Blog

  • BUMI-Bakrie Bangkit dari Mati Suri, Setelah Sinarmas Selamatkan BRAU

    BUMI-Bakrie Bangkit dari Mati Suri, Setelah Sinarmas Selamatkan BRAU

    Bareksa.com – Banyak investor kini bertanya-tanya ihwal kebangkitan harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) milik keluarga Bakrie. Bagaimana sebenarnya proses restrukturisasi utang perusahaan tambang batubara raksasa yang nilainya mencapai Rp45 triliun per akhir September 2014 itu? Apakah dalam proses restrukturisasi ini, Grup Sinarmas akan turut masuk? Analis Bareksa mencoba menelusurinya.

    Pada penutupan perdagangan Senin 11 Mei 2015, harga saham BUMI tercatat naik 2 persen, serta mencatat rekor volume dan nilai transaksi terbesar sejak 14 Januari 2015. Bahkan, per jam 13.30 WIB, harga BUMI sempat melonjak 7,92 persen. Padahal, pada akhir pekan lalu, 8 Mei, harga saham BUMI sudah tiba-tiba melesat 27,85 persen ke harga Rp101 per saham.

    Ada apa gerangan?

    Sehari sebelumnya, 7 Mei, di bursa saham London, Asia Resources Mineral Plc (ARMS) – induk PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) – mengumumkan sedang menelaah lebih lanjut penawaran pembelian saham oleh Asia Coal Energy Ventures Ltd (ACE) dan Argyle Street Management Limited, perusahaan investasi yang terafiliasi dengan Grup Sinarmas.

    ARMS, yang dulunya bernama Bumi Plc, merupakan wadah investasi Nathaniel Rothschild saat menggandeng Grup Bakrie pada akhir Juni 2011 lalu.

    Lalu kemudian terjadi konflik hebat antara dua kelompok taikun ini, yang mengakibatkan Grup Bakrie menarik saham BUMI dari ARMS melalui bantuan Samin Tan, pemilik tambang batubara PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk (BORN). Semenjak itu, aset tambang batubara milik ARMS hanya tersisa BRAU.

    Samin Tan menggantikan posisi Bakrie dengan menguasai 47,6 persen saham ARMS.

    BRAU sendiri sedang dililit utang obligasi senilai $450 juta yang akan jatuh tempo pada tahun 2015 dan $500 juta lainnya pada 2017. Untuk itu, ARMS selaku pemegang saham berencana menerbitkan saham baru guna menyelamatkan BRAU dari potensi ancaman gagal bayar (default).

    Dalam kondisi terdesak ini, Rothschild berusaha mengambil alih ARMS dengan mengajukan penawaran untuk membeli saham baru yang akan dikeluarkan. Samin Tan sendiri dalam keadaan tidak berdaya karena sudah dijepit tumpukan utang akibat aksinya membeli ARMS dari Bakrie.

    Nah, tiba-tiba muncullah “sang juru selamat,” Grup Sinarmas, yang melalui ACE dan Argyle menyorongkan penawaran tandingan dengan harga yang lebih tinggi dari yang diajukan Rothschild, untuk menyerap saham baru ARMS.

    Bagaimana BUMI?

    Setali tiga uang dengan BRAU, BUMI juga sedang dicekik utang raksasa. Berdasarkan laporan keuangan BUMI per September 2014, saldo pinjaman jangka panjang mencapai $3,5 miliar dolar atau Rp45 triliun (asumsi kurs Rp13.000 per dolar AS).

    Lebih parah lagi, di bagian penjelasan disebutkan bahwa mayoritas utang tersebut sudah masuk dalam kategori macet (default). Bahkan, posisi ekuitas BUMI juga sudah negatif $320 juta atau Rp4,1 triliun.

    Seluruh utang dalam kategori default sesuai ketentuan cross default dalam perjanjian akibat BUMI gagal bayar dengan kelompok usaha atas pembayaran pokok dan atau bunga pinjaman lainnya saat jatuh tempo.

    Tabel Daftar Utang Default BUMI Per Akhir September 2014

    Daftar hutang BUMI per September 2014

    Sebelumnya diberitakan bahwa BUMI akan melakukan private placement untuk merestrukturisasi utang tersebut.

    Tetapi jika aksi tersebut hanya mengkonversi utang ke saham, maka BUMI sama sekali tidak memperoleh uang tunai. Artinya, tidak ada tambahan nilai bagi pemegang saham lama. Ini seperti yang terjadi pada bulan Juli tahun lalu, di mana pemegang saham minoritas justru terdilusi 60,7 persen akibat penerbitan 32,19 miliar saham baru BUMI.

    Dalam proses tersebut BUMI mengkonversi utang milik China Investment Corporation (CIC). Pada September 2009, CIC memberikan pinjaman kepada BUMI melalui anak usaha yakni Country Forest Ltd (CFL) senilai $1,9 miliar dengan bunga 12 persen per tahun. Lalu pada November 2011, BUMI melakukan pelunasan awal $600 juta atas utang ini, sehingga utang terhadap CFL berkurang menjadi hanya $1,3 miliar.

    Baru pada Oktober 2013, BUMI dan CFL sama-sama membuat kesepakatan untuk membayar sisa hutang dan bunga yang jatuh tempo. Salah satu dari isi perjanjian menyebut ketika BUMI melakukan penerbitan saham baru (right issue), maka utang CFL $150 juta akan ditukar dengan 6,2 miliar saham baru atau setara dengan 18,9 persen kepemilikan.

    Namun saat aksi right issue ini dilakukan pada Juni 2014, bukan CFL yang menyerap saham baru BUMI melainkan pemegang saham utama BUMI, Long Haul Ltd melalui agen fasilitas PT Karsa Daya Rekatama. Dalam penjelasan di materi persentasi November 2014 hanya disebutkan BUMI telah melunasi utang CIC senilai $150 juta. Dengan pelunasan tersebut dan pemenuhan syarat lain sesuai perjanjian, utang BUMI terhadap CFL pun berkurang menjadi hanya sekitar $1 miliar.

    Selain CIC, dalam aksi right issue BUMI juga melakukan konversi utang Castleford Investment Holdings yang seluruhnya bernilai $150 juta dengan 6,2 miliar saham baru atau setara dengan 18,9 persen kepemilikan. Castleford menunjuk PT Damar Reka Energi sebagai agen fasilitas penyerapan saham baru tersebut.

    Yang menarik kepemilikan saham atas nama dua agen fasilitas ini terus berkurang. Berdasarkan laporan pemegang saham per April 2015, kepemilikan atas nama Karsa Daya Rekatama turun menjadi di bawah 5 persen sedangkan atas nama Damar Reka Energi hanya bersisa 6,28 persen.

    Ini menunjukkan konversi hutang hanya mengubah peta kepemilikan BUMI. Berbeda halnya jika ada investor baru yang memberikan dana segar sehingga bisa memperbaiki struktur modal BUMI.

    Head of Research Syailendra Capital Lanang Trihardian mengungkapkan bahwa kenaikan harga saham BUMI saat ini lebih didorong oleh unsur spekulasi pelaku pasar atas restrukturisasi utang-utang BUMI.

    “Karena restrukturisasi utang BUMI kan masih berlangsung dan rencananya seluruh utangnya akan dikonversi ke saham melalui debt-to-equity swap. Market melihat proses ini berjalan lancar, sehingga banyak yang mulai masuk ke saham BUMI. Sentimen serupa juga tampak pada kenaikan harga obligasi BUMI.”

    Pandangan serupa diutarakan Head of Research NH Korindo Securities Reza Priambada. Menurutnya, kenaikan harga saham BUMI lebih didorong oleh sentimen dari proses restrukturisasi utang BUMI.

    “Dari isu yang beredar di market, ada yang bilang bahwa rencana restrukturisasi utang BUMI akan selesai di kuartal II-2015. Dan banyak yang berasumsi bahwa prosesnya berjalan lancar karena hingga saat ini tidak ada berita negatif mengenai proses ini.”

    Reza menambahkan kenaikan harga saham BUMI tidak ada hubungannya dengan tawaran Sinarmas atas ARMS. “Karena ARMS sekarang kan punya Rothschild dan Samin Tan. Selain itu, Sinarmas sudah punya Dian Swastatika Sentosa (DSSA).”

    Untuk dicatat, Grup Sinarmas – yang luas dikenal memiliki sejarah panjang hubungan baik dengan keluarga Bakrie – sebelumnya pernah membeli 3 hektar lahan di Superblok Rasuna Epicentrum Jakarta milik PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) pada tahun 2013 melalui PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE).

    Apakah Grup Sinarmas bakal kembali turun tangan “menolong” Bakrie dalam private placement BUMI

    Ni Putu Kurniasari & Suhendra, tambahan laporan dari Adam Rizky Nugroho

    Sumber: http://www.bareksa.com/id/text/2015/05/12/bumibakrie-bangkit-dari-mati-suri-setelah-sinarmas-selamatkan-brau/10481/analysis

  • Negara Absen Ketika Kejahatan Tambang Merajalela

    Negara Absen Ketika Kejahatan Tambang Merajalela

    Presiden Harus Berpihak Pada Keselamatan Rakyat

    Jakarta, 8 Mei 2015 – Tepat pada 29 Mei 2014, dalam agenda Kampanye Pilpres, Jokowi mengatakan dengan lantang di depan warga korban semburan lumpur Lapindo, “Dalam kasus seperti ini, negara seharusnya hadir sebagai representasi kedaulatan rakyat.” Jelas dalam komitmen yang diucapkan Jokowi dalam kampanye tersebut, Pemerintahan yang dia pimpin akan hadir berpihak pada rakyat dalam kasus kejahatan korporasi, khususnya korporasi pertambangan.

