Blog

  • Kasus Hambalang Tidak Separah Lapindo

    Kasus Hambalang Tidak Separah Lapindo

    Oleh: Ndhy rezha

    siaga ogoh-ogoh Bakrie

    Korupsi kasus korupsi! Mungkin inilah kasus kejahatan yang paling mendapat sorotan dari berbagai kalangan masyarakat baik itu pers maupun para pakar hukum dan politik di negara ini, terlebih yang terlibat di dalamnya adalah nama-nama besar yang sangat dikenal oleh masyarakat kita.

    Seperti halnya dengan apa yang menimpa Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh. Ketiga politisi Partai Demokrat ini terlibat dalam kasus yang sama hingga cacian dan makian masyarakat tak pelak lagi membanjiri setiap ruang yang terisi oleh nama mereka bertiga.

    Namun benarkah kasus Hambalang pantas untuk mendapat perhatian yang lebih ketimbang kasus-kasus kejahatan lainnya? Ada hal yang unik ketika media mengangkat kasus korupsi yang melibatkan nama-nama besar. Media seolah menyatukan antara pandangan atas kerugian material dan sisi moralitas. Artinya pandangan atas rusaknya moral dari para koruptor dihitung berdasar pada jumlah kerugian yang diakibatkan kasus korupsi yang dilakukan.

    Meskipun mencuri tetap mencuri seberapa pun besar nilai dari barang yang diambil, namun hal ini wajar-wajar saja, bila ditilik dari pandangan masyarakat tentang kasus-kasus kejahatan lainnya semacam pembunuhan yang ‘level’ kerusakan moralnya dinilai dari alasan melakukan pembunuhan, jumlah korban hingga bagaimana cara pelaku menghabisi korban.

    Jika kita telah setuju dengan pandangan seperti ini maka ada kasus yang lebih tidak bermoral daripada kasus Hambalang sebab kerugian yang dihasilkan tidak terhitung jumlahnya bahkan sisi kemanusiaan dan lingkungan seolah terabaikan.

    Namun mengapa kasus ini bak tenggelam ke dalam lumpur panas yang keluar tanpa henti?

    Lapindo, saya sempat berpikir bila ini adalah kejahatan paling fenomenal yang pernah terjadi namun tidak ada pelaku yang dinilai bertanggung jawab atas perkara ini. Awalnya saya berpikir bila kasus ini telah selesai, padahal faktanya kasus Lapindo tidak pernah dimejahijaukan, meskipun telah ada beberapa nama yang ditetapkan sebagai tersangka, namun kasus ini seolah lenyap bak ditenggelamkan oleh lumpur. Bagaimana bisa kasus sebesar ini tenggelam begitu saja?

    Bila kerugian negara akibat kasus Hambalang yang ditaksir mencapai 463 milliar berdasarkan pada laporan BPK yang disampaikan oleh ketuanya Hadi Purnomo pada 4 september 2013 lalu, maka nilai tersebut hanya secuil bahkan setitik dari tingkat kerusakan lingkungan dan kerugian akibat genangan lumpur lapindo yang menenggelamkan lebih dari 16 desa di Sidoarjo, Jawa Timur.

    463 Milliar vs kerusakan lahan pertanian seluas 198 ha, lebih dari 1.873 orang yang kehilangan mata pencaharian dan lebih dari 8.000 jiwa kehilangan tempat tinggal akibat dampak dari lumpur ini. Belum lagi kerugian-kerugian materil dan nonmateril lain yang tidak terhitung nilainya.

    Tuntutan atas penuntasan kasus Hambalang tidak lain merupakan bagian dari skenario untuk mendiskreditkan pemerintah. Momentum Hambalang digunakan untuk semakin memperburuk citra pemerintah di mata publik, faktanya kasus korupsi yang selalu dikaitkan dengan sosok presiden SBY ini seolah menjadi masalah yang paling menarik perhatian di tengah masalah besar lain yang seolah terabaikan.

    Seperti kita ketahui bersama, kasus Lumpur Lapindo bermula pada 29 mei 2006 silam. Kesalahan pengeboran di kawasan sumur gas milik Lapindo Brantas inc menyebabkan semburan lumpur dengan volume 100.000 meter kubik setiap harinya, hingga membentuk sebuah danau lumpur yang menutupi lebih dari 198 ha lahan warga dari 16 desa. Namun pemberitaan kasus ini seolah ragu-ragu hingga pada 2007 pasca pengumuman ganti rugi oleh pihak Lapindo Brantas atas kerugian yang diakibatkan aktivitas mereka, kasus Lapindo sangat jarang dipublikasikan.

    Padahal kasus ini belum sekalipun dibawa ke persidangan. Masalah yang selalu diangkat justru lebih diberatkan pada ganti rugi lahan yang seolah melupakan sisi kerusakan lingkungan akibat dampak dari bencana tersebut. Bahkan ketika proses ‘ganti rugi’ yang juga bermasalah pemberitaan atas Lapindo masih saja ‘kikir’ sebab hanya beberapa kali tayang dan kemudian kembali lenyap begitu saja. Bandingkan dengan pemberitaan atas kasus korupsi?

    Media seolah mengabaikan ‘asas praduga tak bersalah’ dari para petinggi negara maupun parpol yang dianggap terlibat dalam kasus korupsi. Pemberitaan atas kasus korupsi seolah membuat seorang terduga menjadi terpidana. Permainan psikologi ini telah dilakukan beberapa media dengan sangat alot sejak kasus korupsi mulai merebak di kalangan petinggi parpol negara ini.

    Bandingkan dengan kasus penyelewengan pajak yang menyeret nama Gayus Tambunan. Sosok Gayus sangat fenomenal sebab meski di dalam penjara ia masih bisa melakukan suap kepada beberapa sipir penjara untuk pergi berlibur keluar negeri dan bahkan menonton tenis di Bali dengan memakai wig dan kacamata untuk menyamarkan wajahnya dari pengamatan.

    Untuk catatan: Gayus terlibat dalam kasus penyelewengan pajak yang melibatkan beberapa nama perusahaan besar termaksud perusahaan milik salah satu petinggi parpol yang juga ikut menonton tenis di bali pada waktu bersamaan saat Gayus juga berada di sana. Namun hal ini tidak pernah diselidiki dengan seksama, ketika Gayus tertangkap kembali semua berakhir tidak ada alasan mengapa Gayus berada di Bali. Apa memang ia hoby tennis?

    Lalu apa hubungan antara Gayus, Hambalang, dan Lapindo? Secara teknis opini kita tentang ketiga kasus ini dibentuk oleh satu media! Media yang selalu kita anggap terpercaya sebab berhasil melakukan distorsi sosial atas pandangan kita terhadap kinerja pemerintah.

    Sumber: http://www.siaga.co/news/2014/01/15/kasus-hambalang-tidak-separah-lapindo/

     

  • Bakrie beli Path, Netizen ingatkan Kasus Lapindo!

    Solopos.com, SOLO – Bakrie Group membeli saham jejaring sosial Path. Reaksi keras diberikan netizen menanggapi gelontoran dana yang dikeluarkan Grup Bakrie Global untuk berinvestasi di jejaring sosial, Path. Bakrie dianggap melalaikan utangnya ke korban lumpur Sidoarjo dan malah menggunakan uangnya untuk berinvestasi.

    Sebagaimana diberitakan Solopos.com sebelumnya, Sabtu (11/1/2014), Path baru saja mendapat duit sebanyak sekitar Rp 300 miliar dari pemodal baru asal Indonesia, Grup Bakrie Global. Kabar ini langsung disambar netizen dan segera menjadi salah satu trending topic di Twitter. Alih-alih merasa bangga pegguna twitter justru “gerah” dengan pergerakan yang dilakukan Grup Bakrie Global itu.

    “Itu Bakrie duitny ga abis2 yak?beli saham path $25 million,alamaakk! Lumpur lapindo apa kabar?” kicau @mlnia

    “Jadi ceritanya path udah di beli bakrie ya ? Hmm terus yang masalah hutang lapindo gimana om?” kata akun @RahvyAffarhouk

    “Jadi bakrie pemegang terbesar saham path? Utang dulu dibayar, kasian masyarakat indonesia raya,” sebut Manda Budi Pratiwi melalui akun Twitternya.

    Beberapa pengguna bahkan menyarankan untuk memboikot Path.

