Tag: ganti rugi

  • Ganti Rugi Belum Terbayar, Korban Lumpur Lapindo akan Wadul ke SBY

    Sidoarjo – Warga korban semburan lumpur Lapindo di luar peta terdampak akan mendatangi ke Istana Negara. Mereka akan wadul dan memohon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membantu menyelesaikan proses ganti rugi yang belum terbayarkan.

    “Saya akan ke Istana Negara memohon Pak SBY untuk membantu warga korban lumpur yang seharusnya sudah terbayar. Tapi sampai sekarang (ganti rugi) belum dibayar oleh BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo),” ujar Jaki (39), warga Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Sabtu (16/11/2013).

    Ada aset lima warga berupa bidang tanah seluas 1,7 hektar. Tanah tersebut terdiri dari milik Musriah seluas 1.550 m2, Marwah seluas 1.300 m2, Abdur Rosim seluas 4.100m2, Toyib Bahri seluas 1.921 m2 dan Hj Mutmainah seluas 8.100 m2.

    Aset mereka belum bisa diganti rugi, karena pada saat ikatan jual beli pada 2008 lalu, menurut BPLS tanah tersebut dinyatakan tanah basah. Untuk harga tanah basah sebesar Rp 120.000/m2. Sedangkan tanah kering (tanah darat) seharga Rp 1 juta/m2.

    Kemudian kelima warga ini mengajukan penetapan status tanah darat ke Pengadilan Negeri Sidoarjo. Pada 2010, PN Sidoarjo menetapkan tanah tersebut sebagai tanah darat dengan nomor putusan 125-129/PDT.P/2010/PN.Sidoarjo tertanggal 12 Agustus 2010. Meski sudah ada putusan dari PN Sidoarjo, BPLS belum membayarnya dengan dalih tidak ada perintah membayarnya dari PN Sidoarjo.

    Warga pun kembali melayangkan gugatan ke PN Jakarta Pusat untuk menetapkan status tanah tersebut. PN Jakarta Pusat menetapkan tanah warga itu adalah tanah darat dengan nomor putusan 246-2250/PDT.D.2012/PN.JKT. Pusat.

    Berdasarkan keputusan-keputusan tersebut, pada Mei 2012 warga menemui Menteri PU Djoko Kirmanto yang juga Ketua Dewan Pengarah BPLS, di Kantor Kementerian PU. Warga disuruh pulang dan dijanjikan akan dibayar oleh BPLS. Namun sampai saat ini, warga BPLS juga belum membayarkan ganti ruginya.

    “Saya dan warga lainnya akan terus berusaha. Bahkan kalau perlu saya akan tidur di Istana sampai beliau (Presiden SBY) menemui warga,” terang anak dari Abdur Rosim ini.

    Jaki akan berangkat ke Istana Negara bersama empat warga korban lumpur lainnya. Mereka rencananya berangkat menggunakan kereta api dari Stasiun Pasar Turi Surabaya malam ini. (roi/bdh)

    Sumber: http://news.detik.com/surabaya/read/2013/11/16/191931/2414975/475/ganti-rugi-belum-terbayar-korban-lumpur-lapindo-akan-wadul-ke-sby

  • Menteri PU Desak Lapindo Lunasi Ganti Rugi

    Menteri PU Desak Lapindo Lunasi Ganti Rugi

    TEMPO.COSurabaya–Menteri Pekerjaan Umum yang juga Ketua Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Djoko Kirmanto, mendesak Lapindo Brantas Inc segera melunasi sisa pembayaran ganti rugi kepada korban terdampak semburan lumpur di Kecamatan Porong dan sekitarnya. Menurut Djoko, Lapindo Brantas masih mempunyai tanggungan yang wajib dibayarkan.

    Menteri Djoko mengingatkan bahwa Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar Lapindo Brantas Inc pernah berjanji akan secepatnya melunasi sisa ganti rugi. “Minarak pernah bilang akan melunasi segera. Makanya saya mendesak segera dibayar,” kata Menteri Djoko saat ditemui di sela-sela Dies Natalies Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Ahad 10 November 2013.

    Tapi, kata Djoko, Minarak tidak pernah menjelaskan batas waktu pelunasan. Setiap kali Djoko menagih janji pelunasan itu, Minarak tidak berani memastikan. Disinggung ganti rugi korban terdampak lewat skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Djoko menyerahkan masalah tersebut kepada Menteri Keuangan. Secara pribadi Djoko berharap ganti rugi korban terdampak Lapindo ditanggung APBN. “Tapi sampai saat ini belum ada keputusan. Yang bisa menetapkan itu Menteri Keuangan, saya enggak bisa,” ujar dia.

    Salah seorang korban lumpur, Djuwito, mengaku belum menerima pembayaran sisa ganti rugi. Ia sendiri tak mengatahui kejelasan tanggung jawab Minarak Lapindo. Djuwito hanya mendengar, Minarak akan melunasi sisa ganti rugi pada November 2013. Lapindo masih memiliki kewajiban membayar sisa ganti rugi kepada korban terdampak lumpur sebesar Rp 786 miliar. “Sampai sekarang enggak ada pelunasan. Saya ajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi soal diskriminasi pembayaran ganti rugi korban,” kata dia.

