional.kontan.co.id/news/lumpur-lapindo-jadi-prioritas-kementerian-pu-pera

  • Komnas HAM: Kebijakan Negara Soal Lumpur Lapindo Ada yang tak Sesuai dengan HAM

    image

    Candi (Sidoarjonews) – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan kesediaannya atas segala pernyataan yang telah diutarakan oleh masing-masing perwakilan korban lumpur Lapindo untuk segera ditindaklanjuti, Senin (27/10/2014).

    Pernyataan tersebut disampaikan Komisioner Komnas HAM Muhammad Nur Khoiron  di rumah Sutrisno di Desa Sugih Waras RT 02 RW 01  Kecamatan Candi Sidoarjo sore tadi.

    Pihaknya mengaku merasa terpanggil atas segala keluhan dan pengakuan dari perwakilan korban lumpur Lapindo.

    “Saya melihat ada keputusan yang telah diambil oleh negara yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia,” ujarnya.

    Dirinya juga membeberkan keputusan yang menurutnya tidak sesuai yakni:

    1. Keputusan MK No. 53, kalau dari perspektif manusia baik dalam peta maupun luar, negara harus bertanggung jawab atas peristiwa yang mengakibatkan banyak orang kehilangan hak asasinya.

    2. Secara langsung maupun tidak langsung. Awal Jokowi kampanye sampai pelantikan presiden dari naskah menunjukkan komitmen bahwa negara harus hadir.

    “Dua peristiwa itu membuat saya bergerak. Tidak hanya itu saja, hak pendidikan, kesehatan, dan sosial yang dialami para korban lumpur Lapindo harus segera dituntaskan,” tuturnya.

    Dalam waktu dekat pihaknya berencana akan membawa dan menyampaikan semua keluhan warga korban lumpur Lapindo kepada pemerintah maupun Menteri PU yang baru. (KH/Ed1).

    Sumber: http://www.sidoarjonews.com/komisioner-komnas-ham-nurkhoiron-nyatakan-kebijakan-negara-soal-lumpur-lapindo-ada-yang-tak-sesuai-dengan-ham/

  • Jokowi Diharapkan Selesaikan Soal Ganti Rugi Lumpur Lapindo

    SIDOARJO, KOMPAS — Pemerintahan baru diharapkan melanjutkan upaya penyelesaian pembayaran ganti rugi terhadap korban lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkatung-katung selama hampir sembilan tahun. Supaya lebih efektif, pemerintah sebaiknya melanjutkan proses sebelumnya.

    Harapan itu disampaikan Bupati Sidoarjo Syaiful Illah kepada pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebelumnya, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono gagal menyelesaikan permasalahan sehingga mengakibatkan ribuan korban lumpur menderita.

    ”Pemerintah harus bertanggung jawab menyelesaikannya. Dan, sesuai dengan hasil rapat kerja Dewan Pengarah BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) sudah disepakati pembayaran tunggakan akan dilakukan oleh pemerintah,” ujar Syaiful, Rabu (22/10/2014).

    Dia mengatakan, pembayaran sisa ganti rugi harus dilakukan oleh pemerintah karena PT Lapindo Brantas Inc yang seharusnya bertanggung jawab sudah tidak mampu bayar. Perusahaan yang bergerak di bidang migas itu mengalami kesulitan keuangan.

    Alasan lain adalah kemanusiaan. Korban lumpur sudah menderita selama bertahun-tahun karena luberan lumpur panas menenggelamkan rumah dan permukiman warga. Lumpur juga mengubur sejumlah pabrik sehingga mengakibatkan masyarakat kehilangan pekerjaan.

    Lumpur yang menyembur sejak 29 Mei 2006 sudah menenggelamkan 621 hektar kawasan di Kecamatan Tanggulangin, Jabon, dan Porong. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2007 tentang BPLS menyatakan, PT Lapindo harus bertanggung jawab membayar ganti rugi warga di area terdampak, yakni 621 hektar.

    Sebelumnya, hasil rapat Dewan Pengarah BPLS di Jakarta memutuskan mengusulkan pemerintah membayar sisa ganti rugi. Ada dua pilihan, pertama pemerintah memberikan dana talangan dan menagihnya kepada Lapindo. Kedua, pemerintah membayar sisa ganti rugi yang belum dibayar dan tanah yang dibayar tersebut menjadi aset negara.

    Sisa ganti rugi yang belum dibayar Rp 1,25 triliun dengan rincian Rp 781 miliar untuk warga dan sisanya, sekitar Rp 500 miliar, hak pelaku usaha yang tempat usahanya tenggelam oleh lumpur. Namun, saat rapat, sisa ganti rugi yang diusulkan dibayar hanya Rp 781 miliar.

    Warga korban lumpur dari Desa Siring, Kecamatan Porong, Sulastro, berharap penyelesaian masalah ganti rugi itu masuk dalam program prioritas pemerintahan Joko Widodo yang akan direalisasikan pada 100 hari pertama kerja. ”Kami menagih janji Pak Jokowi sebagaimana tertuang dalam kontrak politik saat berkampanye sebagai calon presiden di atas tanggul di Desa Siring. Beliau telah berjanji menyelesaikan pembayaran ganti rugi,” kata Sulastro. (NIK)

    Sumber: http://regional.kompas.com/read/2014/10/23/16024531/Jokowi.Diharapkan.Selesaikan.Soal.Ganti.Rugi.Lumpur.Lapindo

  • Korban Lumpur Lapindo Tagih Kontrak Politik Jokowi

    TEMPO.CO Sidoarjo: Korban lumpur Lapindo di dalam peta area terdampak menagih janji Presiden Joko Widodo dalam kontrak politik yang telah ditandatangani Jokowi. Kontrak tersebut diteken Jokowi pada 29 Mei lalu.