    “Hmmmm…. never mind, don’t use Path anyway,” @Inggitainggit

    “Boikot aja, di uninstall, daripada kena spam iklan politik,” ungkap @LPNikei

    “Bbrp tweetizen terpantau hendak uninstall path krn mrs malu pasca pendanaan yg dilakukan Bakrie. Bbrp lainnya malu krn ketahuan visit mantan,” kata @MbakNyai setengah bercanda.

    Sumber: http://www.solopos.com/2014/01/11/bakrie-beli-path-netizen-ingatkan-kasus-lapindo-481377

  • Produk murah China menggempur Tanggulangin

    Produk murah China menggempur Tanggulangin

    kontan sentra tas tanggulangin 2Kontan – SIDOARJO. Baru pulih dari imbas bencana semburan lumpur Lapindo, industri tas dan koper Tanggulangin harus berhadapan dengan serbuan impor asal China. Harga jual yang miring menyebabkan  pelanggan beralih memburu produk buatan China ketimbang made in lokal.

    Apalagi, model-model tas produk impor  jauh lebih cantik, sehingga kerap kali  membuat pelanggan jatuh hati. Selain  itu, warnanya juga menarik dan terlihat  mewah, meskipun terbuat dari kulit  sintesis. Kebanyakan, produk impor yang  paling banyak masuk adalah tas wanita  dan ikat pinggang.

    “Kalau barang impor terus masuk, tenaga  terampil di sini tidak siap bersaing,  pasar kami akan dimakan luar negeri  semua terutama China,” keluh HM Kasdu,  pemilik usaha Jawa Centrum.

    Tas impor yang makin populer membuat  pemilik toko di Tanggulangin, mau tak  mau harus menyediakan produk impor  tersebut. Padahal, kata Imam Zultoni,  pemilik Sultan Collection, secara  kualitas, buatan lokal masih lebih bagus daripada impor. Sebab, produk lokal menggunakan kulit sapi asli dan  bahannya lebih tebal daripada produk  yang impor.

    “Produk impor cepat rusak tapi orang  lebih suka impor jadi saya jual juga  untuk melengkapi isi toko dan memenuhi  permintaan pembeli,” kata Imam.

    Selain produk jadinya, impor alat  produksi dari China pun semakin merajai  industri pembuatan tas dan koper di  Tanggulangin. Dulu, rata-rata, tas  dibuat dalam produksi rumahan dan dibuat  secara manual. Kini, semakin banyak  perajin yang menggunakan mesin dari  China.

    Kelebihan mesin asal China adalah  pengerjaan produksinya menjadi lebih  cepat. Kasdu mencontohkan, untuk  penjahitan koper, dulu semua dilakukan  manual. Penjahit harus membolak-balik  koper sendiri. Sekarang, hanya dengan  menggunakan mesin penjahit koper, sekali pencet tombol, koper akan membalik  sendiri dan penjahitan lebih cepat.

    Contoh lainnya adalah ketika proses  membordir. Saat ini, sudah ada mesin  bordir dari China yang bisa membordir 14  produk sekaligus. “Membuat bordiran 100  produk sekarang ini 30 menit juga bisa  selesai,” ujar Kasdu. Namun, memang kualitas produk saat pembuatan  manual masih tetap nomor satu.

    Untuk membendung serbuan produk impor, Kasdu  berharap, pemerintah harus gencar  mempromosikan produk lokal yang tak  membebani pengusaha lokal. “Dulu ada  Tanggulangin Fair, sempat diadakan lima  tahun, tapi entah kenapa kemudian  berhenti. Semoga ke depan semakin banyak  event dan pameran untuk produksi tas  lokal,” ujar Kasdu.

    Selain bantuan promosi, Imam bilang  bantuan permodalan juga dibutuhkan para perajin serta pengusaha tas dan  koper di Tanggulangin. Seringkali Imam  harus menunda pesanan jumlah besar  karena dananya tak mencukupi.  Menurutnya, pinjaman dana dari perbankan sulit didapat setelah peristiwa bencana lumpur Lapindo.

    © Revi Yohana | Sumber: http://peluangusaha.kontan.co.id/news/produk-murah-china-menggempur-tanggulangin

  • Pajang aneka produk sampai diskon harga

    Pajang aneka produk sampai diskon harga

    Kontan – SIDOARJO. Setelah tujuh tahun terhempas bencana lumpur Lapindo, kini sentra industri tas di Tanggulangin, Sidoarjo mulai pulih. Para perajin mampu keluar dari kondisi terpuruk tak terlepas dari berbagai upaya yang mereka lakoni untuk menggaet pembeli.

    Pemilik toko Jawa Centrum, HM Kasdu misalnya, rajin menambah varian produk. Di tokonya, ia mengandalkan penjualan aneka koper dan tas, mulai dari tas anak-anak hingga tas orang dewasa. Namun, ia juga menjajakan produk lain, seperti sandal, sepatu, dompet, dan ikat pinggang.

    “Saya pakai teori begini. Mengoleksi sebanyak-banyaknya barang dagangan di toko, baik dari jenis, mutu, dan harga yang berbeda. Jadi, orang melihat-lihat dan pilih-pilih saja sudah senang,” tutur Kasdu.

    Untuk produk koper saja, Kasdu menyediakan berbagai ukuran, mulai 16 inchi sampai 29 inchi. Harganya berkisar Rp 125.000 hingga Rp 1,2 juta, tergantung ukuran dan kualitas koper.  Sementara, tas anak-anak dibanderol harga antara Rp 20.000 hingga Rp 200.000 per unit. Tas wanita dipatok mulai Rp 50.000 hingga ratusan ribu rupiah per unit.

    Daya tarik lainnya, Kasdu membolehkan pembeli menawar produknya. “Karena kebanyakan pelanggan lebih puas jika bisa menawar,” ucapnya.

    Kasdu juga rajin menggaet penyedia jasa tour & travel, khususnya untuk umroh. Makanya, ia kerap menerima pesanan koper untuk umroh dari pihak travel. Tak jarang, ia menerima pesanan tas dari organisasi Bhayangkari. Pelanggannya datang dari  berbagai kota di Pulau Jawa, Sumatera hingga Kalimantan.

    Satu lagi yang dilakukan Kasdu, yaitu bisa mempercepat proses pengerjaan dari tenggat yang biasanya diberikan. Misalnya, pengerjaan 100 unit tas atau koper biasanya memakan waktu hingga lima minggu. “Namun, dalam 25 hari biasanya sudah saya selesaikan, dan saya katakan bahwa pengiriman akan saya majukan. Itu akan membuat mereka sangat senang,” ungkapnya.

    Strategi ini terbilang ampuh. Buktinya, beberapa pelanggan kembali memesan  padanya. Menurutnya, musim paling ramai untuk kedatangan tamu adalah liburan anak sekolah sekitar pertengahan tahun, serta awal tahun dan akhir tahun.

    Pemilik Sultan Collection, Imam Zultoni pun menerapkan strategi tak jauh beda. Ia memajang banyak varian produk di tokonya. Meskipun, tas wanita masih menjadi produk paling dominan.Harganya bervariasi mulai dari Rp 60.000 hingga Rp 250.000 per unit.

    Tas yang dijual beragam, mulai produksi lokal dari bahan kulit sapi asli, hingga berbagai produk impor dari bahan kulit imitasi. Sebagian lagi merupakan tas hasil produksi sendiri.

    Selain itu, Imam bilang,  ia harus bisa memprediksi model apa yang digandrungi pasar. “Model apa yang sedang banyak dicari, kami stok,” tuturnya.

    Nah, bagi pelanggannya, ia tak sungkan memberikan potongan harga alias diskon dari harga yang tertera. Biasanya, bagi pembeli eceran, ia memberi diskon berkisar 10% – 25%. Adapun, untuk pembelian dalam jumlah banyak, potongan harga bisa mencapai 40%.

    © Revi Yohana | Sumber: http://peluangusaha.kontan.co.id/news/pajang-aneka-produk-sampai-diskon-harga-2

  • Kembali bangkit dari bencana lumpur

    Kembali bangkit dari bencana lumpur

    kontan sentra tas tanggulanginKontan – SIDOARJO. Sempat terpuruk gara-gara lumpur Lapindo, sentra tas di Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur kini kembali ramai pengunjung. Kondisi itu terlihat saat KONTAN mengunjungi sentra tas ini beberapa waktu lalu.

    Banyak pengunjung yang mayoritas wanita memadati sentra ini. Mereka terlihat asyik memilih aneka tas yang dipajang di tiap-tiap toko.

    Kondisi ini sangat kontras jika dibandingkan beberapa tahun lalu ketika kawasan ini masih terkena dampak semburan lumpur Lapindo.