    Direktur Utama Minarak Lapindo Jaya, Andi Darusalam Tabusala, belum bisa dikonfirmasi. Dihubungi melalui telepon selulernya terdengar nada masuk, tapi tidak dijawab oleh Andi Darusalam.

    DIANANTA P. SUMEDI

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2013/11/10/078528531/Menteri-PU-Desak-Lapindo-Lunasi-Ganti-Rugi

  • Rp 155 Miliar Lagi untuk Lumpur Lapindo Tahun Depan

    Rp 155 Miliar Lagi untuk Lumpur Lapindo Tahun Depan

    Metrotvnews.com, Jakarta: Pemerintah menganggarkan lagi Rp 155 miliar untuk penyelesaian persoalan lumur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur dalam APBN 2014. Anggaran yang sama juga masuk dalam UU APBN Perubahan 2013 dengan jumlah yang persis sama.

    Dalam draft pasal 15 undang-undang APBN 2014 yang kemarin disepakati DPR di Sidang Paripurna, tertulis alokasi anggaran tersebut diberikan pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada tiga desa, yakni Desa Besuki, Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan, serta sembilan rukun tetangga di tiga kelurahan, yakni Kelurahan Siring, Jatirejo, dan Mindi.

    Anggaran tersebut juga diberikan untuk bantuan kontrak rumah dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak lainnya pada 66 rukun tetangga di Kelurahan Mindi, Gedang, Desa Pamotan, Kalitengah, Gempolsari, Glagaharum, Besuki, Wunut, Ketapang, dan Kelurahan Porong. Peruntukan anggaran tersebut sama dengan yang tertuang pada APBN-P 2013.

    “Dalam rangka penyelamatan perekonomian dan kehidupan sosial kemasyarakatan di sekitar tanggul lumpur Sidoarjo, anggaran belanja yang dialokasikan pada BPLS 2013 dapat digunakan untuk kegiatan mitigasi penanggulangan semburan lumpur, termasuk di dalamnya penanganan tanggul utama sampai ke Kali Porong (mengalirkan lumpur dari tanggul utama ke Kali Porong) dengan pagu paling tinggi Rp 155 miliar.” Demikian ayat ketiga pasal 15 APBN 2014. Pasal tersebut sama persis dengan bunyi pasal 9 ayat 2 UU APBN P 2013.

    RUU APBN 2014 baru disepakati DPR kemarin. RUU tersebut akan dibawa kembali ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk ditandatangani. Setelah mendapat nomor UU dan persyaratan administrasi lainnya, baru RUU tersebut dinyatakan berlaku. (Gayatri)

    Sumber: http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/10/25/2/190457/Rp155-Miliar-Lagi-untuk-Lumpur-Lapindo-Tahun-Depan

  • Sidang Perdana Korban Lapindo Digelar Pekan Depan

    Sidang Perdana Korban Lapindo Digelar Pekan Depan

    suarasurabaya.net – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menjadwalkan sidang perdana uji materi korban Lumpur Lapindo. Laman Mahkamah Konstitusi di http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/ menyebutkan sidang perdana uji materi korban lumpur ini akan digelar pada Senin 28 Oktober 2013 pukul 13.30 siang.

    Di laman tersebut, uji materi korban lumpur, bernomor perkara : 83/PUU-XI/2013, dengan pokok perkara pengujian UU Nomor 15 tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 19 tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2013.

    Pemohon uji materi ini enam orang diantaranya adalah Siti Askabul Maimanah, dan Rini Arti, keduanya warga Renokenongo, Sidoarjo; serta empat orang direktur perusahaan korban lumpur. Dalam perkara ini, pemohon menguasakan ke Mursid Mudiantoro.

    “Untuk sidang awal ini adalah pemeriksaan pendahuluan,” kata Mursid pada suarasurabaya.net, Rabu (23/10/2013). Sidang pendahuluan sendiri berisi pemeriksaan pokok-pokok perkara yang diajukan untuk menyesuaikan dengan standar uji materi di MK.

    Sekadar diketahui, uji materi ini berkaitan dengan proses pemberian ganti rugi. Dalam UU APBN 2013, hanya menganggarkan pemberian ganti rugi bagi korban lumpur di luar peta terdampak. Sedangkan untuk warga dan perusahaan di dalam peta terdampak, maka ganti rugi dibayar oleh Lapindo Brantas Inc.

    “Jika kami memang, pemberian seluruh ganti rugi nantinya diambil alih sepenuhnya oleh negara, tidak ada lagi Lapindo,” kata Mursid. (fik/rst)

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2013/126113-Sidang-Perdana-Korban-Lapindo-Digelar-Pekan-Depan

     

  • Aset Tanah Lumpur Lapindo Bisa Dikuasai Negara

    suarasurabaya.net – Mursid Mudiantoro SH, kuasa hukum korban lumpur Lapindo, Minggu (20/10/2013) mengatakan, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi yang dia layangkan, maka negara wajib membayar sisa ganti rugi yang saat ini belum dibayarkan oleh Lapindo Brantas Inc.