    “Jadi, hari ini tepat dilantiknya Pak Jokowi, kami menagih kontrak politiknya,” kata korban lumpur Lapindo, Sulastro, kepada Tempo usai acara doa bersama dan tumpengan perayaan pelantikan Jokowi di atas tanggul lumpur Lapindo, Senin, 20 Oktober 2014.

    Menurut Sulastro, permasalahan lumpur Lapindo beserta seabrek permasalahannya merupakan warisan Susilo Bambang Yudhoyono yang harus segera di selesaikan supaya rakyat tidak terus sengsara akibat perusahaan yang kurang bertanggung jawab.

    Harwati, korban lumpur Lapindo yang lain, berharap Jokowi tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan pemerintahan sebelumnya yang hanya bermodal janji-janji semata, namun tidak ada aplikasinya hingga akhir jabatannya. “Semoga didengar oleh Pak Jokowi,” kata dia.

    Pada 29 Mei lalu, Jokowi meneken kontrak politik di hadapan ribuan orang di Desa Siring, Porong, Sidoarjo. Ada lima poin dalam kontrak politik itu. Pertama, program Indonesia sehat. Kedua, program Indonesia pintar. Ketiga, permukiman miskin (geser, bukan gusur dan penataan). Keempat, dana talangan untuk korban lumpur Lapindo. Kelima, keamanan kerja.

    MOHAMMAD SYARRAFAH

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/10/21/058615938/Korban-Lumpur-Lapindo-Tagih-Kontrak-Politik-Jokowi

  • Jokowi-JK Dilantik, Korban Lumpur Lapindo Syukuran Tumpeng Raksasa

    Jokowi-JK Dilantik, Korban Lumpur Lapindo Syukuran Tumpeng Raksasa

    surya - tumpeng-raksasa

    SURABAYA, KOMPAS.com — Menyambut pelantikan presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, ratusan korban lumpur Lapindo menggelar syukuran di atas tanggul lumpur, Senin (20/10/2014). Mereka membawa tumpeng raksasa untuk dimakan bersama-sama di atas tanggul lumpur.

    Tumpeng raksasa setinggi hampir dua meter itu diarak dengan kendaraan pikap menuju tanggul lumpur titik 21 Desa Siring Kecamatan Porong, Sidoarjo. Setelah menggelar doa bersama, mereka menyantap ramai-ramai tumpeng nasi kuning itu berikut lauk pauknya.

    Koordinator acara syukuran korban lumpur, Muhammad Nurul Hidayat, mengatakan, selain sebagai bentuk ucapan syukur, persembahan makanan yang dibuat secara gotong royong oleh warga korban lumpur itu juga disertai harapan agar selama memimpin negara lima tahun ke depan, Jokowi-Jusuf Kalla bisa menyelesaikan ganti rugi korban lumpur Sidoarjo.

    “Jujur, kami sebenarnya kecewa dengan Pak SBY karena tidak berhasil menyelesaikan masalah korban lumpur Lapindo. Kali ini, dipimpin Pak Jokowi, kami yakin masalah korban lumpur dapat selesai dengan cepat,” ungkapnya.

    Akhir Mei lalu, bertepatan dengan peringatan delapan tahun semburan lumpur Lapindo, Jokowi sempat berkampanye di atas tanggul dan menemui korban lumpur. Saat itu, dia menandatangani kontrak politik dengan korban lumpur yang berisi lima poin, yakni program Indonesia Sehat, program Indonesia Pintar, permukiman miskin (geser, bukan gusur dan penataan), dana talangan untuk korban lumpur Lapindo, serta keamanan kerja.

    © Achmad Faizal, Caroline Damanik

    Sumber: http://regional.kompas.com/read/2014/10/20/15333381/Jokowi-JK.Dilantik.Korban.Lumpur.Lapindo.Syukuran.Tumpeng.Raksasa

  • WALHI Minta Jokowi-JK Tuntaskan Penyelesaian Kasus Lumpur Lapindo

    WALHI Minta Jokowi-JK Tuntaskan Penyelesaian Kasus Lumpur Lapindo

    WALHI Minta Jokowi JK Tuntaskan Penyelesaian Kasus Lumpur Lapindo

    RANAHBERITA- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) meminta pemerintahan baru yang dipimpin Presiden terpilih Joko Widodo dan Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla menuntaskan kasus lumpur lapindo di Jawa Timur secara lebih komprehensif.

    “Jangan hanya dipandang sebagai kewajiban mengganti lahan yang tertimbun lumpur, lebih kompleks dari itu, sehingga perlu penuntasan menyeluruh,” kata Direktur Walhi Jawa Timur Ony Mahardika di Jakarta, Jumat (3/10/2014).

    Ia mengatakan penyelesaian persoalan yang dihadapi korban Lapindo harus tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

    Dalam hal ini, korban lumpur Lapindo adalah pengungsi internal yang membutuhkan jaminan atas terselenggaranya kebutuhan sesuai dengan kondisi mereka.

    Jaminan tersebut antara lain hak untuk hidup, hak memperoleh pendidikan, kebebasan memeluk dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing, kebebasan bergerak, berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah Indonesia dan lainnya.

    “Kami merekomendasikan pemerintahan yang baru untuk secara komprehensif, memperhatikan usaha pemulihan hak-hak korban Lapindo,” ujarnya.

    Upaya pertama yang paling mendesak adalah mengambil alih sisa pembayaran kepada korban, kemudian ditagihkan kembali kepada Lapindo.

    Proses pemenuhan ganti rugi tersebut menurutnya bukan sekedar membayar berkas-berkas surat tanah warga, namun perlu pemetaan kelompok-kelompok korban Lapindo.

    Artinya korban-korban yang ada dalam skema “cash and carry” dengan cicilan, “cash and resettlement”, yang menolak cicilan maupun yang menuntut skema lain selain jual beli harus segera dituntaskan demi keadilan bagi semua korban Lapindo.