    Peristiwa semburan lumpur yang dimulai pada 2006 itu berdampak kepada sepinya pengunjung di  kawasan ini. Kondisi itu dirasakan oleh pedagang hingga beberapa tahun setelah peristiwa semburan lumpur terjadi.

    Sebenarnya daerah ini tidak terkena langsung semburan lumpur tersebut. HM Kasdu, pemilik Toko Jawa Centrum bilang, sentra ini menjadi sepi pengunjung karena maraknya pemberitaan lumpur Lapindo.

    Terutama pemberitaan yang menyebutkan luapan lumpur telah mencapai komplek Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera. “Masyarakat awam mengira itu Tanggulangin industri tas dan koper, padahal bukan. Yang tenggelam itu komplek perumahan real estate. Bukan industri tas,” ungkap HM Kasdu.

    Lokasi sentra tas Tanggulangin sendiri berada sekitar empat hingga lima kilometer dari komplek yang terkena luapan lumpur tersebut. Selain karena ekses pemberitaan, sentra ini sepi pengunjung karena akses menuju kawasan ini juga ikut terganggu. “Memang lumpurnya meluber ke jalan raya waktu itu, sehingga banyak orang yang takut ke sini,” tambah Kasdu.

    Namun, sekarang kondisinya sudah jauh lebih baik. Akses jalan menuju Tanggulangin telah diperbaiki dengan dibangunnya jalan arteri dari Porong, Sidoarjo menuju Tanggulangin. Kasdu mengingat, sekitar tahun 2006 dan 2007, penjualan sangatlah lesu. “Tidak ada pembeli dan peminat, sepi sekali. Omzet turun drastis,” ujar Kasdu.

    Banyak barang titipan perajin tidak laku. Biasanya mereka dibayar setiap dua minggu sekali. Namun  setelah peristiwa bencana lumpur Lapindo, bayaran kepada para perajin pun tersendat.  “Waktu itu sampai dua bulan pun belum ada yang bergerak dari tempat display,” ujar Kasdu.

    Kondisi itu juga dirasakan Imam Zultoni, pemilik Toko Sultan Collection. Pria kelahiran Sidoarjo, 41 tahun silam ini bilang, pasca lumpur Sidoarjo banyak toko tutup karena tak kuat menanggung omzet yang terus menerus turun. “Di Tanggulangin itu dulu sebelum lumpur Lapindo ramai sekali tokonya, sepanjang jalan 2 kilometer pasti ada toko di kiri kanan jalan. Sekarang sudah banyak tutup,” ujar Imam.

    Imam membenarkan sekarang kondisinya sudah jauh lebih baik. “Omzet saya sekarang Rp 125 juta sampai Rp 150 juta per bulan,” ujar Imam. Pembelinya mulai dari Jawa Tengah, Magelang, Lombok, hingga Makassar.

    Omzet yang didapat Kasdu juga tak kalah besar. Dari penjualan langsung di tokonya saja, ia meraup omzet sebesar Rp 60 juta per bulan. Bila ditambah pesanan koper dan tas dari luar kota, omzetnya rata-rata di atas Rp 100 juta sebulan.

    © Revi Yohana | Sumber: http://peluangusaha.kontan.co.id/news/kembali-bangkit-dari-bencana-lumpur-1

  • (Rekayasa) Dongeng sebagai Wacana

    (Rekayasa) Dongeng sebagai Wacana

    Artikel ini adalah versi asli dari yang dimuat di Jawa Pos, Minggu 5 Januari 2014 (versi PDF)

    Rekayasa Dongeng dalam Bencana Lumpur LapindoJudul Buku    : Rekayasa Dongeng dalam Bencana Lumpur Lapindo

    Penulis          : Henri Nurcahyo

    Penerbit         : Asosiasi Tradisi Lisan Jawa Timur

    Tahun           : 2014

    Halaman       : vi + 210 halaman

    Peresensi       : Anton Novenanto. Dosen pada Jurusan Sosiologi, Universitas Brawijaya, Malang

    Sejak lahirnya, 29 Mei 2006, lumpur panas di Porong, Sidoarjo telah menjadi suatu arena pertarungan kuasa yang mahadahsyat. Sampai saat ini, pertarungan kuasa mengerucut pada dua kubu utama: kubu bencana alam dan kubu bencana industri. Indikasi keberadaan dua kubu dapat dilihat dengan mudah dari nama yang digunakan. Para aktor kubu bencana alam akan menggunakan terminologi “lumpur Sidoarjo”, atau Lusi; sementara aktor pada kubu bencana industri bersikeras menggunakan istilah “lumpur Lapindo”.

    Dari sini, kita pun dapat membaca kecenderungan Henri Nurcahyo dalam buku terbarunya berjudul: Rekayasa Dongeng dalam Bencana Lumpur Lapindo (selanjutnya, Rekayasa Dongeng). Henri berada pada kubu bencana industri.

    Permasalahan utama yang diangkat dalam Rekayasa Dongeng adalah bagaimana folklore, atau cerita rakyat yang diwariskan secara lisan, dipergunakan dalam pertarungan kuasa terkait kasus Lapindo ini. Rekayasa Dongeng merupakan respons dari usaha seorang geolog, Awang Harun Satyana, yang menggunakan dongeng Timun Mas untuk menunjukkan bahwa semburan lumpur di Porong itu hanyalah gejala alam belaka.

    Tentu saja, pencarian kebenaran dengan mengkaitkan dongeng Timun Mas dengan kondisi ekologis (danau lumpur) di dunia nyata, seperti yang dilakukan Awang, merupakan bukti bahwa dongeng berfungsi sebagai wacana. Usaha semacam ini merupakan ironi karena dilakukan oleh seorang geolog, yang idealnya menyusun argumen berdasarkan data-data yang metodologis, yang ilmiah, bukan dari sebuah dongeng.

    Henri berpendapat, lumpur Lapindo dan folklor Timun Mas adalah dua entitas berbeda. Satu-satunya keterhubungan antara keduanya adalah “kebetulan [dongeng Timun Mas] juga menyebut mengenai danau lumpur sebagaimana yang terjadi di Porong sekarang ini” (3),  meskipun begitu sebuah dongeng berangkat dari “fakta yang sudah ada sebelumnya” (18). Oleh karenanya, keberadaan danau lumpur dalam dongeng Timun Mas menggelitik untuk ditelusuri lebih dalam.

    Bagi Henri, setiap cerita rakyat mengandung kearifan lokal yang dapat digali dengan mencari makna dari simbol yang dimunculkan. Henri melihat bahwa dalam folklor Timun Mas tersimpan pesan moral tentang bagaimana relasi negara (raksasa) dan rakyat (Timun Mas) (43-47). Ada dua pesan yang hendak disampaikan. Pertama, pesan pada pengelola negara agar tidak semena-mena pada rakyatnya dan meremehkan kekuatan yang dimiliki oleh rakyatnya. Kedua, pesan pada rakyat agar tidak mudah menyerah dengan kondisi yang ada.

    Dalam Bab 11 (Kontroversi Dongeng Timun Mas), Henri mengungkapkan pelbagai versi dongeng Timun Mas dalam masyarakat dan tidak semuanya menyebut tentang danau lumpur. Hal ini memperjelas tesis bahwa dongeng Timun Mas, yang menyebutkan danau lumpur, telah dimanipulasi sedemikian rupa untuk memenangi pertarungan kuasa, pencarian kebenaran dalam kasus Lapindo.

    Inilah yang menarik dari Rekayasa Dongeng. Titik beratnya bukanlah pada mencari “kebenaran” di balik sebuah dongeng, melainkan bagaimana sebuah dongeng berfungsi sebagai salah satu “wacana” dalam arena pertarungan kuasa pencarian kebenaran. Di sinilah tesis utama Rekayasa Dongeng, tentang bagaimana selama ini dongeng Timun Mas telah dimanipulasi sedemikian rupa untuk mendukung pendapat salah satu kubu (kubu bencana alam) adalah sesuatu yang problematik.

    Selama ini kasus Lapindo lebih banyak dikaji dari aspek geologis, hukum, politik ekonomi, gerakan sosial, media massa, planologi, ataupun psikologis. Nyaris tidak ada penulis yang menggunakan pendekatan budaya untuk mengkaji kasus Lapindo. Jika betul demikian, maka Henri adalah pionir.

