Category: Lapindo di Media

  • Kalla claims controversial Lapindo bailout a win-win solution

    Kalla claims controversial Lapindo bailout a win-win solution

    After an allegation that the government’s decision to take over the Bakrie family’s liabilities in the Lapindo mudflow disaster in Sidoarjo, East Java, was the result of a back room political deal, the government defended its decision on Friday saying that it would ultimately benefit all parties involved in the disaster.

    “Here’s why, the people [mudflow victims] are facing hardship. PT Minarak Lapindo Jaya could not pay [the compensation anymore], but it still has assets. Therefore, the government decided to give the loan first to calm the people down,” Vice President Jusuf Kalla said on Friday, referring to a firm controlled by the Aburizal Bakrie family, which had been deemed responsible for the disaster.

    Kalla, who served as Golkar Party chairman prior to the leadership of Aburizal Bakrie, said that the public should not debate on whether the government was losing money for the misbehavior of a greedy tycoon and should see the loan as part of a trade deal.

    “So the company has purchased 1,000 hectares of land [from the disaster victims]. That land is used as collateral for the government. The company is given four years [to settle the loan]. If it can’t payback the loan, the assets will be taken over by the state. So the state doesn’t give money for free,” Kalla said.

    On Thursday, President Joko “Jokowi” Widodo decided to bail out the family to settle the remaining compensation for the mudflow victims by providing a Rp 781 billion (US$62 million) loan to Minarak.

    The loan will enable the company to pay compensation that has not yet been received by thousands of victims of the mudflow.

    The decision has sparked debates over whether the government should spend more money to help ease the burden for the Bakrie family, after spending more than Rp 6 trillion of taxpayer money to handle the aftermath of the disaster.

    Kalla further defended the decision saying that the loan would ultimately benefit the state should the company fail to return the money.

    “If the mudflow stops, then the price of land will increase. And I can assure you that it will stop at one point,” he said. “If it doesn’t stop [in near future], then just wait for it. Maybe in the next five years or 10 years, [the mudflow will stop].”

    Even at its current price, the total price of the land is already much higher than the loan given, Kalla added.

    “The land is 1,000 hectares, or 10 million m2. If the current price is Rp 1 million per m2, then the price of the land is actually Rp 10 trillion,” he said.

    Besides benefiting the state and the victims, even the company itself would benefit from the scheme, the senior Golkar politician said.

    “The company will not lose money if five times the market price.” It pays back the loans now. They will get their money back. The victims are also happy because they are getting paid for their lands, Kalla said.

    Kalla also justified the government’s decision by pointing out that the Constitutional Court had ordered the state to force Lapindo to complete the compensation payments.

    Golkar deputy secretary-general Lalu Mara Satriawangsa, who is also an Aburizal’s confidant, applauded the government’s decision given that the Lapindo mudflow had been declared a national disaster.

    “The Bakrie family has helped local communities by buying their asset with a price higher than that of the market price. If there is some [financial] shortage, that is the fact,” he told The Jakarta Post.

    He said that the family has spent so much in the wake of the disaster, which begun in 2006 after a blowout of a natural gas well drilled by PT Lapindo Brantas.

    “The family has spent more Rp 8 trillion [for compensation], just compare this with the remaining Rp 750 billion that we have not paid,” Lalu Mara said.

    Political analyst Agung Baskoro of Jakarta-based Poltracking Institute, meanwhile, suggested that the government’s decision to bailout Lapindo was motivated by its increasing need of political support from Golkar, the leader of the opposition Red-and-White Coalition.

    “The government has currently been dealing with complicated issues, like fuel-price hikes and the weakening rupiah. They are in dire need to gain support from lawmakers,” he said.

    Hans Nicholas Jong and Hasyim Widhiarto

    Sumber: http://thejakartapost.com/news/2014/12/20/kalla-claims-controversial-lapindo-bailout-a-win-win-solution.html

  • Kejagung Belum Dapat Arahan Rencana Penyitaan Aset Lapindo

    Jakarta, GATRAnews – Kejaksaan Agung tengah menunggu koordinasi dari pemerintah untuk membahas soal eksekusi penyitaan aset PT Minarak Lapindo Jaya, jika perusahaan ini tidak mengembalikan dana talangan sebesar Rp 781 milyar.

    “Ya kita tunggu dulu, kita belum dapat masukan dan perintah dari Pak Jaksa Agung. Kebijakan pemerintah, ya harus kita hormati,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, R Widyo Pramono di Jakarta, Jumat (19/12).

    Sampai dengan hari ini, Widyo megaku belum mengetahui ada tidaknya pertemuan antara Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan Kejaksan Agung untuk membahas hal itu. “Saya nggak tahu,” ucapnya.

    Meski demikian, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah ini berharap agar pemerintah terlebih dulu memberikan kesempatan kepada PT Minarak Lapindo Jaya untuk mengembalikan uang pemerintah sejumlah Rp 781 milyar tersebut.

    “Ya itu, janganlah pemerintah berbuat begitu ya, kita hormati saja dulu, kita tunggu perkembangan yang terbaik,” harap Widyo.

    Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menegaskan, pemerintah akan menyita aset PT Minarak Lapindo Jaya jika perusahaan milik Aburizal Bakrie itu tidak mengembalikan dana talangan dari pemerintah sebesar Rp 781 milyar dalam waktu 4 tahun.

    Pemerintah akan mengambil berbagai surat, termasuk sertifikat tanah atas lahan yang kini menjadi lautan lumpur sebagai jaminan PT Minarak Lapindo Jaya. Adapun nilai perusahaan ini ditaksir mencapai Rp 3 trilyun lebih.

    Menurutnya, PT Minarak Lapindo Jaya bisa kembali mendapatkan surat-surat dan aset jika bisa mengembalikan dana talangan sebesar Rp 781 milyar dalam jangka 4 tahun.

    “Kalau mereka bisa melunasi Rp 781 milyar kepada pemerintah, maka itu akan dikembalikan ke Lapindo. Tapi kalau lewat 4 tahun, disita. Ini saya kira fair,” tandas Basuki.

    Pemerintah menggelontorkan dana talangan sejumlah Rp 781 milyar untuk memberikan kepastian kepada warga Jawa Timur yang terdampak lumpur setelah mereka nasibnya tidak jelas akibat PT Minarak Lapindo Jaya tidak memberikan ganti rugi atas tanah yang terdampak lumpur.

    Iwan Sutiawan

    Sumber: http://www.gatra.com/hukum-1/114252-kejagung-belum-dapat-arahan-rencana-penyitaan-aset-lapindo.html

  • Pengamat: Dana Talangan Kasus Lapindo Inkostitusonal

    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto menilai keputusan pemerintah untuk menalangi sisa ganti rugi pembelian lahan warga yang terdampak lumpur Lapindo adalah tindakan yang inkonstitusional.

    “Kebijakan Pemerintah untuk memberikan dana talangan atas kasus lumpur Lapindo sebesar Rp781 miliar adalah kebijakan yang inkonstitusional. Kebijakan ini bisa menjadi blunder bagi Pemerintah Jokowi-JK,” katanya, Jumat (19/12).

    Suroto mengatakan jika memang perusahaan migas itu bangkrut dan tidak lagi memiliki kemampuan membayar semestinya tidak perlu mendapat dana talangan apa pun. Menurutnya praktik bailout atau dana talangan yang juga sering dilakukan pemerintah sebelumnya tidak memiliki payung hukum di Indonesia.

    “Kita tidak ingin kerusakan alam yang terjadi akibat ulah korporat kapitalis diselesaikan oleh negara dengan beban yang harus ditanggung bersama rakyat,” ujarnya.

    “Kita tidak ingin kemiskinan yang diakibatkan oleh pembagian hasil yang tidak adil dari perangai korporat kapitalis diselesaikan oleh negara. Kita juga tidak menginginkan negara yang harus tangani kondisi krisis ekonomi yang datang tiba-tiba akibat ulah spekulatif kaum kapitalis,” jelasnya.

    Ia menekankan konsepsi konstitusi Indonesia sudah jelas bahwa dalam rangka mendorong terwujudnya kesejahteraan rakyat itu, demokrasi ekonomi adalah sistemnya.