    Dan meskipun hanya sisa ganti rugi senilai sekitar Rp 800 miliar yang harus dibayar, tapi seluruh tanah di dalam peta terdampak nantinya bukanlagi milik Lapindo melainkan milik negara.

    “Duit yang pernah dikeluarkan Lapindo itu bagian dari CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan. Jadi nanti meskipun yang dibayarkan negara hanya sebagian kecil ganti rugi, tapi aset tanah di dalam peta terdampak adalah milik negara,” kata Mursid, ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Minggu (20/10/2013).

    CSR ini, kata dia, setidaknya telah sesuai dengan Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sehingga apa yang telah dikeluarkan oleh Lapindo memang bisa masuk kategori sebagai bagian dari CSR.

    Mursid juga mengatakan, yang digugat adalah APBN 2013 bukan APBN 2014, karena di APBN 2013 terdapat anggaran ganti rugi untuk warga korban lumpur. Sedangkan di APBN 2014 belum tentu ada pemberian ganti rugi.

    “Memang APBN 2013 sebentar lagi selesai, tapi saya yakin MK akan cepat menyelesaikan gugatan ini,” kata Mursid. Dalam aturan, gugatan ke MK memang hanya memerlukan waktu maksimal 60 hari. Artinya, sebelum dua bulan MK sudah harus memutus gugatan yang dilayangkan ini.

    Sekadar diketahui, warga korban Lapindo yang berada di dalam peta terdampak, saat ini melakukan uji materi terkait undang-undang pemberian ganti rugi ke MK. Dengan gugatan ini, negara diharapkan bisa mengambil alih tugas Lapindo untuk membayar ganti rugi di dalam peta terdampak. (fik)

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2013/126000-Aset-Tanah-Lumpur-Lapindo-Bisa-Dikuasai-Negera

  • Alasan Korban Lapindo Menggugat ke MK

    Alasan Korban Lapindo Menggugat ke MK

    suarasurabaya.net – Mursid Mudiantoro SH, kuasa hukum korban lumpur lapindo yakin Mahkamah Konstitusi akan mengabulkan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN khususnya pasal 9 ayat 1 huruf a tentang anggaran ganti rugi untuk korban lumpur.

    Keyakinan ini kata Mursid, karena adanya sejarah panjang problem penanggulangan dampak lumpur lapindo yang dimulai dari kesepakatan tanggal 22 maret 2007 antara Pemerintah Pusat, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sidoarjo, dan PT Lapindo Brantas Inc tentang penetapan peta tedampak.

    Atas kesepakatan itulah lantas keluar Peraturan Presiden nomor 14 tahun 2007 tanggal 8 April 2007 mengenai pembentukan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dan memerintahkan pada Lapindo untuk membeli seluruh tanah warga di dalam peta terdampak.

    Peta terdampak sendiri meliputi areal di Desa Siring, Jatirejo, Kedungbendo, Ketapang dan Renokenongo yang secara total jumlah dokumen bangunan dan tanah mencapai 13.237 berkas dengan nilai jual beli mencapai Rp 3,828 triliun lebih. Jumlah ini belum termasuk ganti rugi dengan sistem business to business terhadap 26 perusahaan yang juga tenggelam karena lumpur dengan nilai ganti rugi Rp 529 miliar lebih.

    “Dari total ganti rugi ini, ternyata hingga saat ini masih ada Rp 800 miliar yang belum dibayarkan Lapindo,” kata Mursid ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Minggu (20/1/2013). Padahal, sesuai amanat perpres, proses ganti rugi maksimal harus dibayarkan dua tahun setelah tragedi lumpur. Saat ini sudah memasuki tahun ke tujuh tragedi tersebut.

    Selain itu, ganti rugi bagi warga dan perusahaan di dalam peta terdampak juga harusnya lunas sebelum pelunasan ganti rugi di luar peta terdampak. Kenyataannya, saat ini seluruh ganti rugi di luar peta terdampak sudah lunas. “Jadi ada banyak kejanggalan di sini,” kata dia.

    Terkait status hukum, kata Mursid, juga telah ada putusan Mahkamah Agung pada 3 April 2009 yang menolak permohonan kasasi YLBHI, serta adanya putusan PT Jakarta pada 13 Juni 2008. Atas dasar ini, secara hukum Lumpur di Sidoarjo bukanlah kesalahan pengeboran, melainkan karena adanya fenomena alam.

    Polda Jawa Timur pada 5 Agustus 2009 juga telah mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dan menyatakan jika tidak ada unsur pidana dalam tragedi lumpur.

    Tak hanya itu, Mursid juga menemukan adanya pernyataan dari Lapindo jika mereka sudah tidak sanggup lagi membayar. “Saat ini sudah waktunya negara yang mengambil alih untuk memberikan ganti rugi bagi warga,” kata dia.