    Namun kenyataannya, dalam tujuh bulan kepemimpinan Jokowi–JK, berbagai harapan publik seolah berputar balik. Baru sebulan dilantik, Presiden Jokowi dalam pidatonya di KTT APEC (10/11/2014) malah secara vulgar mengobral berbagai proyek demi mengundang investasi besar-besaran di sektor ekstraktif dan infrastruktur. Tentu saja penggenjotan dua sektor ini akan semakin meningkatkan pengerukan sumber daya alam dan perusakan ruang hidup masyarakat. Bagaimana tidak, pengerukan sumber daya secara massif tersebut semakin diakselerasi dengan pengadaan infrastruktur yang semakin memuluskan rantai pasokan komoditas dari wilayah ekstraksi ke kawasan industri.

    Relasi kuasa politik dan modal makin kentara, tak ubah dengan rezim pemerintahan sebelumnya. Lingkaran kuasa modal terbungkus dalam struktur partai, utamanya di pemerintahan, menggerogoti kebijakan makin menjauhkan kedaulatan negara terhadap sumber daya alam tambang dan energi. Penetapan harga BBM dilepaskan ke mekanisme pasar, walaupun pemerintah masih malu-malu mengakuinya. Tentu saja ketidak-pastian harga BBM ini akan segera diikuti oleh kenaikan tarif dasar listrik dan LPG.

    Kuasa modal ini terang benderang dalam target elektrifikasi Jokowi–JK. Hitungan bisnis dikedepankan untuk memprioritaskan energi fosil yang berbahaya terhadap keselamatan rakyat ketimbang mengutamakan energi terbarukan dan ramah lingkungan. Target 35 gigawat yang akan dibangun hingga 2019 nanti, 94% bersumber dari energi fosil; Batubara: 20.000 MW, Gas: 13.000 MW. Menjauhkan harapan Indonesia akan lepas dari ketergantungan energi fosil.

    © 2015, Rahman Seblat
    © 2015, Rahman Seblat

    Apalagi dalam upaya penegakan hukum lingkungan, masih jauh dari kata, “negara hadir sebagai representasi kedaulatan rakyat.” Dalam kasus Lapindo yang hampir genap berusia Sembilan tahun, bukannya menghukum para pelakunya, pemerintah Jokowi–JK malah memberikan bantuan dana talangan bagi Lapindo sebesar Rp 781 milyar. Ada faktor kemendesakan yang memang harus dipenuhi atas nasib korban, namun tidak cukup menyelesaikan persoalan sesungguhnya yang dihadirkan PT Lapindo Brantas Inc. Dalam kasus-kasus pertambangan dan migas lain, belum ada tanda-tanda pemerintahan Jokowi–JK akan menyelesaikan, seperti kasus Freeport, Sape, Mandailing, dan anak-anak yang menjadi korban lobang tambang.

    Akankah Rezim Jokowi–JK menjadi “Rezim Neo-Ekstraktivisme” dan melanjutkan tradisi “keruk habis, jual cepat-cepat”? Sejauh manakah Jokowi–JK mampu membawa negara ini lepas dari ketergantungan energi fosil? Mampukah Jokowi–JK memenuhi komitmennya untuk menghadirkan negara sebagai representasi kedaulatan rakyat ketika kejahatan korporasi tambang semakin merajalela?

    Karena itu Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan seluruh jaringannya di daerah, menjelang Hari Anti Tambang 29 Mei 2015, mengajak seluruh elemen bangsa yang peduli pada keselamatan dan ruang hidup rakyat, untuk mendedikasikan waktu, pikiran dan dukungannya untuk melakukan aksi dan bentuk kegiatan lainnya pada Hari Anti Tambang 29 Mei 2015 sebagai bentuk perlawanan terhadap daya rusak industri pertambangan dan solidaritas perjuangan warga yang selama ini menjadi korban serta dibungkam.

    “Negara absen ketika kejahatan tambang merajalela, Presiden harus berpihak pada keselamatan rakyat.” Inilah tema yang diusung pada HATAM 2015. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari kondisi bahwa hingga saat ini negara masih absen ketika kejahatan tambang semakin merajalela. Untuk itu, presiden harus menunjukkan komitmen dan keberpihakannya pada keselamatan rakyat.

    Apa itu HATAM?

    Hari Anti Tambang, atau disingkat HATAM, adalah mandat dari Pertemuan Nasional JATAM 2010. Tercatat sejak 2011, tanggal 29 Mei diapresiasi sebagai Hari Anti Tambang, bertepatan dengan semburan pertama lumpur Lapindo pada 29 Mei sembilan tahun yang lalu, sebuah tragedi kemanusiaan akibat daya rusak pertambangan.

    Pencanangan HATAM didasari atas kenyataan bahwa sudah saatnya pertambangan dijadikan sebagai sejarah dalam perjalanan bangsa ini ke depan. Terbukti, pertambangan di Indonesia yang sudah berlangsung ratusan tahun ini malah semakin menjerumuskan bangsa ini sebagai bangsa yang miskin dan terjajah. Tidak hanya itu saja, industri pertambangan telah berhasil menghapus mimpi dan cita-cita Anak Bangsa, bahkan telah merenggut ratusan nyawa.

    Siapa dan di mana saja yang melakukan HATAM?

    JATAM dan segenap simpul jaringannya pada bulan Mei 2015 ini akan melakukan rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan perlawanan terhadap daya rusak pertambangan. Puncaknya pada HATAM, 29 Mei 2015 nanti, puluhan simpul jaringan JATAM akan melakukan aksi sebagai bentuk upaya penyelamatan ruang hidup dan keselamatan Rakyat, khususnya solidaritas kepada korban Lapindo.

    Dukungan dan solidaritas dari masyarakat luas juga bisa dilakukan dengan melakukan berbagai aksi, dialog publik maupun bentuk kegiatan lainnya sebagai dukungan terhadap HATAM dan desakan kepada negara untuk memihak kepada keselamatan dan ruang hidup rakyat.

    Sumber: http://www.jatam.org/seruan-aksi-hatam-2015-negara-absen-ketika-kejahatan-tambang-merajalela-presiden-harus-berpihak-pada-keselamatan-rakyat/

    Unduh versi pdf di sini.

  • Korban Lumpur Lapindo: Pak Jokowi, Saya Sudah Tidak Kuat…

    Korban Lumpur Lapindo: Pak Jokowi, Saya Sudah Tidak Kuat…

    SIDOARJO, KOMPAS.com – Sunarti meraung-raung di tengah ratusan warga sesama korban lumpur Lapindo yang menggelar unjuk rasa, Minggu (10/5/2015). Dia berteriak histeris karena hingga pertengahan Mei 2015, masih belum jelas kapan ganti rugi dibayar Pemerintah Pusat.

    Jarene Mei. Mei iku akeh. Taon ngarep ono Mei. Mei kapan? (Katanya Mei. Mei itu banyak. Kapan?),” kata dia sambil berteriak, yang berusaha ditenangkan warga lain.

    Berulang kali Sunarti mengungkit janji-janji pelunasan dari PT Minarak Lapindo Jaya dan pemerintah pusat. Bagi Sunarti, janji-janji itu membuat dirinya tak kuat menahan beban hidup.

    Pak Jokowi, aku wes gak kuat maneh (Pak Jokowi, saya sudah tak kuat lagi),” kata Sunarti.

    Para warga yang masuk Peta Area Terdampak (PAT) ini mengaku terus dibohongi. Di berbagai media massa, pemerintah pusat selalu mengatakan, Mei 2015 adalah batas pelunasan. Namun hingga pertengahan Mei, belum ada tanda-tanda pelunasan itu.

    Anggota Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, Maksum Zubair juga hadir dalam aksi itu. Dia mengaku tidak bisa berbuat banyak karena Pemerintah Pusat belum sepakat dengan pihak Lapindo.

    “Masalahnya ada di keduanya. Kami di sini tidak bisa berbuat banyak,” ujarnya.

    Informasi yang masuk ke Pansus, molornya pencairan ini karena tidak ada titik temu antara pemerintah dan Lapindo. Pemerintah meminta jaminan aset Lapindo sebagai syarat pencairan dana talangan ganti rugi sebesar Rp 781 miliar.

    Miftah Faridl

    Sumber: http://regional.kompas.com/read/2015/05/10/21081621/Korban.Lumpur.Lapindo.Pak.Jokowi.Saya.Sudah.Tidak.Kuat.

  • Jasa Marga Uji Coba Pengganti Tol yang Terendam Lumpur Lapindo

    Jasa Marga Uji Coba Pengganti Tol yang Terendam Lumpur Lapindo

    Bareksa.com – PT Jasa Marga (Persero) Tbk hari ini akan melakukan uji coba pengoperasian Seksi Kejapanan-Gempol sepanjang 3,55 km. Seksi tol ini merupakan bagian dari Proyek Relokasi Jalan Tol Porong-Gempol.

    Uji coba akan dimulai Jumat 8 Mei 2015 pukul 10.00 WIB hingga 17 Mei 2015 tanpa dikenakan tarif tol, dan akan beroperasi secara penuh dengan dikenakan tarif tol pada tanggal 18 Mei 2015. 

    Corporate Secretary PT Jasa Marga Tbk David Wijayatno mengatakan uji coba ini dilakukan setelah terbitnya Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 257/KPTS/M/2015 pada tanggal 6 Mei 2015 mengenai Penetapan Pengoperasian Jalan Tol Ruas Relokasi Porong-Gempol Seksi Kejapanan-Gempol pada Jalan Tol Surabaya-Gempol.

    Seksi Kejapanan-Gempol merupakan bagian dari Proyek Relokasi Porong-Gempol yang sejak bulan Agustus 2006 tidak dapat beroperasi akibat meluapnya lumpur Sidoarjo. Ruas Porong-Gempol yang terputus semula sepanjang 5 km.

    Namun, karena sebagian besar ruas jalan tol telah terendam oleh lumpur maka dilakukan kajian geologi bekerjasama dengan ITB dan diputuskan untuk merelokasi ruas tersebut dengan memutar ke arah Selatan. Sehingga, total panjang relokasi ruas jalan tol tersebut menjadi 10 km.  