    Penulisan dan penerbitan Rekayasa Dongeng merupakan bukti nyata bahwa pertarungan kuasa, pencarian kebenaran, atas kasus Lapindo masih terus bergulir, masih belum tuntas. Rekayasa Dongeng melampaui dari apa yang ditulis Ayu Sutarto dalam pengantarnya sebagai “laporan jurnalistik yang bernuansa folkloristik dan historik” (16). Rekayasa Dongeng, menurut saya, justru menghidupkan dan menghidupi arena pertarungan kuasa seputar kasus Lapindo.

    Dengan menawarkan gagasan tentang bagaimana kubu “bencana alam” telah menggunakan fitur-fitur budaya, dongeng, sebagai “amunisi” dalam pertarungan kuasa atas Kasus Lapindo, Henri telah membuka peluang bagi siapapun untuk melakukan rekonstruksi, bahkan dekonstruksi atas segala narasi budaya tentang bencana lumpur panas tersebut.

    Dengan kata lain, Rekayasa Dongeng merupakan salah satu wacana penting bagi siapapun yang hendak, sedang, dan pernah mendalami kasus Lapindo.

  • Takut Golkar Kalah, Lapindo Diminta Lunasi Utang

    Takut Golkar Kalah, Lapindo Diminta Lunasi Utang

    TEMPO.COJakarta – Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung meminta PT Minarak Lapindo Jaya menyelesaikan kewajiban pembayaran utang kepada korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Akbar khawatir jika tak diselesaikan dengan segera, kasus Lapindo akan berpengaruh jelek bagi Golkar pada Pemilu 2014.

    “Ini memang kenyataan. Sampai hari ini (Lapindo) memang belum selesai,” kata Akbar saat ditemui di kediamannya, Jakarta, Senin, 6 Januari 2014. Akbar mengatakan, saat ini masih ada warga terdampak yang belum memperoleh hak seperti keinginan mereka.

    Dia mengatakan peristiwa Lapindo melibatkan koorporasi yang dimiliki Grup Bakrie. Oleh karena itu, kasus ini tak bisa dilepaskan dari citra perusahaan, termasuk Aburizal Bakrie sebagai pemimpin tertinggi perusahaan. Aburizal kini merupakan Ketua Umum Partai Golkar. “Sehingga hal ini berdampak pada citra beliau,” kata dia.

    Akbar menuturkan, perusahaan awalnya berjanji akan menyelesaikan pada Mei 2013, kemudian diundur hingga November 2013. Namun hingga tahun 2013 berakhir, rupanya tunggakan ini tak kunjung diselesaikan. Akbar khawatir jika sampai pada hari H Pemilu 2014 masalah ini tak tuntas, kasus Lapindo akan memberatkan Golkar. “Tak hanya berdampak pada Aburizal, tetapi juga bagi Golkar,” kata dia.

    Sebelumnya, Ketua Partai Golkar Priyo Budi Santoso menyatakan kasus lumpur Lapindo seakan-akan menjadi dosa bawaan partainya. Apalagi dia akan maju sebagai calon anggota Dewan dari daerah pemilihan Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo.

    WAYAN AGUS PURNOMO

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/01/06/078542580/Takut-Golkar-Kalah-Lapindo-Diminta-Lunasi-Utang

  • Tercemar Lumpur Lapindo, Lionmesh (LMSH) Stop Pabrik di Sidoarjo

    Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan baja PT Lionmesh Prima Tbk. (LMSH) resmi memberhentikan seluruh kegiatan pabrik di Sidoarjo, Jawa Timur, per 2 Januari 2014, karena terkena dampak lumpur panas PT Lapindo Brantas sejak 2007 lalu.

    Direktur Utama Lionmesh Lawer Supendi menuturkan pabrik perseroan di Sidoarjo itu diambil alih pemerintah dan telah dibayar lunas sehingga perseroan mencari lokasi yang cocok untuk operasional pabrik yang baru.

    “Seluruh kegiatan pabrik kami di Sidoarjo diberhentikan untuk sementara waktu sampai kami mendapatkan lokasi yang cocok,” ujarnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (3/1/2014).

    Adapun operasi kegiatan lainnya dialihkan ke Kompleks Pergudangan West Gate Blok B51 Sidoarjo, Jawa Timur.

    Dengan adanya pemberhentian sementara kegiatan pabrik itu, Lionmesh memastikan tidak ada karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, kegiatan operasional lainnya tetap berjalan seperti sedia kala.

    Berdasarkan Peraturan Presiden No 68/2011 tanggal 27 September 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden No 14/2007, Kel Siring Barat, Porong, Sidoarjo ditetapkan sebagai daerah bencana.

    Sebagai tindak lanjut dari akta perjanjian pengikatan jual-beli, Lionmesh telah menandatangani perjanjian jual-beli tertanggal 15 Agustus 2012 atas tanah milik perseroan di kawasan tersebut.

    Pembayaran pertama sebesar Rp 3,95 miliar diterima pada 29 Desember 2011 dan pelunasannya dilakukan 31 Agustus 2012 sebesar Rp 29,5 miliar.

    Sumber: http://industri.bisnis.com/read/20140103/257/195373/tercemar-lumpur-lapindo-lionmesh-lmsh-setop-pabrik-di-sidoarjo

  • Korban Lapindo Tidak Masuk dalam SJSN

    Korban Lapindo Tidak Masuk dalam SJSN

    Sidoarjo, korbanlumpur.info – Tepat tanggal 1 Januari 2014 ini, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) akan dilaksanakan. Namun sampai saat ini proses pendataan untuk Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) masih belum sepenuhnya beres khususnya bagi warga korban lumpur Lapindo. Ketidakjelasan informasi soal pendataan PIB membuat Kelompok Belajar Korban Lapindo Ar-Rohma bersusah payah mencari informasi secara mandiri. Setelah mendatangi Dinas Kesehatan Sidoarjo, mereka mengirimkan surat permintaan informasi ke Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo

    “Tidak ada informasi tentang SJSN yang didapat warga selama ini. Kami harus mencari-cari sendiri informasi tersebut. Ini sangat merepotkan bagi kami,” kata Ike Anasusanti (43), warga Siring, Koordinator Ar-Rohma. Ike menambahkan, usaha mencari informasi dipicu oleh keresahan warga atas status mereka bila SJSN diberlakukan.

    Setelah mengirimkan surat permintaan informasi ke TKPKD Kabupaten Sidoarjo 10 November 2013 lalu, Kelompok Belajar Ar-Rohma mendapat surat jawaban. Dalam surat jawaban itu, TKPKD menyatakan bahwa setelah dilakukan validasi, warga korban Lapindo tidak masuk dalam bank data Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011. Data PPLS 2011 merupakan sumber data untuk menetapkan peserta PBI.

    Dalam surat TKPKD itu disebutkan juga bahwa Pemerintah Daerah Sidoarjo akan memasukkan korban Lapindo dalam basis data perserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) hanya jika kuota Jamkesda Kabupaten Sidoarjo bisa ditambah. Jika kuota itu tidak bisa bertambah dan berubah, maka korban Lapindo akan difasilitasi dengan Pemberian Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa dan kecamatan.

    “Kami terkejut dengan jawaban tersebut. Bagaimana mungkin data korban Lapindo yang berhak menerima jaminan kesehatan dinyatakan tidak ada?,” tanya Mujiyarto (40) warga Jatirejo.

    Mengetahui hal ini, Kelompok Belajar Ar-Rohma geram. Meskipun Pemda Sidoarjo berjanji akan memasukkan korban Lapindo sebagai peserta Jamkesda dan SKTM, mereka masih bingung apakah pelayanan Jamkesda dan SKTM sama dengan pelayanan SJSN.

    Rencananya, mereka akan meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo untuk memfasilitasi pertemuan dengan badan publik terkait pelaksanaan SJSN ini, seperti: Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, Kepala Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sidoarjo.

    “Kami menuntut DPRD Sidoarjo bisa mempertemukan kami dengan pihak-pihak terkait. Supaya informasi jelas. Kami tidak mau diping-pong lagi sama pejabat-pejabat ini,” tegas Harwati (38), warga desa Siring yang juga aktif sebagai anggota Ar-Rohma.

    Selain itu, mereka juga meminta Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo, kepala puskesmas di tiga kecamatan (Porong, Tanggulangin, dan Jabon), Camat Porong, Camat Tanggulangin, Camat Jabon, dan Badan Penaggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dihadirkan juga dalam pertemuan itu. Kelompok Belajar Ar-Rohma berharap dapat mendesak untuk pendataan ulang, sekaligus mempertanyakan layanan kesehatan yang diberikan oleh SJSN, Jamkesda, dan SKTM.