    “Setiap orang harus diberikan peluang yang sama secara partisipatorik dalam proses produksi, distribusi maupun konsumsi,” katanya.

    Ia mengatakan kebijakan konkret yang harus dilakukan dan relevan untuk itu adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat agar mereka dapat mengakses sumber daya dan turut berpartisipasi dan diberikan peluang untuk mengkreasi kekayaan dan pendapatan.

    Program konkretnya adalah demokratisasi ekonomi yang di dalamnya mencakup reforma agraria, reforma korporasi, pengembangan koperasi yang otonom dan mandiri, dan lain sebagainya.

    Konsep demokrasi ekonomi itu adalah konsep yang anti terhadap kapitalisme dan juga varian barunya seperti Negara Kesejahteraan (welfare state). “Konstitusi kita dan juga para pendiri republik ini menginginkan adanya pembebasan terhadap sistem kapitalisme yang menindas dan ekploitatif,” jelasnya.

    Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menalangi ganti rugi pembelian lahan atas kasus lumpur Lapindo dimana total ganti rugi tanah yang harus dibayarkan di area terdampak sekitar Rp3,8 triliun dengan Rp3,03 triliun di antaranya sudah dibayar Lapindo, sehingga masih kurang Rp781 miliar.

    Dana Rp781 miliar tersebut akan diambil dari APBNP 2015. Konsekuensinya, Lapindo harus menyerahkan keseluruhan tanah yang ada di peta terdampak dan perusahaan itu diberi waktu empat tahun untuk melunasi dana talangan dan memperoleh kembali tanah tersebut.

    Dengan selesainya permasalahan ganti rugi itu, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dapat segera bekerja untuk mencegah meluasnya dampak di luar peta terdampak.

    Bayu Hermawan

    Sumber: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/12/19/ngu8ob-pengamat-dana-talangan-kasus-lapindo-inkostitusonal

  • Pemerintah Belum Pikirkan Sanksi untuk Lapindo

    JAKARTA – PT Minarak Lapindo Jaya akhirnya mengakui pada pemerintah tidak sanggup membayar utang ganti rugi pada warga korban luapan lumpur sebesar Rp 781 miliar.  Meski demikian, perusahaan tersebut tidak mendapat sanksi dari pemerintah. Hal ini disampaikan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto di kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/12).

    “Presiden tidak berpikir ke situ dulu. Masyarakat sudah menunggu. Fokus bagaimana caranya supaya harapan yang tertunda ini bisa dipenuhi. Itu saja fokusnya. Hal-hal lain terkait fairness dari Minarak Lapindo, kita pikirkan kemudian,” ujar Andi.

    Selain melakukan pembelian aset Lapindo, kata Andi, pemerintah juga tidak melupakan kewajiban untuk membayar Rp 380 miliar. Jumlah ini adalah kewajiban pemerintah sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penanganan Lapindo.

    “Pemerintah siap yang Rp 380 miliar yang jadi kewajiban pemerintah,” sambung Andi.

    Seperti diberitakan sebelumnya Pemerintah akan menalangi utang lapindo dengan membeli aset perusahaan tersebut sebesar Rp 781 miliar. Pembayaran utang Lapindo itu akan menggunakan pos BA99 (dana taktis) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan tahun 2015. Meski ditalangi pemerintah Lapindo tetap harus melunasi kewajibannya itu. Sebab, pemerintah juga turut menyita seluruh aset Lapindo sebagai jaminan.

    Lapindo diberi waktu 4 tahun. Apabila perusahaan itu bisa lunasi hutangnya pada pemerintah, maka asetnya dikembalikan. Jika sudah melewati tenggat waktu tidak dibayar, aset-aset perusahaan itu akan disita. (flo/jpnn)

    Sumber: http://www.jpnn.com/read/2014/12/19/276518/Pemerintah-Belum-Pikirkan-Sanksi-untuk-Lapindo-

  • Jokowi Talangi Lapindo, dari Mana Dananya?

    TEMPO.CO, Surabaya – Presiden Joko Widodo menyetujui pembayaran sisa ganti rugi korban lumpur Lapindo di 20 persen lahan yang masuk area peta terdampak. “Pak Presiden membicarakan solusi soal penanganan itu, dan pemerintah membelinya. Itu artinya pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk pembelian lahan dari peta terdampak ini,” ujar Gubernur Jawa Timur Soekarwo dalam rilis yang dikeluarkan Biro Protokol dan Humas Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Jumat, 19 Desember 2014.

    Pemerintah akan menalangi dengan cara memberikan ganti rugi kepada para korban lumpur Lapindo sebesar Rp 781 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015. Selain itu, pemerintah akan memberikan tenggang waktu empat tahun kepada PT Minarak Lapindo Brantas untuk melunasi dana talangan yang dikeluarkan pemerintah.

    Pemerintah akan mengambil aset milik PT Minarak berupa tanah dalam area peta terdampak jika tidak bisa mengembalikan talangan itu. “Dengan demikian, diharapkan masyarakat di area peta terdampak Porong memberikan keleluasaan kepada BPLS untuk melakukan pembenahan terhadap tanggul, karena itu menyangkut hal yang sangat penting,” ujar Soekarwo.

    Soekarwo menyatakan, pada musim hujan, lumpur Lapindo dikhawatirkan akan meluber dan membuat tanggul penahan jebol, sehingga membahayakan masyarakat. “Pemerintah Provinsi Jatim dan Kabupaten Sidoarjo menyampaikan terima kasih kepada Presiden karena telah mengambil keputusan penting demi kepentingan masyarakat Porong.”

    Pertemuan itu dihadiri Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Sosial Khofifah, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Kepala Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Soelarso, dan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah.

    Lapindo berkewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp 781 miliar kepada warga dan Rp 500 miliar kepada pengusaha. Namun perusahaan itu menyatakan tak sanggup membayar.

    Kementerian PU bersama BPLS, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Keuangan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, serta Pemerintah Kabupaten Sidoarjo akan membicarakan masalah ganti rugi itu. Rapat itu merekomendasikan pemerintah akan menalangi sisa pembayaran ganti rugi Lapindo sebesar Rp 781 miliar dengan menggunakan APBN. Keputusan itu dilakukan saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

    EDWIN FAJERIAL

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/12/19/078629689/Jokowi-Talangi-Lapindo-Dari-Mana-Dananya?

  • In surprise move, govt bankrolls Bakries in Lapindo disaster

    The government has finally agreed to go another extra mile to bail out the powerful Bakrie family to settle the remaining compensation for victims of the Lapindo mudflow disaster in Sidoarjo, East Java.

    Public Works and Housing Minister Basuki Hadimuljono confirmed on Thursday that the government would provide a Rp 781 billion (US$62 million)-loan to PT Minarak Lapindo Jaya, a firm controlled by the family that is handling the disaster.

    “Lapindo said that it could not pay the compensation by buying the land [owned by the disaster victims]. So it was decided that the government would lend them to buy it,” said Basuki at the State Palace.

    “The company will be given four years to settle the loan, or we will seize their assets [land in the affected area].”

    Basuki, a career bureaucrat, explained that the loan would be taken from the strategic fund allocated in next year’s state budget.

    He said that he had already called Nirwan Bakrie, who represented the family in dealing with the disaster, and that the family had agreed to the loan settlement plan.

    The family’s scion, Aburizal Bakrie, who is also Golkar Party chairman, has enjoyed government assistance between 2007 and 2014 related to the Lapindo disaster, which many believe was caused by drilling conducted by Lapindo, the family’s firm, in 2006.

    Former president Susilo Bambang Yudhoyono’s administration allocated more than Rp 6 trillion to compensate villagers living in the vicinity of the so-called “affected area map”, which was legalized via a presidential decree in 2007.

    Yudhoyono established the Sidoarjo Mudflow Mitigation Agency (BPLS) to handle and control the mud eruption, relocate people, recover infrastructure and supervise Lapindo in handling compensation for villagers in the affected area.

    Such generous financial protection for the Bakries was among the reasons Golkar helped the Yudhoyono government remain stable in the face of nationwide protests at the president’s generosity to the conglomerate.