    Relokasi Proyek Porong-Gempol dibagi menjadi dua seksi yang terdiri dari Seksi Kejapanan-Gempol (3,55 km) dan Seksi Porong-Kejapanan (6,45 km). Seksi Porong-Kejapanan saat ini belum dibangun karena kapasitas Jalan Arteri Baru Porong masih dapat menampung beban lalu lintas kendaraan dari dan menuju Surabaya.

    “Ruas ini merupakan bagian dari Jalan tol Surabaya-Gempol yang menghubungkan antara kota Surabaya sebelah Utara dan Gempol di sebelah Selatan. Relokasi Ruas Porong-Gempol ini nantinya akan terkoneksi dengan Jalan Tol Gempol-Pandaan yang juga akan dioperasikan pada tahun ini,” kata David.

    Pengoperasian Seksi Kejapanan-Gempol ini akan menggunakan Sistem Operasi tertutup dengan besaran tarif tol Golongan I Rp 3.000, Golongan II Rp 4.500, Golongan III Rp 6.000, Golongan IV Rp 7.500 dan Golongan V Rp 8.500 (sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 259/KPTS/M/2015 tentang penetapan Golongan Jenis Kendaraan Bermotor dan Besaran Tarif Tol pada Relokasi Porong-Gempol Seksi Kejapanan-Gempol pada Jalan Tol Surabaya-Gempol).

    Diharapkan, dengan dioperasikannya Seksi Kejapanan-Gempol ini akan mempersingkat waktu tempuh masyarakat yang sebelumnya harus menempuh waktu 30 menit bila melewati jalan arteri, menjadi 10 menit dengan melewati jalan tol ini. (kd)

    Sumber: http://www.bareksa.com/id/text/2015/05/08/hari-ini-jasa-marga-uji-coba-pengganti-tol-yang-terendam-lumpur-lapindo/10461/

  • Ganti Rugi Korban Lumpur, Gus Syaikhul : “Macetnya Tuh di Lapindo”

    Ganti Rugi Korban Lumpur, Gus Syaikhul : “Macetnya Tuh di Lapindo”

    Sidoarjonews, Taman – Dana ganti rugi para korban lumpur Lapindo yang berada di dalam area peta terdampak, hingga saat ini belum turun disebabkan pihak Lapindo tidak serius dalam memberikan komitmen kepada pemerintah. Padahal selama ini, pemerintah sudah berusaha membantu para korban dengan memberikan dana talangan dari APBN P 2015 sebesar Rp 781 miliar.

    Ungkapan itu disampaikan salah satu anggota DPR RI Komisi VII yang membidangi ESDM, Ristek dan Dikti, H Syaikhul Islam saat dikonfirmasi SidoarjoNews terkait ganti rugi korban lumpur Lapindo di salah satu rumah makan di daerah Taman Sidoarjo usai melakukan reses.

    Gus Syaikhul, sapaan akrab H Syaikhul Islam, menyampaikan, sebetulnya pemerintah sudah mempunyai niat atau itikad baik untuk memberikan dana talangan. Akan tetapi pihak lapindo tidak mempunyai niat dan komitmen sehingga pada akhirnya dana tersebut nyangkut seperti ini.

    “Lapindo tidak mempunyai itikad baik untuk mencairkan uang ganti rugi kepada masyarakat (korban lumpur). Kenapa demikian? Di APBN-P 2015 sudah diputuskan bahwa negara memberikan dana talangan sebesar Rp 781 miliar dan sudah diketok di APBN-P itu,” ungkapnya, Rabu (6/05/2015).

    “Kenapa uang tersebut belum cair?,” sambung Gus Syaikhul, “Menteri Keuangan belum berani memberikan atau mencairkan dana sebab pihak Lapindo tidak menunjukkan komitmennya untuk bisa mengembalikan uang tersebut.”

    Gus Syaikhul mencontohkan,  sampai hari ini aset-aset Lapindo sebagai agunan ke pemerintah tak kunjung diberikan dan pihak Lapindo belum menunjukkan data konkrit yang dibutuhkan.

    “Saya tekankan bahwa masalahnya ini bukan pada pemerintah, tetapi pada Lapindo. Masalahnya itu bukan di presiden. Dana talangan yang diberikan pemerintah tidak direspon baik oleh lapindo. Kalau Lapindo membantu pemerintah, tolonglah bantu pemerintah. Sehingga uang Rp 781 miliar itu segera cair,” tegas Gus Syaikhul.

    Tahapan ini menjadi titik krusial untuk menuju tahapan berikut hingga dana talangan itu bisa dicairkan ke korban lumpur Lapindo.

    “Tentang verifikasi penerima, jangan dihambat. Kalau pemerintah minta uang itu dicairkan ya lakukan. Masalah uang APBN-P ini kebaikan pemerintah kepada korban. Saya tidak mau menebak-nebak tujuan Lapindo apa. Yang jelas mereka tidak mempunyai keseriusan untuk melunasi ganti rugi. Padahal pemerintah berniat baik untuk membantu memberikan dana talangan,” ujarnya.

    Pihaknya belum bisa memastikan kapan dana dicairkan. Namun, dirinya masih terus melakukan pemantauan kepada Menteri Keuangan untuk mendapatkan kepastian.

    “Pastinya belum tahu, kita terus melakukan pemantauan kepada Menteri Keuangan untuk mendapatkan kepastian. Sementara jawaban yang kami terima, ada hambatan dari Lapindo yang tidak memberikan data para korban Lapindo, yang jelas mereka tidak memberikan keseriusan,” tandasnya.

    Kholid Andika

    Sumber: http://www.sidoarjonews.com/ganti-rugi-korban-lumpur-gus-syaikhul-macetnya-tuh-di-lapindo/

  • Pulau Baru Akibat Lumpur Picu Konflik

    Pulau Baru Akibat Lumpur Picu Konflik

    SURYA.co.id | SIDOARJO – Warga dari dua kecamatan, yakni Jabon, Kabupaten Sidoarjo dan Pulau Kerto, Kabupaten Pasuruan berebut Pulau Marina di Selat Madura. Pulau itu tergolong baru karena terjadi akibat sedimentasi yang terus-terusan sejak lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo meluap, dan lumpurnya dialirkan ke sungai menuju Selat Madura.

    Konflik memuncak saat warga Pulau Kerto memasang patok di Pulau Marina. Aksi itu diprotes warga Desa Kedung Pandan, Jabon, Sidoarjo. Pematokan yang dilakukan pada Senin (4/5) membuat warga Kedung Pandan berniat mencabut patok-patok tersebut.

    “Kami berkoordinasi dengan kepala desa agar warga Kedung Pandan tidak mencabut patok agar tidak terjadi kontak fisik,” ujar Dan Ramil Jabon, Kapten (Arm) Didik Supandi, Selasa (5/5/2015). 

    Dia berharap kepala desa dari dua kelompok warga ini bisa menangkan warganya. Aparat keamanan yang turun ke lokasi, berjaga agar tidak ada warga yang nekat mendatangi Pulau Marina untuk mencabut patok.

    Kasus sengketa ini sudah masuk ke meja dua bupati, yakni Sidoarjo dan Pasuruan. Menurut Camat Jabon, Ali Sarbini, sebenarnya Pulau Marina masuk wilayah Sidoarjo. Klaim itu didasarkan pada peta. Selama ini, tidak ada konflik yang terjadi terkait klaim tersebut sampai aksi pemasangan patok oleh warga Pasuruan.

    “Tapi saya katakan, siapa pemilik pulau itu, kita tunggu saja putusan dari pimpinan. Kalau perlu Menteri Dalam Negeri. Saya sudah laporkan pematokan ini ke Pak Bupati (Bupati Sidoarjo Saiful Ilah),” ujarnya. 

    Dia berharap, pulau tersebut disterilkan agar tidak memicu konflik.

    Ali mengaku sudah meminta petunjuk batas wilayah Desa Kedung Pandan. “Jadi batasnya akan dinyatakan sesuai keputusan Bupati, Gubernur dan Mendagri, mana batas Sidoarjo dan mana Kabupaten Pasuruan di Azimut 76 Derajat 30 termasuk Pulau Marina di dalamnya,” ungkapnya. 

    Miftah Faridl

    Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/2015/05/05/pulau-baru-akibat-lumpur-lapindo-picu-konflik-dua-kabupaten

  • Sisa Ganti Rugi Lapindo Belum Bisa Dicairkan

    Sisa Ganti Rugi Lapindo Belum Bisa Dicairkan

    Suara Pembaruan, SIDOARJO – Sisa ganti rugi korban semburan lumpur panas Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 781 miliar masih belum bisa dicairkan. Alasannya, masih menunggu keputusan presiden tentang besaran bunga dana yang dipinjam PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), selaku ‘juru bayar’ perusahaan pengeboran gas PT Lapindo Brantas Inc.

    Gubernur Jatim yang biasa disapa Pakde Karwo itu, ketika menerima perwakilan warga korban lumpur Lapindo, Senin (4/5) kemarin mengatakan, bahwa dana dari APBN untuk pembayaran sisa ganti rugi korban Lapindo sudah ada. Namun demikian, dana pinjaman dari pemerintah untk PT MLJ tersebut belum bisa dicairkan, karena masih belum ada kata sepakat tentang besaran bunga pinjaman tersebut.

    “Jadi masih menunggu keputusan Presiden. Besaran bunga pinjaman itu berapa yang harus dibayar Lapindo, ini yang masih belum ada kata sepakat. Belum ketemu,” ujar Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang dikonfirmasi pasca pertemuan itu, Senin sore. Ia optimis pembayaran sisa ganti rugi dari dana pinjaman pemerintah pusat akan dicairkan sekitar akhir Mei 2015. Sesuai perkiraan, kemungkinan besar pencairan dana talangan pinjaman itu sekitar akhir Mei, tandas Pakde Karwo.