    Selain ganti rugi, pemulihan lingkungan dan jaminan kesehatan juga harus direalisasikan sebab usaha menutup semburan lumpur bukanlah prioritas dalam mitigasi bencana lumpur Lapindo tapi pengendalian luapan lumpur di permukaan.

    Pembuangan lumpur melalui kali atau kalan porong dan juga saluran air lainnya membuat pencemaran sistem air bawah tanah di sekitar semburan sampai Selat Madura akan terus meningkat.

    Jaminan pendidikan menurut Ony juga harus diperhatikan sebab sekitar 63 institusi pendidikan yang tenggelam akibat luapan lumpur Lapindo, belum satupun yang ditangani pemerintah.

    Berikutnya pemulihan sosial dan budaya warga korban lumpur Lapindo terkait pemindahan paksa korban dari kampung halaman mereka yang terendam lumpur ke hunian baru.

    “Masalah ini kerap luput dari perhatian publik dan media massa. Melekatkan diri ke lingkungan baru, apalagi dilakukan dengan paksaan akan menambah beban bagi pemulihan krisis sosial, ekonomi, psikologis,” katanya menjelaskan.

    Termasuk pemulihan ekonomi juga mendesak dilakukan sebab sebanyak 24 pabrik berbagai komoditi yang mampu menyerap puluhan ribu pekerja terpaksa tutup karena bencana lumpur Lapindo.

    Tidak kalah penting menurut Ony adalah administrasi kependudukan. Sebab tidak adanya daftar pemilih tetap saat Pemilu 2014 bagi korban Lapindo menjadi salah satu masalah yang memperlambat pemenuhan hak-hak korban Lapindo. (Ant/Ed1)

    Sumber: http://ranahberita.com/30885/walhi-minta-jokowi-jk-tuntaskan-penyelesaian-kasus-lumpur-lapindo

  • Istri Mantan Wapres Tri Sutrisno Kunjungi Lumpur Lapindo

    SURYA Online, SIDOARJO –  Luapan lumpur Porong yang telah berlangsung delapan tahun membuat beberapa pihak terperangah. Yayasan Krida Nusantara yang dipimpin mantan istri Wakil Presiden (Wapres) Tri Sutrisno, Ny Tuty Sutiawaty, melihat dari dekat lumpur panas itu.

    Rombongan Ny Tri Sutrisno datang menumpang satu bus dan mobil pribadi. Dalam kunjungan itu, istri mantan Waprea era Soeharto itu didampingi Ir Raharjo Megeng selaku Wakil Yayasan Krida Nusantara dan NyHandoko selaku Sekertaris Yayasan.

    Kedatangan mereka pun langsung disambut para korban lumpur yang biasa berjualan kaset CD tentang tragedi lumpur Lapindo dan beberapa warga yang biasanya menjadi guide di kolam lumpur. Rombongan Ny Tri Sutrisno  sempat naik ke tanggul titik 21.

    Dari atas tanggul tersebut, istri mantan Wapres itu sempat berbincang-bincang dengan warga korban lumpur. Saat itu juga warga korban lumpur menjelaskan bahwa mereka dulu tinggal di sini (Desa Siring, Red) sekarang yang ada hanya hamparan lumpur.

    “Dulu kita tinggal di sini Bu “ ujar Ulfa seorang warga korban lumpur dengan menunjuk ke arah lumpur.

    Ulfa menceritakan bahwa hingga kini belum mendapat pelunasan ganti rugi. “Oleh karena itu saya bekerja sebagai tukang ojek dan penjual CD cerita Tragedi Lumpur Lapindo yang sudah 8 tahun,” ungkapnya.

    Mendengar cerita Ulfa, Ny Tri Sutrisno berpesan kepada korban lumpur harap bersabar dan selalu berdoa.

    “Kerja apapun tidak masalah yang penting halal. Jangan putus asa, pasti ada saja rezeki itu, “ ucapnya.

    Usai berbincang-bincang dengan korban lumpur, Ny Tri Sutrisno beserta rombongan meninggalkan lokasi tanggul dan sempat membeli beberapa CD dokumentasi yang dijual warga.

    Anas Miftakhudin

    Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/2014/10/10/istri-mantan-wapres-tri-sutrisno-kunjungi-lumpur-lapindo

  • Pengusaha Korban Lumpur Dianaktirikan Pemerintah

    SURYA Online, SIDOARJO-Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) yang dianaktirikan pemerintah dalam proses ganti rugi korban lumpur akan menemui Menteri Pekerjaan Umum (PU), Joko Kirmanto yang juga Ketua Dewan Pengarah Badan Pengarah Lumpur Sidoarjo (BPLS ).

    Kelompok yang dipimpin Ritonga itu meminta kepada Joko Kirmanto agar merevisi keputusan pembayaran dengan dana talangan. Karena korban lumpur dari kelompok GPKLL sama sekali tak disentuh oleh pemerintah seperti korban lumpur lainnya. Dalam pengajuan ini, jumlah dana talangan yang disepakati beberapa waktu lalu nilainya Rp 786 miliar untuk korban lumpur. Sedangkan ganti rugi untuk pengusaha korban lumpur nilanya sekitar Rp 514 miliar belum dimasukkan.

    “Kami semua (GPKLL) juga korban lumpur kenapa dalam keputusan tidak disertakan. Makanya kami akan ke Jakarta (menghadap Menteri PU) untuk minta keadilan,” tutur Ritonga, Minggu (5/10/2014).

    Pengusaha dari korban lumpur melalui pengacaranya sudah mengirim surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tujuannya besaran dana talangan yang sudah ditetapkan Rp 786 miliar direvisi. Surat itu juga ditembuskan ke Menteri PU dan pihak terkait. “Dana talangan yang akan dibayarkan supaya direvisi dan pengusaha korban lumpur juga dimasukkan,” terangnya.