    Surat permintaan audensi sudah dikirim pada 10 Desember 2013. Namun, sampai saat ini belum ada respons DPRD Kabupaten Sidoarjo untuk menggelar pertemuan Kelompok Belajar Ar-Rohma dan badan-badan publik yang diminta.

  • Luapan Lumpur Lapindo Diperkirakan Berakhir pada 2020

    Luapan Lumpur Lapindo Diperkirakan Berakhir pada 2020

    Metrotvnews.com, San Francisco: Luapan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, akan melemah pada 2017. Diperkirakan, semburan akan berakhir pada 2020.

    Hasil penelitian yang dilakukan sejumlah peneliti dari Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat, itu lebih cepat dibandingkan perkiraan sebelumnya yang menyebutkan lumpur Lapindo meluap hingga 25 tahun, bahkan lebih.

    “Pada 2017, luapan akan melemah,” kata Profesor Michael Manga dari Universitas California, Berkeley, saat berbicara pada pertemuan dunia para pakar Bumi terbesar, American Geophysical Union (AGU), di San Francisco.

    Dia dan rekannya menggunakan teknik yang dikenal sebagai interferometric synthetic aperture radar (InSAR) untuk mengakses evolusi dari erupsi lumpur Sidoarjo. Kajian ini dilakukan berdasarkan pada catatan data satelit yang menunjukkan kondisi tanah yang berubah dalam merespon material yang muncul ke permukaan.

    Erupsi yang dimulai di wilayah Porong Jawa Timur pada 2006 lalu merupakan yang terbesar dari kejadian yang sejenis. Lumpur telah menyebabkan ribuan orang mengungsi dan menyebakan kerugian ekonomi Indonesia mencapai US$4 milliar atau Rp47,9 trilliun.

    Awalnya, lebih dari 100.000 ton lumpur muncul ke permukaan. Luapan lumpur semakin menurun hingga sepuluh kali lipat. Sebuah analisis berdasarkan pada penelitian satelit Jepang pada permukaan tanah memperkirakan penurunan sebanyak sepuluh kali lipat dapat terjadi pada beberapa tahun mendatang.

    “Angka yang pasti, 1.000 ton per hari – lumpur sebanyak ribuan truk bak terbuka per hari. Jumlahnya terlalu sedikit untuk bisa menimbulkan bahaya, (tetapi) mungkin masih menarik untuk menjadi tempat tujuan wisata,” kata dia kepada BBC News. “Saya mengharapkan (kemudian) bahwa jika erupsi turun pada angka tertentu, akan tersumbat sendiri dan berhenti meletus.”

    Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan sejumlah gambar citra satelit gunung berapi dari luar angkasa yang diambil oleh satelit ALOS Jepang, untuk memastikan perubahan permukaan di sekitar gunung berapi.  Selama beberapa tahun, permukaan tanah turun sepuluh sentimeter akibat dorongan material dari perut bumi yang keluar ke permukaan tanah. Bagaimanapun, luapan terus menunjukkan penurunan. (BBC)

    Sumber: http://www.metrotvnews.com/tekno/read/2013/12/14/13/201451/Luapan-Lumpur-Lapindo-Diperkirakan-Berakhir-pada-2020

  • Mud volcano to stop ‘by decade’s end’

    Mud volcano to stop ‘by decade’s end’

    By Jonathan Amos Science correspondent, BBC News, San Francisco

    Scientists say the eruption of the Lusi mud volcano in Indonesia should be all but over by the end of the decade – much sooner than previous estimates.

    The assessment is based on satellite data that records the rate at which the ground is changing in response to the material spewing up on to the surface.

    Researchers say the system is losing pressure rapidly.

    The eruption, which began in the Porong subdistrict of Sidoarjo in East Java in 2006, is the largest of its kind.

    The gooey, noxious muck has displaced tens of thousands of people with economic costs that exceed $4bn to date.

    Initially, more than 100,000 tonnes a day was oozing to the surface. This has decreased tenfold, and an analysis based on Japanese satellite observations of ground subsidence suggests a further tenfold decrease can be expected in the next few years.

    “By 2017, it should be more or less over,” said Prof Michael Manga from the University of California at Berkeley, US.

    “In real numbers, that’s 1,000 tonnes a day – a thousand pick-up trucks per day of mud. Small enough that it won’t be a hazard, [but] maybe interesting enough still to be a tourist destination,” he told BBC News.

    “I expect [then] that if the eruption rate drops below some number, that it will just plug itself and stop erupting.”

    Previous best estimates had indicated Lusi could go on erupting for 25 years or more.

    Prof Manga was speaking here in San Francisco at the American Geophysical Union (AGU) Fall Meeting, the world’s largest annual gathering of Earth scientists.

    He and colleagues have used a technique known as interferometric synthetic aperture radar (InSAR) to assess the evolution of the eruption.

    This involved combining a series of repeat images of the volcano acquired from space by Japan’s ALOS satellite to measure ground surface height changes around the volcano.

    Over the course of several years, the surrounding land is recorded falling tens of centimetres as a result of material deep in the Earth being driven up and out on to the surface. However, the rate of subsidence has declined dramatically, indicating Lusi is losing its vigour.

    And this is reflected in the changed behaviour that can be observed at the surface.

    “There isn’t a constant eruption there anymore; it’s actually pulsing now,” said Prof Richard Davies from Durham University, UK. “And that pulsing is a very good sign that the pressure itself has dropped off. What’s driving the eruption now is a burping from all the gas that’s coming up.

    “The gas makes it behave like a geyser, almost – a bit like Old Faithful in Yellowstone National Park. You can almost set your watch by these pulses.”

    Lusi is thought to have been triggered by a drilling operation that went wrong.

    An expert panel convened at a meeting of the American Association of Petroleum Geologists in Cape Town in 2008 concluded that drilling fluid used to maintain pressure in the well was too dense for the strength of the surrounding rock. The resulting blow-out, or “kick”, re-activated old faults, creating new pathways for water and sediment to rise up to the surface.

    Groups have tried to argue that an earthquake two days prior to the mud volcano’s appearance was responsible. But most geologists say this tremor was too small and too far away (280km) to have had any effect.

    Prof Manga cautions that there will always be some uncertainty about the future course of the eruption, and any forecast is made on the assumption that the system continues to behave in the same way it has in the past. But he adds that the latest evidence ought to be more encouraging for those who live in the region.

    “In the scientific literature, for this particular eruption, there are three fundamentally different models for where the mud is coming from, where the flow is coming from, and what’s happening,” he told BBC News.

    “So, even though we have great data available, it’s not clear yet whether we understand exactly how this eruption works.

    “But with the data we have and the data we will collect in the future, I’m sure we’re going to learn more.”

    At some point the eruption rate should fall to a point where the Earth simply plugs itself.

    Sumber: http://www.bbc.co.uk/news/science-environment-25188259

  • Pelanggar HAM Berat

    Pelanggar HAM Berat

    Salah seorang perwakilan Jaringan Rakyat Miskin Kota Indonesia membacakan pernyataan sikap saat peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia di kantor LBH Jakarta, Selasa malam (10/12/2013). Dalam pernyataan sikapnya, para korban yang berasal dari Kendari, Makassar, Tulang Bawang, Bandar Lampung, Jakarta, Surabaya dan Porong Sidoarjo menuntut agar pemerintah memberikan hukuman berat kepada Aburizal Bakrie sebagai pelanggar HAM berat atas kasus lumpur Lapindo.

    FOTO: FRINO BARIARCIANUR

    pelanggar ham berat

    Sumber: http://kabarkampus.com/2013/12/foto-bakrie-di-dada-manusia-lumpur-lapindo/

  • Kejanggalan Penanganan Lumpur Lapindo

    Kejanggalan Penanganan Lumpur Lapindo

    suarasurabaya.net – Mursid Mudiantoro, kuasa hukum korban Lapindo menduga ada permainan kebijakan di balik tak kunjung lunasnya ganti rugi bagi korban lumpur yang ada di dalam peta terdampak. Permainan ini, kata Mursid bisa diketahui dengan tidak dilaksanakannya surat Sri Mulyani, Menteri Keuangan bernomor S-358/MK.02/2009 tertanggal 16 Juni 2009.

    “Ada surat Sri Mulyani, yang ternyata berbeda dengan yang dilaksanakan BPLS,” kata Mursid ketika berbincang dengansuarasurabaya.net, Rabu (11/12/2013).