    Golkar is now the second biggest party, after the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P), which supports President Joko “Jokowi” Widodo. Jokowi and the PDI-P have been trying to lure Golkar to join their coalition and form a majority in the House of Representatives, but to no avail.

    Cabinet Secretary Andi Widjajanto said that the decision to award the loan was entirely based on the government’s commitment to help the victims, who had been left in limbo for eight years.

    He also said that the government had yet to mull any sanctions against Lapindo for its inability to pay the compensation.

    “The President has yet to consider [the sanctions] as the people have already been waiting for the compensation,” said Andi.

    A Constitutional Court ruling issued earlier this year ordered the government to force Lapindo to complete the compensation payments.

    Ina Parlina

    Sumber: http://thejakartapost.com/news/2014/12/19/in-surprise-move-govt-bankrolls-bakries-lapindo-disaster.html

  • Pelipur Lara di Pusaran Lumpur Lapindo

    KOMPAS.com – DELAPAN tahun sudah lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menyembur. Sekitar 700 hektar areal permukiman, pabrik, perladangan, dan sawah tenggelam oleh lumpur yang hingga kini masih menyembur. Solusi belum juga ada.

    Padahal, beragam persoalan yang muncul bersama semburan lumpur Lapindo tak hanya dialami penduduk sekitar. Pergerakan ekonomi di Jawa Timur sempat melambat, bahkan hingga sekarang belum sepenuhnya pulih. Rel kereta api yang melintas di Jalan Raya Porong terus ditinggikan agar moda transportasi menuju Malang hingga Banyuwangi lancar.

    Waktu tempuh berbagai moda transportasi yang melintas di wilayah Porong cenderung dua atau bahkan tiga kali lipat dari sebelum lumpur menyembur pada 2006. Waktu tempuh Surabaya-Banyuwangi dengan mobil pribadi, yang pada kondisi normal 7 jam, kini 10 jam, bahkan saat tertentu hingga 15 jam. Kehadiran jalan tol baru Porong-Pandaan sejak 2013 baru bisa mempersingkat waktu tempuh dari Surabaya ke Malang.

    Luberan lumpur Lapindo ke berbagai penjuru yang dihadang cuma dengan tanggul setinggi 12 meter itu tak hanya menggerogoti perekonomian provinsi berpenduduk 41,4 juta jiwa tersebut, tetapi juga menasional. Apalagi pemilik pabrik di Pandaan, Pasuruan, Probolinggo, hingga Banyuwangi ketika Jalan Raya Porong macet berjam-jam karena lumpur panas menggenangi jalan. Akibatnya, arus barang masuk dan keluar terhambat.

    Pemodal asing pun sempat ingin hengkang ke negara lain, seperti Vietnam, jika jalan tol Porong-Pandaan tak segera terealisasi. Niat angkat kaki dari Jawa Timur, provinsi yang dianggap paling aman dan nyaman untuk berinvestasi, batal dengan beroperasinya jalan tol Porong- Pandaan sejak 2013. Tol ini menjadi jalur utama ke selatan Jawa Timur, sedangkan ke timur tetap melalui Jalan Raya Porong.

    Semburan lumpur Lapindo menimbulkan kerugian setiap tahun sekitar Rp 260 triliun, atau sekitar Rp 500 miliar per hari, dari pendapatan perdagangan dan industri. Kerugian begitu besar karena sekitar 30 persen produk domestik regional bruto Jawa Timur sumbangsih dari perdagangan dan industri.

    Hampir 60 persen sektor perdagangan dan industri berada di wilayah Pasuruan, Malang, dan Blitar, yang dalam ekspor mengandalkan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Artinya, ruas jalan Porong menjadi poros utama menuju Surabaya. Menurut pakar statistik dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Kresnayana Yahya, kerugian itu akibat stagnasi nilai barang dan sebagian biaya lain seperti kehilangan pekerjaan, transportasi, dan unsur psikis yang justru tak ternilai. Apalagi, secara riil lumpur tidak hanya mengubur tempat usaha, tetapi tanah berikut ribuan rumah dan bangunan ikut tenggelam.

    Memang betul: meski lumpur Lapindo belum ada solusi, kata Daniel M Rosyid, pakar transportasi dari ITS, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur relatif bagus. Kendati demikian, pertumbuhan baik, perencanaan kurang fokus, sehingga kesenjangan wilayah masih buruk. Pembangunan masih eksklusif, bahkan meninggalkan kawasan tertentu, termasuk pesisir dan pulau kecil seperti Bawean di Gresik dan Sumenep di Pulau Madura.

    Pemerintah Provinsi Jawa Timur belum mampu membenahi transportasi umum antarkota dan antardesa sehingga masyarakat cenderung memakai kendaraan pribadi. Jalan makin sesak. Bahkan, terkait pendidikan, kata Daniel, warga muda Jawa Timur tidak memiliki bekal dengan kompetensi memadai untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang tinggal sekejap mata.

    Pendidikan nirformal pun kurang dikembangkan untuk menyediakan tenaga terampil besertifikat sehingga inovasi minim. ”Pengambilan keputusan dan kebijakan kurang memanfaatkan peran Badan Penelitian dan Pengembangan Jawa Timur. Lembaga ini masih dianggap sebelah mata. Akibatnya, daya saing Jawa Timur melalui inovasi tidak bertambah dibandingkan dengan provinsi pesaing seperti Kalimantan Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan, padahal sumber daya manusia sangat luar biasa, baik kuantitatif maupun kualitatif,” kata Daniel.

    Bergerak cepat

    Dalam situasi serba tak jelas kapan lumpur berhenti menyembur, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas justru terpacu mencari alternatif agar kabupaten itu tidak kian dilupakan. ”Kerja cepat, terutama untuk operasional bandara karena kehadiran bandara mampu mempercepat pergerakan ekonomi, terutama investasi dan pariwisata, butuh mobilitas yang cepat,” kata Anas.

    Gerak cepat dilakukan karena dengan pesawat udara, waktu tempuh Surabaya-Banyuwangi cukup 45 menit. ”Dulu mau ke Banyuwangi berpikir lama di jalan, naik kereta api atau mobil. Bagaimana mau ajak pemilik modal ke Banyuwangi? Persoalan makin berat ketika lumpur Lapindo,” kata Anas.

    Dalam waktu singkat, Anas pun pontang-panting meyakinkan maskapai penerbangan, juga Kementerian Perhubungan, agar penerbangan segera dibuka ke Banyuwangi, daerah paling timur di Pulau Jawa. Semua penerbangan dari awal sampai sekarang nihil APBD, tak ada subsidi. Pola ini berbeda dengan bandara lain yang baru dibangun dan maskapai disubsidi daerah agar mau terbang ke daerah itu.

    Dia juga menyusun strategi agar daerahnya makin menggeliat. Investasi dan wisata dipacu sehingga perkembangan penumpang pesawat di Bandara Blimbingsari Banyuwangi makin menjanjikan. Bandara menjadi salah satu gerbang pembuka kemajuan di kabupaten berjulukan Matahari Terbit Jawa itu.

    Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memainkan sejumlah strategi untuk menggeliatkan daerahnya. Infrastruktur saban tahun dibangun atau diperbaiki sepanjang 300 kilometer dengan mengajak masyarakat dan dunia usaha karena tak cukup mengandalkan APBD.

    ”Pemerintah daerah menyiapkan aspal dan peralatan, masyarakat gotong royong dan secara sukarela menyediakan konsumsi saat pengerjaan. Peran dunia usaha, membantu honor pekerja,” kata Anas. Hasilnya hingga kini jalan rusak sekitar 70 kilometer.

    Banyuwangi pun kian tersohor hingga ke penjuru dunia. Obyek wisata yang begitu memesona, yang selama ini tak tersentuh, kini dibuka akses jalan dan dilengkapi sarana dan prasarana, termasuk mendidik warga setempat terbuka kepada pendatang, terutama turis. Penduduk dilatih bisa memasak dan mengembangkan usaha sesuai keterampilan masing-masing sehingga ekonomi warga ikut terdongkrak.

