Blog

  • Pengungsi PBP Diserbu Nyamuk

    Lokasi PBP kini ditempati oleh 593 Kepala Keluarga (KK). Bila serangan nyamuk ini dibiarkan, mereka khawatir terjangkit penyakit cikumunya ataupun demam berdarah. Untuk terhindar dari serangan nyamuk, warga melindungi diri dengan obat anti nyamuk, kipas angin, dan raket listrik.

    Lilik Kaminah, salah satu warga pengungsi, mengaku sudah terbiasa diserbu nyamuk. Setiap hari ia belanja obat anti nyamuk tapi serbuan nyamuk tak surut juga. “Sebelum tidur saya mengusir nyamuk dengan raket listrik, tapi nyamuk gak habis-habis. Ibaratnya, mati satu tumbuh seribu,” ungkapnya.

    Hal serupa disampaikan oleh Adi Susanto, warga pengungsi lainnya. Menurutnya, nyamuk yang menyerang warga pengungsi tak takut dengan obat anti nyamuk. Agar tubuhnya tidak bentol-bentol di pagi harinya, ia meringkuk di pinggir kipas angin.

    Dari pantauan pewarta warga, di sebelah barat PBP banyak tumbuh ilalang liar. Sebelah utara dan barat Terminal Porong terdapat areal persawahan yang tidak terawat. Air di saluran got terlihat banyak yang menggenang sehingga menjadi surga bagi nyamuk untuk beranak-pinak.

    Selama ini warga giat membersihkan lokasi pengungsian untuk mengurangi serbuan nyamuk sembari berharap ada kegiatan pengasapan rutin dari pihak yang berwenang. [yos]

  • Rangsang Minat Baca lewat Perpustakaan Komunitas

    Menurut M. Irsyad, pendiri perpustakaan, perpustakaan merupakan rangkaian dari kegiatan komunitas Besuki Barat. Selain mendirikan perpustakaan, komunitas ini juga membuat latihan menari yang rutin dilakukan di rumah Irsyad. Kegiatan ini diikuti oleh anak-anak dan remaja korban untuk mengisi waktu luang.

    Saat ini kegiatan di perpustakaan baru berupa penyediaan bahan bacaan yang bisa pinjam secara gratis. Koleksinya cukup beragam, ada novel, komik, buku pelajaran, dan lainnya. Namun, jumlah koleksi masih terbatas sekitar 30 judul. Sebagian besar kolaksi yang dibeli di pasar buku bekas dan sumbangan dari perorangan.

    Pengguna perpustakaan masih sedikit. Setiap hari ada 2-3 warga yang meminjam atau mengembalikan buku. Meski pengguna perpustakaan masih terbatas, M. irsyad optimis kegiatan ini berdampak positif bagi kemajuan warganya.

    Perpustakaan ditempatkan di ruang depan rumahnya sehingga warga leluasa mengakses koleksi. Uniknya, selain membaca koleksi, pengguna juga bisa mengikuti pelatihan pembuatan komik dan menari.

    Irsyad berharap ada pihak yang bisa membantu pengadaan koleksi dan memfasilitasi pengembangan minat baca di perpustakaannya. Siapa yang tertarik berpartisipasi pada ide ini?[yos]

  • Buih Gas Muncul, Warga Ketapang Keres Resah

    Ketapang Keres terletak di sepanjang tepian Sungai Gede. Daerah ini berada hanya 200 meter sebelah barat tanggul lumpur Lapindo. Karenanya, warga menganggap buih gas yang muncul merupakan dampak dari aktivitas semburan gas dan lumpur di dalam tanggul.

    Saat Sungai Gede meluap warga coba memantikkan api ke buih, hasilnya langsung menyala. Setelah itu, warga setempat melaporkan kejadian ini ke Balai Desa Ketapang, sayang Perangkat Desa justru mengembalikan laporan warga dengan alasan tidak lengkap.

    Selain buih gas, sejak munculnya luapan lumpur Mei 2006 warga Ketapang Keres terus dirugikan. Pertama, warga Ketapang Keres tidak bisa memanfaatkan air sumur sebab airnya tercemar dan bau. Untuk keperluan sehari-hari mereka membeli air Rp 1.500,- per dirijen.

    Kedua, warga terganggu oleh bau busuk dan gas yang ditimbulkan dari aktivitas luapan lumpur. Meskipun belum ada warga yang jatuh sakit, seperti sesak nafas, tapi mereka sadar tengah hidup di lingkungan yang tidak sehat.

    Warga berharap ada perhatian dari pemerintah untuk menekan Lapindo untuk menyelesaikan masalah dan mengambil langkah pencegahan sebelum muncul dampak yang lebih besar akibat aktivitas buih gas.(yos)

  • Lumpur Bisa Distop, Pelaku Bisa Diadili

    Dia adalah Josef Tupamahu, konsultan pengeboran minyak yang sudah malang melintang di dunia eksplorasi migas. Ide-idenya diungkapkan dalam diskusi terbatas di Kampus ITS, Kamis (5/3).

    Diskusi itu dihadiri sejumlah pakar geologi, fluida, dan pimpinan LPPM ITS seperti Prof Sutantra, Prof Djoni, Ir Djaja Laksana, dan juga beberapa wartawan.

    Dalam diskusi, Josef menyatakan setiap kegiatan pengeboran berisiko, termasuk semburan (blow-out) gas/minyak atau air/lumpur. Seperti yang sering dialaminya saat mengebor di Sumatera Selatan, Bojonegoro, Madura, dan juga luar negeri.

    Tetapi, begitu ada semburan, ia langsung menutupnya. Blow-out, katanya, adalah mengalirnya minyak, gas, atau cairan, dari sumur minyak/gas ke permukaan atau di bawah tanah yang tak terkontrol.

    Semburan terjadi tatkala tekanan hidrostatis lumpur pengeboran lebih kecil dibanding tekanan formasi. Mencegah ini, dipakailah alat pencegah sembur liar (blow-out preventer).

    Saat terjadi semburan lumpur, Josef mengaku telah menyarankan agar pihak Lapindo segera menyuntikkan semen ke dalam lubang semburan. “Tetapi sayang, mereka tidak melakukannya,” tegasnya.

    Meski sudah sangat terlambat, tutur Josef, semburan masih bisa diatasi. Tentu saja dengan biaya mahal. “Ini hanya dry hole (lubang kering), not gas and not oil,” tuturnya. Kalau pun ada H2S atau Co2, kadarnya sangat kecil dan tidak berbahaya.

    Josef membantah klaim bahwa semburan itu adalah mudvulcano, yakni air bercampur lumpur seperti lava. Yang ada hanyalah air terpisah dari lumpur. Hanya saja saat keluar dari perut bumi membawa serta lumpur. Pria fasih berbahasa Inggris dan Prancis ini juga menolak asumsi bahwa semburan lumpur terjadi karena gempa bumi di Jogjakarta.

    Dari pengamatan di lapangan, Josef Tupamahu sangat yakin luapan lumpur ini bisa diatasi dengan menggunakan Hukum Bernoulli, saran yang selama ini berkali-kali diteriakkan Ir Djaja Laksana.

    Lumpur, katanya, bisa dihentikan dengan membuat bendungan berdinding pipa yang dipancangkan sampai kedalaman tertentu.

    Kemudian disambung terus ke atas permukaan sampai lumpur berhenti keluar. Setelah itu, dicari koordinat pengeboran untuk mengetahui lubang semburan, dan selanjutnya disuntikan semen khusus ke dalamnya. “Hanya dalam tempo 48 jam semen itu mengering dan semua lubang itu tertutup,” tegas Josef yang sekarang bekerja di pengeboran minyak di China.

    Diakui, untuk membuat bendungan dan menyuntik semen ke dalam liang semburan, butuh dana besar. Saat ini, tinggi tanggul di pusat semburan di Panji I sekitar 13 meter. Kondisi air yang keluar dan lumpur itu tidak kencang tetapi landai saja. “Jika tanggul ini ditambah 10 meter lagi, bisa saja lumpur itu berhenti. Inilah hukum Bernoulli,” jelasnya.

    Selain mengungkap peluang menghentikan lumpur, Josef juga menyebutkan bahwa PT Lapindo Brantas Tbk yang mengeksplorasi sumur Panji I telah melanggar UU Migas. Sebab, perusahaan itu tidak segera menutup kembali semburan sehingga lumpur menyengsarakan ribuan warga Sidoarjo dan memorak-porandakan perekonomian Jatim. “Polisi bisa menyeret mereka ke pengadilan,” tegas Josef.

    Sementara itu, Prof Sutantra dan Prof Djoni dari LPPM ITS menyambut gembira ide-ide yang terungkap dalam diskusi, karena ada satu langkah maju dalam upaya menghentikan luapan lumpur. “Hasil diskusi ini akan kami bukukan dan laporkan ke Presiden,” ujar Prof Sutantra.
    Apalagi, pada 14 atau 16 Maret 2009, Presiden SBY akan berkunjung ke ITS. “Kami juga akan meminta Pak Josef Tupamahu untuk menjadi konsultasn dalam diskusi dan upaya penghentian lumpur,” jelasnya.

    Ditegaskan Sutantra, pihak ITS hanya melakukan penemuan ilmiah dan langkah yang dilakukan untuk menghentikan semburan, sedangkan dana dan pelaksanaan di lapangan tergantung pemerintah. jos

  • Bapepam-LK panggil Dirut Bumi

    Bapepam-LK panggil Dirut Bumi

    Jakarta, Bisnis.com – Bapepam-LK memanggil Dirut PT Bumi Resources Tbk terkait transaksi akuisisi tiga perusahaan batu bara senilai Rp6,18 triliun.

    “Pak Ari [Dirut Bumi, Ari S Hudaya] sudah kami periksa pekan ini,” ujar Kabiro Pemeriksaan dan Penyedidikan Bapepam-LK Sarjito kepada pers hari ini.

    Dia menjelaskan tidak tertutup kemungkinan dilakukan pemeriksaan terhadap direksi atau komisaris Bumi yang lain apabila diperlukan.

    Transaksi pembelian saham PT Pendopo Energi Batubara, PT Darma Henwa Tbk dan PT Fajar Bumi Sakti dilakukan pada akhir tahun lalu.

    Bapepam-LK mengindikasikan harga transaksi itu terlalu di atas harga pasar sehingga perlu diadakan pemeriksaan untuk membuktikan dugaan itu. (tw)

    Irvin Avriano

  • Medco dan Lapindo siapkan kerja sama gas

    Nurbaiti (06/03/2009)

    JAKARTA (bisnis.com): Penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara PT Medco EP dan Lapindo Brantas menunggu persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

    Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo mengatakan Medco dan Lapindo akan memasok gas untuk jaringan gas kota di Palembang dan Surabaya yang rencananya akan dibangun tahun ini.