    Sekadar diketahui, saat ini warga dan pengusaha korban lumpur memang menggugat ke Mahkamah Konstitusi dan berharap negara bisa mengambil alih pembayaran ganti rugi. (fik)

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2013/125999-Alasan-Korban-Lapindo-Menggugat-ke-MK

  • Korban Lapindo Uji Undang-Undang Ganti Rugi ke MK

    Korban Lapindo Uji Undang-Undang Ganti Rugi ke MK

    suarasurabaya.net – Korban Lapindo yang berada di dalam peta terdampak mengajukan uji materi terhadap Undang-undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN khususnya pasal 9 ayat 1 huruf a tentang anggaran ganti rugi untuk korban lumpur.

    Pemohon mendalilkan bahwa tidak ada keadilan dalam undang-undang tersebut. “Korban di luar peta terdampak dapat ganti rugi dari APBN, sedangkan yang di dalam peta terdampak tidak dapat, ini yang kami uji,” kata Mursid Mudiantoro, kuasa hukum pemohon ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Minggu (20/10/2013).

    Menurut Mursid, korban lapindo yang memberikan kuasa pada dirinya, tidak hanya mayarakat melainkan juga para pengusaha korban lumpur yang hingga saat ini tak kunjung mendapatkan pelunasan ganti rugi.

    Sebagai korban lumpur, kata Mursid, baik warga maupun perusahaan yang ada di dalam peta terdampak yaitu empat desa Siring, Renokenongo, Kedungbendo, dan Jatirejo merasa tidak mendapatkan perlakuan yang adil karena ganti rugi dibebankan ke Lapindo, sedangkan di luar mereka ganti rugi dibayar oleh pemerintah dan tahun ini sudah lunas.

    Menurut Mursid, mereka mendaftarkan gugatan ke MK pada 19 September dengan nomor perkara 83/PUU-XI/2013. Dalam gugatan ini, sebagai pemohon adalah enam orang yaitu Siti Askabul Maimunah, dan Rini Arti warga Renokenongo; serta empat orang lagi adalah para direktur perusahaan korban lumpur.

    Beberapa direktur perusahaan yang ikut menggugat di antaranya adalah direktur CV Mitra Jaya Sidoarjo; PT Victory Rottanindo; PT Pramono Irindo Jaya; serta PT Oriental Samudera Karya.

    Keenam orang ini lantas menguasakan gugatannya ke tiga orang pengacara yaitu Mursid Mudiantoro, Mustofa Abidin, dan Imam Syafi’i yang kesemuanya adalah para advokat pada kantor Law Office Mursyid, Syamsul dan Partners. “Rencanannya jadwal sidang perdana akan digelar minggu ini,” kata Mursid. (fik)

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2013/125993-Korban-Lapindo-Uji-Undang-Undang-Ganti-Rugi-ke-MK

     

  • Ganti Rugi Lumpur Tak Jelas, Pansus Panggil PT Minarak

    Ganti Rugi Lumpur Tak Jelas, Pansus Panggil PT Minarak

    SIDOARJO– Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo akan memanggil lagi PT Minarak Lapindo Jaya (Minarak). Hal ini dilakukan untuk mencari kejelasan terkait pelunasan pembayaran ganti rugi aset korban lumpur.

    Sebenarnya, Pansus Lumpur beberapa waktu lalu pernah memanggil Minarak untuk meminta penegasan terkait pelunasan aset korban lumpur. Sayangnya, kala itu Minarak tidak memenuhi panggilam pansus meskipun sudah dipanggil sebanyak dua kali.

    Ketua Pansus Lumpur H. Nur Achmad Syaifudin mengatakan sudah berbulan-bulan lamanya korban lumpur belum menerima pembayaran dari Minarak. Padahal, sebelumnya sisa pembayaran aset warga diangsur tiap bulan yang langsung ditransfer ke rekening warga.

    Politikus asal PKB tersebut menambahkan, jika pelunasan ganti rugi tidak ditanyakan pihaknya khawatir akan semakin berlarut-larut. “Makanya kita akan memanggil Minarak dan ingin penegasan apakah bisa melunasi atau tidak,” ujar Nur Achmad Syaifudin.

    Jika Lapindo tidak mampu melunasi, Pansus Lumpur akan berupaya agar bisa di take over oleh pemerintah pusat. Artinya, sisa pembayaran yang menjadi tanggungjawab Lapindo akan diganti oleh pemerintah agar pelunasan ganti rugi aset korban lumpur cepat selesai.

    Nur Achmad mengaku, selama ini Lapindo melalui anak perusahaannya PT Minarak Lapindo Jaya terkesan membiarkan peluasan ganti rugi aset korban lumpur. “Minarak mengaku masih sanggup melunasi pembayaran, tapi kenyataannya sampai saat ini tidak ada realisasi,” tandasnya.

    Padahal, korban lumpur menunggu pelunasan ganti rugi asetnya sudah lebih dari 7 tahun. Berkali-kali, perwakilan korban lumpur dan pansus datang ke Jakarta bertemu dengan dewan pengarah BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo). Bahkan sudah bertemu dengan Lapindo, tapi belum ada kepastian kapan dibayar.

    Beberapa permasalahan yang harus diselesaikan Minarak, lanjut Nur Achmad Syaifudin, diantaranya pelunasan ganti rugi warga korban lumpur. Kemudian pembayaran ganti rugi aset pengusaha korban lumpur, sertifikat rumah korban lumpur di Perumahan Kahuripan Nirwana Village (KNV), termasuk aset-aset milik Pemkab Sidoarjo yang ikut terendam lumpur.