    Setelah surat dari Sri Mulyani yang ditujukan pada DPR RI dan BPLS itu, BPLS lantas mengirimkan surat terkait perubahan Peraturan Presiden (Perpres) tentang BPLS.

    Menurut Mursid, surat dari BPLS tertanggal 23 September 2009 ternyata berbeda dengan surat dari Sri Mulyani.

    Dalam surat Sri Mulyani, ditegaskan jika negara bisa memberikan dana talangan untuk pemberian ganti rugi bagi aset tanah dan rumah warga korban lumpur. Sedangkan untuk penanganan semburan yaitu membuat tanggul dan mengalirkan lumpur ke Sungai Porong harusnya ditanggung oleh Lapindo.

    “Tapi dalam suratnya, BPLS malah membalik dan minta penanganan pengaliran semburan lumpur diambil alih negara. Sedangkan pemberian ganti rugi tetap dibebankan pada Lapindo,” kata Mursid.

    Dengan adanya surat ini, presiden lantas mengeluarkan Perpres perubahan ke-tiga terkait BPLS, yaitu Perpres tahun 2009.

    Adanya kejanggalan ini, kata Mursid, juga telah dia ungkap dalam persidangan lanjutan uji materi terkait ganti rugi di Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (10/12/2013) kemarin.

    Bahkan dalam persidangan kemarin, surat dari Sri Mulyani dan dari BPLS ini juga telah diminta untuk dijadikan sebagai barang bukti tambahan.

    Mursid berharap, dengan adanya bukti tambahan ini, korban lumpur bisa memenangkan uji materi sehingga proses pemberian ganti rugi segera bisa diambil alih oleh pemerintah.

    Sekadar diketahui, saat ini korban Lapindo yang berada di dalam peta terdampak mengajukan uji materi terhadap Undang-undang nomor 15 tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 19 tahun 2012 tentang APBN khususnya pasal 9 ayait 1 huruf a tentang anggaran ganti rugi untuk korban lumpur.

    Gugatan di MK ini dimaksudkan untuk meminta keadilan sehingga warga yang berada di dalam peta terdampak yaitu warga Siring, Renokenongo, Jatirejo, dan Kedunggbendo segera mendapatkan proses pelunasan ganti rugi dan diambilkan dari dana APBN bukan lagi dari Lapindo.

    Sidang lanjutan sendiri akan digelar pada 17 Desember 2013 mendatang dengan agenda kesimpulan. (fik/ipg)

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2013/128133-Kejanggalan-Penanganan-Lumpur-Lapindo

  • Korban Lumpur Lapindo Kecewa Hearing Batal

    Korban Lumpur Lapindo Kecewa Hearing Batal

    KOTA (Sidoarjonews) – Puluhan warga Korban Lapindo Menggugat (KLM) gagal melakukan hearing dengan Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo, di gedung DPRD Sidoarjo, Jum’at (29/11/2013). Hearing dibatalkan mendadak karena Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) tidak hadir.

    Warga mengaku kecewa dengan kejadian itu. “Terus terang, kami sangat kecewa karena BPLS tidak dihadirkan oleh Pansus,” cetus Sugito, salah satu pentolan warga KLM usai hearing batal digelar. Warga kecewa karena sejatinya hearing membahas persoalan yang berkaitan dengan kinerja BPLS, terkait pembuangan lumpur ke Sungai Ketapang.

    Akibat lumpur yang dialirkan ke Sungai Ketapang Tanggulangin, warga mengaku air sumur dan air irigasinya tercemar. Warga KLM ini pun mendesak agar BPLS menghentikan pengaliran lumpur ke Sungai Ketapang dan mengalirkan lumpur ke sungai Porong, sesuai Perpres No 14/Tahun 2007. “Kami sunggu kecewa karena hearing batal,” tandas Zakaria, warga lainnya.

    Ketua PMII Cabang Sidoarjo Anwari Ilham menyatakan hal senada. “Kami ikut kecewa dengan kinerja Pansus akibat batalnya hearing ini,” tandasnya kala ikut mendampingi warga KLM. Anggota Pansus Lumpur Taufik Hidayat yang ikut menemui warga mengakui hearing dibatalkan karena ketidakhadiran BPLS. “Namun ini hanya karena persoalan komunikasi saja,” tandas Taufik.

    Politisi PDI-Perjuangan ini menyatakan masa kerja Pansus Lumpur sebenarnya telah berakhir 23 November. Dengan begitu, undangan hearing kepada BPLS menjadi kewenangan pimpinan DPRD Sidoarjo. Namun pihaknya mengakui belum memastikan sejauhmana undangan itu dikirim ke BPLS. Terkait hal itu, dia mengatakan jika sudah meminta maaf kala bertemu dengan warga KLM. (SN2/Ed2)

    Sumber: http://www.sidoarjonews.com/korban-lumpur-lapindo-kecewa-hearing-batal/

  • Korban Lumpur Lapindo Gugat UU APBN 2013

    Korban Lumpur Lapindo Gugat UU APBN 2013

    Metrotvnews.com, Jakarta: Merasa haknya belum dipenuhi oleh PT Lapindo Brantas, korban luapan lumpur lapindo gugat Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 (UU APBN 2013) ke Mahkamah Konstitusi.

    Menurut kuasa hukum penggugat, Mursid Mudiantoro bencana akibat pengeboran minyak di Sidoarjo, Jawa Timur bukan hanya tanggung jawab Lapindo. Pemerintah pun seharusnya ikut bertanggung jawab

    “Kalau pengeboran itu berhasil, negara akan diuntungkan sangat besar, jadi negara sebenarnya harus ikut bertanggung jawab,” kata Mursid usai sidang lanjutan uji materi UU APBN 2013 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/11).

    Selama ini, ganti rugi yang dibebankan pada Lapindo terhadap warga di wilayah Peta Area Terdampak (PAT) belum juga dilunasi. Sejauh ini, Lapindo baru membayar ganti rugi sebesar Rp 3 triliun. Padahal, Rp 4,5 triliun masih harus dibayarkan oleh perusahaan milik Abu Rizal Bakrie ini.

    Ketimbang menunggu ketidakjelasan Lapindo, kata Mursid, sisa utang lebih baik dibayar pemerintah melalui APBN. Sebab selama ini korban yang ada diluar wilayah PAT diganti dengan dana APBN dan sudah lunas.

    “Untuk itu kami menggugat UU APBN agar wilayah dalam PAT ikut ditanggung APBN. Lagi pula kalau pemerintah membayar itu, maka tanah warga bisa menjadi milik negara,” imbuhnya.

    Kerugian lainnya, dialami oleh sejumlah pengusaha yang menjadi korban lumpur Lapindo. Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GBKLL) SH Ritonga, seluruh pengusaha korban luapan lumpur Lapindo sudah masuk daftar hitam perbankan. Imbasnya, mereka kesulitan mengajukan pinjaman untuk berusaha.

    “Seluruh pengusaha korban lumpur Lapindo di-blacklist. Kami tidak lagi dipercaya untuk mengajukan pinjaman,” keluhnya.

    Ritonga menyebutkan secara pribadi ia baru menerima uang ganti rugi 30% atau sejumlah Rp7,5 miliar. “Sebanyak Rp4 miliar itu saya gunakan untuk membayar pesangon pegawai saya yang berjumlah 900 orang,” imbuhnya.

    Atas dasar tersebut, para korban menggugat UU No 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN. Pasalnya, UU itu menjelaskan bahwa pemerintah hanya mengganti kerugian korban yang berada di luar wilayah PAT, sedangkan bagi korban di dalam wilayah PAT ditanggung kerugiannya oleh PT Lapindo Brantas.

    Mereka pun ingin ganti rugi terhadap warga di wilayah PAT juga menjadi tanggungan negara. Pasalnya janji Lapindo untuk segera melunasi utangnya tak kunjung direalisasikan.

    Menanggapi tuntutan penggugat, Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial, Kementerian Sosial yang diwakili Hardi Prasetyo sebagai pihak pemerintah mengakui adanya keterlamatan pelunasan ganti rugi dari PT Lapindo. “Ini juga merupakan masalah BLPS. Tapi sesuai arahan presiden kita melakukan pengawasan dan membentuk tim independen agar ada percepatan,” kata Hardi dalam persidangan.

    Sebelumnya, dalam upaya pemenuhan hak atas tanah dan bangunan serta perlindungan hukum warga korban lumpur Lapindo, Pemerintah menerapkan dua pola penanganan, yaitu penanganan daerah PAT yang menjadi tanggung jawab  PT Lapindo Brantas dan daerah di luar PAT menjadi tanggung jawab pemerintah.