    “Penandatanganan MoU terkait pasokan itu akan dilakukan dalam waktu dekat. Hanya saja menunggu waktu dari Menteri ESDM. Tapi itu kan cuma formalitas saja,” ujarnya hari ini.

    Menurut dia, dengan adanya kepastian pasok batu bara tersebut, pemerintah akan segera melakukan tender pembangunan. Diharapkan akhir tahun ini pembangunan jaringan gas kota di 2 kota tersebut selesai dilakukan.

    Dia mengatakan kepastian pasokan gas dari 2 KKKS itu diperkirakan bisa memenuhi kebutuhan gas untuk proyek Palembang sekitar 1 MMCSF per hari. Sedangkan untuk kebutuhan di Surabaya akan lebih kecil lagi.

    Menurut dia, untuk tahun ini jaringan gas kota akan dibangun di Kelurahan Lorok Pakjo dan Siring Agung di Kota Palembang yang akan mengaliri 4.200 rumah serta Kelurahan Rungut Kidul dan Kalirungkut di Kota Surabaya yang akan mengaliri 3.200 rumah. (tw)

  • “Aset Bakrie Rp 40-60 Triliun.”

    Sumitro, Koordinator Koalisi Korban Lumpur: 

    Sejak lumpur panas di Porong, Sidoarjo, menyembur pada Mei 2006 lalu, sedikitnya sudah tujuh perjanjian dibuat antara korban lumpur dan Lapindo dengan pemerintah. Salah satu perjanjian itu adalah skema penyelesaian yang diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang tak kunjung selesai sampai sekarang. Lantaran sudah kehilangan tempat tinggal dan mata pencarian, korban lumpur Lapindo itu tak henti menuntut haknya.

    Adalah Sumitro, salah satu korban yang didaulat oleh warga untuk menjadi koordinator perjuangan tersebut. Pekan lalu, ia bersama seratus lebih warga menagih janji Lapindo melalui pengendali kelompok usaha Bakrie, Nirwan Bakrie. Hasilnya, warga dijanjikan lagi pembayaran sisa ganti rugi 80 persen dengan cara dicicil Rp 15 juta per bulan. Kepada Tempo, Sumitro membeberkan betapa sulitnya dan melelahkan usaha menagih janji itu.

    Apa hasil pertemuan dengan Nirwan Bakrie dan beberapa menteri Rabu pekan lalu?

    Sangat mengecewakan. Nirwan Bakrie mengumumkan hanya mampu membayar Rp 15 juta per berkas per bulan. Jelas kami tidak puas karena kami ingin dibayar tuntas tanpa skema cicilan.

    Alasan Grup Bakrie membayar dengan skema cicilan?

    Mereka menyebut angka Rp 40 miliar, batas maksimal kemampuan membayar ganti rugi selama setahun ini. Jumlah yang sangat tidak masuk akal. Setelah kami tekan sampai suasana memanas, keluar angka Rp 15 juta per berkas per bulan. Padahal, sebelumnya sanggup membayar Rp 30 juta per bulan. Perubahan angka itu menunjukkan bahwa Lapindo tidak jujur dengan kemampuan keuangan mereka.

    Bagaimana bisa muncul angka Rp 15 juta?

    Kami tidak tahu karena saat kami keluar, ada pertemuan lanjutan. Pertemuan itu tertutup antara Lapindo dan tiga menteri. Kami tidak dilibatkan. Kami disuruh menunggu. Di situlah kami curiga pertemuan tersebut sengaja memposisikan korban lumpur hanya untuk menerima keputusan mereka. Kami melihat kembali panggung sandiwara para menteri dan Lapindo.

    Artinya, Anda tidak lagi mempercayai peran menteri. Lantas, apa upaya selanjutnya?

    Meneruskan aspirasi warga dengan tidak lagi melalui para menteri dengan Lapindo. Kami akan sampaikan langsung ke Presiden. Caranya, kami akan ramai-ramai akan mendatangi Istana. Kalau perlu, membangun tenda sampai tuntutan kami dipenuhi. Kami juga akan ke DPR di Senayan. Target kami pemerintah harus memberikan dana talangan, itu berarti harus mendapat persetujuan DPR.

    Bukankah Menteri Sosial sudah menyatakan pemerintah tidak mengeluarkan dana talangan?

    Kami tidak akan berhenti meskipun ada pernyataan menteri begitu. Menteri itu bermaksud menjegal tuntutan korban lumpur. Kami meyakini komitmen Presiden, bukan pembantunya yang berupaya mengebiri dan memenggal keinginan Presiden. Itulah pentingnya kami bertemu Presiden. Target kami awal Maret.

    Seperti apa mekanisme pembayaran ganti rugi yang ditawarkan Lapindo?

    Ini yang samar-samar. Lapindo hanya menyampaikan bahwa keadaan ekonomi membaik dan harga saham grup Bakrie bagus, akan menaikkan nilai www.moneygrampoint.mx cicilan. Tapi, kami tidak percaya dengan janji-janji kosong itu.

    Apa kesepakatan itu di luar perjanjian 3 Desember lalu?

    Kami sebenarnya tidak mendorong penyelesaian skema cicilan Rp 30 juta per bulan. Tuntutan kami tetap sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007, yang menyatakan 20 persen dibayar di depan dan penyelesaian 80 persen secara tunai dilakukan saat jatuh tempo. Tindak lanjut peraturan itu sudah dibuat dengan akta perjanjian ikatan jual beli. Jadi, untuk masing-masing korban, kapan pembayaran 80 persen sudah jelas. Tapi, peraturan itu dimentahkan dengan perjanjian 3 Desember dan keputusan Rp 15 juta kemarin. Kami anggap ini penipuan terhadap kesepakatan bersama. Kalau tidak ada titik temu, kami akan melapor ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri sebagai penipuan.

    Kalau itu dianggap penipuan, kenapa Anda tidak segera melaporkan?

    Kami mencoba bernegosiasi dengan pemerintah dan mencari cara yang aman untuk semua pihak. Namun, kalau ternyata hasilnya tidak memuaskan, kami ambil langkah tersebut, apa pun risikonya. Batas waktunya sebelum pemilu ini.

    Apa Anda punya bukti kuat bahwa Lapindo membohongi korban lumpur?

    Kepada korban di dalam peta terdampak, Lapindo selalu mengatakan akan tunduk dengan Perpres Nomor 14 Tahun 2007, tapi sampai sekarang tidak dijalankan. Ketika skema jual-beli dibuat, kami diminta bikin perjanjian di depan notaris, juga diingkari. Pada kelompok korban lain ditawarkan skema yang macam-macam seperti relokasi, tapi ternyata rumah yang dijanjikan belum seluruhnya dibangun.

    Ada lagi skema yang cicilan Rp 30 juta per bulan, kemudian dikandaskan dengan keluarnya skema pembayaran Rp 15 juta per bulan. Belum lagi ketika warga mengambil hak realisasi pembayaran 80 persen, kami diminta tanda tangan di atas kuitansi bermeterai senilai aset ganti rugi 80 persen. Ternyata, uang yang ditransfer ke rekening warga tidak sesuai dengan nilai yang tertera di kuitansi. Inilah modus penipuan itu.

    Tapi, tidak semua korban lumpur merasa tertipu?

    Bisa dibilang seluruh warga merasakan karena yang sudah jatuh tempo selalu dipanggil diminta tanda tangan pelunasan 80 persen. Bahkan, ada yang sudah tanda tangan kuitansi pelunasan 80 persen, tapi sampai hari ini duitnya belum ditransfer.

    Berapa banyak warga yang mengalami itu?

    Untuk angka pastinya saya tidak punya. Tapi, cukup banyak warga yang mengalami ini.

    Kalau Anda sendiri merasa tertipu dalam skema yang mana?

    Hak saya baru jatuh tempo akhir Februari ini. Kalau mereka tidak memanggil untuk tanda tangan pelunasan, saya akan layangkan surat resmi kepada PT Minarak Lapindo Jaya (juru bayar Lapindo) bahwa kewajiban pembayaran sudah jatuh tempo.

    Bagaimana kalau surat Anda tidak ditanggapi?

    Saya akan meminta pemerintah melakukan sita jaminan aset, baik yang berupa deposito ataupun surat berharga kepada keluarga Bakrie. Bakrie masih punya aset yang cukup untuk membayar Rp 2,95 triliun.

    Anda tahu dari mana aset Bakrie masih banyak?

    Mereka pernah bilang masih punya aset Rp 40 triliun atau Rp 60 triliun. Tinggal ketegasan pemerintah.

    YEKTHI HM

    Sumber: Koran Tempo (Edisi 23 Februari 2009)

  • Medco dan Bumi Resources Topang Indeks

    Medco dan Bumi Resources Topang Indeks

    Jakarta: Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia sempat terpuruk hingga ke 1.244 di sesi pembukaan, mengikuti kejatuhan indeks bursa regional. Tapi akhirnya ditutup menguat 8,707 poin (0,69 persen) ke posisi 1.264,816 dari posisi Senin 1.256,109.

    Analis PT Financorfindo Nusa, Edwin Sebayang, mengungkapkan, harga saham perbankan menguat karena telah memasuki area jenuh penjualan. Aksi korporasi yang dilakukan Medco Energi mampu menahan kejatuhan indeks.

    “Laba Bumi Resources yang melebihi perkiraan para analis juga turut memicu pergerakan indeks kali ini,” ujarnya. Edwin memprediksi indeks Rabu besok masih berpeluang naik di kisaran 1.244-1.295.

    TEMPO Interaktif/Selasa/03 Maret 2009|21:54 WIB

  • Victims Skeptical of Bakrie’s New Pledge

    pembohongVictims of the Lapindo mudflow disaster remain skeptical of the new pledge made by the Bakrie Family to pay disaster compensation in phases.

    Suwito and Pitanto, who as leaders of the Renokenongo Mudflow Victims Association represented 465 families who have been living in temporary shelters at the Porong market building for almost three years since their homes were destroyed by the disaster, stressed that the victims did not accept nor reject Lapindo’s new commitment, which they said the company could break whenever they wanted to. (more…)

  • Gas Liar Muncul di Ketapang

    Sebelumnya, sekira dua bulan, warga RT 09 dan 08 mulai mencium bau gas namun sumber semburan gas ini baru ketahuan setelah warga Ketapang kebanjiran sejak Selasa (24/2) lalu. Banjir yang menggenangi pemukiman warga ini memunculkan gelembung-gelembung gas dipermukaan air.