    GPKLL nekad menempuh jalur ini karena saat perundingan tidak diperjuangkan Bupati Sidoarjo H Saiful  Ilah saat rapat dengan Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, 24 September lalu. Bupati hanya memasukkan dana talangan bagi korban lumpur dari kalangan masyarakat.

    Pengusaha korban lumpur juga kecewa dengan pernyataan bupati yang seolah-olah tidak menganggap pengusaha yang pabriknya ikut terendam bukan sebagai korban lumpur. Dalam proses ganti rugi waktu itu, pengusaha korban lumpur penyelesaiannya secara business to business karena tidak masuk dalam Peraturan Pemerintah (Perpres).

    “Ya kami semua jelas kecewa dong. Pengusaha sudah delapan tahun menunggu ganti rugi,” ujar Ritonga.

    Ritonga optimistis tuntutannya bakal direalisasikan oleh pemerintah. Dalam gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu, yang harus diselesaikan ganti ruginya korban dan pengusaha korban lumpur. “Kami (GPKLL) minta  difasilitasi DPRD Sidoarjo untuk bertemu dengan bupati guna menanyakan dana talangan kenapa sampai tidak dimasukkan,” terangnya.

    Bupati Sidoarjo, H Saiful Ilah mengungkapkan, yang mendapat dana talangan dari pemerintah adalah korban lumpur dari kalangan masyarakat. Ganti rugi pengusaha yang tergabung dalam GPKLL menjadi tanggung jawab Lapindo Brantas Inc. Karena sebelumnya, antara pengusaha dan PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) selaku juru bayar Lapindo sudah ada perjanjian busines to busines terkait pembayaran ganti rugi.

    “Memang waktu pembahasan tidak ada pembahasan ganti rugi pengusaha,” jelasnya.

    Abah Ipul demikian dipanggil mengungkapkan, perjanjian bisnis tersebut sudah diatur sendiri antar pengusaha dengan MLJ. Artinya, pembayaran ganti rugi itu nantinya akan dibicarakan secara berkesinambungan hingga lunas. Jika awalnya tidak ada perjanjian antara pengusaha dengan PT MLJ kemungkinan akan masuk semua dalam ganti rugi oleh pemerintah.

    “Memang pengusaha adalah bagian dari korban lumpur. Tetapi perjanjian antara PT MLJ dengan pengusaha menjadi ganjalan dalam pengambilalihan ganti rugi oleh pemerintah,” terangnya.

    Anas Miftakhudin

    Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/2014/10/05/pengusaha-korban-lumpur-dianaktirikan-pemerintah

  • BPLS Siap Bantu Pembayaran Ganti Rugi Korban Lumpur

    suarasurabaya.net – Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) mengaku siap untuk menyelesaikan pembayaran korban Lumpur Lapindo jika memang sudah ada keputusan yang pasti terkait dengan pembayaran tersebut.

    Dwinanto Humas BPLS mengatakan, bahwa saat ini pihaknya masih menunggu keputusan dari pusat, termasuk juga terkait dengan mekanisme yang akan dilakukan untuk pelunasan pembayaran kepada warga.

    “Intinya kami siap, jika memang keputusan dari pusat terkait dengan pelunasan pembayaran tersebut dilakukan,” ucapnya.

    Menyinggung soal mekanismenya, dia mengatakan, bahwa hal itu bisa dilakukan sambil jalan, yakni dengan merekrut karyawan kontrak untuk membantu kerja BPLS dalam menyelesaikan pembayaran.

    “Semuanya bisa dilakukan asalkan ada payung hukum yang jelas yang bisa digunakan oleh Pemerintah untuk pelunasan kepada korban lumpur Lapindo,” katanya seperti dilansir Antara, Senin (6/10/2014).

    Sampai dengan saat ini, pihaknya masih belum bisa melakukan perbaikan tanggul penahan Lumpur Lapindo karena sempat ada larangan dari warga menyusul belum terselesaikannya pembayaran ganti rugi kepada warga.

    “Dalam pertemuan antara warga dan Bupati Sidoarjo beberapa waktu yang lalu warga mengaku masih belum memperbolehkan kami untuk melakukan aktivitas di tanggul jika pembayaran belum dilakukan,” tuturnya.

    Pihaknya juga masih menunggu hasil rapat lanjutan terkait dengan teknis pembayaran ganti rugi kepada warga korban lumpur yang ada di dalam peta area terdampak.

    “Intinya kami siap untuk melakukan instruksi dari pusat. Bagaimanapun bentuknya kami siap untuk melakukan penyelesaian ganti rugi sesuai yang diinstruksikan dari pusat,” pungkasnya.

    Sedangkan total luas tanah yang tenggelam sampai dengan saat ini sekitar 640 hektare dengan uang penganti yang sudah dikeluarkan PT. Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar Lapindo Brantas Inc, sekitar Rp 3,9 triliun.(ant/ono/ipg)

    Triono

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2014/141854-BPLS-Siap-Bantu-Pembayaran-Ganti-Rugi-Korban-Lumpur

  • Aburizal could be forced to settle Lapindo mudflow

    Aburizal could be forced to settle Lapindo mudflow

    The House of Representatives on Monday unanimously passed into law a bill that allows president-elect Joko “Jokowi” Widodo to force chairman of the Bakrie Group, Aburizal Bakrie, to fulfill his Rp 781 billion (US$65 million) financial obligation to the victims of the Lapindo mudflow disaster in Sidoarjo, East Java, next year.

    Aburizal, who is also Golkar Party chairman, has lost the privileges he has enjoyed between 2007 and 2014 courtesy of President Susilo Bambang Yudhoyono’s administration.

    The President had allocated more than Rp 6 trillion to compensate villagers living in the vicinity of the so-called “affected area map”, which was legalized via a presidential decree in 2007.

    Such generous financial protection for the Bakrie Group was among the reasons why Golkar helped the Yudhoyono government remain stable in the face of nationwide protests at the President’s generosity toward the conglomerate.