    Ketentuan tersebut ditindaklanjuti PT Lapindo dengan menunjuk PT Minarak Lapindo Jaya sebagai subyek hukum yang melakukan proses ganti rugi tanah dan bangunan di wilayah PAT dengan menggunakan perjanjian ikatan jual beli.

    Namun terdapat perbedaan nilai harga tanah dan bangunan antar korban. Padahal mereka sama-sama merupakan korban bencana lumpur.

    Bukan hanya itu, sejak 2009 PT Lapindo dinilai abai atas kewajiban pembayaran ganti rugi dan pelunasan tanah dan bangunan korban lumpur di Sidoarjo. Oleh sebab itu, penggugat yang merupakan korban lumpur meminta MK menyatakan Pasal 9 UU APBN bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak menyertakan dan memasukan wilayah PAT yang terdiri dari Desa Siring, Jatirejo, Kedungbendo, Ketapang dan Renokenongo.

    Mereka juga meminta MK memerintahkan Pemerintah dan DPR untuk memasukan wilayah tersebut dalam UU APBN/APBN-P tahun berikutnya sebagai tanggung jawab Pemerintah. (Lulu Hanifah)

    Sumber: http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/11/28/1/197796/Korban-Lumpur-Lapindo-Gugat-UU-APBN-2013

  • Warga Korban Lumpur Lapindo Gelar Istighosah, Berharap Ganti Rugi Dibayar

    Warga Korban Lumpur Lapindo Gelar Istighosah, Berharap Ganti Rugi Dibayar

    Sidoarjo – Ratusan warga korban lumpur Lapindo di dalam peta terdampak menggelar doa bersama. Istighosah itu dilakukan di atas tanggul tepatnya di titik 42. Meski panas menyengat, tetapi mereka tetap khusyuk melakukannya.

    “Kami berdoa agar perjuangan rekan kami di Mahkamah Konstitusi (MK) berhasil,” kata Salamun, salah satu warga kepada detikcom, Kamis (28/11/2013).

    Salamu mengatakan jika 4 warga korban lumpur Lapindo di dalam peta terdampak telah berangkat ke Jakarta. Mereka adalah Wiwik, warga Desa Siring; Subakri, warga Desa Reno Kenongo; Suwito, warga Desa Reno Kenongo; dan Warno, warga Jatirejo.

    “Semoga perjuangan kami di sidang nanti membawa hasil,” lanjut Salamu.

    Warga berharap hasil sidang di MK nanti berhasil dengan digolkannya keputusan untuk membayar sisa pembayaran ganti rugi menggunakan dana APBN. “Kami berharap masalah ini diambil pemerintah dengan membayar kami menggunakan APBN. Kami sudah tak percaya lagi dengan Minarak Lapindo Jaya (MLJ),” ujar Salamu.

    Alasan Salamu memang masuk akal karena MLJ tak juga melunasi sisa pembayaran ganti rugi. 7 Tahun adalah waktu yang tidak pendek bagi warga korban lumpur Lapindo untuk menunggu.

    “Ganti rugi saya sekitar Rp 1 miliar. Tetapi saya masih diberi Rp 600 juta. Sampai kapan saya menunggu untuk hak saya. Kami berharap sidang di MK berjalan lancar dan hasilnya menggembirakan untuk korban lumpur Lapindo,” pungkas Salamu. (iwd)

    Sumber: http://news.detik.com/surabaya/read/2013/11/28/113953/2426148/475/warga-korban-lumpur-lapindo-gelar-istighosah-berharap-ganti-rugi-dibayar

  • Pengusaha Korban Lumpur Lapindo Masuk Daftar Hitam Perbankan

    Pengusaha Korban Lumpur Lapindo Masuk Daftar Hitam Perbankan

    Massa dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) berunjuk rasa di depan Istana Negara menuntut penyelesaian kasus lumpur Lapindo, Jakarta, Senin (29/4/2013). Menjelang 7 tahun musibah lumpur Lapindo Jatam menilai anak-anak korban lumpur Lapindo terancam masa depannya karena tersendatnya penyelesaian maslah tersebut. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
    Massa dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) berunjuk rasa di depan Istana Negara menuntut penyelesaian kasus lumpur Lapindo, Jakarta, Senin (29/4/2013). Menjelang 7 tahun musibah lumpur Lapindo Jatam menilai anak-anak korban lumpur Lapindo terancam masa depannya karena tersendatnya penyelesaian maslah tersebut. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gabungan Pengusaha di Sidoarjo Jawa Timur yang menjadi Korban lumpur PT Lapindo Brantas Inc mengaku kesulitan dalam berusaha karena mereka masuk dalam daftar hitam (black list) perbankan.

    “Seluruh pengusaha korban lumpur Lapindo di-‘blacklist’ perbankan. Kami tidak lagi dipercaya untuk mengajukan pinjaman,” kata Ketua Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GBKLL), SH Ritonga, saat menjadi saksi uji materi Undang-Undang APBN di MK, Jakarta, Kamis (28/11/2013).

    Ritonga menuturkan, pihaknya sangat kesulitan untuk berusaha karena sisa ganti rugi belum dilunasi PT Lapindo Brantas Inc. Untuk itu, mereka meminta pemerintah ikut memikirkan kesusahan para pengusaha tersebut.

    “Kami menginginkan, sebagai pengusaha yang menampung tenaga kerja dan turut menjadi tonggak perekonomian di Sidoarjo, dipikirkan juga oleh pemerintah,” kata dia.

    GBKLL menurut kini beranggotakan 26 perusahaan dari berbagai macam jenis usaha dan memiliki 15 ribu pegawai.

    Ritonga sendiri tidak menyebutkan total ganti rugi yang belum dibayarkan PT Lapindo. Dia hanya mengaku telah menerima ganti rugi sebesar 30 persen atau berjumlah Rp7,5 miliar.

    Sebanyak Rp 4 miliar, kata Ritonga, dihabiskan untuk membayar gaji dan pesangon pegawainya.

    Sekedar informasi, Mahkamah kembali melanjutkan uji materi Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang APBN.

    Uji materi UU APBN diajukan oleh para pemohon yang merupakan warga dan pengusaha korban lumpur lapindo, yang termasuk di dalam wilayah Peta Area Terdampak (PAT). Menurut pemohon, UU APBN menjelaskan bahwa pemerintah hanya mengganti kerugian korban yang berada di luar wilayah PAT, sedangkan bagi korban di dalam wilayah PAT ditanggung kerugiannya oleh PT Lapindo Brantas.

    Pemohon uji materi tersebut adalah warga dan pengusaha korban lumpur lapindo, yang termasuk di dalam wilayah Peta Area Terdampak (PAT).

    Menurut pemohon, Undang-Undang APBN menjelaskan bahwa pemerintah hanya mengganti kerugian korban yang berada di luar wilayah PAT, sedangkan bagi korban di dalam wilayah PAT ditanggung kerugiannya oleh PT Lapindo.

    Penulis: Eri Komar Sinaga; Editor: Johnson Simanjuntak

  • Warga Sidoarjo Diusir Saat Demo di Istana

    Warga Sidoarjo Diusir Saat Demo di Istana

    Jakarta – Lima orang korban terdampak lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur, menuntut pembayaran atas tanah mereka segera dilunasi negara. Aksi yang dilakukan dengan melumuri tubuh menggunakan lumpur Lapindo ini, akhirnya dibubarkan petugas setelah berorasi selama satu jam.

    “Katanya kita diusir gara-gara ada tamu negara. Padahal kita sudah izin dari kemarin. Pokoknya besok kita akan datang lagi sampai ketemu dengan Presiden dan Djoko Kirmanto (Menteri PU),” ujar Kordinator Aksi, Thoyib di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2013).

    Warga Desa Besuki, Sidoarjo ini menuntut pembayaran tanah mereka sesuai dengan harga tanah daratan. Namun pemerintah melalui Kementerian PU hanya menyanggupi pembayaran sesuai dengan harga tanah sawah.

    “Padahal kita sudah menang di PN Sidoarjo untuk membuktikan kalau tanah kita itu tanah daratan, bukan tanah sawah (tanah basah). Nah Kementerian PU menolak, lalu kita buktikan lagi di PN Jakarta Pusat dan menang lagi,” paparnya.