    Sepak terjang Anas mengangkat Banyuwangi dengan berbagai program, termasuk menggelar sedikitnya 30 agenda festival secara rutin setiap tahun di Banyuwangi, dengan lokasi tersebar hingga ke tingkat kecamatan, mendapat pengakuan dari Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O Blake. Ketika bermalam tiga hari di Banyuwangi, merayakan Thanksgiving sekaligus menyaksikan Banyuwangi Ethno Carnival, Blake mengungkapkan betapa cantik dan bersahabat Banyuwangi.

    Anas pun tak lantas berhenti menaikkan pamor daerahnya. Dengan berbagai langkah, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sedang menyusun strategi untuk bisa ”mencegat” wisatawan yang hendak ke Bali melalui jalur darat, yang berjumlah jutaan orang setiap tahun.

    ”Banyuwangi akan buat kiat bagaimana turis yang akan ke Pulau Dewata merogoh kantongnya di Banyuwangi minimal Rp 500.000 per orang dengan berbelanja suvenir atau makan khas daerah ini,” kata Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Jawa Timur ini.

    Padahal, kekuatan Jawa Timur tidak hanya Banyuwangi dan Surabaya dengan berbagai inovasi menjadi kota modern tanpa mengabaikan yang tak mampu. Ada 36 kabupaten dan kota dengan problem dan keunggulan khas.

    Jawa Timur tak hanya kaya dengan minyak dan gas, tetapi juga berkembang di sektor pertanian dan peternakan serta industri. Surplus gula 500.000 ton, beras sekitar 3,4 juta ton dari produksi 7,8 juta ton per tahun, produksi sapi potong setiap tahun 1,3 juta ekor dan konsumsi penduduk 560.000 ekor, sehingga ada 800.000 sapi, jadi Jawa Timur tak butuh topangan daerah lain. Jawa Timur pun tertutup bagi produk pangan impor, termasuk gula, sapi, dan beras, karena memang mengalami surplus meski sudah menopang kebutuhan nasional.

    Agnes Swetta Pandia

    Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2014/12/19/14285581/Pelipur.Lara.di.Pusaran.Lumpur.Lapindo

  • Ketinggian Lumpur Mencapai 50 Cm

    Dua Lansia Menolak Dievakuasi

    SIDOARJO – Puluhan rumah di RT 10, RW 2, Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, tampak melompong Rabu (17/12). Desa di sisi selatan Sungai Ketapang itu ditinggal penghuninya mulai Selasa malam (16/12).

    Penyebabnya, tingginya curah hujan membuat tanggul lumpur di titik 73B Desa Kedungbendo jebol. Akibatnya, aliran lumpur masuk ke rumah-rumah warga hingga ketinggian 50 sentimeter.

    Jebolnya tanggul lumpur di titik 73B itu tidak hanya menenggelamkan Desa Gempolsari. Dua desa lain, yakni Kalitengah dan Kedungbendo, juga terendam.  

    Semua warga diminta mengungsi ke balai desa. Namun, tidak semua warga mau dievakuasi. Suwadi, 80, dan Suniakah, 85, menolak meninggalkan rumah mereka. Hingga kemarin, pasangan lansia itu bertahan di rumah yang terendam lumpur setinggi lutut orang dewasa.

    ’’Kulo teng mriki mawon. Tunggu omah (Saya di sini saja. Menjaga rumah, Red),’’ kata Suniakah saat diminta mengungsi oleh tim tagana kemarin sore.

    Suwadi mengatakan, dirinya dan istri sudah beberapa kali tinggal di pengungsian. Namun, selama di sana dia merasa tidak nyaman. Suwadi tidak bisa melakukan aktivitas seperti mencari rumput untuk kambing-kambingnya.

    Selain itu, Suwadi takut rumahnya benar-benar ditenggelamkan lumpur saat ditinggal. Sebab, selama ini setiap lumpur masuk ke rumah, dia dan istri mengeluarkannya dengan sapu dan alat pel.

    ’’Saya keluarkan sedikit-sedikit. Kalau didiamkan, nanti rumahnya bisa amblas,’’ ujar Suwadi.

    Saat ini rumah Suwadi dan Suniakah menjadi satu-satunya rumah di RT 5, RW 6, Desa Kalitengah, yang masih ada. Kiri-kanan hunian mereka merupakan lahan kosong bekas rumah dirobohkan yang sudah lama ditinggal pemiliknya.

    Akses masuk ke rumah Suwadi juga terbilang sulit. Jalan setapak berupa galengan menjadi satu-satunya akses menuju rumah itu.

    Karena rumah terendam lumpur, mereka sulit ke mana-mana. Sepanjang hari, Suniakah lebih banyak menghabiskan waktu di ranjang. Sesekali dia pergi ke teras untuk mengeluarkan lumpur dari dalam rumah.

    Sementara itu, Suwadi juga sulit beraktivitas seperti biasa. Selain menemani sang istri, sesekali Suwadi memberi makan kambing-kambingnya.

    Suwadi mengatakan, selama dua hari terakhir banyak orang yang berkunjung ke rumahnya. Sebagian besar datang untuk membujuk Suwadi dan Suniakah agar mau mengungsi. Namun, semua tawaran itu ditolak.

    Menurut Suwadi, dirinya dan istri mau angkat kaki setelah mendapat ganti rugi atas rumah yang terendam lumpur. Dia menyatakan selama ini baru mendapat ganti rugi sebesar 20 persen.

    ’’Kalau sudah punya rumah baru, ya mau pindah. Kalau sekarang tidak punya rumah, mau pindah ke mana?’’ katanya.

    Meski bertahan di rumah, Suwadi dan Suniakah tidak pernah luput dari perhatian. Mereka tetap mendapat fasilitas layaknya warga yang mengungsi di Balai Desa Gempolsari. Misalnya, selimut, matras, dan logistik. ’’Kalau makan, ada yang mengantar tadi,’’ kata Suwadi.

    Sementara itu, kondisi Kantor Balai Desa Gempolsari tampak ramai kemarin. Kantor pemerintah desa tersebut dipadati para pengungsi dari RT 10, RW 2, Desa Gempolsari. Total ada 99 orang dari 24 kepala keluarga yang tinggal di 21 rumah.

    Semua perlengkapan evakuasi memang sudah lama disiapkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo. Setiap keluarga diberi satu matras. Setiap pengungsi juga mendapat selimut dan logistik.

    Meski demikian, suasana pengungsian tetap tidak senyaman rumah sendiri. Anggi Maulana mengatakan sudah tidak betah tinggal di pengungsian. Menurut siswa kelas V SDN Gempolsari itu, suasana di kantor balai desa terlalu ramai sehingga dirinya sulit belajar. ’’Berisik. Jadi tidak konsentrasi,’’ ucapnya.

    Sebagaimana diberitakan, lumpur menggenangi Desa Gempolsari dan Desa Kalitengah setelah tanggul titik 73B Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, jebol pada 31 November 2014. Tanggul tersebut jebol sepanjang empat meter.    

    BPLS berencana membangun tanggul baru yang menghubungkan tanggul titik 67 Desa Gempolsari dan titik 73 di Desa Kedungbendo.

    Tanggul baru itu nanti sepanjang 1,7 kilometer dengan ketinggian 5 meter. Sedangkan lebar tanggul 15 meter.

    Selama pengerjaan tanggul baru, BPLS telah menanggul sementara di titik 73 B. Tanggul tersebut juga dilengkapi sandbag dan sesek (anyaman bambu) untuk menghalau lumpur agar tidak mengalir ke timur (Desa Gempolsari).

    Sayangnya, hujan deras yang mengguyur Kota Delta Selasa malam (15/12) mengakibatkan tanggul sementara itu ambles. Akibatnya, aliran lumpur mengalir deras ke Desa Gempolsari. (rst/c7/c4/ib)

    Sumber: http://www.jawapos.com/baca/artikel/10431/Ketinggian-Lumpur-Mencapai-50-Cm

  • Pemerintah Akhirnya Talangi Utang Lapindo Rp 781 Miliar

    Pemerintah Akhirnya Talangi Utang Lapindo Rp 781 Miliar

    kompas basuki konpers

    JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah akhirnya menalangi kewajiban PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp 781 miliar dalam proses ganti rugi tanah korban semburan lumpur di dalam area terdampak. Hal ini diputuskan setelah Lapindo menyatakan tak lagi mampu membayar.