    “Semburan wis ono dua bulan, ono banyu dadi ketok, sudah ada dua bulan, ada air jadi kelihatan,” tutur Agus Setiawan (28 tahun), warga RT 03 Ketapang.

    Warga menjadikan buble-buble gas ini sebagai mainan. Semburan yang di pinggir kali diberi kaleng roti yang dilubangi dan bisa dinyalakan atasnya. Warga Ketapang berkumpul untuk menyaksikan pertunjukan baru ini. Mereka tak tahu betul bahaya gas-gas liar ini.

    Fenomena buble gas ini bukan hal baru di kalangan korban Lapindo. Sebelumnya buble-buble, gas ini juga muncul di desa Siring Barat, Jatirejo Barat, Besuki dan Mindi, Porong. Buble di Jatirejo Barat, menurut catatan Kapanlagi.com dan Tempointeraktif akhir Febuari tahun lalu, menyebabkan beberapa orang yang menghirupnya harus dilarikan ke rumah sakit.

    Ketua RT 8 Ahmad Sofa sudah melaporkan kejadian ini kepada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan hari Jumat (27/2) beberapa orang BPLS ditemani sekretaris desa Ketapang mendatangi tempat kejadian. Menurut Suharjo (39 tahun), warga RT 08, setelah menengok lokasi semburan selama setengah jam BPLS menyatakan tempat tersebut masih aman.

    Suharjo mendengar informasi tersebut dari obrolan petugas BPLS dengan sekretaris desa. Secara langsung informasi tentang seberapa berbahayanya semburan gas ini terhadap kehidupan warga belum disampaikan pada warga.

    Selain semburan gas rumah-rumah di RT 08 juga mengalami retak-retak di rumahnya. Yuwono, warga RT 08, yang rumahnya retak memperkirakan di Ketapang telah terjadi penurunan tanah. (mam)

  • Setelah Ingkar Janji, Lapindo Paksakan Cicilan

    Oleh Daris Ilma dan Ahmad Novik

    Pada 20 Februari 2009, PT Lapindo Brantas menyuguhkan skema baru pembayaran ganti rugi atau tepatnya jual beri tanah dan bangunan milik warga korban, yakni cicilan Rp 15 juta/bulan. Ini pengingkaran baru Lapindo setelah pada Desember 2008 lalu Lapindo mengatakan akan melakukan pembayaran dengan skema cicilan Rp 30 juta/bulan. Terhadap skema baru itu, warga korban Lapindo terbelah. Sebagian menolak keras. Sebagian lainnya terpaksa menerima.

    {mp3}Cicilan15juta1{/mp3}

  • Dari Bursa Hinggap di Senayan

    Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa pekan lalu. Sesuai dengan urutan pembahasannya, topik yang

    dibawa adalah kasus PT Antaboga Deltasekuritas, PT Bumi Resources Tbk, PT Sarijaya Permana Sekuritas, dan PT Renaissance

    Capital.

    Sepuluh menit pertama dipakai Fuad untuk membeberkan kasus pengelolaan dana investasi Antaboga, yang juga pemegang saham PT

    Bank Century Tbk. Seusai pembahasan Antaboga, ia beralih ke Bumi. Tapi baru saja Fuad hendak membuka mulut, mendadak pemimpin

    rapat Olly Dondokambey angkat bicara.

    Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu meminta pembahasan Bumi ditunda. Olly mengusulkan agenda rapat

    tersebut lebih baik mendahulukan kasus-kasus pasar modal yang secara langsung merugikan kepentingan masyarakat umum.

    Usulan ini diamini oleh anggota-anggota komisi lainnya. Walhasil, pembahasan mengenai Bumi pun layu sebelum berkembang.

    Selain Bumi, komisi menolak membahas sengketa Renaissance Capital dengan Merrill Lynch.

    Sumber Tempo membisikkan, memang ada yang tidak biasa dalam presentasi Fuad hari itu. Ketua Bapepam, dia menyebutkan,

    menambah satu topik pada materi presentasinya dalam rapat yang sebelumnya sepakat hanya membahas persoalan Antaboga, Century,

    dan Sarijaya ini.

    Namun, manuver sang Ketua Bapepam rupa-rupanya terendus sebelum rapat dimulai. Bahan rapat setebal 23 halaman yang dibagikan

    Bapepam kepada anggota Komisi menjadi pembahasan di luar rapat.

    Di dalamnya dijelaskan kasus Bumi berawal ketika anak usaha kelompok Bakrie ini mengakuisisi tiga perusahaan tambang, yakni

    PT Dharma Henwa Tbk, PT Fajar Bumi Sakti, dan PT Pendopo Energi Batubara.

    Pembelian dilakukan bertahap pada akhir Desember 2008 dan awal Januari 2009 dengan nilai total Rp 6,18 triliun. Bapepam

    menyatakan transaksi itu masuk kategori material. Artinya, baru dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan rapat umum

    pemegang saham.

    Sumber tadi kembali bertutur, Fraksi Partai Golkar terlihat paling gelisah dengan niat Bapepam memaparkan kasus tersebut.

    Gerilya politik menjelang rapat langsung dilakukan lewat seorang anggotanya dengan target menggugurkan pembahasan Bumi.

    “Saya yakin lobi itu sudah dibicarakan di antara anggota Komisi dari Fraksi Partai Golkar,” kata dia. Lobi tersebut terbukti

    sukses. Kasus Bumi sama sekali tak disentuh dalam rapat itu.

    Namun, Olly, yang memimpin rapat, mengaku tak tahu soal kesepakatan di luar rapat agar kasus Bumi tak dibahas. “Saya datang

    agak telat, dan langsung memimpin,” ujarnya kepada Tempo.

    Setahu dia, alasan rapat yang berlangsung selama dua jam tersebut tidak mengutak-atik Bumi semata-mata karena keterbatasan

    waktu.

    Begitu pun Olly mengakui kasus Bumi, Century, Sarijaya, dan Renaissance sebenarnya masuk daftar permasalahan yang dikumpulkan

    staf ahli komisi Keuangan dan Perbankan.

    Daftar itu lantas dibahas dalam rapat pemimpin komisi sepekan sebelum rapat dengan Bank Indonesia dan Bapepam digelar. Rapat

    pimpinan sepakat memprioritaskan pembahasan kasus Century dan Sarijaya. Alasannya, komisi telah dijadwalkan menerima

    pengaduan dari nasabah dua kasus tersebut sehari sebelum rapat.

    Kasus Bank Century dan Sarijaya dinilai sangat terkait dengan kepentingan publik. “Sebaliknya, kasus Bumi dianggap hanya

    melibatkan orang-orang tertentu,” kata Olly. Karenanya, ia juga bingung ketika Fuad datang membawa agenda lain pada rapat

    dengar pendapat tersebut.

    Anggota Komisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Marwoto Mitrohardjono, juga tidak mengetahui adanya lobi menjelang rapat

    dengan Bapepam pekan lalu. Yang dia tahu, rapat batal membahas kasus Bumi karena keterbatasan waktu. “Sebenarnya saya

    menyesal, karena ada banyak pertanyaan pada kasus itu,” ujarnya.

    Sebaliknya, Fuad mengungkapkan permintaan pembahasan Bumi justru datang dari komisi. Faktanya, kata dia, seorang anggota

    Dewan telah mengirim surat ke Bapepam beberapa waktu lalu. Isinya gawat, Fuad dituduh melindungi Bumi dalam kasus ini.

    Sontak Fuad naik darah mendengar tudingan tersebut. “Kata siapa itu? Gila apa saya,” katanya saat ditemui Tempo pekan lalu.

    Supaya tidak dianggap “main mata”, Fuad akhirnya membawa kasus Bumi ke rapat komisi.

    Tapi sumber lain di Dewan menduga keputusan Fuad membawa kasus Bumi ke rapat komisi sebagai upaya mencari dukungan politik.

    Selain sensitif bagi anggota Dewan, ia menuturkan, kasus ini sensitif bagi pemerintah.

    Sayangnya, sumber itu melanjutkan, partai-partai saat ini sedang mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi pada

    Pemilihan Umum 2009. Perilaku berjaga-jaga ini berimbas pada cara menyikapi sebuah kasus.

    Terlebih lagi, ia menganalisis, kalau kasus tersebut terkait dengan partai besar. Bumi adalah anak usaha PT Bakrie and

    Brothers Tbk, yang dimiliki keluarga Bakrie. Salah satu anggota keluarga ini menempati salah posisi strategis di Golkar.

    “Harus berhati-hati, semua harus dilihat dari kemungkinan-kemungkinan koalisi,” ujarnya.

    Tapi semua spekulasi tersebut dibantah oleh anggota Fraksi Partai Golkar, Ahmad Hafiz Zawawi. Ia memastikan tak ada niat

    partainya untuk meredam kasus Bumi, apalagi melakukan lobi politik untuk membatalkan pembahasan kasus tersebut bersama

    Bapepam.

    “Kalau ada yang bicara begitu, itu su’udzon (buruk sangka) yang berlebihan,” kata Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan ini

    saat ditemui Tempo kemarin.

    Menurut dia, ditundanya pembahasan kasus Bumi lantaran keterbatasan waktu. “Kasus Bank Century lebih penting, sampai ada

    nasabah yang mati.”

    Adapun Olly berharap bisa secepatnya membahas kasus ini. Meski begitu, dia tak bisa memastikan waktunya karena agenda Komisi

    sangat padat dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan dan Peraturan Pemerintah Pengganti

    Undang-Undang Perpajakan. “Itu semua kan juga buat kepentingan Bapepam,” katanya.

    Kepada Tempo Fuad menyatakan tekadnya menuntaskan persoalan Bumi. Dia memastikan Bapepam, yang dipimpinnya, bebas dari segala

    tekanan. Di saat krisis seperti sekarang, banyak perusahaan yang kesulitan likuiditas. “Ada yang legowo, ada juga yang ribut

    kalau merugi, terus menyalahkan broker,” ujar dia.

    Dalam kesempatan berbeda, Direktur Utama Bumi Ari Saptari Hudaya bersama Komisaris Utama Bumi Nalinkant A. Rathod

    mempertanyakan pemeriksaan yang dilakukan Bapepam. Pasalnya, mereka merasa Bumi telah menjalankan proses akuisisi sesuai

    dengan aturan. “Padahal, kalau ngobrol dengan mereka (Bapepam), selalu saya jelaskan, saya tidak tahu apakah ada kaitan

    politiknya atau tidak,” kata Ari.