    Kedatangan Minarak, diharapkan bisa memberi kepastian penyelesaian ganti rugi korban lumpur. “Sekarang pilihannya ada dua, Minarak sanggup membayar sisa ganti rugi atau meminta pemerintah yang menalangi. Jangan dibiarkan seperti sekarang, korban lumpur berharap tanpa ada kepastian,” pungkas Nur Achmad Syaifudin.

    Wiwik Wahyutini, salah satu korban lumpur asal Siring mengaku jika sudah berbulan-bulan lamanya tidak ada pembayaran dari Lapindo. Pihaknya sudah berkali-kali mendatangi Pansus Lumpur agar memperjuangkan pelunasan pembayaran dari Minarak.

    Kenyatannya, sampai saat ini belum ada kemajuan terkait pelunasan ganti rugi aset korban lumpur. “Kita harus menunggu berapa lama lagi. Sudah lebih 7 tahun rumah kami terendam lumpur sampai saat ini masih ada warga yang belum menerima pembayaran sama sekali,” tandas Wiwik Wahyutini.

    Terpisah, Direktur PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusala saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya akan berupaya menghadiri panggilan pansus lumpur. “Insyaallah kita akan penuhi panggilan pansus, sepanjang dalam pertemuan itu hanya antara Minarak dan pansus lumpur,” tegasnya.

    Sekedar diketahui, Lapindo Brantas Inc berkewajiban membayar sebanyak 13.237 berkas yang kini tinggal 3.348 berkas dengan nilai pembayaran sebesar Rp 786 Miliar. Dana yang dikeluarkan Lapindo untuk membayar aset warga sebesar Rp 3,043 triliun.

    Sedangkan total dana yang dikeluarkan oleh Lapindo untuk menangani lumpur sampai kini sudah sekitar Rp 8 triliun. Dengan rincian, untuk penanganan semburan lumpur sekitar Rp 5 triliun dan membayar aset warga sekitar Rp 3 triliun.

    Sumber: http://surabaya.okezone.com/read/2013/09/30/521/874321/ganti-rugi-lumpur-tak-jelas-pansus-panggil-pt-minarak

  • Sukarwo: Uang Ganti Rugi Lapindo Selesai Akhir 2013

    Sukarwo: Uang Ganti Rugi Lapindo Selesai Akhir 2013

    SURABAYA, KOMPAS.com – Gubernur Jawa Timur terpilih, Sukarwo berjanji segera menuntaskan persoalan ganti rugi lumpur Lapindo sebagai program prioritas dalam periode jabatannya yang kedua.

    “Paling lama akhir 2013 atau awal 2014, persoalan Lapindo sudah bisa selesai,” kata Soekarwo, yang resmi ditetapkan menjadi pemenang Pemilihan Kepala Daerah Jatim, Sabtu (7/9/2013).

    Soekarwo mendesak pemerintah pusat segera mengambil alih ganti rugi korban Lapindo di dalam peta area terdampak karena PT Minarak Lapindo Jaya tidak kunjung melunasi utangnya.

    Sisa ganti rugi yang belum dibayarkan PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp 786 miliar. Korban Lapindo telah menunggu realisasinya selama tujuh tahun.

    “Kami sepakat memberikan jadwal yang jelas untuk persoalan Lapindo karena masyarakat perlu kepastian ke depannya,” kata Soekarwo.

    Soekarwo yang kembali berpasangan dengan Saifullah Yusuf meraih suara tertinggi dengan 8.195.816 suara atau 47,25 persen. Dengan perolehan suara ini, Pilkada Jatim hanya berlangsung satu putaran. Berada di tempat kedua pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja dengan 6.525.015 suara (37,62 persen), disusul Bambang Dwi Hartono-Said Abdullah dengan 2.200.069 suara (12,69 persen), dan Eggi Sudjana-M Sihat yang meraih 422.932 suara (2,44 persen).

    Rapat pleno rekapitulasi manual KPU Jatim ini digelar di Hotel Shangri-La Surabaya dengan dihadiri anggota KPUD dari 38 kabupaten/kota se-Jatim. Pasangan calon yang hadir dalam rekapitulasi ini hanya Soekarwo-Saifullah dan Eggi-Sihat. Sedangkan Khofifah-Herman dan Bambang-Said diwakili saksi.

    Editor : Ervan Hardoko

    Sumber: http://regional.kompas.com/read/2013/09/08/0031167/Sukarwo.Uang.Ganti.Rugi.Lapindo.Selesai.Akhir.2013

     

     

     

     

     

    Berita Pilihan

  • Gugatan Lima Korban Lumpur Lapindo ke Pemerintah Akhirnya Menang

    Gugatan Lima Korban Lumpur Lapindo ke Pemerintah Akhirnya Menang

    SIDOARJO – INDEPNEWS.Com : Lima warga korban lumpur Lapindo yang menuntut hak ganti rugi akhirnya menang di pengadilan dalam menggugat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Namun keinginan warga segera mendapatkan ganti rugi masih terganjal karena Menteri PU mengajukan banding atas putusan pengadilan yang memenangkan warga korban lumpur. (more…)

  • Ganti Rugi Korban Lumpur Lapindo Belum Ada Titik Terang

    (SBO TV) – Panitia Khusus Lumpur atau Pansus Lumpur beserta perwakilan warga yang berangkat ke Jakarta beberapa waktu yang lalu, untuk menemui tiga kementrian untuk mendapatkan kejelasan ganti rugi terhadap warga korban lumpur lapindo, ternyata hingga saat ini belum ada titik terang. Pertemuan dengan tiga diantaranya Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Sosial dan Menteri Keuangan tersebut ternyata tidak ada hasil hingga saat ini. (more…)

  • Gubernur Jatim Tolak Niat Lapindo Ngebor di Sidoarjo Lagi

    Gubernur Jatim Tolak Niat Lapindo Ngebor di Sidoarjo Lagi

    Metrotvnews.com, Surabaya: Pemerintah Provinsi Jawa Timur melarang PT Lapido Brantas melakukan pengeboran pada Agustus 2013, selama ganti rugi untuk warga korban lumpur Lapindo belum diselesaikan.

    “Sikap saya tidak akan pernah berubah. Selama ganti rugi belum dilunasi, saya tidak akan mengizinkan untuk melakukan pengeboran. Ini memang wewenang bupati tapi, Pemprov juga bisa melarang pengeboran,” kata Gubernur Jatim Soekarwo di Surabaya, Selasa (9/7). (more…)

  • Korban Lumpur Lapindo Tuding Pemerintah Pilih Kasih

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah dianggap pilih kasih dalam pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo. Pasalnya, korban lumpur yang masuk dalam area peta terdampak hingga kini pembayarannya belum lunas. Sedang warga yang ada di luar peta terdampak justru sudah dibayar lunas pemerintah. (more…)

  • Mendesakkan Agenda Pemulihan Sosial-Ekologis Akibat Lumpur Lapindo

    Pada tanggal 29 Mei ini kita memperingati tujuh tahun lumpur panas Lapindo menyembur dari bumi Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

    Dibandingkan dengan jenis bencana lain, bencana lumpur Lapindo adalah bencana yang unik. Luapan lumpur Lapindo telah memaksa warga di 12 desa di tiga kecamatan di Kabupaten Sidoarjo pindah untuk selamanya dari kampung halamannya. Ribuan warga terusir paksa tidak bisa kembali menghuni rumah lama mereka. Ribuan lainnya sedang berada pada kecemasan tingkat tinggi menanti waktu sebelum diusir paksa setelah wilayah mereka “masuk peta”. Sementara itu, masih ada ribuan warga lainnya yang harus bertahan hidup dalam kondisi lingkungan beresiko tinggi. (more…)

  • Pemerintah Sediakan Rp 155 M untuk Korban Lapindo

    Pemerintah Sediakan Rp 155 M untuk Korban Lapindo

    TEMPO.CO Jakarta: Pemerintah berencana menyediakan dana sebesar paling banyak Rp 155 miliar untuk membantu korban semburan lumpur Lapindo. Anggaran ini tertuang dalam pasal 9 Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan 2013. (more…)

  • Korban Lapindo Akan Datangi KPK dan Istana

    TEMPO.CO Surabaya: Warga korban lumpur Lapindo yang tergabung dalam kelompok 3 desa sesuai Perpres 48 tahun 2008, berencana mendatangi lembaga anti rasuah alias KPK di Jakarta. Muzaki, ahli waris atas nama Abdul Roshid, menuturkan aksi ini dilakukan guna membuka tabir buruk perilaku oknum Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo terkait pembayaran ganti rugi korban Lapindo.

    Selain ke gedung KPK, korban Lapindo juga akan mendatangi Istana Presiden, BPK, Mabes Polri, Gedung PBB dan Kedutaan Besar AS di Jakarta. Lewat aksi ini, massa mendesak BPLS segera mencairkan dana APBN untuk membayar korban Lapindo di luar peta area terdampak. “Mulai Senin tanggal 27 Mei, kita aksi di Jakarta,” katanya saat konferensi pers di Balai Wartawan Sidoarjo, Sabtu 25 Mei 2013. (more…)

  • Tanah Dongkel Menyisakan Masalah

    Pembelian sawah dongkel di Desa Besuki, Kecamatan Jabon, masih menyisakan persoalan di warga. Pasalnya, dari 93 petak tanah hanya 41 petak yang akan dibeli oleh Pemerintah. Keseluruhan tanahnya seluas 5 hektar dan hanya 2 hektar lebih sedikit yang dibeli oleh Pemerintah.

    Desa Besuki adalah salah satu desa korban Lapindo yang mendapat ganti rugi dari APBN. Meski semua Desa Besuki terkena lumpur, tapi hanya sebagian desa yang mendapatkan ganti rugi.

    Sawah dongkel ini adalah salah satu contohnya. Sama-sama terkena lumpur dan kini tidak produktif namun tidak semua masuk peta dan dibeli oleh Pemerintah. Hanya yang Barat jalan tol yang dibeli, sementara yang di sebelah timur tol dibiarkan saja menjadi tanah mati. Sebenarnya tidak hanya sawah dongkel saja yang terkena lumpur di Besuki. Ada tiga persawahan lain yang juga kena lumpur, yakni; sawah Kepuh Barat, Kepuh Timur dan Gempol.

    Pembedaan ini, menurut seorang warga Besuki Adib Rosadi, terjadi karena pemerintah tidak melibatkan warga dalam penentuan daerah yang masuk peta. “Kalau kami dilibatkan kami akan minta semua tanah dongkel dibeli,” kata Adib. Adip tak habis fikir kenapa pemerintah membedakan tanah yang sama-sama kena lumpur dan kini sama-sama tidak bisa berfungsi tersebut. [mam]

  • Ganti Rugi Belum Lunas, Warga Patok Tanggul

    SIDOARJO, KOMPAS – Sekitar 50 warga korban lumpur Lapindo memasang patok di tanggul lumpur Lapindo di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (10/8). Hal itu sebagai bentuk protes warga karena sisa ganti rugi sebesar 80 persen tak kunjung dibayar oleh PT Minarak Lapindo Jaya.

    Warga korban lumpur dari RT 18, 19, dan 20 Desa Renokenongo tersebut bergerak menuju tanggul sekitar pukul 11.00. Beberapa warga memasang patok kayu bertuliskan nama masing-masing untuk menunjukkan bekas tempat tinggalnya sebelum terendam lumpur.

    “”Kami menolak pembangunan tanggul sebelum ganti rugi dilunasi,”” kata Ketua RT 20 yang juga koordinator aksi, Ahmad Sutomo.

    Warga lain, Dwi Sulastriyah, mengatakan, “PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) ingkar janji karena hingga masa kontrak rumah habis Juli lalu, sisa ganti rugi sebesar 80 persen hingga kini belum diberikan.”

    Kepala Humas Badan Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo (BPLS) Ahmad Zulkarnain menyatakan, pihaknya akan mendesak PT MLJ agar segera membayar sisa ganti rugi. Jika tidak segera diselesaikan, hal itu akan mengganggu penanganan teknis lumpur Lapindo oleh BPLS.

    Menurut Zulkarnain, selain warga yang belum menerima sisa ganti rugi 80 persen, masih ada sekitar 1.000 korban lumpur yang belum menerima ganti rugi sama sekali. ””PT MLJ sudah berkomitmen akan menyelesaikan paling lambat September 2008. Jika proses verifikasi selesai, ganti rugi akan segera dibayar,”” katanya.

    Wakil Presiden PT MLJ Andi Darussalam Tabussala mengatakan, warga yang masa kontraknya habis pada Juli atau Agustus 2008 dijanjikan akan diberi perpanjangan masa kontrak selama empat bulan. (APO)

  • Kok Lunas, 20 Persen Aja Belum Dibayar!

    Gencar diberitakan beberapa minggu belakangan bahwa Minarak Lapindo Jaya (MLJ) sudah menyelesaikan pembayaran 20 proses jual beli dengan korban lumpur. Bahkan, mereka sekarang sudah memasuki tahapan pembayaran 80 persen yang untuk warga non-sertifikat dipaksa dengan pola cash and resettlement. Ternyata, pembayaran 20 persen itu sudah tuntas adalah omong kosong besar.

    “Kami ini sudah bertemu dengan semua pihak yang berwenang, tetapi sampai sekarang 20 persen hanya omong kosongnya,” tukas Abadi Trisanto, koordinator kelompok Perwakilan Warga dari Perumtas, ketika ditemui tim SuaraPorong tadi malam.

    Tidak kurang-kurang sudah upaya yang dilakukan oleh Pak Abadi dan kawan-kawannya untuk memperoleh kejelasan pelunasan pembayaran. Semua pejabat di daerah mulai dari BPLS, Bupati, Anggota Dewan, maupun MLJ sendiri yang sudah tidak terhitung. “Kami ini bahkan memegang risalah yang ditandatangani Bakrie, Menteri PU, Ketua BPN dan pejabat lain di Istana Wapres, yang isinya menjanjikan penyelesaianpembayaran korban lumpur menjadi hanya 1 tahun” terangnya.

    Namun kesepakatan tinggal kesepakatan, dan risalah rapat yang ditandatangani di kertas berkop Istana Wapres itu tidak bertuah menghadapi Lapindo. Risalah tertanggal 14 April 2007 itu sudah lama kadaluarsa, pun tidak ada yang bertanggungjawab akan hal itu.

    Bahkan, jangankan pelunasan pembayaran, uang muka 20 persen saja tidak digubris oleh Lapindo. “Kami ini kayaknya memang sengaja dipermainkan oleh mereka, karena dulu kami sangat keras menuntut tanggung jawab Lapindo,” tambah Abadi.

    Nah, selain kelompok Perwakilan Warga dari Perumtas ini, ternyata masih sekitar 900 berkas warga lain yang juga masih nyangkut di BPLS. Bahkan anggota PW pernah mendapati ada 300 berkas warga desa yang dilakban begitu saja oleh BPLS. “Kami benar-benar tidak tahu apa maunya BPLS itu. Mestinya kan mereka membela warga. Nah ini sepertinya mereka cuman jadi suruhan Lapindo. Ini kan kebalik,” jelas Abadi.