    “Sisanya Rp 781 miliar, Lapindo menyatakan tidak ada kemampuan untuk beli tanah itu. Akhirnya diputuskan pemerintah akan beli tanah itu,” ujar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono di Istana Kepresidenan, Kamis (18/12/2014).

    Pembayaran utang Lapindo itu akan menggunakan pos BA99 (dana taktis) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan tahun 2015. Meski ditalangi pemerintah, Basuki menuturkan, Lapindo tetap harus melunasi kewajibannya itu. Sebab, pemerintah juga turut menyita seluruh aset Lapindo sebagai jaminan.

    “Lapindo diberi waktu 4 tahun, kalau mereka bisa lunasi Rp 781 miliar kepada pemerintah, maka itu dikembalikan ke Lapindo. Kalau lewat, maka disita,” ungkapnya.

    Menurut dia, keputusan ini juga telah disepakati oleh CEO Lapindo Brantas Nirwan Bakrie. Basuki hari ini sudah mengontak langsung Nirwan melalui sambungan telepon. Skenario pelunasan utang ini pun akhirnya disepakati kedua belah pihak. “Tinggal di-follow up ke jaksa agung,” ucap Basuki.

    Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengungkapkan alasan pemerintah yang akhirnya turun tangan membayarkan utang Lapindo. Menurut Andi, ini tak lain karena ketidakjelasan yang dialami masyarakat selama 8 tahun. Menurut Andi, warga butuh kepastian dan negara harus hadir pada saat seperti itu.

    Andi mengatakan, pemerintah juga belum berpikir untuk menjatuhkan sanksi terhadap Lapindo akibat ketidakmampuannya membayar utang tersebut.

    “Presiden tidak berpikir, rakyat sudah menunggu. Fokus bagaimana caranya supaya harapan yang tertunda ini bisa dipenuhi. Itu saja fokusnya. Hal-hal lain terkait fairness dari Minarak Lapindo, kita pikirkan kemudian,” kata dia.

    Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang turut ikut dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo menyambut keputusan pemerintah itu. Menurut dia, dengan adanya pelunasan utang Lapindo oleh pemerintah, maka tindakan pembenahan tanggung oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) bisa dilakukan.

    “Ini keputusan bagus kementerian, peta terdampak berikan satu keleluasaan untuk pembenahan tanggul. Ini penting karena kalau luber akan jebol,” ujar pria yang akrab disapa Pakde Karwo itu.

    Sabrina Asril

    Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2014/12/18/1912022/Pemerintah.Akhirnya.Talangi.Utang.Lapindo.Rp.781.Miliar

  • Tanggul Lumpur Lapindo Jebol Lagi, Puncak Hujan Mengancam

    SIDOARJO, KOMPAS.com — Untuk kedua kali, dalam pekan ini, tanggul penahan lumpur Lapindo di titik 73B Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, jebol akibat diguyur hujan deras. Apabila hal ini tidak segera ditanggulangi, puncak musim hujan yang akan mulai awal Januari hingga Februari 2015 akan mengancam puluhan ribu warga.

    Pemantauan Kompas, Rabu (17/12/2014), menunjukkan, banjir lumpur semakin parah, mengalir ke permukiman warga di dua desa terdampak. Warga kembali mengungsi demi keselamatan dan kenyamanan mereka.

    ”Saya tak tahu persis kapan tanggul jebol lagi. Yang jelas hari Rabu ini, sewaktu melihat tanggul, kondisinya sudah berantakan. Mungkin karena diguyur hujan Selasa siang hingga petang kemarin,” ujar Warsito (45), warga Desa Kedungbendo, di Sidoarjo, Rabu.

    Lokasi tanggul yang bobol kali ini berada di sebelah selatan jebolan pada Minggu lalu. Lebar jebolan baru itu sekitar 3 meter dan menambah panjang yang lama, yang untuk sementara ditutup sesek (anyaman bambu) dan karung pasir. Material perbaikan darurat itu pun porak poranda tersapu aliran lumpur yang keluar dari tanggul yang jebol.

    Akibatnya, rumah warga di Desa Gempolsari dan Kalitengah kembali terendam banjir. Ketinggian air meningkat dibandingkan dengan banjir lumpur pada Selasa malam lalu. Material lumpur yang terbawa air juga semakin pekat.

    ”Sekarang ketinggian air bercampur lumpur sudah 1 meter lebih di dalam rumah. Padahal, sebelumnya tinggi banjir hanya 40 sentimeter hingga 80 sentimeter di dalam rumah dan 1 meter di luar rumah,” ujar Solihin (40), warga Gempolsari, saat ditemui di rumahnya.

    Lumpur yang keluar dari tanggul yang jebol tersebut juga mengalir ke Sungai Ketapang karena sempadan sungai ambrol di beberapa titik. Volume air di sungai pun terus bertambah hingga menyentuh permukaan dan meluber di beberapa tempat.

    Melihat banjir yang kian tinggi, warga Gempolsari dan Kalitengah memutuskan kembali mengungsi di Balai Desa Gempolsari. Mereka mengkhawatirkan keselamatan jiwanya.

    ”Sampai kapan kami harus hidup dikejar-kejar lumpur seperti ini. Harta benda habis dan rumah juga makin lapuk, temboknya terendam banjir,” kata Askanah (65), warga yang mengungsi.

    Bertahan

    Kepala Desa Gempolsari Abdul Haris mengatakan, jumlah pengungsi mencapai 100 orang yang didominasi kaum ibu, warga lanjut usia, dan anak-anak. Malam hari mereka berkumpul di pengungsian dan pada siang hari beraktivitas biasa seperti bekerja atau membersihkan rumah.

    ”Kendati begitu, masih ada yang nekat bertahan di rumahnya yang sudah terkepung banjir lumpur. Alasannya, mereka menunggu rumah, takut barangnya hilang,” kata Haris.

    Pasangan Suwadi (85) dan Saniakah (65), misalnya, meminta pembayaran ganti rugi dilunasi terlebih dahulu agar mereka bisa pindah ke tempat yang lebih layak huni.

    Bupati Sidoarjo Saiful Illah berencana menemui Presiden Joko Widodo bersama Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Dia akan menunjukkan foto kondisi warga korban lumpur yang menderita dan tanggul yang kritis.

    ”Saya akan ke Jakarta dipanggil Presiden Jokowi. Akan saya sampaikan semua keluhan warga agar pelunasan ganti rugi segera terselesaikan,” ujar Saiful.

    Puncak hujan Januari

    Kepala Kelompok Analisis dan Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Juanda, Surabaya, Taufik Hermawan mengatakan, rata-rata hujan di Sidoarjo terjadi pada siang atau malam hari. Intensitasnya termasuk ringan hingga sedang. Curah hujan ringan rata-rata 1-5 milimeter (mm) per jam atau 5-20 mm per hari.

    ”Curah hujan masuk dalam kategori sedang apabila 5-10 mm per jam atau 20-50 mm per hari. Lama hujan rata-rata 20-60 menit. Kecuali beberapa daerah di Jawa Timur, seperti Pulau Bawean, lama hujan bisa 3-4 jam,” tutur Taufik.

    Puncak musim hujan yang ditandai dengan hujan lebat dan sangat lebat akan terjadi mulai awal Januari hingga Februari 2015. Saat itu, rata-rata curah hujan mencapai 20 mm per jam atau 100 mm per hari.

    Taufik mengingatkan, hujan lebat berpotensi terjadi karena ada pengaruh tidak langsung dari siklon tropik Hagupit di Filipina yang mengakibatkan terjadi konvergensi awan di langit Jawa Timur. Konvergensi akan memicu pertumbuhan awan hujan yang sangat banyak.

    Hujan yang terus turun bisa menyengsarakan korban lumpur Lapindo di Sidoarjo. Ada sekitar 40.000 warga yang terancam banjir dari kolam lumpur Lapindo, terutama saat puncak musim hujan.