    BUKAN SENGKETA PERTAMA

    Kisruh akuisisi tiga perusahaan tambang oleh Bumi Resources bukanlah cerita pertama gesekan kelompok bisnis Bakrie dengan

    otoritas pasar modal. Tercatat ada tiga kejadian penting sepanjang tiga tahun terakhir yang menunjukkan adanya letupan

    sengketa dua belah pihak.

    Maret 2006, Bapepam mencermati transaksi penjualan saham PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal (KPC), dan Indocoal

    Resources Limited 100 persen kepada PT Borneo Lumbung Energi, yang merupakan afiliasi dari PT Renaissance Capital. Total

    nilai transaksi mencapai US$ 3,2 miliar. Saat itu berembus kabar tentang adanya upaya-upaya pihak tertentu “menggoreng” harga

    saham.

    Gesekan kedua terjadi pada November 2006. Saat itu Bapepam meminta anak usaha Bakrie, PT Energi Mega Persada Tbk, membatalkan

    penjualan Lapindo Brantas Inc.

    Sebelumnya, pada 19 September 2006 Energi berniat menjual Lapindo kepada Lyte Limited. Penjualan ini melalui pelepasan saham

    Kalila Energy Ltd dan Pan Asia Enterprise Ltd.

    Aksi korporasi itu bertujuan menghindarkan Energi dari kerugian lebih besar sebagai akibat semburan lumpur. Lyte adalah

    perusahaan yang berdomisili di Kepulauan Jersey, Inggris. Perusahaan ini berdiri pada 17 Januari 2006 dengan modal dasar 10

    ribu pound sterling.

    Ketua Bapepam Fuad Rahmany menolak mengesahkan transaksi tersebut karena harga jualnya terlalu murah, hanya US$ 2. Otoritas

    juga ingin mengetahui identitas pembeli, kendati alasan utama yang mencuat adalah belum jelasnya penyelesaian luapan lumpur

    Lapindo di Porong, Sidoarjo.

    Batal melego Lapindo ke Lyte, beberapa bulan kemudian terdengar kabar Energi menandatangani kesepakatan menjual Lapindo ke

    Freehold Group Limited. Bapepam kembali meminta penjualan dibatalkan dengan alasan yang sama.

    Energi akhirnya menurut dan membatalkan perjanjian penjualan yang sudah diteken pada 14 November 2006. Alasan pembatalan

    tersebut adalah banyaknya kontroversi dan penjualan Lapindo tidak dapat dipahami dan diterima pihak terkait. Kini penanganan

    lumpur ditangani oleh Minarak Lapindo Jaya.

    Berikutnya, letupan terbesar terjadi saat Bursa Efek Indonesia melakukan penghentian sementara perdagangan saham (suspensi)

    enam perusahaan Bakrie di bursa. Ini bermula pada 7 Oktober 2008, ketika saham enam emiten Bakrie kena suspensi karena

    sentimen negatif akibat rumor adanya gagal bayar repo (gadai saham) Bakrie.

    Keenam emiten itu adalah PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, PT Bakrie Development Tbk, PT Bakrie Telecom Tbk, PT Bakrie &

    Brothers Tbk, PT Energi Mega Persada Tbk, dan PT Bumi Resources Tbk.

    Suspensi terus berlanjut hingga pada 17 Oktober 2008 saham Bakrie Sumatera, Bakrie Development, dan Bakrie Telecom kembali

    diperdagangkan. Sedangkan tiga emiten lainnya tetap kena suspensi sampai pada 29 Oktober 2008 Bakrie & Brothers kembali

    meminta perpanjangan suspensi Bumi dan Energi dengan alasan belum selesainya transaksi penjualan saham kedua perusahaan.

    Manajemen mengatakan waktu perpanjangan suspensi 10 hari sejak surat mereka tertanggal 18 Oktober 2008 belum cukup untuk

    menyelesaikan seluruh aspek perjanjian dengan calon pembeli.

    Gerah dengan suspensi yang berkepanjangan, Ketua Bapepam Fuad Rahmany mendesak grup Bakrie segera menjelaskan rencana

    divestasinya secara komprehensif. Bapepam khawatir muncul dampak terhadap pasar saham Indonesia akibat beredar rumor negatif

    dari rencana bisnis Bakrie yang tidak kunjung jelas.

    Pada 5 November 2008, Bursa Efek Indonesia mengumumkan rencana pembukaan suspensi Bumi, tapi mendadak dibatalkan karena ada

    permintaan dari pemerintah. Saat itu, berembus kabar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan jajaran pejabat eselon I

    menyampaikan permintaan mundur kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

    Tak jelas betul soal adanya intervensi pemerintah dalam penundaan pencabutan suspensi itu. Cuma, Fuad sampai harus meminta

    maaf atas kejadian ini. “Kami minta maaf kalau memang terjadi kebingungan di pasar.”

    BAPEPAM BERHAK TUNJUK AUDITOR BARU

    Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) berhak menunjuk auditor baru

    untuk memeriksa laporan transaksi yang dilakukan PT Bumi Resources Tbk.

    “Jika Bapepam memutuskan harga akuisisi tiga perusahaan itu material, mereka bisa meminta auditor lain untuk mengaudit,” ujar

    Direktur Utama BEI Erry Firmansyah saat ditemui di kantornya kemarin.

    Ia juga berpendapat, kalau hasil investigasi Bapepam nantinya menemukan harga akuisisi terlalu mahal, anak perusahaan PT

    Bakrie and Brothers Tbk tersebut berhak membantah dengan mengajukan bukti bahwa harga tersebut sesuai dengan harga pasar.

    Saat ini, Erry mengatakan penyelidikan Badan Pengawas masih belum selesai. “Kami membantu jalannya investigasi dengan

    menyediakan data-data perdagangan yang kami miliki,” tuturnya.

    Januari lalu, Bapepam mulai menyidik akuisisi Bumi terhadap tiga perusahaan tambang. Kepala Biro Penilai Keuangan Perusahaan

    Sektor Riil Bapepam Anis Baridwan mengungkapkan adanya perbedaan penilaian terhadap akuisisi itu antara Bapepam dan Bumi.

  • Menyelisik Harga Ekstrapremium dari Bumi

    Induk usaha kelompok bisnis Bakrie di bidang pertambangan batu bara, PT Bumi Resources Tbk, tumbuh menjadi produsen batu bara ternama. “Sekarang pertanyaannya adalah apakah sukses itu akan terulang,” ujar Nirwan kepada Tempo di rumahnya sebulan lalu.

    Ditemani sebatang rokok dan secangkir kopi panas, Nirwan menceritakan ihwal aksi Bumi mengakuisisi tiga perusahaan tambang yang kemudian disidik Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Umumnya orang curiga, duit Rp 6,2 triliun itu dari mana? “Kami membeli dengan skema menarik yang tidak mengganggu arus kas Bumi,” katanya.

    Cara yang dimaksud adik kandung Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie ini adalah membayar secara mencicil selama tiga tahun. Sebelum pelunasan pada tahun ketiga, perusahaan tersebut harus membuktikan kinerja seperti yang mereka janjikan. Nirwan berujar, tiga perusahaan itu ditawarkan cukup lama. “Inilah saatnya membeli, dan kami beli dengan harga bagus.”

    Tapi tidak semua orang sependapat dengan Nirwan. Analis sektor pertambangan dari Danareksa Sekuritas, Felicia Barus, misalnya. Dalam laporan analisis pada 9 Januari 2009 yang khusus menyoroti akuisisi Bumi terhadap PT Pendopo Energi Batubara, Felicia menyebut pembelian atas Pendopo terlalu mahal.

    Perbandingan sederhana disorongkan Felicia. Di dalam analisisnya, yang bertajuk “Another Day, Another Acquisition”, itu, dia mengatakan, sebelumnya, PT Darma Henwa Tbk membeli Pendopo pada harga US$ 11 juta untuk memperoleh 11 persen saham. Pembelian itu dilaksanakan pada 5 Desember 2008.

    Mengacu pada harga transaksi Darma, Felicia mengatakan mestinya nilai 100 persen saham Pendopo sekitar US$ 100 juta. Namun, nyatanya Bumi membeli 84,5 persen saham Pendopo pada harga Rp 1,304 triliun (sekitar US$ 118 juta pada kurs Rp 11 ribu per dolar AS).

    Begitu pula, dia melanjutkan, pembelian Bumi atas Darma pada harga Rp 354 per lembar saham yang diumumkan 30 Desember 2008 jauh di atas harga pasar. Pasalnya, harga pasar saham Darma pada tanggal itu hanya Rp 50 per lembar.

    Ia membeberkan, harga beli emiten berkode Dewa ini menunjukkan perkiraan price-earning ratio (PER) untuk 2009 sebesar 27 kali, lebih tinggi dari perkiraan PER Bumi sendiri, yang hanya 4,8 kali. PER dihitung dengan cara membagi valuasi saham dengan pendapatan per saham. Fungsi PER adalah menghitung nilai sebuah perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain sejenis. Semakin kecil PER-nya, saham tersebut semakin murah.

    Sebaliknya, Felicia menilai transaksi akuisisi terhadap PT Fajar Bumi Sakti menguntungkan karena menambah nilai sebanyak Rp 48 per lembar saham. Hadirnya Fajar juga memberi sumbangan tambahan pendapatan Bumi sebesar 7 persen selama periode 2009-2010.

    Selanjutnya, dalam analyst report berjudul “Another Acquisition that Hurts Minority Shareholders”, Felicia menjelaskan, akuisisi saham ini melibatkan pembelian dalam jumlah besar (Rp 6,2 triliun) dan waktu singkat yang memenuhi kriteria transaksi material (melebihi 10 persen perkiraan pendapatan pada 2008 atau 20 persen dari perkiraan ekuitas 2008). Konsekuensinya, berdasarkan aturan pasar modal, Bumi harus menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa guna meminta persetujuan.

    Kepala Riset BNI Securities Norico Gaman sependapat bahwa harga beli Darma Henwa sebesar lima kali dari harga pasar kelewat tinggi. Padahal, menurut dia, 50 persen saja dari harga pasar sudah tergolong harga premium. Apalagi kontribusi Darma sebagai kontraktor pertambangan belum signifikan.

    Menjawab tudingan itu, Direktur Utama Bumi Ari Saptari Hudaya mengungkapkan, semua harga beli Bumi jauh di bawah harga yang ditetapkan penilai independen. Valuasi penilai independen Bumi menetapkan harga 100 persen saham Pendopo bernilai US$ 179-198 juta. Sehingga 84,5 persen saham Pendopo mestinya berharga US$ 151 juta.

    Sedangkan 100 persen saham Darma dinilai berharga US$ 448-510 juta. Sehingga mestinya 44 persen saham Darma berharga minimal US$ 197 juta dan maksimal US$ 224 juta. Demikian pula harga 100 persen saham Fajar, yang dinilai seharga US$ 270-299 juta. Sehingga mestinya 76,8 persen saham ada pada harga US$ 207-209 juta.

    Nirwan sepakat dengan anak buahnya itu. Menurut dia, Fajar dan Pendopo adalah perusahaan tambang batu bara yang bisa mengelola batu bara berkalori rendah, dan mahir menggali di kedalaman. Sedangkan Darma adalah perusahaan kontraktor yang biasa menambang dan menyiapkan alat-alat berat. Dengan begitu, Bumi bisa siap memasok pasar energi dunia, yang diperkirakan terus naik. “Pasar dunia lagi gila-gilaan butuh energi, Bos,” ujarnya.

    Apa pun cerita kelompok Bakrie, kelihatannya pasar belum melihat titik terang dari akuisisi Bumi. Akibatnya, investor belum tertarik bertransaksi pada saham perusahaan ini. Pada 5 Januari 2009, saham Bumi masih bertengger pada harga Rp 940 per lembar. Kemarin harganya ditutup menjadi Rp 730 setelah sempat menyentuh Rp 425 per lembar pada 15 Januari lalu.

    Analis BNI Securities, M. Alfatih, mengatakan aksi korporasi perusahaan publik seharusnya menarik bagi investor. Apalagi akuisisi Bumi bisa meningkatkan kapasitas produksi batu bara. Tapi banyak sekali rumor soal transaksi itu. “Akibatnya, transaksi saham Bumi masih sempit, nilainya juga cenderung turun,” ujarnya.

    Alfatih menyebutkan, beberapa pelaku pasar menilai akuisisi itu telah mengubah struktur kepemilikan mayoritas pada perusahaan yang diambil alih. “Banyak yang menganggap harus ada tender offer (penawaran pembelian saham publik),” ujarnya. Belum lagi ada dugaan bahwa dalam transaksi itu terdapat benturan kepentingan.

    Fuad Rahmany, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, juga menduga transaksi tersebut material dan kelewat mahal. “Harga pembelian terhadap ketiga perusahaan itu tidak wajar. Saya sedang memeriksa penilai independennya,” kata dia.

    Dia berpandangan, penetapan harga beli yang tidak wajar berpotensi merugikan pemegang saham publik yang tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Karena itu, Fuad mendesak Bumi segera melaksanakan rapat umum pemegang saham untuk meminta persetujuan atas transaksi akuisisi.

    Fuad Rahmany, Ketua Bapepam:

    ALASAN HARGA MAHAL TAK MASUK AKAL

    Apakah transaksi Bumi material?
    Transaksi itu mereka pecah-pecah, jadi dianggap tidak material. Mereka bilang tidak perlu RUPS. Padahal, menurut hitungan kami, transaksi Bumi, yang mencapai Rp 6,2 triliun, itu sudah masuk formula material. Bumi sudah menjual saham ke publik sekitar 65 persen. Bukan milik pendiri awal. Walau itu dulu perusahaan keluarga, begitu masuk pasar modal, harus sadar sekarang ada orang lain yang memiliki.

    Benarkah ada pemegang saham yang terafiliasi?
    Kami melihat di tiga perusahaan itu ada pihak yang terafiliasi. Ada pemegang saham dari Bumi. Paling tidak ada mereka di sana. Itu memang sambung-menyambung dan terkait. Memang tidak langsung dan tidak kelihatan. Tapi, kalau dibuka, informasinya begitu.

    Harga pembeliannya dinilai terlalu mahal?
    Saya bilang harganya tidak wajar. Contoh, Darma Henwa harga pasarnya Rp 50, tapi mereka beli Rp 300. Yang benar saja, enam kali lipat. Alasan mereka macam-macam, tapi tidak masuk akal. Darma itu perusahaan kontraktor, tidak punya tambang, cuma jasa. Isinya gedung dan mesin-mesin saja. Masak harganya sampai Rp 2,4 triliun.

    Fajar itu perusahaan tambang. Tapi, kalau harganya Rp 2,4 triliun, tidak pantas juga. Karena dibagi jumlah batu bara yang mereka produksi, harga per ton jauh lebih mahal daripada produksi Bumi sendiri, yang selama ini sudah terkenal dan memiliki nilai. Berikutnya Pendopo. Katanya untuk pembangkit listrik. Dimulai juga belum proyeknya, kok, bisa harganya Rp 1,3 triliun.

    Siapa yang dirugikan?
    Pihak yang dirugikan yang tidak ikut-ikutan di dalam rapat. Karena sekarang yang menguasai perusahaan itu satu pihak dari pemegang saham, yang kebetulan pendirinya dulu.

    Bapepam terlambat mengetahuinya?
    Regulator selalu kalah dari sisi informasi karena ada perubahan-perubahan yang kami juga tidak tahu. Makanya di situ perlunya whistle blower.

    Motif transaksi ini?
    Karena perusahaan yang dibeli Bumi ternyata pemegang sahamnya ada kaitan, jadi patut kami curigai ada upaya menggerus uang dari Bumi. Kalau Bumi membeli kemahalan, pasti ada yang diuntungkan.

    Artinya, transaksi Bumi bisa dibatalkan?
    Saya tidak bisa bilang begitu dulu. Sebab, kalau dibatalkan, juga ada masalah hukum lagi, karena mereka sudah melakukan transaksi dan sebagainya. Inilah dampaknya kalau mereka tidak patuh terhadap aturan, bisa rumit.

    Sanksinya apa?
    Jika nanti itu terbukti, kami bisa berikan teguran atau sanksi lainnya. Tapi yang lebih penting, pemegang saham lainnya jangan diam saja. Baca aturan, gunakan hak mereka.

    Bakrie sudah berulang kali tersandung masalah di pasar modal?
    Ya, kami menayangkannya. Kami minta kepada yang lain jangan seperti itu. Kalau sudah masuk di pasar modal, itu ada aturannya, jangan seenaknya.

    Ari Saptari Hudaya, Direktur Utama PT Bumi Resources Tbk:

    YA, SEPERTI KUCINGLAH, DILEMPAR BALIK LAGI…

    Bapepam menuding transaksi Bumi material?
    Begini, tadinya Bumi memang berencana membeli ketiga perusahaan itu sekaligus. Tapi tidak bisa karena pemiliknya berbeda dan negosiasinya lain. Nah, jadi pengumumannya satu-satu.

    Pendapatan Bumi tahun ini sekitar US$ 4 miliar. Keuntungannya sekitar US$ 600 juta. Jadi kami punya kapitalisasi cukup besar. Punya pendapatan cukup besar. Penasihat hukum kami mengatakan transaksinya tidak disatukan, terpisah-pisah, di bawah ketentuan materialitas.

    Benarkah harga pembeliannya terlalu mahal?
    Kami membeli cadangan batu bara. Pendopo mempunyai cadangan 600 juta ton atau 1 miliar ton. Kalau US$ 200 juta dibagi 600 juta ton berapa sih? US$ 30 sen. Itu murah.

    Sekarang kita lihat Fajar. Memang lebih mahal ketimbang Pendopo, tapi mereka punya keahlian mengebor tambang bawah tanah serta pengetahuan mencampur batu bara. Ini yang tidak pernah saya sampaikan ke luar.

    Sedangkan Darma Henwa itu bukan soal magis. Mereka bekerja sendiri sudah menghasilkan 12 juta ton. Artinya, tidak susah menghitungnya. Dari 9 juta ton naik menjadi 12 juta ton. Selain itu, saya bisa punya alat-alat berat, ban, dan sebagainya. Saya akan dorong mereka menjadi operator besar.

    Bagaimana soal benturan kepentingan?
    Ceritanya, Pendopo punya kontrak pertambangan batu bara generasi ketiga. Tapi kontrak itu tidak digunakan. Lalu pada 2007 pemegang saham Pendopo meminta bantuan keuangan US$ 10 juta ke Arutmin, anak usaha Bumi.

    Sejak itu Bumi terus mempelajari aktivitas bisnis Pendopo. Saya ikutin terus. Rupanya lokasinya dekat sungai besar. Artinya, kalau saya bikin pembangkit listrik, airnya gampang. Nah, Pendopo itu sampai pada tahap harus sudah memulai produksi sekarang ini.

    Adapun Fajar pada 1982 dimiliki orang lain sebelum keluarga Tabusalla masuk. Karena Andi Tabusalla dekat dengan keluarga Bakrie, beliau minta tolong. Pada 1991 Bakrie mulai pegang saham di situ, tapi belum menjadi pengendali.
    Kemudian pada 1997, krisis moneter terjadi. Kalian bisa hitung, kelompok Bakrie memotong-motong asetnya. Semua barang dijual sebagai bagian dari penyelesaian utang kepada para kreditor.

    Tapi benar nama pengurus perusahaannya tidak berubah. Kontrolnya tetap dipegang oleh kami. Karena ada program selama lima tahun, yang baru berakhir 28 Desember 2008. Ketika program itu selesai, kreditor-kreditornya minta tolong menjualkan aset satu per satu itu. Maka Bumi membeli lagi dari kreditor itu. Ya, seperti kucinglah, dilempar balik lagi… (tertawa).

    Banyak rumor negatif beredar?
    Itulah. Dulu waktu kami membeli kembali PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk tidak ada yang ribut. Tapi kenapa sekarang ribut?

  • Jejak Tiga Transaksi

    Semula Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Fuad Rahmany menganggap informasi yang mampir ke telinganya tidak istimewa. Sepintas isinya hanya aksi korporasi biasa: PT Bumi Resources Tbk membeli tiga perusahaan tambang batu bara.

    Ketika itu, awal Januari 2009, ia sedang sibuk mengurusi kasus raibnya dana nasabah PT Sarijaya Permana Sekuritas. Menurut Fuad, informasi itu diterimanya ketika sedang menyiapkan konferensi pers Sarijaya. “Mereka (Bumi) melaporkan sudah melakukan transaksi,” ujarnya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

    Tapi berita susulan yang datang bertubi-tubi membuat Fuad terperanjat. Diduga transaksi senilai Rp 6,2 triliun itu masih ada hubungan afiliasi. Harga pembelian ketiga perusahaan itu juga diduga kelewat mahal. Singkat kata, ada potensi benturan kepentingan di sana.

    Dugaan benturan kepentingan menjadi pintu masuk Bapepam dalam mengusut transaksi ini. Pasalnya, jika ini terbukti, Bumi tidak bisa begitu saja merampungkan transaksi akuisisi. Persetujuan pemegang minoritas (independen) dalam rapat umum pemegang saham luar biasa menjadi sebuah keharusan. Tidak ada persetujuan, tak ada transaksi.

    Dengan pertimbangan ini, Bapepam bergerak cepat. Fuad meminta yahoo.9msk.ru Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam Sardjito menyelisik kasus ini. Belakangan, Sardjito mengungkapkan telah menerbitkan surat perintah penyidikan atas pembelian tersebut dengan dugaan benturan kepentingan.

    Ramainya pemberitaan transaksi ini bermula ketika Bumi, perusahaan tambang batu bara yang terafiliasi dengan Grup Bakrie, membeli tiga perusahaan tambang, yakni PT Darma Henwa Tbk, PT Fajar Bumi Sakti, dan PT Pendopo Energi Batubara. Pembelian ini dilakukan secara bertahap mulai akhir Desember 2008 dan awal Januari 2009 dengan nilai total sekitar Rp 6,2 triliun.

    Pembelian dalam jumlah besar ini memicu reaksi pasar yang hebat. Beredar luas rumor yang menyatakan bahwa transaksi tersebut berbau benturan kepentingan. Harga pembelian juga dinilai kemahalan, terutama untuk kelompok Bakrie yang sedang dililit utang.

    Akibatnya, saham Bumi, yang semestinya naik setelah akuisisi, justru terjerembap cukup dalam. Dari posisi Rp 940 per lembar pada 5 Januari lalu menjadi tinggal Rp 425 per lembar pada 15 Januari.

    Bereaksi cepat, Bursa Efek Indonesia pada 8 Januari berkirim surat kepada manajemen Bumi, meminta penjelasan seputar transaksi tersebut. Sebanyak 20 pertanyaan mengenai tata cara pembayaran, latar belakang pemegang saham ketiga perusahaan, sampai kinerja keuangan disampaikan kepada manajemen.

    Jawaban dari Sekretaris Perusahaan Dileep Srivastava pada 14 Januari lalu dianggap Direktur Pencatatan Bursa Eddy Sugito tidak memuaskan. Bursa pun kembali mengirim surat pertanyaan kedua yang, antara lain, meminta kejelasan soal laporan penilaian aset (valuation report) yang tidak dicantumkan. “Sehingga sulit menilai apakah transaksi itu kemahalan atau tidak,” ujar Eddy.

    Bapepam juga dibuat meradang. Fuad Rahmany menyatakan Bumi Resources Tbk telah melakukan transaksi tanpa sepengetahuan institusinya. “Kami belum lakukan apa-apa, kok, tapi mereka sudah bertransaksi. Saya tidak pernah kasih persetujuan,” kata dia.

    Penelusuran Tempo melalui Indonesian Coal Book 2008-2009 menemukan kejanggalan kepemilikan saham pada beberapa perusahaan tersebut. Buku tersebut menuliskan, pemilik PT Fajar Bumi Sakti adalah PT CMA Indonesia sebesar 89,23 persen, PT Mukti Prabawa Perkasa 10,66 persen, dan PT Bakrie Mining Service Corporation 0,1 persen.

    Disebutkan pula, perusahaan tambang batu bara ini berlokasi di Tenggarong, Kutai Kartanegara; berkantor di Wisma Bakrie, Jakarta; dan menjadi anak usaha PT Bakrie Investindo sejak 1992.

    Adapun CMA (Capital Managers Asia) diketahui sangat erat kaitannya dengan kelompok Bakrie. Anindya Bakrie, yang kini menjabat Direktur Utama Bakrie Telecom Tbk, juga menjadi Direktur Operasional Capital Managers Asia Pte Ltd, yang berpusat di Singapura.

    Data dari Accounting and Corporate Regulatory Authority di Singapura menjelaskan, perusahaan ini didirikan pada 2000. Pemegang sahamnya adalah Robertus Bismarka Kurniawan dan Nalinkant Amratlal Rathod. Robertus saat ini menjabat sebagai Direktur ANTV, stasiun televisi yang didirikan kelompok Bakrie. Sedangkan Nalinkant adalah Komisaris Utama Bumi dan Direktur Utama Bakrie & Brothers.

    Saat dimintai konfirmasi, juru bicara Fajar Bumi Sakti, Andi Muchtar, mengaku tidak tahu perihal perubahan struktur kepemilikan perseroan. Ia hanya mengetahui kepemilikan perusahaan sudah di tangan Grup Bakrie sejak 1992. Bakrie, kata dia, masuk melalui PT Bakrie Tondongkura Pratama, yang membeli 100 persen saham pemilik lama.

    Bakrie Tondongkura, dia melanjutkan, sudah gulung tikar pada 1995-1996. “Sejak itu, yang kami tahu Grup Bakrie masih pemilik Fajar Bumi Sakti,” katanya ketika dihubungi Tempo, Senin pertama Februari lalu.

    Andi mengungkapkan belum ada perubahan dalam akta notaris perusahaan. Pada akta itu, Nalinkant A. Rathod duduk sebagai Komisaris Utama. “Saya tidak ingat sejak kapan Pak Nalin jadi Komisaris Utama di sini, sudah lama,” ujarnya.
    Ia melanjutkan, Direktur Utama Fajar Bumi Yufli Gunawan dan Direktur Andi Pravidia dulu bekerja di Capital Managers Asia Pte. Yufli menjabat Direktur Utama sekitar dua tahun lalu, menggantikan Azis Marsuki. “Ketika menjabat Direktur Utama, Azis dibantu direkturnya, Charlie Kasim,” katanya.

    Tempo menemukan, nama Charlie Kasim sekarang masih bertengger sebagai Direktur Keuangan PT Visi Media Asia, induk perusahaan pemilik stasiun televisi TVOne. Charlie juga menempati posisi yang sama di situs berita VIVAnews.com. Kedua media ini terafiliasi dengan kelompok usaha Bakrie.

    Saat ditemui akhir Januari lalu, Direktur Utama Bumi Ari Saptari Hudaya dan Komisaris Utama Bumi Nalinkant A. Rathod membantah adanya konflik kepentingan dalam transaksi tersebut. Nalin memastikan kepemilikan Bakrie di Fajar sudah dilepas sejak krisis pada 1997. “Saat krisis, Bakrie menjual aset-asetnya, tapi namanya di perusahaan memang tidak diubah,” ujar dia.

    Tapi akta perubahan Fajar Bumi Sakti hasil rapat umum pemegang saham pada 16 Juni 1997 menunjukkan, justru ketika itu, Bakrie Investindo dan Nirwan Dermawan Bakrie memperbesar porsi sahamnya di Fajar. Berdasarkan akta ini pula, pada 1 September 2000 Fajar didaftarkan di Kantor Pendaftaran Perusahaan Jakarta Selatan.

    Di dalam akta itu dituliskan, modal Bakrie Investindo, yang sebelumnya menempatkan Rp 6,732 miliar (sebanyak 67.320 lembar saham), bertambah menjadi Rp 27,72 miliar (sebanyak 277.200 lembar). Sedangkan Nirwan memperbesar modal dari Rp 68 juta (680 lembar saham) menjadi Rp 280 juta (2.800 lembar saham). Sehingga total modal dasar naik dari Rp 10 miliar menjadi Rp 28 miliar.

    Masih mengacu kepada buku Indonesian Coal Book, jejak Bakrie di Pendopo Energi, yang berdiri pada 20 November 1997, juga tampak jelas. Buku itu menyebutkan pemilik mayoritas saham Pendopo Energi Batubara adalah PT Bakrie Capital Indonesia sebanyak 90 persen, sedangkan sisanya PT Barito Putra 10 persen.

    Selanjutnya, di Darma Henwa, terdapat rekam jejak kepemilikan saham Long Haul dan Capital Managers. Keduanya sampai 28 November 2008 dilaporkan masih memegang saham masing-masing 11,53 persen dan 8,97 persen. Tapi, pada laporan bertanggal 30 Desember 2008, keduanya lenyap dari daftar pemegang saham berjumlah 5 persen atau lebih.

    Jejak Long Haul bertaburan di kelompok usaha Bakrie. Penelusuran Tempo menemukan Long Haul memiliki saham sebanyak 8,08 persen di PT Bakrie Telecom Tbk sampai 30 Januari 2009. Perusahaan ini juga menggenggam 21,51 persen saham Bakrie & Brothers sampai 31 Januari 2009. Bahkan, sampai 31 Maret 2008, Long Haul masih memiliki 18,9 persen saham Bumi.

    Siapa pemilik Long Haul? Masih jadi misteri sampai sekarang. Cuma, pada 2003, sewaktu ribut-ribut mengenai divestasi 51 persen saham PT Kaltim Prima Coal, yang merupakan anak usaha Bumi, pernah terungkap pemilik perusahaan yang beralamat di Charlestown, Pulau Nevis, Karibia, ini.

    Beberapa di antaranya adalah pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo B. Sulisto, Iman Taufik, dan Kusumo Martorejo. Ketiganya sampai sekarang masih menjabat komisaris Bumi. “Saya sendiri, Iman Taufik, Kusumo, dan teman-teman di Kadin menjadi pemegang saham di sana,” ujarnya ketika itu.

    Namun, ketika dimintai konfirmasi kembali soal ini pada Jumat lalu, Suryo membantah pernah mengatakan memegang saham Long Haul. Sambil tergelak di ujung telepon, ia mengungkapkan tidak pernah memegang saham Long Haul dan tidak mengetahui siapa pemegang sahamnya.

    Meski begitu, dalam penjelasannya kepada otoritas bursa, nama Capital Managers, Bakrie Capital, Bakrie Investindo, dan Long Haul memang sudah tidak ada lagi dalam struktur kepemilikan saham tiga perusahaan itu. Sebagai gantinya, muncul nama Ancara Properties Ltd dan Indomining Resources Holding Ltd.

    Dua perusahaan yang berdomisili di Republik Seychellesdi, Samudera Hindia, ini secara tidak langsung menguasai 99,9 persen saham Fajar dan 95 persen Pendopo. Bumi Resources Investment, anak usaha Bumi, membeli saham Fajar dan Pendopo dari mereka. Sedangkan Bumi masuk ke Darma setelah membeli 80 persen saham Zurich Assets International Ltd dari Goodrich Management Corporation.

    Kalangan analis berbeda pendapat mengenai maksud dari transaksi Bumi ini. Seorang analis yang enggan disebutkan namanya menduga transaksi ini hanyalah trik sebagian pemegang saham untuk mengambil uang dari Bumi untuk menutupi utang induk usahanya.

    Namun, analis lainnya condong pada dugaan bahwa transaksi ini hanya bertujuan “menggoreng” saham Bumi yang sempat terpuruk akibat krisis keuangan dunia. Ia pun tidak melihat upaya tersebut sebagai langkah Bakrie & Brothers untuk menggerus keuntungan Bumi demi melunasi semua kewajiban-kewajibannya.

    Argumentasinya, jumlah uang muka yang dibayarkan kepada ketiga perusahaan itu sedikit sekali. Sedangkan sejumlah besar sisanya dicicil dalam tempo tiga tahun. Keanehan lainnya, Fajar dan Pendopo belum tergolong perusahaan yang menghasilkan batu bara cukup banyak. “Masih greenfield, kenapa dibeli?” kata analis itu.

    Semua spekulasi di atas dibantah Direktur Utama Bumi Ari S. Hudaya. Ia berujar ketiga perusahaan tersebut telah lama diincar Bumi. Contohnya, Pendopo, ujar dia, mulai dipantau sejak perusahaan itu meminta bantuan keuangan ke Bumi pada 2007. Menurut Ari, perusahaan ini punya kontrak tambang generasi ketiga, tapi tidak diapa-apakan.

    Dia memastikan ketiga perusahaan tersebut dibeli semata-mata untuk mendukung bisnis Bumi. Fajar Bumi, ia membeberkan, dibeli karena sudah memiliki keahlian dan pengalaman menggali batu bara bawah tanah. Kualitas batu bara yang dihasilkannya juga sudah cukup tinggi, mencapai 6.200 kilokalori.

    Adapun Darma Henwa, kata dia, dibeli untuk menjamin pasokan alat-alat berat bagi dua anak usahanya, yaitu Arutmin dan Kaltim Prima Coal. “Saya akan dorong Darma menjadi operator besar,” kata Ari. Darma juga disebut akan memperkuat posisi tawar Bumi menghadapi kontraktor-kontraktor lainnya.

    Sedangkan Pendopo dibeli karena mempunyai keahlian di bidang gasifikasi (pengolahan batu bara menjadi gas) dan pengembangan pembangkit listrik. “Di sini Bumi akan menjadi pemasok batu baranya,” ujar Ari.

    Ia pun membantah adanya benturan kepentingan di antara pihak-pihak yang memiliki ketiga perusahaan. Dia juga membantah adanya keterkaitan antara Long Haul dan Bakrie.

    Ari membenarkan bahwa dulu Long Haul pernah memiliki saham di Bumi, Arutmin, dan Bakrie Capital. Tapi itu bukan berarti ada hubungan kepemilikan saham antara Long Haul dan kelompok Bakrie. “Asosiasinya orang selalu ke sana, dikait-kaitkan. Buat apa saya bantah, didiamkan saja,” kata dia.

    Walau bantahan Ari sudah cukup detail, rupanya Bapepam punya pandangan sendiri. Dalam perbincangan dengan Tempo, Fuad Rahmany mengaku sudah memegang bukti-bukti bahwa transaksi tersebut material. Artinya, nilainya mencapai 10 persen dari pendapatan atau 20 persen terhadap ekuitas.

    Selain itu, Bapepam memperoleh bukti-bukti adanya afiliasi alias keterkaitan di antara para pemegang sahamnya. Nyambung-nyambung, tektok-tektok. “Memang tidak langsung dan tidak kelihatan. Tapi, kalau dibuka, informasinya begitu,” ujar dia. Bapepam pun berpendapat harga beli ketiga perusahaan tersebut kelewat mahal.
    Fuad berjanji akan menuntaskan penyidikan kasus ini setelah selesai melakukan valuasi independen terhadap nilai transaksinya. “Kalau tidak tuntas, orang akan menganggap di pasar modal Indonesia itu bisa seenak-enaknya,” kata dia.

  • Hilangnya Hak Publik atas Informasi Lapindo

    Celakanya, pemerintah untuk kesekian kalinya percaya begitu saja kepada alasan krisis keuangan yang dikemukakan oleh Lapindo. Padahal selama ini Lapindo belum pernah mempublikasi hasil audit mengenai asset-asetnya ke publik. Pihak Lapindo berkilah bahwa uang yang dimilikinya bukan uang negara, sehingga tidak ada kewajiban untuk mempublikasinya. Mungkin Lapindo lupa bahwa informasi terhadap audit tersebut sangat penting untuk menyelesaikan persoalan dengan korban lumpur secara lebih adil. (more…)

  • Perempuan-Perempuan Tangguh

    Tapi ini bukan bayangan, bukan imajinasi. Ini fakta yang sudah dua tahun setengah ini berlangsung di dekat kita, sangat dekat. Ini kisah ribuan suami yang pekerjaannya direnggut bencana lumpur Lapindo, sementara istri-istri dan anak-anak perempuan, dengan segala keterbatasannya, dipaksa menanggung beban keluarga semuanya. Ya, semuanya.

    Perempuan itu, Asfeiyah namanya (45 tahun), masih tegak sebagai ibu rumah tangga di Pasar Baru Porong. Suaminya Pak Sanep (45 tahun), sebelum bencana Lapindo, adalah seorang pengrajin emas, tapi sudah lebih dari tiga tahun tidak bekerja lagi.

    “Orangnya bodoh, buta huruf, bisa baca tapi tak bisa nulis, jadi pemalu,” Asfeiyah mencoba menerangkan kenapa suaminya jadi pengangguran.

    Suaminya memang berhenti jadi perngrajin emas beberapa tahun sebelum bencana lumpur. Saat itu, keluarga Asfeiyah masih tinggal di Renokenongo. Asfeiyah menjadi tukang jahit dan suaminya bekerja serabutan.

    “Kalau ada yang mengajak bekerja, (ya bekerja), kalau tidak ya tidak. Nggak bisa cari sendiri,” jelas Asfeiyah.

    Di Renokenongo, sebelum bencana Lapindo, Asfeiyah sering mendapat orderan dari tetangga yang minta dibikinin baju. Seminggu dua kali dia dapat order, itu menurut itungan paling jarang bagi Asfeiyah.

    “Lumayan bisa dapat 50 ribu (per potong),” jelas Asfeiyah. Kehidupannya di Renokenongo memang sulit tapi di pengungsian lebih sulit lagi. Sekarang tak ada lagi orang yang minta dibikinin baju, kalau ada paling-paling cuma tambal baju alias vermak.

    Kalau boleh memilih, Asfeiyah tentu memilih untuk bertempat tinggal di rumahnya di Renokenongo. Untung tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak. Bencana lumpur Lapindo datang begitu tiba-tiba dan tak memberi pilihan lain pada Asfeiyah sekeluarga selain pindah ke pengungsian di Pasar Baru Porong. Dan ini bagai mimpi buruk buatnya. Semua anggota keluarganya tak satupun yang bekerja dan dia satu-satunya yang banting-tulang untuk semua anggota keluarga.

    Tiap hari Asfeiyah musti mengumpulkan uang 50 ribu rupiah untuk makan semua keluarga, dan beberapa bulan terakhir ini pendapatannya sering kurang dari itu.

    Hanya pada bulan 2-8 Asfeiyah bisa bekerja normal sebagai penjahit. Pada bulan-bulan itu banyak orderan dari perusahaan-perusahaan pakaian. Kalau dia bisa menyelesaikan sesuai tenggat, tiap minggu 400.000 rupiah bisa dia dapatkan. Dan ini berarti Asfiyah musti enam belas jam di mesin jahit tiap harinya. Mulai jam 4 pagi sampai jam 4 sore dan jam 8 malam hingga jam 11.

    Setelah perjuangan panjang dan melelahkan karena sering dikibuli Lapindo selama 2 tahun lebih, Asfeiyah dan keluarga-keluarga lain di Pasar Baru Porong yang tergabung Paguyuban Warga Renokenongo Korban Lapindo (Pagar Rekorlap) mendapatkan 20 persen uang aset mereka. Meski tak sesuai keinginan, warga tak bisa menolak cara pembayaran yang dilakukan Minarak Lapindo, yakni dengan cara mencicil.

    Bulan ini Asfeiyah mendapatkan cicilan yang keempat dan karena tidak ada pekerjaan dia menggunakan uang tersebut untuk modal dagang pakaian. Meski tak ramai, Asfeiyah tiap harinya bisa dapat pemasukan sekitar 30.000 rupiah sementara uang untuk makan semua keluarganya adalah 50.000. Asfeiyah tak punya pilihan lain selain menggunakan uang rumahnya untuk makan. Bayangan untuk bisa mendapat rumah lagi pun perlahan-lahan mulai dia hapus.

    “Yang penting semua keluarga bisa makan, Mas,” kata Asfeiyah.

    Marah, sedih, putus asa, perasaan-perasaan ini dipendam Asfeiyah karena tak ingin keluarganya pecah.

    “Kalau marah, cek-cok, takut kehilangan suami,” tutur Asfeiyah. “Tapi kalau nggak marah nggak tahan, Mas.”

    Tak hanya Asfeiyah yang dipaksa menjadi tulang punggung keluarga. Ribuan lainnya mengalami nasib serupa. Seorang ibu warga Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera I juga mengalami nasib yang sama. Nama ibu itu, Noor Hani (44 tahun), kini mengontrak rumah di Sidokare, Sidoarjo. Alasannya tentu jelas karena rumahnya sudah punah dimakan lumpur.

    Bu Hani, begitu siswa Madrasah Aliyah Khalid bin Walid biasanya memanggil namanya, adalah guru di MA tersebut. Sebelum ada lumpur, suaminya Hendra Jaya (44 tahun) punya bengkel reparasi dinamo di rumahnya. Dia sudah punya langganan dari tetangga-tetangga di sekitarnya. Namun lumpur Lapindo menenggelamkan bengkel itu dan suaminya pun praktis tidak bisa bekerja lagi.

    Bagi guru swasta yang gajinya tak lebih dari 100 ribu rupiah per bulan dan suami yang menganggur tentu bencana Lapindo jadi pukulan yang berat bagi keluarga ini. Keluarga ini mesti pontang-panting untuk menutup kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Dengan tiadanya pemasukan Hani mencoba memperkecil pengeluaran. Caranya dengan mengurangi jatah makan sehari-hari.

    “Berasnya saya kurangi dan ganti singkong yang sama mengandung karbohidrat,” Hani berusaha menahan air matanya saat mengatakan ini.

    Hani juga berusaha supaya dapat pemasukan tambahan. Dia melukis dan bikin gambar meja-kursi belajar dan suaminya diminta membikin barangnya. Namun itu belum cukup menutupi kebutuhan keluarga. Hani lantas berdagang keliling pakaian dan kue supaya asap dapurnya tak padam.

    Empat orang anaknya tak semuanya bisa menerima kesulitan ini. Hanum Anggraini (15 tahun), anak pertamanya yang duduk di SMU II Sidoarjo, bisa menerima kenyataan ini dan bisa bersabar.

    “Tapi yang kecil suka protes, saya mencoba mengarahkannya dengan agama,” tutur Hani. Tapi namanya juga anak-anak masih suka rewel dan protes.

    Tak hanya ibu-ibu yang rumahnya sudah terendam lumpur yang merasakan dampak bencana Lapindo ini. Ibu Crhristina, warga Glagaharum, juga merasakan dampak tidak langsung bencana Lapindo.

    Christina adalah istri Hafidz Affandi, kepala desa Glagaharum periode 1990-1998 dan 1998-2007. Keluarganya cukup terpandang dan kaya. Tanahnya luas, punya toko bangunan, dan pabrik sepatu di pasar wisata Tanggulangin.

    Setelah tidak jadi kepala desa, praktis pendapatan mereka bertumpu dari toko bangunan dan pabrik sepatu. Toko ini sebelum ada lumpur mendatangkan pendapatan yang luar biasa besar bagi keluarga Christina. Seharinya bisa 9-12 juta. Saat itu, semua kebutuhan delapan anaknya bisa dipenuhi bahkan berlebih.

    Misalnya, semua anaknya kalau sudah masuk SMP pasti dibelikan sepeda motor dan dibikinkan SIM. Lalu kalau anaknya minta dibelikan laptop atau sepatu yang harganya jutaan, saat itu juga akan dibelikannya.

    “Dulu kalau mau datang ke pesta kawan-kawannya, pasti bajunya baru,” kenang Crhistina.

    Sekarang semua sudah berubah. Sejak Bencana Lapindo dua tahun lalu, satu per satu langganan Christina hilang.

    “Dulu langganan saya dari Siring, Ketapang, Kedungbendo, Jatirejo, Renokenongo, dan lainnya,” tutur Christina. Sekarang desa-desa itu sudah tenggelam dalam lumpur dan tak ada lagi pesanan buat Christina. Pendapatannya menurun drastis hingga 500 ribu hingga 1 juta seharinya.
    Lima dari 6 karyawannya di toko bangunan dia pulangkan dan kini tinggal dia dan seorang pelayan toko yang masih bertahan. Gudang-gudang tempat penyimpanan semen dan kayu juga sekarang kosong karena permintaan yang terus berkurang.

    Akhir tahun lalu, Christina meminjamkan secara gratis gudang ini untuk Yayasan Khalid bin Walid dan digunakan untuk sekolah. Christina tak tega melihat gedung sekolah Khalid bin Walid di Renokenongo tenggelam.

    “Saya juga punya banyak anak yang masih sekolah, bagaimana kalau ini menimpa saya,” tutur Christina. [mam]

  • Empat Lawan Satu: Hanya Promosi Bakrie

    Imam (30 tahun), korban asal Jatirejo, bahkan hafal apa saja yang dibicarakan Bakrie dalam acara tersebut. Setidaknya ada enam perkataan Bakrie yang dia garisbawahi: (bencana Lapindo) karena fenomena alam, para korban yang tidak punya surat dikasih rumah, waktu Bakrie datang ke Sidoarjo dicium tangannya, putusan pengadilan menetapkan Lapindo tidak bersalah, ada provokasi, dan yang dilakukan Bakrie sesuai dengan Peraturan Presiden.

    Satu-per satu pernyataan Bakrie ini ditanggapi oleh Imam. Menurutnya, tidak benar kalau bencana ini adalah fenomena alam, ini karena kesalahan teknis pemboran. Lebih lanjut menurut Imam, dari awal Lapindo ingin membeli tanahnya.

    “Pernah ditawar tapi tidak dikasihkan, izinnya buat peternakan,” tutur Imam. Lebih jauh, Imam merujuk pada ahli-ahli geologi dunia di Cape Town yang memutuskan lumpur Lapindo disebabkan oleh kesalahan pemboran. Sementara, gempa Yogja, yang kerap diklaim Lapindo sebagai penyebab, terlalu jauh untuk menjadi pemicu semburan lumpur.

    Soal para korban tak bersurat yang dikasih rumah ditanggapi keras oleh Imam. Menurutnya, Lapindo pernah bilang hanya mau membayar korban yang memiliki surat dan itu juga yang dilaksanakan Lapindo hingga sekarang. Kemudian, soal kedatangan Bakrie di Sidoarjo yang disambut dengan cium tangan, menurut Imam itu tidak benar. Dia tidak pernah melihat Bakrie datang ke Sidoarjo. Bahkan kalau, misalnya, Bakrie datang ke Sidoarjo akan digasak ramai-ramai karena sudah menyengsarakan banyak orang.

    Imam juga tidak sepakat dengan putusan pengadilan yang memutus Lapindo tidak bersalah. Menurutnya, pengadilan bukan ahli pemboran dan tidak mempertimbangkan sisi kemanusiaan dari para korban. Ada provokasi terhadap korban lumpur juga ditolak oleh Imam. Menurutnya korban yang menuntut haknya itu memang benar korban yang belum dilunasi haknya. Tentang langkah Lapindo yang sesuai dengan Perpres itu juga tidak benar, karena berkali-kali Lapindo mangkir dan tidak sesuai dengan keputusan presiden.

    Lilik Kamina, korban di PBP, juga menanggapi sinis acara Empat Lawan Satu. Dia bilang kalau acara itu hanya untuk mempromosikan Lapindo dan Bakrie. “Lihat saja tak ada korban yang diberi kesempatan bicara.” [mam]

  • Tanah Dongkel Menyisakan Masalah

    Pembelian sawah dongkel di Desa Besuki, Kecamatan Jabon, masih menyisakan persoalan di warga. Pasalnya, dari 93 petak tanah hanya 41 petak yang akan dibeli oleh Pemerintah. Keseluruhan tanahnya seluas 5 hektar dan hanya 2 hektar lebih sedikit yang dibeli oleh Pemerintah.

    Desa Besuki adalah salah satu desa korban Lapindo yang mendapat ganti rugi dari APBN. Meski semua Desa Besuki terkena lumpur, tapi hanya sebagian desa yang mendapatkan ganti rugi.

    Sawah dongkel ini adalah salah satu contohnya. Sama-sama terkena lumpur dan kini tidak produktif namun tidak semua masuk peta dan dibeli oleh Pemerintah. Hanya yang Barat jalan tol yang dibeli, sementara yang di sebelah timur tol dibiarkan saja menjadi tanah mati. Sebenarnya tidak hanya sawah dongkel saja yang terkena lumpur di Besuki. Ada tiga persawahan lain yang juga kena lumpur, yakni; sawah Kepuh Barat, Kepuh Timur dan Gempol.

    Pembedaan ini, menurut seorang warga Besuki Adib Rosadi, terjadi karena pemerintah tidak melibatkan warga dalam penentuan daerah yang masuk peta. “Kalau kami dilibatkan kami akan minta semua tanah dongkel dibeli,” kata Adib. Adip tak habis fikir kenapa pemerintah membedakan tanah yang sama-sama kena lumpur dan kini sama-sama tidak bisa berfungsi tersebut. [mam]

  • Koalisi Korban Lapindo Demo Tuntut Penuntasan Kasus Lapindo

    K3L ini terdiri dari Gerakan Pendukung Perpres 14/2007 alias GEPPRES (tuntutan: cash and carry), Laskar Korban Lumpur atau Lasbon Kapur (tuntutan: 20% cash dan 80% diganti rumah), Pengungsi Pasar Baru Renokenongo atau Persatuan Warga Renokenongo Korban Lapindo alias Pagar Rekorlap (belum tuntas 20% dan belum menentukan sikap untuk 80%), dan Persatuan Warga Perum TAS I alias tim 16.

    Koalisi ini terbentuk karena kesamaan nasib sial, yakni: hampir tiga tahun tak satupun kelompok yang sudah tuntas tuntutannya. Mereka juga merasa satu gubernur baru, yang belum genap seminggu dilantik, yaitu: pasangan Sukarwo dan Syaifullah Yusuf.

    Korban mendemo pasangan gubernur baru Jawa Timur.

    Korban mendesak gubernur untuk berkomitmen kepada korban Lapindo. Akhir Januari lalu Sukarwo sesumbar akan segera menyelesaikan kasus Lapindo. Kasus Lapindo masuk dalam agenda 100 hari pertama Gubernur.

    Korban lumpur tak begitu yakin dengan sesumbar ini dan ingin kerja nyata Pakde Karwo. Zainal Arifin, koordinator aksi, bilang gubernur musti berkomitmen dan mendesak pemerintah mengambil alih proses ganti rugi lewat dana apapun.

    Korban lainnya Sumitro menuntut pemerintah untuk memberikan dana talangan untuk para korban.

    Haji Sunarto, pimpinan Pagar Rekorlap, menyatakan akan memboikot pemilu jika persoalan korban ini tidak selesai sampai pemilu 2009. “Jika sampai pemilu 2009, ganti rugi korban belum terselesaikan, maka kami akan memboikot pemilu. Buat apa memilih pemimpin jika tidak perduli dalam penderitaan kami,” tegas Sunarto.

    Usai menemui perwakilan korban, Sukarwo bilang meminta persiden Susilo Bambang Yudoyono untuk mendesak PT lapindo Brantas untuk segera membayar sisa ganti rugi 80% yang sudah telat hampir satu tahun.

    Selain itu Sukarwo berjanji kepada ribuan masa akan mencarikan dana talangan dari pemerintah daerah maupun pusat untuk ganti rugi semua korban.

    Warga membubarkan diri setelah Sukarwo mengumbar janji [vik]

  • Korban Lapindo Meluruk Kantor Gubernur

    Oleh Ahmad Novik dan Daris Ilma

    SURABAYA – Ribuan korban Lapindo dari berbagai kelompok menggelar aksi damai di Gedung Grahadi, Surabaya. Mereka menuntut Gubernur Jawa Timur yang baru terpilih, Soekarwo, untuk mendesak pemerintah pusat mengambil alih penanganan ganti rugi korban.

    {mp3}AksiGrahadi{/mp3}