    Sementara itu ratusan warga korban lumpur di dalam area peta terdampak beberapa waktu sebelumnya menggelar unjuk rasa di bekas pompa bensin (SPBU) di Jalan Raya Porong, Sidoarjo guna sekedar mengingatkan janji Presiden Jokowi yang akan menyelesaikan pembayaran ganti rugi Mei 2015 ini. Mereka yang mayoritas ibu-ibu dari Desa Jatirejo, Siring, Renokenonggo Kecamatan Porong dan Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin dengan memasang spanduk  bertuliskan, ‘Kami Menuntut Janji Bapak Presiden, 9 Tahun Kami Ditelantarkan, Mei 2015 Segera Dibayar Lunas’ yang dibentangkan di lokasi.

    Menurut koordinator lapangan aksi unjuk rasa, H Mujiono (52), warga Desa Jatirejo, yang dikonfirmasi terpisah mengatakan, bahwa warga hanya menggantungkan pada kebijakan Presiden Jokowi karena selama 10 tahun di bawah kepemimpinan Presiden SBY, janji Lapindo tidak dipenuhi. 

    “Pak Jokowi sebelum menjadi Presiden pernah berkunjung menemui warga korban lumpur di atas tanggul penahan lumpur. Di titik 21 Desa Siring, Jokowi menandatangani janji, salah satu isinya akan menyelesaikan permasalahan warga korban lumpur. Kami berharap agar bapak Presiden Joko Widodo bisa mewujudkannya,” ujar Mujiono.

    Selain berunjuk rasa, korban lumpur juga mengadakan doa bersama. Setelah doa bersama selesai, enam orang perwakilan korban lumpur Lapindo yang diwakili Mahmudah, Arthan dari Desa Renokenonggo, Ipan, Mujiono, Hasan Basri dari Desa Jatirejo, dan Muripan dari Desa Kedungbendo menemui Gubernur Jawa Timur Pakde Karwo di Surabaya. Untuk menjaga aksi unjuk rasa ini, ratusan petugas Polres Sidoarjo dan 1 unit mobil Rantis Watercanon disiagakan di dekat lokasi. [ARS/L-8]

    Sumber: http://sp.beritasatu.com/nasional/sisa-ganti-rugi-lapindo-belum-bisa-dicairkan/86143

  • Tanah Yang Hilang

    Tanah Yang Hilang

    Tahun 2005, saya bertugas untuk pemotretan perajin perak di desa Reno Kenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Desa yang sebagian warganya bertani ini memiliki sentra usaha kecil kerajinan perak yang juga memasok kerajinan perak di pulau Bali. Saya mengingat desa ini dengan suasana khas pedesaan. Halaman rumah yang luas dan warga yang antusias mengelap kerajinan perak setengah jadi di teras rumah mereka. Selebihnya, masjid, sekolah dan jalan desa yang aspalnya mulai tergerus adalah pemandangan lain yang saya ingat.

    Ingatan akan tanah yang makin tenggelam oleh lumpur membawa saya kembali menelusuri jejak kampung halaman warga di kecamatan Tanggulangin, Porong dan Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Tragedi Lumpur Sidoarjo ini kemudian menuntun saya untuk sedikit demi sedikit mengumpulkan rekam jejak kampung halaman yang makin hilang. Rumah, sawah, sekolah, masjid, makam, kantor pemerintahan, pabrik, dan jalan desa berangsur hilang ditelan lumpur.

    Mamuk Ismuntoro – Nukilan dari buku Tanah yang Hilang (Pannafoto, 2014)

    (versi PDF unduh di sini)

    This slideshow requires JavaScript.

  • Penghancuran Terencana

    Penghancuran Terencana

    Selang beberapa tahun berlalu, terdapat banyak perubahan kondisi di sekitar semburan lumpur Lapindo. Tidak hanya lingkungan fisik, melainkan juga terjadi perubahan sosial dan budaya.

    Setelah masuk dalam skema Perpres, warga harus menjual tanah dan rumahnya. Kondisi ini secara otomatis pula memaksa mereka untuk meninggalkan kampung halaman dan mencari permukiman baru. Sebelum meninggalkan rumah dan tanahnya, biasanya warga menghancurkan bangunannya sebab sisa bangunan itu bisa dimanfaatkan dengan dijual atau dimanfaatkan lagi jika membangun rumah baru.

    Foto-foto ini hanyalah sekelumit cerita mengenai dampak lumpur Lapindo, sebuah bencana teknologi yang menyisakan kehancuran. Desa dan kampung kini menjadi wilayah mati. Desa tak berpenghuni. Sisa puing bangunan rumah yang telah dihancurkan. Kehancuran itu tidak terjadi secara tiba-tiba. Kehancuran itu terjadi karena telah direncanakan. Inilah beberapa potret penghancuran terencana itu.

    Teks dan foto oleh Lutfi Amiruddin

    Versi PDF unduh di sini.

    “Go Away From Porong”

    Proses pembongkaran rumah di tepi Jalan Raya Porong di seberang tanggul penahan lumpur. Setelah “masuk peta” berdasarkan Perpres 68/2011 dan dibeli pemerintah dengan APBN, tanah dan bangunan yang berada dalam wilayah Kelurahan Siring Barat ini harus dibongkar. Tulisan “Go Away from Porong” terpampang pada salah satu dinding bangunan yang masih tersisa. Judul itu menyiratkan pula bahwa penghuni yang mendiami tanah itu harus pergi meninggalkannya. (Aperture priority, F/8, 1/640sec, ISO 400)

    Puing-Puing

    Ini bukanlah sawah yang sedang diairi, melainkan tanah bekas bangunan yang telah dibongkar. Genangan air berasal dari hujan yang turun pada pagi sebelum foto ini diambil. Dahulu lokasi tersebut merupakan permukiman warga. Namun, demi kelancaran penyelesaian bagi korban lumpur Lapindo melalui skema Perpres, semua warga harus rela tanah dan bangunannya dibeli, termasuk wilayah Kelurahan Siring Barat ini. Setelah tanah dan bangunan dibeli, maka bangunan dibongkar, dan hanya menyisakan puing-puingnya. (Aperture priority, F/8, 1/800 sec, ISO 400)

    Tanggul Protes

    Tanggul penahan lumpur tidak hanya berfungsi untuk menahan lumpur agar tidak meluap, tetapi juga dimanfaatkan oleh warga sebagai tempat memampang spanduk protes. Protes biasanya ditujukan kepada pihak Lapindo yang belum melunasi cicilan jual beli rumah dan tanah berdasarkan Peta Area Terdampak 22 Maret 2007. Protes juga kerap berisi tuntutan pertanggungjawaban Lapindo atas kerusakan lingkungan di wilayah kecamatan Porong dan Jabon, Sidoarjo. Tanggul penahan lumpur bukan sekedar bangunan fisik, melainkan juga arena pertarungan berbagai macam opini. (Aperture priority, 1/8, 1/400 sec, ISO 400)

    Masih Bertahan

    Salah satu rumah di sebelah barat tanggul di Jalan Raya Porong ini masih bertahan. Meskipun sudah miring akibat penurunan tanah, sang pemilik menolak untuk menjualnya. Rumah ini bisa jadi akan menjadi rumah terakhir yang masih berdiri di antara rumah lain yang telah dirobohkan. Memang penyelesaian korban Lapindo dengan cara menjual aset berupa rumah dan tanah dirasakan oleh korban bukanlah cara yang adil. (Manual, f/22, 1/60 sec, ISO 400)

    Kampung Mati

    Dulu, lokasi ini adalah kampung, tempat warga hidup bertetangga. Rumah itu dulu ditempati oleh beberapa keluarga. Di rumah itu pula mereka hidup, membesarkan, dan mendidik anak-anak mereka. Namun, setelah “masuk peta” dan melalui proses jual beli, beberapa bangunan rumah hanya menunggu waktu untuk dihancurkan. Penghuninya pun harus pindah dan mencari permukiman baru. Kini, tidak ada lagi manusia yang mendiaminya. Yang tersisa hanyalah seonggok batu bata yang direkatkan oleh semen menunggu gilirannya untuk dihancurkan. Sebuah musholla pun menunggu untuk dihancurkan. Ruang sosial, tempat interaksi sosial, kini hanya menjadi puing-puing yang tak berguna. (Aperture priority, f/10, 1/400 sec, ISO 400)

    Jangan Dibongkar

    Salah satu dinding rumah warga yang belum dibongkar. Pemilik bangunan belum membongkar dinding rumah ini lantaran pihak Lapindo belum melunasi proses jual beli bangunan dan tanah. Mempertahankan sisa bangunan ini penting karena dapat digunakan sebagai bukti luas bangunan yang harus dibeli oleh pihak Lapindo. Meskipun telah enam tahun berlalu sejak Perpres 14/ 2007 ditetapkan, proses cicilan jual beli tanah antara PT Minarak Lapindo Jaya dengan korban belum juga terlunasi sepenuhnya. (Aperture priority, f/8, 1/100sec, ISO 400)

  • Dana Talangan Lapindo Bisa Cair Akhir Mei Tapi …

    Dana Talangan Lapindo Bisa Cair Akhir Mei Tapi …

    Metrotvnews.com, Surabaya: Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, memastikan talangan ganti rugi korban lumpur Lapindo cair pada akhir Mei 2015. Namun, kata dia, pencairan masih menunggu jumlah bunga yang harus dibayar Lapindo kepada pemerintah untuk membantu menalangkan ganti rugi tersebut.

    “Saat ini masih menunggu hitungan bunga yang akan dibayarkan Lapindo kepada pemerintah, kita masih menunggu itu. Tapi kata Menteri Keuangan sudah bisa dicairkan,” kata Pakde Karwo, sapaan akrabnya, kepada wartawan di Surabaya, Senin (4/5/2015).

    Pakde Karwo menyampaikan Pemprov Jatim terus berusaha segera membantu para korban Lapindo. Hanya saja saat ini pemerintah masih menghitung berapa bunga yang harus dibayar Lapindo ke pemerintah selaku pihak yang membantu memberikan talangan dana ganti rugi kepada korban Lapindo.