    Apalagi, sejumlah titik tanggul kini rawan jebol, sementara antisipasi bencana masih minim. (NIK/ANG/DIA)

    Sumber: http://regional.kompas.com/read/2014/12/18/16064201/Tanggul.Lumpur.Lapindo.Jebol.Lagi.Puncak.Hujan.Mengancam

  • Luberan Lumpur Lapindo Mencapai Luas 650 Hektare

    Metrotvnews.com, Sidoarjo: Lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur, masih keluar dari pusat semburan dengan kekuatan yang fluktuatif. Lumpur pertama kali menyembur dari area eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc itu pada Mei 2006.

    Semula lumpur muncul di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong. Kemudian luberan lumpur menyebar hingga luasnya mencapai 650 Hektare.

    Dari pantauan udara, Kamis (18/12/2014), lumpur panas terus keluar dari pusat semburan. Setiap hari, lumpur keluar dengan volume mencapai 50 ribu meter kubik.

    Endapan lumpur memenuhi kolam penampungan. Celakanya, semua kolam sudah penuh. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pun berupaya keras membuang lumpur ke Kali Porong.

    Luberan lumpur cenderung mengalir ke kolam penampungan di sisi selatan. Kemudian lumpur disedot dan dialirkan ke Kali Porong.

    Sebenarnya, masih ada kolam penampungan cukup luas di Kecamatan Jabon. Namun lumpur sulit diarahkan ke sana. Sebab, lokasinya lebih tinggi dari kolam penampungan lainnya.

    Untuk menanganinya, BPLS pun membuat tanggul baru di Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin. Lokasinya berada di sisi utara dari pusat semburan.

    Heri Susetyo

    Sumber: http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/18/333650/luberan-lumpur-lapindo-mencapai-luas-650-hektare

  • Jokowi Bahas Ganti Rugi Korban Lapindo Hari Ini

    Jokowi Bahas Ganti Rugi Korban Lapindo Hari Ini

    TEMPO.CO, Surabaya – Presiden Joko Widodo hari ini, Kamis, 18 Desember 2014, rencananya menerima Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Bupati Sidoarjo Saiful Illah. Pertemuan tersebut membahas mekanisme pelunasan ganti rugi warga korban lumpur Lapindo sebesar Rp 781 miliar.

    Agenda pertemuan itu telah diungkap Soekarwo sehari sebelumnya di kantornya di Grahadi, Surabaya. Saiful Illah juga mengungkap agenda yang sama ketika berbicara dengan warganya pada Rabu, 17 Desember 2014. Adapun hari ini, Kamis siang, seorang staf di Grahadi mengatakan Pakde Karwo–sapaan Soekarwo–sudah berada di Jakarta.

    Soekarwo sempat menuturkan Presiden Jokowi juga memanggil Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk pertemuan yang sama.

    Sebelumnya, Soekarwo menyatakan, pada masa kepemimpinan Presiden Sudilo Bambang Yudhoyono, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo merekomendasikan agar sisa ganti rugi warga diambil alih pemerintah pusat. Caranya, pemerintah–menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara–membeli aset warga secara langsung.

    Belakangan, muncul kabar bahwa mekanisme pembayaran sisa ganti rugi senilai Rp 781 miliar itu yakni pemerintah membeli aset milik Lapindo Brantas ataupun juru bayarnya, PT Minarak Lapindo Jaya. Begitu Lapindo pegang uang, sisa ganti rugi warga diharapkan bisa langsung dibayarkan.

    Warga korban selama ini menuntut pembayaran tersebut. Mereka bahkan menghadang akses BPLS ke kolam lumpur demi memperjuangkan ganti rugi itu.

    Sebagian blokade tersebut akhirnya berhasil ditembus dengan pengawalam aparat keamanan. BPLS kini bekerja memperbaiki dan memperkuat tanggul, berlomba dengan datangnya puncak musim hujan. Beberapa titik tanggul yang jebol di sisi selatan telah menyebabkan Kali Ketapang kelebihan kapasitas hingga mudah meluap dan beberapa desa menyusul tenggelam.

    EDWIN FAJERIAL

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/12/18/173629400/Jokowi-Bahas-Ganti-Rugi-Korban-Lapindo-Hari-Ini

  • Dapur Umum Mulai Berdiri untuk Pengungsi Korban Lapindo

    suarasurabaya.net – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sidoarjo, kini mulai mendirikan posko dapur umum untuk pengungsian warga korban lumpur Lapindo Desa Gempolsari RT 10 RW 2 Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo.

    “Dapur umum ini sudah siap dari semalam, sekarang mau memasak makan siang untuk warga korban Lapindo yang ada di pengungsian Kantor Balai Desa Gempolsari,” kata Muhammad Novianto anggota Tagana Kabupaten Sidoarjo, kepada suarasurabaya.net, Kamis (18/12/2014).

    Novianto mengatakan, anggota yang berada di posko dapur umum Desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin sebanyak lima orang. Hal itu nantinya akan dilakukan sistem bergiliran.

    “Dapur umum ini akan terus disiagakan. Untuk menu makan tiap hari akan terus berubah,” ujar dia.

    Perlu diketahui, warga Desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin yang berada di pengungsian Balai Desa Gempolsari merupakan korban lumpur Lapindo masuk peta area terdampak yang hanya mendapatkan pembayaran 20 persen dan masih kurang 80 persen. Bahkan, ada belum menerima pembayaran cicilan sama sekali dari PT Minarak Lapindo Jaya. (riy/ipg)

    Bruriy Susanto

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2014/144906-Dapur-Umum-Mulai-Berdiri-untuk-Pengungsi-Korban-Lapindo

  • Dua Bukti Kelalaian Bakrie di Lapindo

    Dua Bukti Kelalaian Bakrie di Lapindo

    KATADATA – Desakan Presiden Joko Widodo kepada PT Minarak Lapindo Jaya untuk membayar sisa ganti rugi korban lumpur memunculkan kembali kontroversi penyebab semburan yang menenggelamkan Kecamatan Porong, Sidoarjo itu. Apalagi, belakangan muncul wacana pemerintah akan membeli aset Lapindo supaya perusahaan itu memiliki dana untuk membayar ganti rugi.

    Meski pengadilan menyatakan semburan lumpur disebabkan faktor alam (gempa Yogya), sejumlah dokumen justru mengatakan sebaliknya. Surat Medco kepada Lapindo Brantas Inc. delapan tahun silam yang dimiliki Katadata, misalnya, mengindikasikan bencana semburan lumpur panas Lapindo merupakan akibat faktor manusia alias kelalaian dalam proses pengeboran.

    Dokumen kedua adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007. Laporan BPK menyebutkan indikasi inkompetensi kontraktor pengeboran, antara lain tidak berpengalaman, kualitas kru yang rendah, serta kualitas peralatan di bawah standar. PT ETTI, yang menjadi konsultan BPK, juga melaporkan sejumlah kelalaian pengeboran.

    Sumber: http://katadata.co.id/infografik/2014/12/17/dua-bukti-kelalaian-bakrie-di-lapindo

  • Kena Lumpur Lapindo, Puluhan Warga Mengungsi Lagi

    TEMPO.CO, Sidoarjo – Puluhan warga korban Lapindo di Desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur terpaksa dievakuasi setelah rumah mereka tergenangi air lumpur pada Selasa malam, 16 Desember 2014. “Malam ini juga kami evakuasi, terutama anak-anak dan ibu-ibu yang kami bawa ke balai desa,” kata Kepala Desa Gempolsari, Abdul Haris, kepada Tempo.

    Menurut Haris masih ada 100 warga Gempolsari yang tinggal di rumahnya, meski kawasan itu sudah ditetapkan sebagai area terdampak lumpur Lapindo. Mereka berasal dari 24 kepala keluarga yang menempati 20 rumah. “Mereka harus kami evakuasi karena ketinggian air sudah mencapai 40 sentimer dari permukaan tanah,” ujar Haris.

    Air yang menggenangi perumahan warga itu berasal dari Kali Ketapang yang sudah mulai meluber. Air juga berasal dari pusat semburan dan mengalir ke tanggul yang jebol di titik 73 B. Haris mengatakan ada pula aliran air yang berasal dari titik 68 Desa Gempolsari.