    Nomor putusan di PN Sidoarjo adalah 125-129/PDT.P/2010/PN.Sidoarjo, kemudian di PN Jakarta Pusat dengan nomor 246-250/PDP.G/2012/P.N.JKT.PST. Sementara pada saat diputuskan di Jakarta Pusat pada 31 Mei 2013 Menteri Djoko Kirmanto berjanji tak akan banding.

    “Tetapi Pak Djoko Kirmanto itu ingkar janji dan mengajukan banding terhadap sidang yang telah memenangkan kami. Makanya kita demo di sini supaya Pak SBY selaku kepala negara dapat menyuruh Pak Djoko Kirmanto untuk tidak naik banding dan segera lunasi hak kami,” tuntutnya.

    Harga tanah sawah adalah Rp 120.000/meter persegi, sementara harga tanah darat sebesar Rp 1.000.000/meter persegi. Menurut mereka, wilayah terdampak menjadi tanggung jawab pemerintah berdasarkan Perpres No 48 Tahun 2008. (bpn/fdn)

    Sumber: http://news.detik.com/read/2013/11/20/134106/2418317/10/warga-sidoarjo-diusir-saat-demo-di-istana?9922022

  • SBY dan Menteri PU Dituding Bohongi Korban Lumpur Lapindo

    Dalam aksinya mereka menuntut Presiden SBY segera menginstruksikan kepada Menteri Pekerjaan Umum (PU), Djoko Kirmanto, untuk menyelesaikan pembayaran ganti rugi kepada lima warga di luar area terdampak semburan lumpur panas Sidoarjo.

    “Pembayaran ganti rugi itu harus sesuai Perpres No. 48 tahun 2008, Keputusan PN Sidoarjo No 125-129/PDT.P/2010/PN.Sidoarjo dan Keputusan PN Jakarta Pusat dengan Nomor 246-250/PDP.G/2012/P.N.JKT.PST,” kata Thoyib, koordinator Forum Korban Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (FK-BPLS).

    Menurut Thoyib, pada mulanya warga korban lumpur diperas oleh oknum pejabat BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) dan Pemda Sidoarjo. Akhirnya, pada tahun 2009, warga yang menolak memberi sejumlah uang kepada pejabat BPLS, Pemda, BPN diancam bahwa status tanahnya ditetapkan sebagai tanah sawah/basah.

    Ancaman itu benar-benar-benar terjadi. Ada 5 warga yang mempunyai 7 bidang tanah di desa Besuki, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, yang tanahnya ditetapkan sebagai tanah basah.

    Padahal, menurut Thoyib, objek tanah yang dimiliki oleh kelima warga tersebut adalah tanah darat/kering. Hal itu juga sesuai dengan peta BPLS, yaitu peta di luar area terdampak, yang merupakan tanah darat. Selain itu, warga juga mengantongi bukti lain sepertid PBB dan sertifikat kepemilikan tanah.

    Untuk diketahui, berdasarkan Peraturan Presiden No.48 Tahun 2008 dan SK Kepala BPLS No.43/KPTS/BPLS/2008 tentang besaran bantuan sosial kemasyarakatan dengan harga tanah dan bangunan disebutkan bahwa tanah darat 1.000.000/m2, tanah basah 120.000/m2dan bangunan 1.500.000/m2.

    Atas dasar itulah warga kemudian menempuh jalur hukum. Pada tahun 2011, Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo menetapkan status tanah tersebut sebagai tanah kering melalui putusan Nomor 125-129/PDT.P/2010/PN.Sidoarjo. Namun, pihak BPLS mengabaikan putusan pengadilan tersebut.

    Tetapi perjuangan warga tidak berhenti. Mereka lalu menggugat Presiden dan Menteri PU sebagai Dewan Pengarah BPLS, juga BPLS sebagai pelaksana lapangan, ke pengadilan negeri Jakarta Pusat. Akhirnya, PN Jakpus mengeluarkan putusan Nomor 246-250/PDP.G/2012/P.N.JKT.PST bahwa Menteri Pekerjaan Umum dan BPLS telah melanggar hukum dengan tidak membayar kewajiban penyelesaian pemenuhan hak korban lumpur melalui skema jual-beli tanah darat sesuai SK Kepala BPLS No.43/KPTS/BPLS/2008.

    Tak hanya itu, pada tanggal 31 Mei 2013, KPA bersama dengan FK-BPLS sempat menggelar aksi di depan kantor Kementerian PU. Saat itu Menteri PU Djoko Kirmanto berjanji menyelesaikan kasus tersebut.

    “Djoko Kirmanto berjanji akan menginstruksikan BPLS untuk segera membayar ganti rugi sesuai ketentuan. Tak hanya itu, ia berjanji tidak akan naik banding atas putusan PN Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan korban lumpur,” ujar Thoyib.

    Dalam perkembangannya, Menteri PU mengingkari janjinya. Selain tidak menyelesaian pembayaran ganti rugi sesuai ketentuan, Menteri PU juga melakukan langkah banding terhadap keputusan PN Jakpus.

    “Ini menunjukan tidak adanya itikad baik pemerintah dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum dan BPLS menyelesaikan kewajibannya memenuhi hak-hak korban lumpur sidoarjo. Jangan sampai BPLS mempraktekan bisnis kemanusiaan di atas penderitaan korban lumpur Sidoarjo dengan melakukan korupsi,” tegas Thoyib.

    Mahesa Danu

    Sumber: http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20131119/sby-dan-menteri-pu-dituding-bohongi-korban-lumpur.html

  • Ganti Rugi Belum Terbayar, Korban Lumpur Lapindo akan Wadul ke SBY

    Sidoarjo – Warga korban semburan lumpur Lapindo di luar peta terdampak akan mendatangi ke Istana Negara. Mereka akan wadul dan memohon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membantu menyelesaikan proses ganti rugi yang belum terbayarkan.

    “Saya akan ke Istana Negara memohon Pak SBY untuk membantu warga korban lumpur yang seharusnya sudah terbayar. Tapi sampai sekarang (ganti rugi) belum dibayar oleh BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo),” ujar Jaki (39), warga Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Sabtu (16/11/2013).

    Ada aset lima warga berupa bidang tanah seluas 1,7 hektar. Tanah tersebut terdiri dari milik Musriah seluas 1.550 m2, Marwah seluas 1.300 m2, Abdur Rosim seluas 4.100m2, Toyib Bahri seluas 1.921 m2 dan Hj Mutmainah seluas 8.100 m2.

    Aset mereka belum bisa diganti rugi, karena pada saat ikatan jual beli pada 2008 lalu, menurut BPLS tanah tersebut dinyatakan tanah basah. Untuk harga tanah basah sebesar Rp 120.000/m2. Sedangkan tanah kering (tanah darat) seharga Rp 1 juta/m2.

    Kemudian kelima warga ini mengajukan penetapan status tanah darat ke Pengadilan Negeri Sidoarjo. Pada 2010, PN Sidoarjo menetapkan tanah tersebut sebagai tanah darat dengan nomor putusan 125-129/PDT.P/2010/PN.Sidoarjo tertanggal 12 Agustus 2010. Meski sudah ada putusan dari PN Sidoarjo, BPLS belum membayarnya dengan dalih tidak ada perintah membayarnya dari PN Sidoarjo.

    Warga pun kembali melayangkan gugatan ke PN Jakarta Pusat untuk menetapkan status tanah tersebut. PN Jakarta Pusat menetapkan tanah warga itu adalah tanah darat dengan nomor putusan 246-2250/PDT.D.2012/PN.JKT. Pusat.

    Berdasarkan keputusan-keputusan tersebut, pada Mei 2012 warga menemui Menteri PU Djoko Kirmanto yang juga Ketua Dewan Pengarah BPLS, di Kantor Kementerian PU. Warga disuruh pulang dan dijanjikan akan dibayar oleh BPLS. Namun sampai saat ini, warga BPLS juga belum membayarkan ganti ruginya.

    “Saya dan warga lainnya akan terus berusaha. Bahkan kalau perlu saya akan tidur di Istana sampai beliau (Presiden SBY) menemui warga,” terang anak dari Abdur Rosim ini.

    Jaki akan berangkat ke Istana Negara bersama empat warga korban lumpur lainnya. Mereka rencananya berangkat menggunakan kereta api dari Stasiun Pasar Turi Surabaya malam ini. (roi/bdh)

    Sumber: http://news.detik.com/surabaya/read/2013/11/16/191931/2414975/475/ganti-rugi-belum-terbayar-korban-lumpur-lapindo-akan-wadul-ke-sby