    “Pemerintah juga sudah menyetujui untuk memberikan talangan kepada Lapindo untuk korban Lapindo,” jelasnya.

    Dana talangan dari pemerintah yang diperbantukan untuk korban Lapindo sebesar Rp781,7 miliar. Namun dana ini belum bisa dicairkan karena harus menunggu proses audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai besaran pasti tanggungan yang harus dibayar PT Minarak Lapindo Jaya.

    Dari total ganti rugi area terdampak yang menjadi tanggungan Lapindo sebesar Rp3,8 triliun, PT Minarak Lapindo Jaya hanya bisa mengganti Rp3,03 triliun. Lapindo masih menyisakan dana Rp781,7 miliar.

    RRN | Amaludin

    Sumber: http://jatim.metrotvnews.com/read/2015/05/04/393764/dana-talangan-lapindo-bisa-cair-akhir-mei-tapi

  • Rel Kereta Api Porong Ditinggikan

    Rel Kereta Api Porong Ditinggikan

    SIDOARJO, KOMPAS — Mengantisipasi banjir susulan yang merendam jalur kereta api dan Jalan Raya Porong di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, PT Kereta Api Indonesia, Sabtu (2/5), meninggikan rel. Peninggian dilakukan supaya perjalanan kereta tidak terganggu banjir sehingga penumpang tak telantar.

    Sejak pagi, sejumlah pekerja sudah berada di jalur kereta api yang menghubungkan Stasiun Tanggulangin dan Stasiun Porong, tepatnya di sisi selatan tanggul penahan lumpur Lapindo. Kereta jenis mesin Multi Tie Tamper (MTT) juga dioperasikan di lapangan.

    Menurut Inspektur Lapangan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) VII M Yudhi, permukaan rel ditinggikan sekitar 30 sentimeter (cm) dari kondisi normal. Peninggian untuk mengantisipasi banjir susulan karena wilayah Sidoarjo masih berpotensi diguyur hujan deras selama Mei ini.

    “Sehari sebelumnya kami melakukan pengangkatan rel karena terendam banjir setinggi 21 cm di atas permukaan atau kepala rel. Sabtu ini baru dilakukan peninggian dengan menambah bantalan berupa batu kerikil atau kericak,” ujar Yudhi di Sidoarjo.

    Kereta MTT yang dioperasikan mengangkat rel secara otomatis lalu memasukkan kericak di bawah rel sehingga terangkat. Kereta ini didesain khusus untuk pembangunan jalur kereta.

    Jumat lalu banjir menenggelamkan jalan raya Porong dan jalur KA sepanjang sekitar 1 kilometer. Akibatnya, 20 jadwal perjalanan KA terganggu dan sebagian batal berangkat. Padahal, kondisi KA terisi penuh penumpang karena musim liburan.

    Selain menenggelamkan rel KA, banjir juga mengakibatkan Jalan Raya Porong rusak parah akibat terendam air. Badan jalan dipenuhi lubang besar dan membuat banyak pengendara motor terjatuh. Kondisi kian parah karena permukaan aspal pun mengelupas. Selain karena hujan deras, banjir juga disebabkan luapan Sungai Ketapang akibat sedimentasi oleh lumpur Lapindo. Penyebab lain, permukaan tanah turun 2 cm karena pengaruh dari semburan lumpur Lapindo. Saat bersamaan, mesin pompa milik Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) kurang maksimal menyedot air.

    Dwinanto Hesti Prasetyo dari Humas BPLS mengatakan, pihaknya mengerahkan 10 mesin pompa di titik tanggul penahan lumpur Lapindo. Khusus di Jalan Raya Porong disiagakan tiga pompa. Sisanya di permukiman warga Desa Gempolsari yang juga terendam banjir.

    Sementara itu, banjir yang menggenangi sebagian wilayah di Kabupaten Pasuruan, Sabtu, mulai surut. Warga pun membersihkan rumahnya dan sekolah yang terendam air dan lumpur.

    KA anjlok

    Sementara itu, KA jurusan Medan-Tanjung Balai, Sabtu, anjlok karena patah roda di jalur Km 90 di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Akibat kejadian itu, 493 penumpang KA telantar hingga Sabtu siang. Tak ada korban dalam kejadian itu.

    Seorang penumpang KA, Khairuddin Yoes (56), menuturkan, mereka merasakan ada guncangan dua kali dan muncul asap dari bawah KA itu. “Kereta cepat berhenti,” ujarnya.

    Kepala Humas PT KAI Daop I Rapino Situmorang menyampaikan, penyebab pasti kejadian itu belum diketahui dan masih diselidiki. (nik/dia/dri)

    Sumber: http://regional.kompas.com/read/2015/05/03/15025631/Rel.Kereta.Api.Porong.Ditinggikan

  • Bola Panas “Ganti Rugi”

    Bola Panas “Ganti Rugi”

    Oleh: Anton Novenanto

    Memasuki bulan Mei 2015, persoalan “ganti rugi” korban Lapindo masih sekeruh warna lumpur panas yang tak kunjung berhenti menyembur di Porong, Sidoarjo.

    Pada Minggu (29 Maret 2015), Tempo memuat pernyataan Menteri PU Basuki Hadimuljono tentang janji pemerintah untuk menyelesaikan kekurangan pembayaran “ganti rugi” pada Mei 2015. Sekaligus, Basuki menyatakan bahwa BPKP sudah selesai melakukan tugasnya mengaudit aset Minarak Lapindo Jaya (MLJ). Hasil audit menunjukkan bahwa aset MLJ sejumlah Rp 2,7 triliun, dari dugaan awal Rp 3,03 triliun.

    Persis sebulan setelah itu, Tempo memuat pernyataan humas BPLS Dwinanto Hesty Prasetyo bahwa proses pencairan dana tersebut masih menunggu peraturan presiden yang “draf hukumnya sudah diproses.” Dari Dwinanto juga kita mengetahui tentang adanya dua tahap yang harus dilalui sebelum pemerintah akhirnya menalangi hutang MLJ pada korban. Pertama, verifikasi oleh BPKP; kedua, penerbitan peraturan presiden berdasarkan hasil verifikasi tersebut.

    “Ganti rugi” adalah salah satu dari pelbagai persoalan kasus Lapindo lainnya, namun persoalan ini selalu menjadi tolok ukur bagi publik untuk menilai keseriusan pemerintah dalam menangani kasus ini. Kisah warga menuntut kerugian, MLJ yang tidak dapat memenuhi kewajibannya, ataupun pemerintah yang berusaha menjadi perantara selalu menarik media massa dan perhatian publik. Namun, bingkai yang ditawarkan media nyaris seragam: “kasus Lapindo akan selesai begitu ‘ganti rugi’ korban lunas seluruhnya.” Bagi saya, bingkai ini sangat problematis.

    Ketidak(pernah)jelasan jaminan hak-hak korban Lapindo, warganegara republik ini, adalah tema yang terus terulang, bahkan sampai menjelang 9 (sembilan) tahun semburan lumpur Lapindo pada 29 Mei nanti. Hak-hak warganegara telah diabaikan sejak pemerintah memberikan izin pengeboran sumur eksplorasi di kawasan padat huni. Pemerintah pun selalu permisif dan melindungi perusahaan yang mengakibatkan jatuhnya lebih banyak korban dari warganegara. Dalam taraf tertentu pemerintah berusaha meringankan beban perusahaan dengan pelbagai dalihnya.

    Hal prinsipil pertama yang kerap luput adalah persoalan “ganti rugi” telah direduksi menjadi “jual beli” aset (tanah dan bangunan) warga. Sesuai Perpres 14/2007, aset di dalam PAT 22 Maret 2007 dibeli oleh Lapindo dan di luar PAT oleh pemerintah.

    Prinsip kedua yang juga luput adalah ketidak(pernah)jelasan pemerintah mengusut tuntas kasus Lapindo. Pemerintah, misalnya, tidak pernah tegas untuk menindak Lapindo yang jelas-jelas melanggar ketentuan Perpres 14/2007, yang mewajibkan perusahaan untuk melunasi pembelian sebelum dua tahun setelah uang muka dibayarkan (Pasal 14 Ayat 2). Alih-alih menghukum, pemerintah justru berencana menalangi kekurangan pembayaran itu dengan jaminan aset “milik negara” (!).

    Prinsip ketiga, yang terutama, adalah pemerintah belum punya nyali untuk mengubah kembali perspektifnya untuk melihat lumpur Lapindo sebagai “bencana industri” dan cenderung melihatnya sebagai bencana alam biasa.

    Pada masa awal semburan pemerintah yakin bahwa semburan itu disebabkan oleh pengeboran yang non-prosedural. Sayang, dalam perjalanannya, pemerintah justru mengabaikan bukti-bukti yang mendukung hal itu dan beralih pada dugaan-dugaan yang diusulkan oleh perusahaan. Perubahan sikap secara drastis semacam ini mengindikasikan betapa kuatnya pergulatan internal dalam tubuh dan tekanan eksternal terhadap pemerintah.

    Sebagai pihak yang mengeluarkan izin pengeboran, pemerintah berada dalam posisi terjepit. Dan jalan keluar yang dipilih untuk menyelamatkan diri adalah membantah bahwa segala kelalaian itu pernah terjadi dan mengambinghitamkan alam yang memang tidak dapat membela diri dalam dunia politik manusia.

    Pelunasan “ganti rugi” hanyalah satu persoalan yang belum menyentuh akar dari kasus Lapindo, karut-marut pengelolaan industri migas di republik ini. Kasus Lapindo bukanlah sekadar “peristiwa” bencana lumpur panas di Porong, melainkan buah simalakama politik migas di republik ini.