    Namun yang paling berbahaya adalah hujan deras, sehingga air lumpur yang ada di dalam kolam penampungan naik dan mengalir ke perumahan. Haris mengatakan karena hujan deras, debit air di Kali Ketapang dan kolam penampungan terus meningkat.

    Susianto, salah satu warga korban lumpur Lapindo mengatakan awalnya menolak untuk dievakuasi. Namun karena tidak memiliki tempat tinggal, mereka menuruti rencana kepala desa tersebut. “Mau gimana lagi, terpaksa kami turuti,” kata dia.

    Berdasarkan pantauan Tempo, sebagian besar warga Gempolsari hingga kini masih sibuk dengan evakuasi barang-barang milik mereka. Mereka bersedia tinggal di kantor balai desa meskipun dengan peralatan seadanya. Evakuasi di balai desa masih terus berlanjut hingga seluruh barang bisa dipindahkan.

    MOHAMMAD SYARRAFAH

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/12/16/058629005/Kena-Lumpur-Lapindo-Puluhan-Warga-Mengungsi-Lagi

  • Pemerintah akan Ambil Alih Utang Lapindo

    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Basuki Hadimuljono mengatakan pemerintah akan mengambil alih utang milik PT Minarak Lapindo Jaya terhadap warga terdampak lumpur Lapindo. Dengan begitu, Lapindo nantinya harus membayar utangnya kepada pemerintah.

    “Jadi nanti ada kajian Kumham jadi kita paksa Lapindo untuk bayar. Maksa-maksa itu kan dari dulu kek gitu terus makanya nanti kita ambil alih dulu lalu Lapindo bayar. Jadi akhirnya Lapindo bayar ke pemerintah,” katanya di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Senin (15/12). 

    Menurutnya, jika pemerintah tinggal diam dan membiarkan kondisi ini, maka pemerintah telah melakukan diskriminasi terhadap masyarakat Indonesia. Pasalnya, pemerintah telah membayarkan ganti rugi terhadap korban lumpur di luar Peta Area Terdampak (PAT). 

    Sedangkan, Lapindo belum menyelesaikan jual beli tanah korban lumpur di dalam area terdampak senilai Rp 781 miliar. Menurutnya, jika pemerintah tidak segera bertindak dan mengambil terobosan, maka yang ada hanya janji-janji pembayaran dari Lapindo.

    Lanjutnya, anggaran untuk jual beli tanah para korban lumpur ini pun masih akan dibahas. Namun, jika berdasarkan dengan kesepakatan sebelumnya, pembayaran akan dilakukan berdasarkan APBN 2015. 

    “Makanya tadi saya bilang tapi kalau paksa-paksa ini makanya kita beli dulu nanti dia yang bayar,” jelasnya.  

    Ia menjelaskan, jika Lapindo tidak dapat membayar ganti rugi ke pemerintah, maka pemerintah dapat menyita aset milik Lapindo. Seperti diketahui, korban lumpur di dalam area terdampak menjadi tanggung jawab Lapindo. Sedangkan korban di luar area terdampak ditanggung oleh pemerintah. 

    Namun, karena Lapindo mengalami kesulitan keuangan, maka tak semua korban di dalam area terdampak mendapat ganti rugi. Sedangkan, korban di luar area terdampak sudah mendapat ganti rugi dari pemerintah.

    Dessy Suciati Saputri

  • Ganti Rugi Lapindo Masih “Tarik-Ulur”

    Jakarta – Pemerintah nampaknya belum satu suara perihal ganti rugi lahan warga korban lumpur Lapindo di Peta Area Terdampak (PAT). Hal itu terlihat dari perbedaan pendapat antara Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) dengan Menteri Pekerjaan Umum (PU) dan Perumahan Rakyat (Pera) Basuki Hadimuljono.

    Ditemui di kantor Wapres, Jakarta, Senin (15/12), Basuki mengatakan pemerintah akan membayar ganti rugi lahan warga yang seharusnya menjadi tanggung jawab PT Minarak Lapindo Jaya yang jumlahnya mencapai Rp 781 miliar.

    “Komunikasi dengan pak Seskab (Sekretaris Kabinet) itu, kalau dengan statement pak JK itu kan. Asetnya mau dibeli Lapindo disitu kalau mau dibeli pemerintah kan, pemerintah ambil alih lapindo. Pemerintah bantu beli Lapindo agar mereka bisa kembalikan ke rakyat,” kata Basuki.

    Selain itu, lanjut Basuki, pembelian tanah tersebut demi asas keadilan. Mengingat, tanah warga yang berada di luar daerah terdampak sudah diganti oleh pemerintah.

    Tetapi, Basuki menegaskan pemerintah akan berupaya mendesak PT Minarak Lapindo untuk memenuhi kewajibannya membeli tanah warga yang terdampak terlebih dahulu.

    Meskipun, Basuki mengaku pesimis PT Minarak Lapindo akan memenuhi kewajibannya mengingat telah dipaksa sejak dahulu tetapi tak juga dipenuhi kewajibannya.

    “Maksa itu kan dari dulu seperti itu terus, makanya nanti kita ambil alih dulu. Lalu Lapindo bayar. Jadi, akhirnya Lapindo bayar ke pemerintah,” ujarnya.

    Oleh karena itu, Basuki menegaskan dari pada rakyat sengsara, biarlah Minarak Lapindo yang berhutang kepada pemerintah. Dengan konsekuensi, penyitaan aset jika Minarak tidak mampu membayar hutang ke pemerintah.

    Ketika ditanya sumber dananya, Basuki mengatakan akan mengambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2015.

    “Kalau anggaran itu 2015 tapi kalau disepakati. Kalau berdasarkan yang dulu itu ada di APBN 2015. Harus ada terobosan. Kalau tidak, ya gini gini saja (Minarak Lapindo) janji terus,” ungkapnya.

    Tunggu Keputusan Politis

    Namun, Basuki mengatakan keputusan mengambil alih kewajiban PT Minarak Lapindo tersebut masih akan menunggu keputusan politis karena terkait politik anggaran.

    Tetapi, Basuki kembali mengingatkan dalam konstitusi diatur bahwa pemerintah tidak boleh membiarkan rakyatnya menderita.

    Sebelumnya, JK menegaskan pemerintah belum menganggarkan dana untuk mengganti rugi lahan warga korban lumpur Lapindo di PAT, dalam APBN Perubahan tahun 2015.

    “Belum ada (APBN-P 2015), siapa bilang sudah ada, kan baru rencana. Silahkan saja kalau baru rencana tetapi belum ada,” kata JK beberapa waktu lalu.

    Bahkan, JK menjelaskan bahwa perkara lapindo bukanlah ganti rugi. Melainkan, jual beli tanah. Sehingga, jika kembali pulih maka PT Minarak Lapindo Jaya yang diuntungkan karena luas tanahnya mencapai 1.000 hektar.

    “Karena itu (jual-beli) transaksi tidak mungkin transaksi diambil pemerintah. Lapindo pada waktu itu membeli tanah dengan harga 3 atau 4 kali lipat tetapi kalau itu berhenti langsung lapindo kaya lagi karena dapat 1.000 hektar lahan kan,” ungkap JK.

    Padahal, MK dalam putusan pada Maret 2014 lalu, memang mengabulkan permohonan enam orang korban lumpur Lapindo yang berada dalam wilayah PAT. Sehingga, intinya MK meminta negara dengan kekuasaan yang dimiliki untuk menjamin dan memastikan pelunasan ganti rugi korban di dalam PAT.

    Selama ini korban di dalam PAT menjadi tanggung jawab PT Minarak Lapindo, sedangkan korban di luar PAT oleh pemerintah. Namun, karena Lapindo sudah kehabisan dana, maka belum semua korban di dalam PAT mendapat ganti rugi. Sementara korban di luar PAT sudah mendapat ganti rugi dari pemerintah. (N-8/YUD)

    Sumber: http://www.beritasatu.com/nasional/233527-ganti-rugi-lapindo-masih-tarikulur.html

  • Komisi 5 DPR RI Blusukan ke Warga Korban Lumpur Lapindo

    Surabayanews.co.id – Anggota Komisi 5 DPR RI, Sungkono mendatangi korban lumpur Lapindo di tanggul titik 42 dari empat desa Peta Area Terdampak (PAT). DPR RI akan mengusahakan ganti rugi korban Lapindo agar dimasukkan dalam anggaran APBN perubahan awal tahun 2015. Sementara korban Lapindo berharap agar pelunasan ganti rugi melalui APBN-P tidak hanya sekedar janji-janji saja.