    However, the 2014 state budget, which was passed during Monday’s plenary meeting, no longer mentions such spending. Instead, Article 16 (2) only stipulates that “the [central] government can give a grant to local governments for post-disaster rehabilitation and reconstruction.”

    Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) lawmaker Rieke Diah Pitaloka applauded the absence of an article stipulating that the government take over the financial burden caused by disaster, which was allegedly caused by PT Lapindo Brantas, an oil and gas company affiliated with Golkar chairman Aburizal, during its drilling operations in 2006.

    “Lawmakers and the government should have erased the article long ago. It doesn’t make sense if taxpayers take over responsibility [for paying] from the company that triggered the disaster in the first place,” she told The Jakarta Post.

    Lalu Mara, deputy secretary general of Golkar and Aburizal’s close aide, declined to comment on the House’s decision.

    “It’s better to contact Pak Andi Darussalam to seek a comment on the matter,” he said, referring to the vice president of Lapindo Minarak.

    There have been several efforts to stop the mud eruption, including a relief well method and the insertion of concrete. However, none have been able to stop the flow of mud, which many geologists believe could last up to 30 years.

    In 2007, the government also established the Sidoarjo Mudflow Mitigation Agency (BPLS) to handle and control the mud eruption, relocate infrastructure, recover infrastructure, and supervise Lapindo in handling compensation for villagers in the affected area.

    Lapindo, via its subsidiary PT Minarak Lapindo Jaya, recently claimed it needed to pay another Rp 781 billion of the required Rp 3.8 trillion in compensation to more than 4,000 victims who used to live within the affected area.

    Public Works Minister Djoko Kirmanto, who leads the BPLS advisory board, said last week that the agency had recommended the government use the 2015 budget to help pay the remaining compensation.

    However, Finance Minister Chatib Basri reiterated over the weekend that according to a Constitutional Court ruling issued earlier this year, the government was obliged to force Lapindo to complete payment of compensation to victims of the mudflow disaster.

    Another PDI-P lawmaker, Arif Budimanta, reminded Jokowi and his incoming administration to ensure that outgoing President Yudhoyono, who proposed next year’s state budget, did not spread funds for compensation among the budgets of certain ministries or other state institutions.

    “We need to make sure that those who caused it [the mud disaster] take responsibility for what they have done,” Arif said.

    Hasyim Widhiarto

    Sumber: http://www.thejakartapost.com/news/2014/09/30/aburizal-could-be-forced-settle-lapindo-mudflow.html

  • Kemenkeu Belum Bisa Jamin Dana Talangan Lumpur Lapindo Rp 781 Miliar

    JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum bisa menjamin apakah dana talangan lumpur Lapindo sebesar Rp 781 miliar bisa diambilkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015.

    “Kami belum tahu, karena rapatnya enggak ikut,” ucap Askolani, Dirjen Anggaran Kemenkeu, dikonfirmasi wartawan ditemui di gedung parlemen, Senin (29/9/2014).

    Dia bilang, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu akan menunggu diskusi selanjutnya tentang lumpur Lapindo. Ditanyakan lagi kemungkinan dana talangan tersebut diambilkan dari APBN 2015, Askolani menegaskan hal tersebut yang perlu didiskusikan.

    Dalam kesempatan sama, anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Dolfie OFP menuturkan, BPLS memang selalu mendapat anggaran dari pemerintah. “Ada dua wilayah, di dalam dan di luar terdampak. Yang di dalam menjadi tanggungjawab Minarak, yang di luar selalu masuk anggaran,” kata Dolfie ditemui di gedung DPR, Senayan, Senin.

    Namun demikian, politisi PDI-Perjuangan itu belum tahu apakah anggaran yang diusulkan untuk BPLS sebesar Rp 781 miliar tersebut akan dianggarkan dalam APBN 2015.

    Sebelumnya dikabarkan, pemerintah siap menalangi PT Minarak Lapindo Brantas yang menyatakan tidak sanggup membayar ganti rugi terhadap korban yang terkena dampak dari lumpur Lapindo sebesar Rp 781 miliar.

    “Yang belum terbayar itu Rp 781 miliar, itu yang harus dikeluarkan dari APBN,” tutur Djoko Kirmanto, Menteri Pekerjaan Umum, Rabu pekan lalu.

    Estu Suryowati

    Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/09/29/182110926/Kemenkeu.Belum.Bisa.Jamin.Dana.Talangan.Lumpur.Lapindo.Rp.781.Miliar

  • Jasa Marga Minta Kompensasi Kerusakan Ruas Tol Porong-Gempol

    Liputan6.com, Jakarta – PT Jasa Marga Tbk meminta kompensasi kepada pemerintah untuk memperbaiki ruas tol Porong-Gempol. Pasalnya, itu akan  memberatkan karena kerusakan bukan berasal dari kesalahan perusahaan pelat merah tersebut.

    “Waktu itu pernah klaim pihak Lapindonya, tapi dinyatakan force majeur. Kita minta Menteri Pekerjaan Umum (PU) bagaimana kompensasi terhadap itu,” kata Direktur Utama Jasa Marga Adityawarman di Jakarta, Kamis (25/9/2014).

    Dia mengatakan, seharusnya luapan lumpur yang menjadi penyebab kerusakan tol menjadi juga tanggung jawab PT  Minarak Lapindo Jaya.

    Pihaknya mengaku saat ini belum melakukan komunikasi Kementerian PU terkait kerusakan ini. Meski begitu, jika Kementerian PU meminta untuk melakukan perbaikan Jasa Marga akan melaksanakan perintah tersebut.

    “Belum. Kan gini, itu ruas yang hilang, kita kan dapat kompensasi atas ruas itu. Nanti sudah Kemen PU memerintahkan akan melaksanakan,” lanjut dia.

    Dia menerangkan, apabila Jasa Marga diminta memperbaiki akan melakukan perhitungan anggaran tersebut.

    “Kalau kita suruh bangun kan ada hitung-hitungannya. Ya ke Lapindo dulu. Saya menghadap Pak Menteri dulu,” tandas dia. (Amd/Nrm)

    Sumber: http://bisnis.liputan6.com/read/2110457/jasa-marga-minta-kompensasi-kerusakan-ruas-tol-porong-gempol

  • Pemerintah Didesak Pulihkan Hak Penyintas Bencana Alam, Sosial dan Korporasi

    Pemerintah Didesak Pulihkan Hak Penyintas Bencana Alam, Sosial dan Korporasi

    SURABAYA, JAWA TIMUR — Konflik sosial berlatar belakang perbedaan keyakinan yang terjadi di Sampang, Madura, telah menimbulkan korban jiwa maupun harta benda, yang pada akhirnya mengakibatkan terusirnya warga Syiah Sampang keluar dari daerah asalnya.

    Pemerintah dinilai kurang peduli dan tanggap terhadap para penyintas yang menjadi pengungsi, karena belum memberikan semua hak warga penyintas yang hilang pasca terjadinya konflik.

    Seperti diungkapkan oleh Saifullah, pengungsi Syiah Sampang yang ada di rumah susun Puspa Agro, Sidoarjo, kehidupannya di pengungsian tidak lagi sama seperti di kampung halaman, karena kebutuhan dasar warga tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah. Pemerintah hanya memberikan uang bantuan sosial untuk makan, rumah susun untuk tempat tinggal sementara, serta layanan kesehatan dan pendidikan yang kurang maksimal.

    “Pemerintah hanya kasi itu, tapi untuk uang makan sebesar 709.000 rupiah, itu untuk satu bulan per orang (dewasa). Tidak nutut (cukup) untuk segitu, soalnya kan masih harus membiayai adik-adik yang sekolah di luar kota, jadi untuk yang sekolah di luar itu pemerintah tidak bertanggung jawab,” kata Saifullah, Pengungsi Syiah Sampang, Penyintas Konflik Sosial.

    Demikian pula dengan bencana akibat aktivitas perusahaan atau korporasi, para warga yang menjadi penyintas seringkali diabaikan hak-hak dasarnya, yang hanya dilihat sebatas persoalan pembayaran ganti rugi.

    Novik Ahmad, warga penyintas bencana semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo mengungkapkan, banyak hak warga yang terabaikan oleh pemerintah maupun Lapindo Brantas, yakni kerugian di bidang kesehatan, ekonomi dan pekerjaan, pendidikan, hingga kerusakan lingkungan dan kehidupan sosial.

    “Ada persoalan lain yang lebih kompleks sebenarnya terkait soal jaminan kesehatan, pendidikan, pemulihan ekonomi, dan lingkungan sendiri, sama sekali tidak ada (dari pemerintah). Lapindo sendiri hanya selesai di urusan ganti rugi yang di dalam peta area terdampak, itu pun juga sampai sekarang masih menyisakan persoalan juga (belum dilunasi),” kata Novik Ahmad, Penyintas Bencana Semburan Lumpur Lapindo.

    Menurut Fatkhul Khoir selaku Kepala Biro Pemantauan dan Dokumentasi KontraS Surabaya, pemerintah sampai saat ini masih terbatas pada pemberian bantuan yang sifatnya darurat kepada warga penyintas.

    Pemulihan hak-hak warga yang menjadi penyintas belum menjadi dasar penentuan kebijakan pemerintah, dalam menangani warga penyintas yang menjadi pengungsi pasca terjadinya bencana maupun konflik.

    “Ya saya kira pemenuhan hak itu kan tidak hanya sekedar pemberian jatah hidup, tapi bagaimana memulihkan hak sosial mereka, memulihkan hak ekonomi mereka, mengembalikan mereka ke kampung halaman mereka, menciptakan rasa aman bagi mereka untuk beribadah dan berkeyakinan, ini kan belum juga dilakukan oleh pemerintah,” kataFatkhul Khoir, Kepala Biro Pemantauan dan Dokumentasi KontraS Surabaya.

    “Sampai saat ini, misalkan kita tahu, sudah hampir tiga tahun pengunsi Syiah ini belum ada kejelasan, kapan mereka akan dipulangkan, bagaimana upaya rekonsiliasi yang coba dibangun oleh pemerintah dan sebagainya, ini kan belum ada kejelasan sama sekali. Lapindo juga delapan tahun, tapi proses ganti rugi, proses pemulihan hak mereka, proses bagaimana pemulihan secara ekonomi mereka juga belum terjadi,” tambahnya.

    Sementara itu Rani Ayu Hapsari aktivis LSM penanganan bencana, Yakkum Emergency Unit mengutarakan, meski pemerintah telah banyak melakukan langkah nyata penanggulangan pengungsi maupun penyintas bencana alam, penanganan masih bersifat semantara atau belum berkelanjutan.

    Pada kasus penanganan penyintas bencana letusan gunung Merapi di Yogyakarta, Rani mengungkapkan bahwa pemulihan di bidang ekonomi yang dibutuhkan oleh warga penyintas, seringkali hanya sebatas pemberian pelatihan tanpa pendampingan dan tindak lanjut dari pelatihan yang diberikan.

    “Memang ada beberapa gap yang masih terjadi, seperti misalnya untuk pemulihan ekonomi. Pemulihan ekonomi ini banyak yang mengatakan, khususnya dari warga, itu pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh pemerintah itu hanya sebatas pelatihan keterampilan, tetapi belum sapai pada tahap untuk membantu mencarikan pasarnya, kemudian juga membantu permodalan, seperti itu. Sehingga ini mengakibatkan program yang digagas oleh pemerintah itu tidak menjadi berlanjut, jadi terhenti di tengah jalan,” jelas Aktivis LSM Yakkum Emergency Unit, Rani Ayu Hapsari.

    Dari hasil diskusi yang mengangkat tema “Membedah Tanggungjawab Negara Terhadap Korban Lumpur Lapindo, Pengungsi Syiah Sampang dan Korban Letusan Gunung Merapi”, Kepala Biro Pemantauan dan Dokumentasi KontraS Surabaya Fatkhul Khoir mendesak pemerintah segera membuat kebijakan terkait penanganan terhadap pengungsi dan penyintas bencana alam, konflik sosial maupun bencana korporasi, agar dapat ditangani secara tuntas.

    “Kita akan sampaikan ke pemerintah, dan pemerintah harus segera menindaklanjuti, dengan membentuk sebuah kebijakan yang harus ada oleh pemerintah, karena sampai saat ini, dari tadi diskusi, kita belum menemukan bahwa pemerintah punya skema yang jelas mengenai proses penanganan terhadap korban bencana alam, bencana korporasi maupun bencana sosial, ini kan belum ada satu kebijakan yang spesifik bagaimana pengelolaan terhadap pengungsi ini, korbannya ini,” kata Fatkhul Khoir.

    Petrus Riski

    Sumber: http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-didesak-pulihkan-hak-penyintas-bencana-alam-sosial-dan-korporasi/2462027.html

  • Sidoarjo victims still striving for justice

    Sidoarjo victims still striving for justice

    Temporary fix: Workers from the Sidoarjo Mudflow Mitigation Agency (BPLS) dig a temporary canal for the smooth flow of mud in Gempolsari village, Porong, Sidoarjo, East Java, on Wednesday. The dam collapsed recently and affected many houses in the village.

    Despite the threat of overflowing hot mud that may engulf their house at any time, Suwandi, 75, and his wife, Saniakah, 70, insist on staying in Gempolsari village, Porong district, Sidoarjo regency, East Java.

    They even remained indifferent to news that some embankment spots had been recently damaged.

    “On Wednesday morning, a section of the embankment was damaged and the mudflow almost reached my house. I’ve lost count of the number of times damage has been caused to the embankment,” he told The Jakarta Post on Thursday.

    Sidoarjo Mudflow Mitigation Agency (BPLS) spokeperson Dwinanto Hesti Prasetyo said there were dozens of vulnerable spots in the mud reservoir. They included spot No. 34, where the mudflow surface was only 50 centimeters lower than the top of the embankment, and spot No. 22, which was only 25 cm lower.

    “Spot No. 21 is the riskiest because it is located by Jl. Raya Porong and the railway track. This is worrying because according to the BMKG [the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency], we will enter the rainy season in October,” he said.

    He explained that the embankment that surrounded the mudflow remained damaged because his agency could no longer channel the mud into the Porong River as it was prevented from doing so by the affected residents.

    “Residents who have not yet received compensation have blocked BPLS workers from channeling the mud into the Porong River to ease the burden of the mud reservoir,” Dwinanto said.

    Reno Kenongo subdistrict secretary Subakri said people had blocked the agency workers as they were dismayed by the government’s and PT Lapindo Brantas’ promises of compensation.

    “We will continue our struggle by doing whatever is necessary to fight for our rights,” Subakri said.

    On May 29, 2006, the lives of residents in Porong were changed forever following an eruption of a mudflow. The previously green area was turned into a huge, deserted expanse covered with dried mud.

    The eruption took place near a drilling site belonging to Lapindo Brantas. This triggered speculation that Lapindo may have been negligent during its drilling process.

    Lapindo, however, cited a number of scientists’ arguments that the mudflow was triggered by a 6.3 Richter scale earthquake that had hit Yogyakarta two days before the eruption took place.

    A spokesperson of the joint secretariat of Lapindo mudflow victims, Khoirul Huda, said 3,200 of 13,200 documents proposed compensation worth Rp 780 billion (US$65.7 million) that had not yet been paid by PT Minarak Lapindo Jaya as the cashier of Lapindo Brantas.

    Ahmad Khozin, another victim of the mudflow, said the victims were glad to learn that the Supreme Court had told the government to take responsibility for the payment of the compensation.

    “Yet up until now, there’s been no clarity on this,” he said.

    In frustration, he said the compensation had to be paid soon or all activities on the embankment must cease immediately.

    Suwandi said if the mudflow did not exist, he and his wife would have been spending their old age peacefully by taking care of a chicken farm, but they had to forget that dream amid the mud-strewn landscape.

    He said Lapindo Brantas had stopped supplying clean water to local residents in 2010. Since then, he had bought clean water for daily consumption.

    “We just want justice from the government and Lapindo Brantas,” he said.

    Indonesian Forum for the Environment (Walhi) East Java branch executive director Ony Mahardika warned that the government should consider giving attention to the residents’ health as the groundwater had been heavily contaminated with metal and polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) that had surpassed the normal level.

    Sumber: http://news.asiaone.com/news/asia/sidoarjo-victims-still-striving-justice

  • Lumpur Lapindo Meninggi, 110 Patung Tenggelam

    Lumpur Lapindo Meninggi, 110 Patung Tenggelam

    TEMPO.COSidoarjo – Sebanyak 110 patung manusia lumpur yang tertancap di Tanggul Siring Porong, Sidoarjo, kini sudah tenggelam oleh lumpur Lapindo. Kondisi tersebut terjadi setelah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo yang selalu mengeruk endapan lumpur panas Lapindo tidak diperbolehkan beroperasi oleh warga yang belum dilunasi ganti ruginya.

    “Patung itu perlahan tenggelamnya, rata-rata sampai dada sekarang,” kata Kusno, yang tiap hari bekerja sebagai tukang ojek dan penjual kaset di depan patung manusia itu, Rabu, 3 September 2014.

    Menurut Kusno, 110 patung itu memiliki nilai tersendiri bagi warga korban lumpur Lapindo. Pasalnya, patung itu juga ikut mengenang delapan tahun semburan lumpur Lapindo. Patung lumpur manusia itu juga menjadi daya tarik kawasan wisata lumpur.

    Kusno menambahkan, tenggelamnya 110 patung manusia lumpur itu sesuai dengan prediksi seniman pembuat patung, Dadang Christanto, yang mengatakan daya tahan patung hanya empat bulan terhitung sejak pembuatannya pada 29 Mei. Patung tidak tahan lama karena diletakkan di luar ruangan dan dibiarkan kepanasan serta kehujanan.

    Selain 110 patung, ribuan tangan harapan yang juga sempat memeriahkan delapan tahun semburan lumpur Lapindo juga ikut tenggelam tak tersisa. Tangan harapan itu sudah rata oleh lumpur yang kian meninggi. “Namun jangan harap semangat kami untuk menuntut ganti rugi ikut tenggelam, ganti rugi harga mati,” kata Kusno.

    Berdasarkan pantauan Tempo, kondisi 110 patung yang ikut memeriahkan delapan tahun lumpur Lapindo itu sudah parah. Banyak patung yang sudah miring tak terawat. Mayoritas patung sudah tenggelam oleh lumpur kental hingga dada. Namun ada pula yang sudah sampai leher. Jumlahnya pun dihitung dengan kasat mata sudah berkurang, sekitar 94 yang masih berdiri tegak.

    MOHAMMAD SYARRAFAH

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/09/03/058604152/Lumpur-Lapindo-Meninggi-110-Patung-Tenggelam

  • Pansus Lumpur Kembali Somasi Lapindo

    SURYA Online, SIDOARJO – Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo di akhir jabatannya menyomasi Lapindo Brantas Inc sebanyak dua kali. Intinya, korban luapan lumpur Porong yang masuk peta area terdampak yang belum mendapat pelunasan ganti rugi segera dilunasi.

    Dalam pandangannya, jika somasi tak diindahkan, Pansus Lumpur meminta kepada pemerintah untuk menekan penyelesaian pembayaran pada korban lumpur yang masuk peta area terdampak. Dalam pembayaran ini, ada dua opsi. Mengingat korban lumpur yang ada di luar peta terdampak sudah dibayar melalui pembayaran APBN.

    Opsi yang ada yakni, pertama pemerintah diminta memberi dana talangan pada Lapindo Brantas Inc, untuk melunasi korban lumpur. “Tujuannya, agar korban lumpur segera mendapat pembayaran,” kata Sulkan Wariono, juru bicara Pansus lumpur DPRD Sidoarjo dalam sidang paripurna, Senin (18/8/2014).

    Opsi kedua, pemerintah membeli semua lahan korban lumpur yang belum dilakukan oleh Lapindo. Dengan cara seperti ini, nasib korban lumpur yang masuk peta terdampak bisa mendapat kepastian pembayaran. “Korban lumpur sudah terlalu lama menderita sehingga butuh kepastian,” tegas Sulkan.

    Hingga kini, korban yang ada di area peta terdampak masih banyak yang belum mendapat pelunasan meski asetnya sudah ditenggelamkan oleh luapan lumpur. Total pembayaran yang belum lunas sekitar Rp 700 miliar.

    “Kami hanya bisa berharap agar secepatnya dilunasi. Kami bersama korban lumpur lainnya sudah lama menunggu. Berbagai cara sudah kami tempuh agar dibayar tapi sampai saat ini masih belum ada hasil,” tutur Ny Wiwik salah satu korban lumpur yang kerap ke DPRD.

    Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/2014/08/18/pansus-lumpur-kembali-somasi-lapindo

  • Pemkab Baru Bangun SD Terdampak Lumpur

    SURYA Online, SIDOARJO – Pemkab Sidoarjo baru membangun sebuah sekolah dari 13 sekolah yang ditenggelamkan lumpur Lapindo di wilayah Porong. Sekolah yang sudah dibangun yakni SDN Kali Sampurno 3, Tanggulangin.

    Kepala Bidang TK/SD Dinas Pendidikan (Dindik) Sidoarjo, Drs. Joko Supriyadi, mengatakan, SDN Kali Sampurno 3 diharapkan bisa menampung siswa yang sekolahnya tenggelam lumpur.

    “Gedungnya bagus dan dibuat dua lantai, kalau dari segi fisik SDN itu termegah se-Sidoarjo. Lokasinya di sekitar Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) II,” jelasnya, Jumat (25/7/2014).

    Sekolah yang dibangun cukup  besar sehingga biaya perawatannya cukup lumayan mahal. Kapasitas maksimal bisa 12 rombongan belajar. Satu rombel bisa sekitar 36 – 40 anak. “Jadi totalnya bisa menampung sekitar 400 – 500 siswa,” jelas Joko Supriyadi.

    Fasilitas yang ada cukup lumayan seperti ruang kantor, ruang guru, ruang lab, ruang rapat, perpustakaan, ruang UKS, dan termasuk gudang. “Biaya sekolah sharing dengan pusat, yaitu 6 lokal dari BNPB dan 6 lokal yang lain dari APBD,” ujarnya.

    Lembaga sekolah dasar yang tenggelam di antaranya SDN Siring, SDN Kedungbendo 1, 2, 3, SDN Reno Kenongo 1, 2, 3. Kemudian yang terdampak  itu mulai dari SDN Jatirejo, SDN Besuki, SDN Pejarakan dan yang terakhir SDN Mindi 1, 2, 3 dan SDN Ketapang. Sekolah yang tenggelam dan terdampak diharapkan segera ada gantinya, karena jumlah SDN di Sidoarjo makin lama makin menyusut.

    “Menyusutnya karena persoalan merger atau persoalan lain. Sementara jumlah penduduk terus meningkat, tentunya jumlah siswa juga akan terus meningkat,” ungkap Joko.

    © Anas Miftakhudin | Tribunews.com | 25 Juli 2014

    Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/2014/07/25/pemkab-baru-bangun-sd-terdampak-lumpur