    Pada 29 Mei 2015 nanti, lumpur Lapindo akan genap sembilan tahun menyembur. Saat itu, kita akan mengenang bagaimana politik manusia atas alam telah berujung pada penghancuran ekologi dan masyarakat dan bagaimana pelunasan “ganti rugi” pada korban tidak akan pernah bisa memulihkan segala macam kehancuran yang terjadi.

    Heidelberg, Tag der Arbeit 2015

  • Rugi Bersih Bumi Resources Minerals Kian Bengkak

    Rugi Bersih Bumi Resources Minerals Kian Bengkak

    Bisnis.com, JAKARTA – Emiten Group Bakrie, PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) masih membukukan rugi bersih US$ 17,8 juta setara dengan Rp 231,4 miliar pada kuartal I/2015, membengkak 35% dari rugi periode yang sama tahun sebelumnya US$ 13,17 juta.

    Berdasarkan laporan keuangan perseroan, Kamis (30/4/2015), disebutkan pendapatan merosot 35% menjadi US$ 3,15 juta dibandingkan dengan tiga bulan pertama tahun lalu US$ 4,89 juta.

    Emiten berkode saham BRMS tersebut berhasil menekan beban usaha menjadi US$ 1,3 juta dari US$ 1,99 juta. Namun, laba usaha perseroan merosot menjadi US$ 1,84 juta dari US$ 2,9 juta.

    Rugi sebelum pajak mengecil menjadi US$ 27,46 juta dari US$ 28,91 juta. Rugi netto tercatat melorot menjadi US$ 19,2 juta dari US$ 28,18 juta.

    Hingga akhir kuartal I/2015, total aset Bumi Resources Minerals mencapai US $1,87 miliar dari akhir tahun lalu US $1,86 miliar. Liabilitas mencapai US$ 732,89 juta dari US$ 703,75 juta dan ekuitas US$ 1,13 miliar dari US$ 1,15 miliar.

    Per 31 Maret 2015, saham Bumi Resources Minerals dikuasai oleh PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) sebesar 87,09%, PT Prudential Life Assurance 8,54%, dan publik 4,37%.

    Sukirno

  • Ganti Rugi Korban Lumpur di PAT Tak Kunjung Cair

    Ganti Rugi Korban Lumpur di PAT Tak Kunjung Cair

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Pelunasan ganti rugi korban lumpur dalam peta area terdampak (PAT) melalui dana talangan yang sudah dijanjikan pemerintah, tak kunjung cair. Para korban lumpur juga berharap dana talangan senilai Rp 781 miliar yang sudah tercantum dalam APBN-P, segera dibayarkan.

    Menurut Suwarti warga korban lumpur asal Renokenogo, kapan dana talangan itu dicairkan. Warga korban lumpur sudah 9 tahun menunggu ganti rugi lunas. “Sudah 9 tahun ini warga korban lumpur merana menunggu kejelasan ganti rugi segera lunas,” ucapnya Rabu (29/4/2015).

    Terpisah, Vice Presiden PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) Andi Darussalam Tabusala menandaskan, sudah memberikan data soal dana yang sudah dikeluarkan dalam jual beli aset korban lumpur dalam PAT. 

    Data pembayaran ribuan aset sudah diserahkan PT MLJ kepada BPLS. Tidak benar kalau MLJ belum menyerahkan data yang dibutuhkan itu. “Dana yang sudah kita keluarkan untuk penanganan sosial dan dampak yang ada, juga sudah dilaporkan semuanya,” terang Andi.

    Andi juga menyatakan belum mengetahui kapan dana talangan itu cair. Karena masih dalam pembahasan  Presiden, Menteri PU dan Menteri Keuangan.

    Ia juga berharap, soal pembayaran pelunasan dengan dana talangan itu, kewenangannya diberikan kepada MLJ. Karena soal dana itu, nantinya Lapindo yang akan mengembalikan. “Jika yang melakukan pembayaran pelunasan bukan pihak PT MLJ, harus ada klarifikasi terlebih dahulu kepada PT MLJ,” tukasnya.

    Orang kepercayaan keluarga Bakrie itu berharap, biarkan proses dana talangan, berjalan. Pihak-pihak diluar korban lumpur, jangan sampai terus melakukan provokasi maupun lainnya dengan tujuan tertentu. Tambah Andi, percayalah, kalau dana talangan itu cair dan PT MLJ yang diberi kewenangan dalam membayar pelunasan itu, akan dilakukan dengan baik. Tidak benar dan tidak mungkin kalau PT MLJ yang membayar, dilakukan dengan sistem cicil atau diangsur.

    “Ingat, dalam pembayaran ini, memakai uang pemerintah terlebih dahulu dan pasti banyak yang mengawasinya. Sistem cicil yang pernah dilakukan oleh PT MLJ, karena memang kondisi keuangan keluarga Bakrie tidak memungkinkan,” jelas Andi. [isa/kun]

    M. Ismail

    Sumber: http://beritajatim.com/politik_pemerintahan/236899/ganti_rugi_korban_lumpur_di_pat_tak_kunjung_cair.html

  • Aksi Sinarmas Menadah Aset Bakrie

    Aksi Sinarmas Menadah Aset Bakrie

    JAKARTA, KOMPAS.com – Gencarnya aksi Grup Sinar Mas mengincar aset Grup Bakrie mencuatkan banyak tanya. Salah satunya adalah dugaan adanya motif tersembunyi atas aksi Grup Sinarmas yang terus menadah aset-aset Grup Bakrie.

    Kabar yang beredar di kalangan pebisnis menyebut, kedekatan Franky Oesman Widjaja, salah satu putra mahkota  taipan Eka Tjipta Widjaja dengan Nirwan Bakrie disebut-sebut menjadi alasan. Sinarmas  mencoba  membangunkan bisnis Bakrie Grup yang tengah surut.

    Sayang, Nirwan yang selama ini disebut-sebut sebagai otak bisnis dalam Grup Bakrie tak bisa dikonfirmasi. Tapi, jawaban datang dari Managing Director Grup Sinar Mas Soeherman Gandi Sulistiyanto. Dia menyangkal kabar tersebut. “Tidak ada hubungannya, kecuali pertimbangan bisnis,” tandas Gandi, panggilan karibnya kepada Kontan, Jumat (24/4/2015).

    Biro Riset Kontan mencatat, aksi Sinarmas mengoleksi aset Bakrie sudah dimulai sejak tahun 2013. Kala itu, Sinar Mas melalui PT Bumi Serpong Damai Tbk membeli 3 hektare (ha) lahan di superblok Rasuna Epicentrum Jakarta milik PT Bakrieland Development Tbk. Sinarmas mengeluarkan dana investasi  sebesar Rp 868,93 miliar untuk mendanai aksi korporasi itu. Rencananya, Sinarmas akan mendirikan apartemen di lahan tersebut.

    Tak puas sampai disitu. Pada tahun 2014, Sinarmas kembali mengambil alih mal Epicentrum Walk yang berada di Rasuna Epicentrum. Nilai investasi atas aksi korporasi itu Rp 297 miliar. Melalui anak usaha lain yang bergerak di bisnis perkebunan, yakni Golden Agri Resources Ltd, perusahaan ini menadah dua aset lahan sawit seluas 16.000 hektare milik PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk senilai 178 juta dollar AS.

    Pada akhir tahun 2014 lalu, PT Smarfren Telecom, perusahaan telekomunikasi yang dimiliki Sinarmas juga telah merangsek masuk ke Bakrie Telecom, dengan kerjasama pemakaian jaringan.

    Sinarmas juga agresif memborong saham Grup MNC yang mengempit aset eks Bakrie. Belum lama ini, lewat Argyle Street Management Limited (ASML) Sinarmas membeli 5 persen saham PT MNC Land Tbk (KPIG). Dan, portofolio MNC Land adalah lahan eks Bakrie antara Lido Resort, jalan ton dan Bali Nirwana Resort.

    Yang terakhir, konglomerasi yang dibangun taipan Eka Tjipta itu ingin menguasai PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU), salah satu tentakel bisnis Bakrie di pertambangan batubara. Lewat ASML, Sinarmas menawar 100 persen saham Asia Resource Minerals Plc (ARMS), induk usaha BRAU. Saat ini, ASML mengempit 11,1 juta, setara 4,65 persen saham ARMS yang tercatat di Bursa Efek London.

    Adapun, pengendali saham ARMS adalah Samin Tan yang menguasai 47,6 persen saham ARMS, yaitu 23,8 persen melalui PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) dan 23,8 persen melalui Ravenwood.

    ASML menawar saham ARMS seharga 41 pence per saham. Perusahaan ini juga berjanji menyuntikkan dana segar 150 juta dollar AS ke ARMS sebagai salah satu alternatif restrukturisasi utangnya. Asal tahu saja, BRAU memiliki utang senilai 950 juta dollar AS yang jatuh tempo tahun ini dan tahun 2017.

    Namun, niat ASML tersebut bisa jadi tak mulus karena Nathaniel Rothschild juga berambisi menguasai saham mayoritas ARMS. Saat ini Rothschild menggenggam 17,5 persen saham ARMS.

    Adisti Dini Indreswari

    Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/04/25/224800826/Aksi.Sinarmas.Menadah.Aset.Bakrie

  • Korban Lumpur Lapindo Tagih Janji Jokowi

    Korban Lumpur Lapindo Tagih Janji Jokowi

    WARGA korban lumpur Lapindo, Jawa Timur, di dalam peta area terdampak menagih janji Presiden Jokowi yang pernah berkampanye akan menyelesaikan proses ganti rugi warga secepatnya. Kenyataannya, hingga hampir sembilan tahun peristiwa lumpur terjadi, pembayaran ganti rugi tetap tak kunjung dilunasi.

    Kekesalan warga korban Lapindo terkait dengan lambatnya pembayaran ganti rugi itu disampaikan saat mereka mendatangi Panitia Khusus Lumpur DPRD Sidoarjo, kemarin. Di hadapan para anggota Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, warga mendesak dewan menyampaikan aspirasinya itu ke pemerintah pusat.

    Warga mengaku kesal sebab mereka berkali-kali dibohongi terkait dengan pembayaran ganti rugi yang tak kunjung selesai. Pada saat masih ditangani PT Minarak Lapindo Jaya, warga sudah kenyang dengan janji-janji yang tak kunjung ditepati.

    Kini saat pembayaran ganti rugi diambil alih pemerintah dengan dana talangan, warga juga tetap harus bersabar dengan janji. Sebelumnya warga mendapat informasi ganti rugi dari pemerintah dicairkan Februari 2015, tetapi tak terealisasi. Warga kembali mendengar ganti rugi dicairkan Maret, tapi lagi-lagi hingga saat ini ternyata tetap belum direalisasikan.

    “Mana janji Presiden Jokowi yang pernah berkampanye di tanggul akan menyelesaikan ganti rugi secepatnya?” kata Irvan, 50, korban lumpur Lapindo asal Desa Jatirejo.

    Dalam pertemuan dengan Pansus Lumpur Lapindo itu warga juga menyatakan menolak apabila pencairan uang ganti rugi harus melalui PT Minarak Lapindo Jaya ataupun Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Mereka berharap uang ganti rugi langsung ditransfer pada rekening warga.

    “Kalau melalui PT Minarak, hingga kiamat pun tak akan dibayar. Kalau melalui BPLS, akan menjadi rumit,” kata Juwari, 54, warga korban Lapindo asal Desa Renokenongo.

    Warga memberi batas waktu pada pemerintah hingga akhir April ini untuk mencairkan dana ganti rugi. Apabila pemerintah tak kunjung mencairkan dana ganti rugi tersebut, mereka mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa ke jalan. (HS/N-1)

    Sumber: http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/10785/Korban-Lumpur-Lapindo-Tagih-Janji-Jokowi/2015/04/22

  • [Maret 2015] Konstruksi Pengetahuan dalam Kasus Lapindo

    Buletin Kanal edisi Maret ini secara khusus menyajikan tulisan bagaimana pengelolaan kasus-kasus lingkungan yang mempengaruhi hidup warga dipengaruhi banyak hal.

    Kasus Lapindo, misalnya, telah dikonstruksi sedemikian rupa oleh sebagian pihak dengan menggunakan berbagai cara. Banyak ahli yang bisa ditelusur sejak awal menyajikan pendapatnya terkait kasus ini. Jika dikelompokkan, pendapat mereka terbagi dua. Kelompok pertama berpendapat semburan Lapindo lebih diakibatkan adanya potensi gunung lumpur yang menyembur karena aktivitas gempa beberapa hari sebelum 29 Mei 2006. Kelompok pendapat kedua menyampaikan semburan lumpur dipicu kesalahan pengeboran. Beberapa ahli yang lain nampaknya masih mencari-cari penyebab semburan ini.

    Tulisan Firdaus Cahyadi di Tempo menunjukkan peran para akademisi, sebagai ahli dalam mengkonstruksi pembenaran terkait eksploitasi pegunungan karst Kendeng. Ia mencontohkan dua kasus, Buyat dan Lapindo, untuk melihat bagaimana peran para ahli membangun opini publik dan kebijakan yang memiliki implikasi pengelolaan kawasan yang terkena dampak. Ia melihat peran para ahli yang cenderung berpihak kepada perusahaan.

    Anton Novenanto secara panjang dan mendalam menunjukkan betapa dalam kasus Lapindo ternyata pengurus negara sejak mula telah mempengaruhi keputusan strategis penanggulangan lumpur Lapindo. Ia menunjukkan secara runut bagaimana kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sejak mula menunjukkan ketidakberpihakan pengurus negara kepada korban Lapindo. Kebijakan yang dibuat justru telah membuat perusahaan bisa seenaknya tidak menyelesaikan kewajiban yang sudah diputuskan dalam model ‘jual beli’ hingga usia lumpur Lapindo hingga hampir 9 tahun.

    Bagaimana keputusan mengenai model ganti rugi, penetapan kawasan, anggaran, hingga pembentukan badan khusus pengelolaan lumpur Lapindo telah disusun sedemikian detail, yang kemudian pada era Jokowi dikatakan bahwa negara absen dalam urusan Lumpur Lapindo. Anton menggugat penggunaan ‘negara absen’ dalam kasus Lapindo karena berdasar telusurannya, fakta menunjukkan bahwa negara berperan besar dalam karut marut urusan Lumpur Lapindo hingga saat ini. “Negara absen dalam berpihak kepada warga” mungkin yang tepat digunakan dalam kasus lumpur Lapindo.

    Buletin Kanal juga memuat kesaksian Mamuk Ismuntoro yang pada saat awal semburan bertugas di desa-desa sekitar pusat semburan Lumpur Lapindo. Foto-foto yang diabadikannya menunjukkan dengan jelas bagaimana situasi desa-desa pada masa awal semburan Lumpur Lapindo. Kami berharap pada edisi selanjutnya bisa menampilkan beberapa rekaman gambar yang menunjukkan fase-fase semburan lumpur Lapindo.

    Bambang Catur Nusantara

    Daftar tulisan:

    1. Konstruksi Pengetahuan dalam Kasus Lapindo [pdf]
    2. Politik Pengetahuan dalam Kasus Lingkungan [pdf]
    3. Negara Absen dalam Kasus Lapindo, Apa Iya? [pdf]
    4. Lapindo di Media (Maret 2015) [pdf]
    5. Tanah Yang Hilang [pdf]

    Unduh Buletin Kanal Volume XI, (Maret) 2015 versi lengkap di sini

  • Bumi Plc Memanas Lagi

    Bumi Plc Memanas Lagi

    Bekas penasihat Rothschild mengajukan proposal penawaran atas Asia Resource Minerals Plc

    Bareksa – Pertarungan memperebutkan Bumi Plc memasuki babak baru. Ian Hannam, sang pemicu peperangan itu. Bankir komoditas veteran itu menyiapkan penawaran terhadap Asia Resource Minerals Plc (ARMS). Perusahaan batu bara yang beroperasi di Kalimantan Timur, Indonesia itu dulu bernama Bumi Plc, tapi berganti nama menjadi Asia Resource Minerals Plc pada 2013.

    Penawaran potensial terhadap oleh Asia Coal Energy Ventures (ACE) seperti dilansir Bloomberg Business, memanaskan tensi antara Hannam dan Nathaniel Rothschild, pendiri Bumi Plc. Hannam sendiri dulu sebenarnya ikut membantu Rothschild menuntaskan transaksi terhadap Bumi Plc. dengan keluarga Bakrie, selaku pengendali PT Bumi Resources Tbk. Rothschild menyatakan kekeliruannya adalah terlalu bergantung pada nasihat dari Hannam. Hannam sebelumnya merupakan bankir senior di JPMorgan Chase & Co. Belakangan, Hannam mundur dari JPMorgan dan mendirikan Hannam & Partners, dan menjadi penasihat ACE.

    Pada 2010, Hannam bersama Rothschild mengajukan penawaran senilai US$ 3 miliar untuk transaksi Bumi Resources yang dikendalikan keluarga Bakrie. “Kesalahan kami adalah terlalu bergantung pada kedekatan hubungan antara Hannam dan JPMorgan dengan keluarga Bakrie,” ujar Rothschild dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg tahun lalu. Hubungan Rothschild dengan keluarga Bakrie pun akhirnya retak dan mereka akhirnya berpisah pada 2013. Rothschild memberi ganti rugi US$ 501 juta dan mengganti nama Bumi Plc menjadi Asia Resource Minerals Plc.

    ACE mempertimbangkan penawaran harga 41 pence per lembar untuk mengakuisisi ARMS. Harga itu setara 173 persen premium di atas harga penutupan saham ARMS pada 13 April. Selain harga penawaran itu, ACE berjanji akan menyuntik dana segar US$150 juta kepada perusahaan yang memiliki tiga konsesi batu baru di Lati, Binungan, dan Samabara seluas 118.400 hektare di Kalimantan Timur itu. Sontak saja, penawaran dari Hannam itu mengancam rencana paket penyelamatan yang diajukan oleh Rothschild.

    Pada Februari, Rothschild setuju menanggung ekuitas senilai $100 juta untuk membantu ARMS menegosiasikan utang obligasi senilai $950 juta, sekaligus menghindar dari default. Sebelumnya, dalam sebuah voting, ia berhasil mengalahkan Samin Tan–bekas chairman Bumi Plc—yang yang mencoba mendapatkan kontrol dari dewan direksi.

    Pada 22 April, para pemegang saham ARMS akan memberi suara atas rencana usulan pendanaan oleh Rothschild NR Holdings. “Kami mendesak investor untuk menolak upaya oportunistik oleh NR Holdings menguasai ARMS tanpa membuat tawaran penuh dan adil kepada pemegang saham lainnya,” kata ACE dalam pernyataannya. “Kami menyambut baik keterlibatan kelompok figur Sinar Mas sebagai ‘kesatria’ untuk aset ini kunci Indonesia.”

    Manajemen ARMS dalam pernyataan resmi menyebutkan belum ada komunikasi langsung dengan ACE dan akan member pernyataan resmi pada waktunya. ACE didukung oleh Argyle Street Management Ltd., yang menguasai 4,7 persen saham ARMS. Di sisi lain, Sinar Mas Grup, perusahaan milik taipan Eka Tjipta Widjaja mendesak ARMS untuk segera membicarakan proposal penawaran tersebut. Sebaliknya, ACE tetap akan mengajukan proposal meski dewan direksi menolak penawaran tersebut.

    Selain ACE, Raiffeisen Bank International AG Austria menguasai 23,8 persen hak suara (voting rights) saham ARMS, Samin Tan dan Rothschild sama-sama memiliki hak suara 17.5 persen. Di Indonesia, ARMS mengendalikan PT Berau Coal Tbk. (BRAU). Harga saham BRAU diperdagangkan pada Rp 83 per lembar pada Rabu, 15 April 2015 di Bursa Efek Indonesia.