    Mendengar informasi akan dikunjungi oleh Komisi 5 DPR RI, warga korban lumpur pun berkumpul di titik 42. Sungkono pun menjelaskan soal ganti rugi yang rencananya akan dibayar oleh pemerintah pusat melalui Perubahan APBN tahun 2015.

    “Anggaran ganti rugi korban lumpur Lapindo akan diusahakan dimasukkan dalam APBN Perubahan awal tahun 2015. Namun apakah anggaran tersebut bisa terealisasi atau tidak karena persoalan politik antara KMP dan KIH,” jelas anggota Komisi 5 DPR RI, Sungkono.

    Sementara itu korban lumpur Lapindo saat ini sudah tidak percaya lagi dengan janji-janji yang diberikan. Sebab saat ini korban lumpur hanya mau ganti rugi dan tidak mengurusi soal masalah politik yang ada di pemerintah pusat.

    APBN tahun 2015 sendiri pemerintah tidak mencantumkan anggaran untuk ganti rugi korban lumpur Lapindo. Satu-satunya peluang agar ganti rugi korban Lapindo bisa segera dibayar melalui APBN Perubahan 2015. Namun jika dalam APBN Perubahan anggaran untuk ganti rugi tidak tercantum maka nasib korban lumpur Lapindo masih belum jelas kembali. (ris/rid)

    Sumber: http://surabayanews.co.id/2014/12/15/12699/komisi-5-dpr-ri-blusukan-ke-warga-korban-lumpur-lapindo.html

  • Grup Bakrie Restrukturisasi Utang Hingga Rp 69 T

    Jakarta – Sebanyak enam emiten Grup Bakrie akan merestrukturisasi utangnya hingga senilai US$ 5,4 miliar atau sekitar Rp 69,2 triliun pada 2015. Beberapa opsi restrukturisasi yang ditawarkan kepada kreditor antara lain konversi utang menjadi saham (debt to equity swap), perpanjangan jatuh tempo, dan penurunan bunga.

    Enam emiten tersebut adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT Bakrieland Development Tbk (ELTY), PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS). Per Juni 2014, total utang jangka pendek dan jangka panjang emiten-emiten tersebut sekitar Rp 84,5 triliun.

    Perusahaan batubara milik Grup Bakrie, yaitu Bumi Resources, memiliki nilai restrukturisasi utang terbesar mencapai US$ 3,7 miliar atau setara Rp 47,3 triliun. Selanjutnya, perusahaan perkebunan kelapa sawit, Bakrie Plantations, yang akan merestrukturisasi utang sebesar US$ 680 juta atau sekitar Rp 8,5 triliun.

    Adapun nilai restrukturisasi utang Bakrie Telecom, operator telekomunikasi dengan merek dagang Esia, mencapai US$ 380 juta (Rp 4,7 triliun). Perseroan siap mengamortisasi dan menukar utang wesel senior tersebut dengan saham.

    Selain Bakrie Telecom, Bakrie & Brothers juga berencana menukar utang dengan saham perseroan. Nilai share swap perusahaan investasi milik Grup Bakrie tersebut sekitar Rp 4,5- Rp 5,3 triliun.

    Sementara itu, Bakrieland yang merupakan perusahaan properti sedang memproses restrukturisasi obligasi sebesar US$ 155 juta (Rp 1,9 triliun). Sedangkan perusahaan emas dan mineral, Bumi Minerals, siap merestrukturisasi utang senilai US$ 100 juta (Rp 1,2 triliun) dengan cara memperpanjang jatuh tempo.

    Manajemen Bumi Resources menyatakan, pihaknya tengah berdiskusi dengan para kreditor soal skema restrukturisasi. Beberapa opsi yang bisa ditempuh antara lain penjualan aset, tukar saham, pemangkasan kupon obligasi, dan perpanjangan jatuh tempo.

    “Dalam enam bulan, proposal sudah harus dipresentasikan di hadapan pengadilan. Kami optimistis rencana ini dapat direalisasikan dalam waktu yang singkat,” kata Direktur Bumi Resources Andrew Beckham.

    Sementara itu, Bakrie Plantations mengharapkan kesepakatan dengan kreditor tercapai pada awal 2015. Sesuai rencana, perseroan akan merestrukturisasi utang sebesar US$ 200 juta kepada Credit Suisse, surat utang berbasis saham (equity linked notes) senilai US$ 80 juta, dan pinjaman konsorsium bank sebesar US$ 400 juta.

    Direktur Keuangan Bakrie Plantations Balakhrisnan Chandrasekaran mengatakan, perseroan mengajukan perpanjangan jatuh tempo menjadi 8-10 tahun. Sedangkan tingkat suku bunga diharapkan turun menjadi sekitar London Inter-Bank Offered Rate (LIBOR) plus 5 persen dari sebelumnya LIBOR plus 9 persen pada pinjaman onshore. “Namun, semua ini belum final,” kata dia.

    Sementara itu, Bakrie & Brothers siap menukar saham perseroan minimal 30 persen untuk melunasi utang sebesar Rp 4,5-5,2 triliun. Nilai share swap itu setara 60-70 persen dari total restrukturisasi utang senilai US$ 600 juta atau sekitar Rp 7,4 triliun.

    Direktur Keuangan Bakrie & Brothers Eddy Soeparno mengatakan, program debt to equity swap akan dilakukan melalui mekanisme penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (non-HMETD) atau non-preemptive rights issue.

    “Porsi saham dan utang yang akan ditukar masih dalam tahap finalisasi. Namun, melihat nilai utang yang cukup tinggi, kemungkinan jumlah saham yang akan ditukar juga bisa lebih besar dari 30 persen,” ujar Eddy.

    Sementara itu, sisa utang sebesar Rp 2,2-2,9 triliun atau 30-40 persen dari total utang akan dilunasi dengan pembayaran tunai. Pelunasan ini dilakukan dengan cara memonetisasi sejumlah aset perseroan.

    Lebih lanjut, Bakrie Telecom siap menukar sebanyak 53 persen saham perseroan dengan utang wesel senior senilai US$ 266 juta. Nilai share swap tersebut setara 70 persen dari total utang wesel yang mencapai US$ 380 juta.

    “Dengan harga pelaksanaan sebesar Rp 200 per saham, perseroan siap mengkonversi sekitar 50 persen saham,” kata Direktur Utama Bakrie Telecom Jastiro Abi.

    Pelunasan

    Di sisi lain, emiten Grup Bakrie lainnya, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) berniat melunasi pinjaman senilai US$ 200 juta kepada Farallon Capital. Sesuai rencana, perusahaan migas tersebut akan menggunakan pinjaman bank untuk refinancing utang tersebut.

    Saat ini, perseroan tengah bernegosiasi dengan Credit Suisse dan Deutsche Bank untuk mendapatkan pinjaman baru. Perseroan berharap dapat memperoleh bunga sebesar 11 persen atau lebih rendah dibandingkan bunga pinjaman yang lama sebesar 18 persen per tahun.

    Sementara itu, perusahaan media milik Grup Bakrie, PT Visi Media Asia Tbk (VIVA), akan mempercepat pelunasan utang senilai total US$ 220 juta (Rp 2,6 triliun) kepada Credit Suisse. Perseroan akan membayar US$ 110 juta atau sekitar 50 persen dari jumlah utang, dengan dana hasil emisi obligasi. Sisanya akan dibiayai oleh dana hasil penjualan saham anak usahanya, PT Intermedia Capital Tbk (MDIA).

    Antonia Timmerman/FMB

    Sumber: http://www.beritasatu.com/pasar-modal/233361-grup-bakrie-restrukturisasi-utang-hingga-rp-69-t.html

  • Derita Tiada Henti Korban Lapindo

    Liputan MetroTV tentang kasus Lapindo yang berlarut-larut: