Category: Lapindo di Media

  • Korban Lumpur Lapindo Pertanyakan Cicilan Rumah

    Korban Lumpur Lapindo Pertanyakan Cicilan Rumah

    SURABAYA – Puluhan korban lumpur asal perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) mendatangi kantor PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) di Ruko Permata Juanda Surabaya.

    Warga ingin mempertanyakan angsuran cicilan yang dijanjikan PT MLJ kepada korban lumpur yang terlambat. Warga korban lumpur mengeluh, hingga memasuki akhir bulan Desember, uang cicilan senilai Rp 15 juta yang dijanjikan PT MLJ tak kunjung dibayarkan.

    “Angsuran untuk bulan ini, sampai kini belum juga ditransfer ke rekening warga,” terang John Lee korban lumpur asal Perum TAS,Kamis(24/12).

    Keluhan yang sama juga diungkapkan Ketua Tim 16 eks Perum TAS I Kedungbendo Tanggulangin, Koes Sulassono. Koes juga menyayangkan keterlambatan angsuran cicilan yang semestinya masuk ke rekening warga awal bulan lalu.

    “Kita dijanjikan pihak PT MLJ, uang kami akan ditransfer pagi ini” kata dia menirukan janji Andi Darussalam. Ia juga berharap, uang itu benar-benar segera direalisasikan. Apalagi sebentar lagi libur Natal dan dilanjutkan perayaan Tahun Baru.

    “Warga berharap tidak molor lagi. Jika hal itu terjadi lagi, warga akan berencana melakukan aksi turun jalan,” terang dia.

    (nurqomar/B) © Poskota 

  • Bantuan Tak Merata, Korban Lumpur Lapindo Mengadu ke Pansus

    SIDOARJO – Puluhan korban lumpur Lapindo di Desa Midi, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, memprotes pembagian bantuan sosial bagi warga di luar peta berdampak. Mereka mengadukan masalah tak meratanya pembagian bantuan sosial itu kepada Panitia Khusus Lumpur Lapindo Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo.

    “Penyaluran bantuan tak sesuai dengan fakta di lapangan,” kata Ahmad Sofii, tokoh masyarakat Mindi, Senin (21/12).

    Mereka menilai Kepala Desa Mindi Misran memanipulasi data penerima bantuan sehingga dari 18 rukun tetangga, hanya tiga rukun tetangga yang menerima bantuan.

    Mereka menuntut agar bantuan sosial dihentikan serta Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) diminta untuk mensurvei ulang penerima bantuan. Selain itu, Badan Pertanahan Nasional juga diminta untuk mendata dan mengukur ulang tanah yang berada di Desa Mindi.

    Kondisi Desa Mindi terjepit antara tanggul penampung lumpur Lapindo serta Sungai Porong. Akibatnya, kini nilai aset warga terus merosot tak terkendali. Bahkan, sejumlah perbankan menolak memberikan pinjaman dengan jaminan lahan dan bangunan di sekitar Desa Mindi. “Hingga kini kami tetap bertahan karena tak memiliki tempat tinggal yang lain,” katanya.

    Panitia Khusus Lumpur Lapindo menyatakan akan menindaklanjuti persoalan ini dengan menghadirkan berbagai pihak, di antaranya Bupati Sidoarjo, BPLS, dan warga Mindi. Tujuannya untuk mencari jalan keluar yang menguntungkan kedua belah pihak. “Kami tampung keluhan warga Mindi,” katanya.

    Secara terpisah, juru bicara BPLS Ahmad Zulkarnain mengatakan bahwa bantuan sosial disalurkan melalui survei yang benar. Tim BPLS sebelumnya telah mendata rumah tinggal korban lumpur yang tak layak huni, di antaranya rumahnya muncul semburan lumpur dan gas serta mengalami tanah ambles. “Hanya rumah yang tak layak huni yang menerima bantuan,” katanya.

    Penyaluran bantuan ini, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2009 tentang BPLS. Dana bantuan berupa uang sewa rumah sebesar Rp 2,5 juta per tahun, biaya pindah Rp 500 ribu, serta setiap jiwa mendapat bantuan sebanyak Rp 300 ribu per bulan. Bantuan itu dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

    Keluarga yang telah menerima bantuan diminta untuk mencari rumah pengganti disesuaikan dengan dana yang dimiliki. Sedangkan rumah yang dianggap layak huni tetap tak diberi bantuan.

    Bantuan sosial ini disalurkan untuk yang berbatasan dengan tanggul penahan lumpur, di antaranya Desa Mindi, Siring dan Jatirejo. Seluruh warga Siring dan Jatirejo mendapat bantuan sosial, karena survei menunjukkan seluruh rumah tak layak huni dan berbahaya.

    EKO WIDIANTO © TEMPO Interaktif

  • Walhi Minta KPK Usut Kasus Lapindo

    Walhi menyampaikan desakannya itu dengan menggelar aksi teatrikal di depan Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (15/12/2009). Aksi teatrikal tersebut ditampilkan oleh tiga orang aktivis yang menceburkan diri ke dalam tong penuh lumpur. 
    Juru Bicara Walhi Erwin Usman mengatakan, telah terjadi tindakan yang tidak wajar dalam proses hukum dalam kasus lumpur Lapindo. Erwin menjelaskan, pada Agustus 2009, Kepolisian Daerah Jawa Timur mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk kasus Lapindo dengan pertimbangan yang tidak kuat secara hukum. Polisi beralasan, kata Erwin, ada perbedaan pendapat di antara para ahli tentang penyebab terjadinya semburan lumpur tersebut.
    “Padahal, dari pertemuan ahli geologi internasional di Cape Town, Oktober 2008, sebanyak 42 ahli, menyatakan, penyebab lumpur adalah akibat aktivitas pengeboran. Cuma tiga orang yang bilang penyebabnya adalah gempa. Ini kan sudah jelas,” katanya.
    Erwin juga menjelaskan, pada pertemuan antara korban lumpur Lapindo dan Jaksa Agung Muda Pidana Umum AH Ritonga, Juni 2008, Jampidum memberi keterangan yang tidak masuk akal dan terkesan melindungi kepentingan Lapindo.
    Sejumlah dokumen yang menunjukan bukti adanya kesalahan PT Lapindo Brantas dalam kejadian tersebut, kata Erwin, justru tidak dijadikan fakta oleh penyidik ataupun menjadi bahan bagi kejaksaan.
    “Bukannya menindaklanjuti fakta-fakta tersebut, pihak kepolisian malah mengeluarkan SP3. Oleh karena itu, kami minta KPK melakukan penyelidikan terhadap kasus ini, apakah ada praktek mafia hukum dalam kasus Lapindo,” tandasnya. 
     
  • Festival Budaya Anak Pinggiran Jawa Timur Siap Digelar

    Festival Budaya Anak Pinggiran Jawa Timur Siap Digelar

     
    Menurut Eko, salah satu panitia festival, sebenarnya festival ini direncanakan akan didilaksanakan di Pasar Baru Porong. Akan tetapi, ternyata di PBP akan ditempati pedagang pada Desember ini juga. Maka, festival dialihkan di GOR Sidoarjo.
    Rencananya, festival yang bertujuan menggalang solidaritas bagi anak-anak korban lumpur Lapindo ini akan menampilkan kesenian dari berbagai komunitas anak di Jawa Timur. Komunitas Al-Faz, misalnya, anak-anak di sanggar ini akan menampilkan kesenian jaranan dan musik tradisional. Komunitas Al-Faz merupakan sekumpulan anak-anak korban Lapindo yang berlokasi di Desa Besuki Timur.
     
    Selain menampikan kesenian, festival ini juga akan menyuguhkan berbagai workshop, mulai seni rupa, menulis opini dan membuat balon kertas. Festival juga diisi dengan diskusi publik serta karnaval budaya yang akan dilaksananakan di akhir acara.
    Festival ini diikuti oleh pendamping dan pemerhati anak se-Jawa Timur yang terdiri dari 40 komunitas dan 400-500 anak.  (vik)
  • Usut Century, Tuntaskan Lapindo

    Usut Century, Tuntaskan Lapindo

    Saya bisa menjawab dengan tegas, bahwa hal itu tidak benar. Bahkan, jika kita berpikir jernih dan kritis, kita tahu bahwa kedua kasus itu: Century dan Lapindo, selama ini tak kunjung diselesaikan karena membentur tembok kekuasaan. Apalagi mengingat bahwa kedua tokoh kunci kasus-kasus itu adalah menteri dan mantan menteri dari dua kabinet dengan pimpinan yang sama.

    Karena itu, hembusan isu itu adalah “politik konflik” yang ingin membiaskan derasnya tuntutan yang datang dari berbagai kelompok masyarakat yang menginginkan penuntasan skandal dana talangan Century yang berjumlah mencapai Rp. 6,7 trilyun itu. Dan kita harus nyatakan dengan tegas: kita tak mau dijebak dalam “politik konflik” yang diciptakan oleh penguasa.

    Berdasarkan pemikiran di atas, saya menginisiasi pembentukan sebuah grup di Facebook berjudul: “USUT CENTURY, TUNTASKAN LAPINDO. ENYAHKAN SEMUA KORUPTOR DARI RI!” Grup ini adalah untuk orang-orang yang berpikir, bertindak dan bersikap atas dasar nilai (value based). Kita tak membela seseorang secara membabi buta hanya karena orang tersebut adalah “kawan”. Sebaliknya, kita pun tidak ingin menjatuhkan seseorang hanya karena orang tersebut adalah “lawan”. 

    Entah kawan atau lawan, siapapun yang bertanggung jawab dan terlibat dalam skandal apapun, khususnya Century dan Lapindo, harus diusut dan dituntut secara hukum dan politik!

    Enyahkan semua koruptor dari Republik Indonesia, dimulai dari istana! Ayo, bergabung dengan grup “USUT CENTURY, TUNTASKAN LAPINDO. ENYAHKAN SEMUA KORUPTOR DARI RI!” dengan meng-klik link: ini.

  • Korban Lumpur Lapindo Dukung Penyelidikan Komnas HAM

    Korban Lumpur Lapindo Dukung Penyelidikan Komnas HAM

    Para pejabat pemerintah setempat dan korban menyatakan kesiapannya untuk memberikan keterangan kepada Komnas HAM. “Semoga ini titik awal mengungkap pelaku kejahatan lingkungan,” kata anggota Pansus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sidoarjo, Mundzir Dwi Ilmiawan, Kamis (10/12).
    Ia berharap penyelidikan Komnas HAM ini segera ditindaklanjuti untuk mengungkap siapa yang bertanggungjawab. Pelaku kejahatan, kata dia, harus dihukum berat sesuai dengan tingkat keselahannya. Mengingat lumpur panas Lapindo ini telah merugikan puluhan ribu jiwa. Bahkan, mereka telah kehilangan rumah, pekerjaan serta harta bendanya ditenggelamkan lumpur. 
    Sedangkan korban lumpur Lapindo, Muhammad Rofiq Siraj meminta agar penegakan hukum segera dituntaskan. Alasannya, penyelesaian perkara lumpur Lapindo selama tiga tahun lebih tak ditangani secara tuntas. Kasus lumpur Lapindo ini mengakibatkan dampak sosial secara luas. “Kami telah mengadu kepada Komnas Ham sejak lama,” kata dia.
    Komnas HAM sejak tiga bulan lalu melakukan penyelidikan pro yustisia atas dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus luapan lumpur Lapindo. Tim investigasi pro yustisia memeriksa 100 orang saksi korban maupun pejabat daerah setempat. Semburan lumpur Lapindo terjadi karena human error bukan akibat faktor fenomena alam, sehingga harus ada pihak yang bertanggungjawab. 
    EKO WIDIANTO
  • Stt..Golkar Siap Pimpin Angket Kasus Lapindo

    Tapi kali ini lain. Hal itu dikarenakan judul berita di portal itu mengutip pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical. Judul berita di portal itu adalah ” Ical: Golkar Siap Pimpin Angket Century”.
    Lho apanya yang menarik? Yang menarik adalah setelah membaca berita itu aku jadi ngantuk berat dan akhirnya tertidur pulas. Di tangah tidurku itu aku bermimpi ketua Umum Partai Golkar berkata, “Bukan hanya angket Century, Golkar juga siap memimpin angket kasus lumpur Lapindo,”
    “Suara Golkar adalah suara rakyat,” tegas Bung Ical, “Suara korban lumpur Lapindo pun harus menjadi suara partai,”
    “Kita akan bongkar kasus lumpur Lapindo,” jelas Bung Ical, “Siapa pun pejabat, konglomerat atau korporat yang terlibat skandal lumpur Lapindo harus dijerat,”
    “Bangun..bangun…loe, kalau mau tidur pulang aja di rumah jangan di kantor,” hardik manager HRD di kantorku. Jelas saja aku terbangun. Aku bergegas cuci muka dan tak lupa minta maaf pada manager HRD di kantorku. ” Maaf Ibu, tadi saya ketiduran soalnya kemaarin malam harus begadang menyelesaikan kerjaan kantor,” ujarku memelas agar tidak diberi Surat Peringatan alias SP. “Lain kali, kalau tidur jangan di kantor ya,” ucap Manger HRD ku dengan ketus seraya meninggalkan meja kerjaku.
    “Sialan, lagi mimpi indah malah dibangunkan,” ucapku dalam hati, “Hmm..ternyata keberanian Ical dan Partai Golkar untuk memimpin hak angket kasus Lapindo hanya mimpi di siang bolong,”
    “Jangankan ucapan bung Ical yang akan menyerukan agar partainya memimpin angket kasus Lapindo, mendengar Bung Ical mengucap lumpur Lapindo saja hanya ada di dalam mimpi rasanya, biasanya beliau mengucapkan lumpur Sidoarjo bukan lumpur Lapindo,” ujarku lirih dengan hati perih.

    Sumber: Kompasiana

  • Haul Almaghfurloh KH Anas Al-Ayyubi Diatas Tanggul Lumpur Lapindo

    Haul Almaghfurloh KH Anas Al-Ayyubi Diatas Tanggul Lumpur Lapindo

    KH Anas Al-Ayyubi adalah salah satu tokoh masyarakat dan pendiri pondok pesantren Abil Hasan Asy Syadzily di desa Jatirejo, Porong. Beliau wafat pada januari 2003 dan di makamkan di halaman pondok pesantren.

    Menurut Muhammad Arifin (37) salah satu panitia, acara ini sengaja di adakan setiap tahun dengan tujuan mempererat kembali tali silaturrahmi yang telah putus sejak lumpur Lapindo menegelamkan desa Jatirejo dan segaligus menunjukkan kepada masyarakat dan para santri untuk selalu mengenang jasa-jasa KH Anas Al-Ayyubi

    “Acara ini selain mendoakan Almaghfurloh KH Anas Al-Ayyub sekaligus menyambungkan lagi tali silaturrahmi yang sempat putus setelah tragedi lumpur Lapindo” jelas Muhammad Arifin.

    Harapan kedepan dari acara Haul Almaghfurloh KH. Anas Al-Ayyubi, agar Lapindo dan pemerintah teteap mempertahankan makam KH. Anas Al-Ayyubi ini sebagai peninggalan desa jatirejo yang tersisa. Selain itu, juga untuk memperingatkan kepada masyarakat yang terkenak lumpur Lapindo agar selalu ingat akan sejarah keberadaan desa Jatirejo yang sekarang tenggelam oleh lumpur Lapindo.

  • Jejak Lumpur Lapindo yang Tetap Berbekas di Pemerintah Baru SBY

    Jejak Lumpur Lapindo yang Tetap Berbekas di Pemerintah Baru SBY

    “Ternyata (responden) tidak yakin, simpangan besar sekali untuk kasus Lapindo,” kata Fajar Nursahid, Kepala Divisi Penelitian Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dalam penyampaian hasil survei Pesan Publik untuk SBY-Boediono di kantornya, Jakarta, Selasa (20/10). Berdasarkan survei yang dirilis LP3ES, tampak sebanyak 52 persen responden tidak yakin KLL akan selesai dalam 5 tahun pemerintahan SBY ke depan.
    Sedangkan 38 persen merasa yakin dan hanya 10 persen responden yang tidak menentukan sikap. Ketidakyakinan itu, menurut Fajar, juga dilihat dari pandangan masyarakat para pemilih 3 pasangan kadidat presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2009 lalu.
    Masih dari hasil survei, 47 persen para pemilih SBY-Boediono menyatakan ketidakyakinannya bahwa pilihan mereka akan dapat menyelesaikan KLL. Sedangkan 43 persen responden merasa yakin dan 10 persen tidak tahu.
    Bagaimana dengan para pemilih Mega-Prabowo dan JK-Wiranto? Ternyata besaran simpangannya sangat besar. Sebanyak 67 persen para pemilih Mega-Prabowo tidak yakin SBY dapat menyelesaikan KLL, dan hanya 29 persen yang yakin.
    Lebih heboh lagi, para pemilih JK-Wiranto yang sebanyak 76 persen mengambil sikap tidak yakin dan hanya 19 persen yang yakin bahwa SBY akan menyelesaikan KLL. Lebih lanjut, LP3ES sendiri merasa prihatin dengan persoalan ini karena sudah lebih dari 3 tahun KLL tidak kunjung selesai.
    “Fakta menunjukkan bahwa pemerintah tidak pro-aktif untuk menyelesaikan soal ini. Menganggap masalah Lapindo tidak penting,” ungkap Suhardi Suryadi, Direktur LP3ES, dalam kesempatan yang sama. Survei ini merupakan hasil wawancara melalui telepon pada 14 dan 15 Oktober 2009.
    Jumlah sampel 1.990 orang yang ditentukan secara sistematis berdasarkan buku telepon residential yang diterbitkan PT Telkom yang mewakili masyarakat pengguna telepon di 33 ibu kota provinsi. Sebesar 50:50 perempuan dan laki-laki yang mayoritasnya berusia 36-50 tahun dengan tingkat pendidikan akhir perguruan tinggi dan SMA. Margin of error lebih kurang 2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
    “Soal biaya (dari kami) sendiri,” demikian Suhardi Suryadi, Direktur LP3ES.
  • Festival Budaya Anak Pinggiran Jawa Timur (FBAPJT)

    Menurut Rere (27), sekretaris panitia, sebenarnya, festival ini dilaksanakan pada tanggal 23-25 oktober kemarin. Tapi, karena beberapa sumber daya yang harus dialokasikan pada korban gempa di Sumatra rencana ini harus diundur. Lokasi acara ini pun juga harus dipindah, semula kegiatan direncanakan di Lapangan Desa Besuki, tapi karena pada bulan Desember diperkirakan akan turun hujan, maka lokasinya dipindah di Pasar Baru Porong.

    Hingga kini, panitia telah mempersiapkan komunitas-komunitas anak yang akan tampil dalam acara tersebut. Contohnya Komunitas Al-Faz di desa Besuki tengah berlatih kesenian jaranan dan musik tradisional, juga komunitas An Nuqoyah di Sumenep tengah mempersiapkan teater anak.

    Selain seni, dalam festival ini diselenggarakan workshop, seperti seni rupa, menulis opini dan membuat balon kertas. festival juga diisi dengan diskusi publik serta karnaval budaya yang akan dilaksananakan di akhir acara.

    Festival ini diikuti oleh pendamping dan Pemerhati anak se Jawa Timur yang terdiri dari 40 komunitas dan 400-500 anak.

  • Semburan Lumpur Lapindo Bertambah

    Semburan Lumpur Lapindo Bertambah

     
    Bubble itu banyak muncul di sepanjang Sungai Ketapang yang membelah pemukiman warga Desa Ketapang. Jika sebelumnya hanya muncul di permukaan sungai, kini juga bermunculan di daratan. Diantaranya di dalam rumah Suud, 47, warga RT 8 RW 3.
     
    “Kalau disulut korek api, langsung menyala, “ kata Ny Tarmi, istri Suud, Minggu (18/10).
     
    Bubble ini muncul dalam sepekan belakangan, bahkan ada yang muncul dari retakan lantai rumah. Kendati telah melapor ke Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), tapi tidak ada tindak lanjut dari laporan itu.
    “Makanya ya tetap kami biarkan saja, meski kami diliputi rasa was-was, “ ujar Bambang, tetangga Suud.
    Zainuri, warga Ketapang RT 3 RW 1 mengatakan kemungkinan jumlah bubble akan terus bertambah di kawasan Desa Ketapang. Sejumlah warga yang halaman rumahnya muncul bubble, ada yang memanfaatkan untuk menanak nasi pagi hari.
    “Itu masih ada bekasnya,” katanya sambil menunjuk tungku perapian dari batu bata.
    Kendati resah, warga nekat bertahan di rumahnya masing-masing. Sebab mereka tidak bias berbuat apa-apa karena kawasan desa itu belum ditetapkan sebagai daerah rawan. Warga juga tidak menerima ganti rugi yang kerap disebut bantuan sosial (bansos).
     
    “Kami belum dapat apa-apa,” ungkap Ny Tarmi.
    Kepala Humas BPLS Ahmad Zulkarnain menyatakan, bubble di kawasan Desa Ketapang bagian dari 135 titik bubble yang menyebar di sekitar pusat semburan. Selain di desa tersebut, bubble yang sama juga muncul di Desa Siring Barat, Jatirejo Kelurahan Mindi. Kecamatan Porong, Desa Besuki, Kedungcangkring, Desa Kedung Bendo dan Pamotan Kecamatan Tanggulangin.
    “Sejak tiga hari lalu memang muncul di Ketapang. Kalau disulut api memang menyala,” beber Izul, panggilan Ahmad Zulkarnain.
    Menurutnya, bubble itu merupakan gas berbahaya karena mengandung gas metan yang mudah terbakar dan bisa meledak. Namun bukan termasuk gas beracun yang bisa mematikan manusia. Munculnya bubble itu kata Izul, diduga kuat karena meningkatnya tekanan di bawah permukaan tanah.
    “Setelah sempat mati, kini aktif lagi. Tetapi jumlahnya tetap bukan bertambah,” kata Izul.
    Izul membantah BPLS tidak menangani bubble tersebut. Caranya dengan mengalirkan gas metan yang keluar memakai pipa yang dibangun di atas bubble itu. Soal harapan warga menerima ganti rugi, Izul menyatakan Desa Ketapang belum ditetapkan sebagai kawasan rawan sehingga belum masuk sebagai warga yang akan menerima ganti rugi.
    “Untuk menetapkan daerah rawan, ada tim sendiri yang turun, “ pungkasnya. st3
  • Gempa Tasik Bukti Lumpur Lapindo Bukan Bencana Alam

    Demikian analisis dari pengamat Migas Institut Teknologi Bandung (ITB) Rudi Rubiandini di Jakarta, Kamis (10/9/2009).

    Rudi menjelaskan, setelah gempa Tasikmalaya berkekuatan 7,3 SR dan gempa Yogya 6,8 SR ternyata tidak ada mud vulcano. Juga tidak ada sumur migas yang blow out. “Padahal gempa Yogya tahun 2006 hanya 6,3 SR. Jadi apakah DPR masih bersikukuh gempa adalah penyebab semburan lumpur di Lapindo,” tanyanya.

    Dia berharap agar bukti autentik ini tidak dikesampingkan. Sehingga memaksa Tuhan mengirim gempa yang lebih besar sebagai bukti bahwa penyebab semburan Lapindo bukan karena lindu. (ful)

  • Warga Besuki Timur Minta Sidoarjo Tidak Diskriminatif Tangani Korban Lumpur

    “Kami juga harus diperhatikan,” kata Adib Rosyadi, Koordinator Aksi, Selasa (13/10).

    Warga Besuki Timur, berada di sebelah timur tol Porong lama. Mereka merupakan bagian dari warga Desa Besuki. Akan tetapi, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 tahun 2008, tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), hanya warga Besuki Barat yang dimasukkan dalam wilayah peta terkena dampak. Hal itu rupanya memantik ketidakpuasan warga Besuki Timur.

    Warga Besuki Timur, merasa didiskriminasikan oleh pemerintah. Mereka beralasan, beberapa wilayah di Besuki Timur juga menjadi korban luapan lumpur Lapindo, tapi kenapa hanya Besuki Barat yang dimasukkan peta terkena dampak. “Di wilayah kami ada lahan milik warga seluas tiga hektar yang tidak bisa ditanami, tapi belum diganti,” terang dia.

    Jika memang tidak masuk peta, kata Adib, warga tidak protes. Tapi, lanjutnya, untuk menyenangkan hati warga, ia berharap agar pemerintah bisa memenuhi fasilitas umum dan fasilitas sosial yang diminta warga. Pemerintah harus merelokasi fasilitas untuk warga berupa masjid, sekolah, balai desa, dan lapangan sepak bola, dari Desa Besuki Barat menuju Besuki Timur. Karena, wilayah Besuki Barat, sesuai dengan Perpres Nomor 48 tahun 2008, wilayah Besuki Barat telah dimasukkan ke wilayah peta terkena dampak.

    Artinya, fasilitas itu, tidak lagi dipergunakan oleh warga Besuki Barat karena ditinggal mengungsi. Selain itu, fasilitas juga terancam ditenggelamkan oleh BPLS karena wilayah Besuki Barat hendak dijadikan wilayah pembuangan lumpur. Ia menambahkan, jika fasum dan fasos tenggelam, warga Besuki Timur tidak lagi bisa memanfaatkan fasilitas itu. “Padahal warga kami juga punya hak, kami minta fasum dan fasos dipindah,” terangnya.

    Warga mengancam, jika pemerintah tidak segera merelokasi fasum, warga akan menghentikan pembangunan irigasi untuk mengalirkan air menuju desa sekitar Besuki. Saluran irigasi itu, akan ditutup karena warga Besuki Timur juga tidak bisa menikmati. “Dari pada hanya kami yang rugi, lebih baik semua harus rugi,” ancamnya.

  • Jauh Bukan Alasan Untuk Tidak Terkena Dampak Lumpur Lapindo

    Penghasilan warga Tegal Sari menurun drastis sejak lapindo mengalirkan lumpur ke sungai porong dan sempat menggenangi tambak warga. Menurut Samijan (41) warga Tegal Sari, saya mendapatkan Rp 7jt setiap kali panen sebelum ada lumpur. Sekarang Rp 300rb setiap kali panen sudah bagus.

    “Demi mencukupi istri dan ketiga anak, saya terkadang mencari kepiting setiap malam di pesisir pantai untuk menutupi kebutuhan”. Tambah Samijan sambil menggelengkan kepala.

    Hal serupa diakui oleh Nasir (28), seorang kuli angkut ikan di tambak. Dia mengalami penurunan pendapatan sejak adanya lumpur di sungai porong yang masuk tambak warga Tegal sari, karena sekarang tidak semua tambak diisi bibit ikan oleh pemiliknya karena pasti merugi.

    “Sekarang saya mencari kepiting di pesisir pantai seperti warga lainnya dengan Rp 25rb per hari, padahal saat menjadi kuli angkut ikan dulu saya bisa mendapat Rp 100rb per hari” sahut Nasir.

    Warga Tegal Sari berharap pemerintah dan lapindo memberi jalan keluar atas masalah yang mereka alami ini, dengan memberi ganti rugi panen atau memberi pekerjaan pengganti yang layak. Warga juga berharap ada ketegasan dari pemerintah menangani kasus ini hingga tuntas. (fahmi)

     

     

  • Air Bersih Barang Mahal Di Desa Siring Barat

    Warga Siring Barat membeli air bersih setiap hari. Menurut Sulkan (69), warga Siring Barat, warga disini selalu membeli air bersih seharga Rp 1300/jurigen setiap hari. Bantuan air dari Pemda Sidoarjo kurang diminati karena warnanya kekuningan dan rasanya tidak enak.

    ”Bantuan dari pemda airnya berwarna kekuningan. Demi kesehatan, kami rela mengeluarkan tambahan biaya hidup walaupun penghasilan kami turun drastis semenjak adanya lumpur lapindo”, tambah Sulkan.

    Seluruh sumur warga Siring Barat menjadi keruh akibat adanya lumpur. Menurut Wahidin, warga menggunakan air sumur hanya untuk mandi dan mencuci, sedangkan untuk dikonsumsi sehari-hari warga membeli air bersih dari pedagang air keliling.

    Hal serupa diakui oleh Yadi (25), pedagang air keliling yang sering melewati Desa Siring Barat, warga disini lebih memilih air bersih yang saya jual daripada air bantuan dari pemda Sidoarjo karena warnanya kekuningan.

    ”Saya senang dagangan saya selalu habis. Saya juga sedih melihat penderitaan waga Siring Barat yang harus mengeluarkan uang untuk air bersih setiap hari, padahal penghasilan mereka berkurang”, sahut Yadi.

    Sudah tiga tahun lebih warga Siring Barat menjalani hidup seperti ini. Mereka berharap pemerintah atau lapindo mengganti air bantuan yang selama ini diberi dengan air yang benar-benar bersih, atau memberi kompensasi berupa uang untuk membeli air bersih setiap hari. (mi/va’)

  • Korban Lapindo Menolak Disebut Berterima Kasih

    Yudi (49) warga Siring menyatakan bahwa kalau persoalan bersilaturahmi, silahkan saja. Menurutnya silaturahmi itu baik-baik saja, akan tetapi dia tidak merasa perlu mengucapkan terima kasih kepada keluarga Bakrie.

    “Tidak masalah Bakrie bersilaturahmi dengan korban lumpur, tapi pembayaran baik yang cash n carry, cicilan, relokasi harus tetap dibayarkan. Jangan seperti kemarin yang cicilan sempat telat, sampai-sampai ibu saya yang sudah tua pas dengar itu langsung dadanya sakit”, jelasnya.

    Hal senada juga diucapkan oleh Khoiri (49), menurutnya, dia tidak terwakili oleh pemberitaan tentang korban lapindo yang berterima kasih ke keluarga Bakrie di Jakarta. Khoiri sendiri adalah salah satu korban, yang hingga sekarang belum dilunasi pembayarannya oleh Lapindo.

    “Biar saja Lapindo diputus tidak bersalah, tapi yang namanya merusak ya harus tetap bertanggung jawab. Kalau Bakrie tidak mau bayar, ya saya nagihnya ke SBY, orang SBY yang menganjurkan kami mengikuti perpresnya”, pungkasnya.

    Meskipun santer diberitakan bahwa korban Lapindo telah hidup lebih baik, kenyataannya masih banyak korban yang belum selesai pembayarannya dan harus hidup tanpa kejelasan akan masa depannya. Bahkan, Perumahan Kahuripan Nirwana Village yang selalu digembar gemborkan sebagai solusi terbaik untuk ribuan korban Lapindo, nyatanya baru berdiri dan dihuni oleh sekitar 300-an keluarga. Kenyataan ini jelas membutuhkan penanganan serius baik dari Pemerintah maupun Lapindo, yang berdasarkan Perpres harus memberi ganti rugi kepada korban, bukan dengan sekedar mengeluarkan berita tentang 18 orang korban yang berterima kasih kepada keluarga Bakrie. [mi/re]

  • Satu per Satu Tinggalkan Siring…

    Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pun meminta agar warga segera meninggalkan Siring. Apalagi sejak Selasa (21/7), bantuan sosial mulai ditransfer ke rekening warga, khususnya RT 3 RW 1 Desa Siring. Bantuan untuk warga lainnya segera menyusul.

    Memang, siapa yang bisa tahan tinggal di Siring? Di desa yang kini penduduknya berjumlah 196 jiwa itu, walau sudah mulai menurun, terdapat 33 semburan gas metana yang mudah sekali terbakar dan membuat pusing. Berlama-lama tinggal di Siring sama saja menunggu musibah yang sewaktu-waktu dapat merenggut nyawa.

    Sejak 2008, rentetan musibah menimpa desa yang berjarak sekitar 200 meter dari kolam penampungan lumpur Lapindo itu. Pada Mei 2008, tiga pekerja menjadi korban ledakan gas metana yang terbakar. Lantas, pada Januari 2009, salah satu rumah warga ambruk karena dinding rumah yang retak parah.

    Tak berhenti di situ, pada akhir Juni 2009, muncul semburan lumpur yang merupakan semburan terbesar di Desa Siring. Semburan lumpur bercampur gas metana yang keluar di rumah Okky Andriyanto (55), warga RT 3 RW 1 Desa Siring, kemudian terbakar pada Selasa (7/7). Sepekan kemudian, dua bangunan rumah Okky ambles ke dalam tanah.

    “Siapa yang sanggup tinggal di daerah seperti ini? Ibarat tempurung kelapa, kami ada di dalam tempurung itu. Sekitar kami adalah bahaya yang sewaktu-waktu mengincar keselamatan jiwa,” tutur Mahmud Marzuki, warga Siring.

    Tak punya pilihan

    Pemerintah melalui BPLS menyiapkan skema bantuan sosial bagi wilayah di sekitar semburan lumpur Lapindo yang tidak layak huni. Ada tiga desa yang akan mendapat bantuan tersebut, yaitu Desa Mindi, Jatirejo, dan Siring, Kecamatan Porong. Ketiga desa itu tidak layak huni karena banyak terdapat semburan gas berbahaya dan tanahnya rawan ambles.

    Bantuan sosial itu berupa uang evakuasi Rp 500.000 per kepala keluarga (KK), uang kontrak rumah Rp 2,5 juta per KK untuk satu tahun, dan uang jatah hidup Rp 300.000 per bulan per jiwa selama enam bulan. Ada sebanyak 756 KK atau 2.174 jiwa di tiga desa itu. BPLS menyiapkan dana Rp 60 miliar untuk bantuan sosial tersebut.

    Awalnya, warga Siring enggan menerima bantuan sosial itu karena pemerintah belum menjamin nasib aset rumah dan tanah mereka bila ditinggalkan mengungsi. Namun, rentetan bencana di Siring berhasil “memaksa” warga Siring untuk meninggalkan kampung halaman mereka. Satu per satu warga pun mulai mengemasi perabotan rumah dan mengungsi.

    “Saya tidak punya pilihan lain selain pergi dari sini. Bila tidak mengungsi, bisa-bisa jiwa kami yang terancam. Apalagi, kondisi di sini semakin hari semakin berbahaya saja,” tutur Siti Hidayati (31), warga Siring yang berencana mengungsi ke rumah famili di Desa Wunut, Kecamatan Porong. [Aris Prasetyo]

  • Pemerintah Dinilai Lamban

    Pemerintah Dinilai Lamban

    Demikian dinyatakan anggota Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS), Sabtu (18/7), saat berkunjung ke rumah Okky Andriyanto (55), warga RT 03 RW 01 Siring, yang di rumahnya keluar semburan gas dan lumpur. Empat anggota TP2LS yang berkunjung ke Siring adalah Fakhrudin Djaya, Nizar Dahlan, Tamam Ahda, dan Ali Mubarok.

    ”Pemerintah sangat lamban bertindak. Padahal, dengan kondisi di Siring seperti ini, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak merelokasi seluruh warga Siring. Tanah yang kemungkinan ambles sewaktu-waktu sangat sulit diprediksi. Relokasi ini untuk mencegah dampak yang lebih luas saja,” kata Nizar.

    Menurut Nizar, pemerintah sejauh ini sama sekali belum menyerahkan proposal mengenai upaya untuk merelokasi warga di wilayah berbahaya, di luar pusat semburan. Padahal, pihak legislatif siap mendukung untuk menganggarkan dana berapa pun yang diperlukan, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Keputusan merelokasi warga sangat bergantung pada pemerintah.

    Fakhrudin menambahkan, pihaknya telah mengusulkan revisi Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Revisi tersebut menyangkut nasib warga di luar peta terdampak, yang dinyatakan tidak layak huni agar segera direlokasi. Namun, belum ada tanggapan tentang usulan revisi itu.

    Bingung

    Sementara itu, Okky Andriyanto, yang dua bangunan rumahnya ambles pada Selasa pekan lalu, menyatakan belum ada kejelasan mengenai nasibnya. Sampai hari Sabtu, ia sama sekali belum menerima uang bantuan sosial dari pemerintah meskipun sudah menandatangani perjanjian pemberian bantuan.

    ”Bingung, kalut, itu yang saya rasakan. Apalagi, bisnis saya ikut terhenti akibat semburan. Pemerintah belum juga bertindak apa-apa karena uang bantuan belum saya terima,” kata Okky.

    Kepala Humas BPLS Achmad Zulkarnain mengatakan, setelah warga menandatangani perjanjian bantuan sosial, mereka harus menyerahkan berkas berisi fotokopi kartu tanda penduduk, kartu keluarga, dan surat nikah. Jika berkas itu selesai diserahkan, warga akan dibuatkan rekening dan buku tabungan di Bank Rakyat Indonesia. Melalui rekening itulah bantuan sosial akan diberikan.

    Bantuan sosial itu berupa uang kontrak rumah Rp 2,5 juta setahun per keluarga, uang evakuasi Rp 500.000 per keluarga, dan uang jatah hidup Rp 300.000 per bulan per jiwa selama enam bulan. Bantuan sosial diberikan kepada 576 keluarga (2.174 jiwa) di tiga desa yang dinyatakan tidak layak huni, yakni Siring, Mindi, dan Jatirejo, semuanya di Kecamatan Porong. (APO)

  • Warga Keberatan Isi Perjanjian

    Warga Keberatan Isi Perjanjian

    Saat ini ada 15 keluarga di Desa Siring yang masih bertahan sejak amblesnya rumah Okky Andriyanto (55) di RT 3 RW 1 pada Selasa (14/7).

    Warga keberatan pada isi perjanjian nomor empat poin (c), yaitu ”bila kondisi Siring dinyatakan aman oleh pejabat berwenang untuk ditinggali, maka warga diperbolehkan kembali mendiami rumah mereka”. Menurut mereka, Siring tidak mungkin pulih kembali seperti sebelum muncul semburan lumpur dan gas. Karena itu, pemerintah harus merelokasi seluruh warga.

    “Pemerintah bila membuat kebijakan jangan setengah-setengah. Bila seperti itu, nasib warga masih mengambang. Apalagi, belum ada jaminan mengenai nasib tanah dan rumah kami,” kata Mahmud Marzuki, koordinator warga Siring, Kamis di Sidoarjo.

    Menurut

    Kepala Desa Siring Mohammad Pain Ghozali, warga Siring ada yang menerima skema bantuan sosial dan ada yang menolak.

    ”Kami memberikan kebebasan kepada warga untuk mengungsi atau bertahan. Namun, kami anjurkan mengungsi demi keselamatan jiwa,” katanya.

    Pemerintah memberikan bantuan sosial bagi warga di Desa Siring, Mindi, dan Jatirejo, Kecamatan Porong, yang wilayahnya dinyatakan tak layak huni akibat semburan lumpur. Bantuan itu berupa uang evakuasi Rp 500.000 per keluarga, uang kontrak rumah Rp 2,5 juta setahun, dan uang jatah hidup Rp 300.000 per bulan per jiwa selama enam bulan.

    Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur menganggap penetapan relokasi dan ganti rugi tanah warga Desa Siring merupakan wewenang pemerintah pusat. ”Kami hanya bisa mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk memberikan bantuan dari alokasi APBD perubahan,” kata Gubernur Jatim Soekarwo.

    Menurut Soekarwo, Pemprov Jatim masih menunggu rekomendasi Komisi D DPRD Jawa Timur terkait kasus amblesnya tanah Desa Siring. Rekomendasi yang dibutuhkan adalah langkah menyiapkan lahan permukiman warga yang layak. (APO/ABK)

  • Desa Siring Mulai Dikosongkan

    Desa Siring Mulai Dikosongkan

    Evakuasi perabotan rumah warga dibantu sekitar 100 personel Satuan Samapta Kepolisian Resor Sidoarjo dan personel Komando Distrik Militer Sidoarjo.

    ”Kondisi Siring makin berbahaya dan sangat tidak layak huni. Aset rumah dan tanah akan kami pikirkan kemudian karena keselamatan jiwa warga lebih penting,” kata Ketua RT 03 RW 01 Desa Siring Gandu Suyanto.

    Kepala Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Achmad Zulkarnain mengatakan, rongga di bawah permukaan tanah yang menyebabkan rumah Okky ambles pada Selasa lalu bersifat lokal. Rongga itu diduga tak akan melebar atau menjalar ke wilayah lain. Namun, ada kemungkinan banyak terdapat rongga di bawah permukaan tanah di Desa Siring yang belum diketahui.

    ”Kami kesulitan memetakan lokasi mana saja yang terdapat rongga sehingga rawan ambles. Peralatan milik BPLS, yakni ground penetrating radar (alat pemantau kondisi di bawah permukaan tanah), hanya mampu menjangkau hingga kedalaman 100 meter,” ujar Zulkarnain.

    Siring terdapat 33 titik semburan gas dan lima titik di antaranya mengeluarkan lumpur. Dinding 20 rumah di desa itu retak dan berpotensi ambruk.

    Bupati Sidoarjo Win Hendrarso mengatakan, dalam waktu dekat, bantuan sosial bagi warga Siring akan segera dicairkan. Namun, pemerintah tak merencanakan relokasi warga secara keseluruhan. Pemerintah hanya menyediakan uang evakuasi, uang kontrak rumah selama setahun, dan uang jatah hidup per bulan selama enam bulan.

    Anggota DPRD Jatim, Mohammad Mirdasy, Rabu di Surabaya, mendesak pemerintah pusat agar segera bertindak serius menyikapi semakin parahnya kondisi Desa Siring. Pemerintah segera merelokasi warga serta memberikan hak ganti rugi tanah dan rumah. (APO/ABK/RAZ)