    Padjar Iswara

    Sumber: http://www.bareksa.com/id/text/2015/04/15/bumi-plc-memanas-lagi/10159/analysis

  • Audit Lapindo Tuntas, Segera Bentuk Tim Negosiasi

    Audit Lapindo Tuntas, Segera Bentuk Tim Negosiasi

    Jawa Pos, Jakarta – Dana talangan untuk korban lumpur Lapindo segera cair. Setelah audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tuntas, pemerintah kini masuk tahap finalisasi tim negosiasi.

    Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, audit BPKP akan menjadi pegangan tim negosiasi saat bertemu dengan pihak Lapindo. ”Sekarang timnya sedang difinalisasi oleh Setkab (Sekretariat Kabinet),” ujarnya kepada Jawa Pos Minggu (12/4).

    Basuki mengatakan, berdasar audit BPKP, terdapat perbedaan angka dalam nilai aset Lapindo. Versi PT Minarak Lapindo Jaya, nilai aset tanah warga di peta terdampak yang sudah diganti Lapindo mencapai Rp 3,03 triliun. Namun, hasil audit BPKP menyebut hanya Rp 2,7 triliun. ”Rupanya, hitungan Lapindo juga memasukkan bonus dan ada beberapa berkas tanah yang dihitung dua kali,” katanya.

    Menurut Basuki yang juga ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), audit BPKP juga menyebut kebutuhan dana talangan menyusut dari Rp 781 miliar menjadi Rp 767 miliar karena adanya beberapa berkas tanah yang dihitung lebih dari satu kali. Saat ini penyusunan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) pun sudah berjalan. ”Itu sudah dilaporkan menteri keuangan,” ucapnya.

    Sebagaimana diketahui, dana tersebut akan digunakan untuk melunasi ganti rugi tanah warga korban lumpur Lapindo di peta area terdampak. Ganti rugi itu sebenarnya kewajiban Lapindo, namun karena perusahaan tidak memiliki kemampuan finansial, pemerintah bersedia memberi dana talangan agar proses ganti rugi tanah warga bisa segera tuntas.

    Hingga saat ini, Lapindo baru bisa memenuhi kewajiban ganti rugi tanah warga di peta terdampak sebanyak 9.900 berkas senilai Rp 3,03 triliun (versi Lapindo), sebagian besar berupa sertifikat tanah. Ada juga yang berupa girik. Namun, masih ada kekurangan 3.337 berkas yang belum bisa diselesaikan Lapindo senilai Rp 767 miliar. Kekurangan itulah yang akan ditalangi pemerintah.

    Dihubungi di tempat terpisah, Direktur PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan perbedaan perhitungan antara aset yang sudah dibeli Lapindo senilai Rp 3,03 triliun dan hasil audit BPKP yang hanya menyebut Rp 2,7 triliun. ”Kami ikut saja apa kata pemerintah,” ujarnya.

    Menurut Andi, meski hasil audit BPKP menyebut aset yang dikuasai Lapindo hanya Rp 2,7 triliun, nilainya masih jauh lebih besar daripada kebutuhan dana talangan Rp 767 miliar. Artinya, aset yang dijaminkan Lapindo jauh lebih besar daripada dana yang dipinjamkan pemerintah. ”Lain cerita kalau aset kami ternyata cuma Rp 600 miliar, itu baru jadi masalah,” jelasnya.

    Basuki menambahkan, dalam negosiasi dengan pihak Lapindo, pemerintah akan mengajukan skema pemberian dana talangan Rp 767 miliar dengan jaminan 9.900 berkas yang sudah dikuasai Lapindo senilai Rp 2,7 triliun (versi BPKP). Selanjutnya, Lapindo diberi waktu empat tahun untuk melunasi pinjaman kepada pemerintah. Jika itu tidak bisa dilakukan, pemerintah akan mengambil alih hak kepemilikan 9.900 berkas tanah yang sudah dijaminkan Lapindo. ”Dalam negosiasi, akan dibuat perjanjian tertulis dengan Lapindo,” ujarnya.

    Basuki yang pernah menjadi ketua pelaksana Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo (PSLS) pada 2007 akan memimpin tim negosiasi yang, antara lain, berisi unsur BPKP, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Keuangan. ”Semoga prosesnya cepat sehingga dana talangan bisa dicairkan untuk masyarakat korban lumpur,” katanya.(owi/c10/sof)

    Sumber: http://www.jawapos.com/baca/artikel/15665/Audit-Lapindo-Tuntas-Segera-Bentuk-Tim-Negosiasi

  • LOGAM: Hak Angket Lumpur Lapindo Tak Logis

    LOGAM: Hak Angket Lumpur Lapindo Tak Logis

    KANALSATU – Korwil LOGAM (Loyalis Golkar Muda) Jawa Timur, Ismet Rama, mengkritisi rencana hak angket lumpur Sidoarjo yang terus digulirkan oleh anggota fraksi Partai Golkar kubu Agung Laksono, yang kabarnya akan diluncurkan setelah agenda besar DPR terkait fit & proper test Kapolri selesai.

    Menurut Ismet, kasus lumpur Lapindo sudah inkracht dan tidak bisa digoyang lagi secara hukum. “Jika ada pihak yang akan menjadikan persoalan lumpur sebagai materi hak angket, dari aspek sebelah mana akan dibidik, dan dalam perspektif apa,” tegas Ismet yang merupakan kader Partai Golkar tersebut, Minggu (12/4).

    Kepentingan pribadi sebagian pihak di Partai Golkar, kata Ismet, hendaknya tidak lagi menyeret-nyeret kasus lumpur ke dalam wilayah politik, karena secara hukum kasus lumpur sudah clear. “Pendekatan apalagi yang mau dipakai kalau bukan perspektif hukum,” tegas Ismet.

    Lebih jauh Ismet mengatakan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 27 November 2007 sudah jelas menolak gugatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) atas PT Lapindo yang dituding sebagai penanggung-jawab atas kerusakan lingkungan akibat lumpur di sekitar Sidoarjo. “Pengadilan tegas menyatakan bahwa semburan lumpur akibat fenomena alam,” katanya.

    Pengadilan Jakarta Pusat juga menolak gugatan serupa yang diajukan YLBHI. Selain itu, Mahkamah Agung juga menolak permohonan uji materi atas Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007. “Dengan sejumlah putusan hukum tersebut, artinya kasus Lapindo sudah inkracht dan tidak bisa lagi diganggu gugat.”

    Ismet balik bertanya, “Jika hak angket berhasil dilakukan dan secara politis – misalnya – PT Lapindo dinyatakan bersalah, lantas apakah hasil paripurna itu bisa serta-merta dijadikan dasar ekskusi hukum, sementara secara hukum kasus lumpur sudah inkracht,” katanya.

    Terkait dengan itu, Ismet menghimbau fraksi lain untuk tidak ikutan menggulirkan hak angket lumpur Lapindo, jika tidak ingin dituding oleh masyarakat sebagai tindakan naif, memaksakan kehendak, dan tidak logis. “Jika hak angket ini didorong terkait kisruh Partai Golkar yang notabene melibatkan nama Aburizal Bakrie, sungguh tidak ada korelasinya. Mengada-ada, naif, dan tidak logis. Ini urusan partai, sentimen pribadi jangan dibawa-bawa ke wilayah politik,” kata Ismet.

    Lagi pula, kata Ismet, meski tidak ada satu pun putusan hukum yang memutuskan bahwa PT Lapindo Brantas bersalah terkait semburan lumpur Lapindo, tapi Grup Bakrie melalui PT Lapindo berkenan mengalah dan bersedia mengerjakan perintah recovery area sesuai Perpres No 14 Tahun 2007.

    Lapindo pun, kata Ismet, tidak berusaha melakukan yudicial review atas turunnya Perpres itu, namun memilih menjalankan kewajibannya meskipun lahan yang rusak akibat lumpur sangat luas, yakni (total luas Area Terdampak) 640 hektar. “Berdasarkan Perpres tersebut, Lapindo berkewajiban mengganti rugi lahan dalam Area Terdampak, sedangkan pemerintah melalui BPLS berkewajiban menangani lahan di luar Area Terdampak,” tambahnya.

    Pasal 15 dalam Perpres No 14 Tahun 2007, kata Ismet, seharusnya bisa menjadi landasan bagi para pihak-, sebelum melakukan justifikasi negatif terhadap kasus Lumpur Lapindo.

    Sesuai Perpres itu, lanjutnya, kewajiban Lapindo Brantas sbb: 1. Menanggung biaya sosial, membeli tanah dan bangunan masyarakat, 2. Pembayaran bertahap 20% di muka dan 80% sebulan sebelum masa kontrak habis, 3. Biaya penanggulangan lumpur, termasuk penanganan tanggul sampai ke Kali Porong.

    Sedangkan kewajiban Pemerintah dalam Perpres No 14 Tahun 2007, kata Ismet, sebagai berikut: 1. Menanggung biaya sosial kemasyarakatan di luar Area Terdampak, 2. Menanggung biaya penanganan infrastruktur untuk penanganan lumpur.

    “Lapindo Brantas telah berusaha menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya sesuai Perpres No 14 Tahun 2007. Mulai dari menanggung biaya sosial kemasyarakatan, pembayaran ganti rugi di area terdampak. Kabarnya Grup bakrie telah menghabiskan dana Rp 6 triliun lebih untuk keperluan tersebut,” katanya.

    Tapi anehnya, kata Ismet, ketika pemerintah akan menjalankan kewajibannya sesuai Perpres No 14 Tahun 2007 – terkait kewajiban pemerintah atas areal di luar peta terdampak, justru banyak pihak yang meributkan.

    “Jika poin itu yang akan dibawa ke Senayan sebagai materi hak angket, sungguh naif. Karena sejatinya semburan lumpur itu adalah bencana yang seharusnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah,” kata Ismet. (win5)