    Lalu langkah apa yang akan mereka lakukan untuk menuntut pemenuhan haknya. Abadi menegaskan bahwa pihaknya tidak akan surut satu langkahpun. Bahkan kini dengan sudah adanya posko bersama korban lumpur dimana semua korban dari berbagai kelompok dan desa2 di Porong dan Sidoarjo bergabung, semangatnya jadi semakin menggebu. “Sebab, ini yang dari dulu kami inginkan. Harus ada kesatuan visi antara sesama korban.

    “Jangan lagi mau dibentur-benturkan oleh Lapindo. Musuh kita ya yang menghalangi kita mendapat hak, bukan sesama korban,” tegas Abadi.

    Abadi sekarang mengaku sedang menyisir warga dari desa-desa terdampak yang mengalami nasib yang sama dengan mereka, yaitu belum dibayar 20 persennya. Bekerjasama dengan pengurus GEPPRES tim advokasi dari Posko Bersama, mereka akan melakukan pendataan dan selanjutnya akan bersama-sama dengan korban lumpur yang lain, mendesakkan tuntutannya ke pihak yang berwenang.

    “Ya kalau perlu ke RI 1, mas. Dulu kita pernah berangkat ke Jakarta sebanyak 250 orang untuk menuntut Perumtas masuk Peta dan menuntut pembayaran cash and carry. Sekarang dengan kita sudah bergabung dengan seluruh komponen korban, berangkat 1000 orang bisa saja mas. Kalau perlu kita duduki istana dan kantor atau rumah Bakrie. Biar mereka tahu gimana rasanya kehilangan rumah,” pungkasnya.

  • Tentang Ganti Rugi

    Di media massa kerap kali disampaikan bahwa Lapindo sudah mengganti kerugian yang dialami oleh warga akibat semburan lumpur. Sejalan dengan itu, Lapindo melalui PT Minarak Lapindo Jaya membuat dan memasang iklan yang cukup intensif untuk menunjukkan bahwa mereka sudah melaksanakan tanggung jawab kepada warga. Dan segendang sepermainan, BPLS dan pemerintah juga kerap mewartakan bahwa Lapindo sudah membayar ganti rugi.

    Diberitakan pula bahwa warga korban Lapindo setelah dibayar, sekarang kaya raya. Skema pembayaran yang ditetapkan oleh Perpres adalah aset warga dibeli oleh Lapindo. Setelah pembayaran mendapat pembayaran berupa uang, sehingga sekarang kaya raya dan mulai bisa mendapat. Ini ditambah dengan pembandingan bahwa harga yang dibayar oleh Lapindo adalah lebih tinggi dari NJOP.

    Warga yang terus menuntut Lapindo adalah karena mereka mengambil untung dan serakah. Hal ini terkait dengan poin nomor dua diatas, bahwa mestinya setelah dibayarkan ganti ruginya oleh Lapindo, warga seharusnya bersyukur dan berhenti berdemo2. Apalagi dibandingkan dengan korban bencana alam biasa, dimana ganti rugi hanya diberikan senilai 15 juta per keluarga

    Lapindo sudah memberikan semua fasilitas yang diperlukan oleh korban. Dalam berbagai kesempatan, pihak Lapindo selalu mengemukakan bahwa mereka sudah menyediakan semua fasilitas dasar yang diperlukan oleh korban, mulai dari kesehatan, air bersih, pendidikan sampai pada penyediaan makanan untuk korban.

    Lapindo meskipun belum jelas bersalah, sudah mengeluarkan dana miliaran bahkan triliunan rupiah untuk korban. Berlarut-larutnya penyelidikan kasus Lapindo dan ditolaknya dua gugatan class action dari Walhi dan YLBHI kepada Lapindo seringkali dijadikan alasan Lapindo bahwa mereka tidak bersalah. Meskipun mereka tidak bersalah, namun toh Lapindo tetap peduli dan mengeluarkan biaya ratusan milyar bahkan triliunan rupiah lebih.

    Yang pertama perlu diklarifikasi adalah, tidak ada yang namanya ganti rugi. Yang terjadi adalah proses jual-beli aset korban (tanah, sawah dan bangunan). Dan korban disini adalah yang rumahnya masuk dalam peta terdampak, mereka adalah korban langsung.

    Begini analoginya:

    Ada bis yang entah kenapa nyeruduk serombongan pengendara motor. Sebagai bentuk pertanggungjawaban si pengemudi, seharusnya dia membiayai biaya perawatan dan penyembuhan para pengendara, lalu membetulkan kerusakan motornya ke bengkel, dan mungkin memberi sejumlah santunan sebagai ganti rugi atas ketidaknyamanan atau kehilangan waktu yang dialami tiap pengendara. Dan motor tetap dikembalikan kepada si pengendara tho?

    Tetapi alih-alih melakukan semua hal diatas, si pengemudi mobil ini ternyata memilih untuk membeli motor yang ditabrak, dengan harga diatas harga pasar, tanpa mempedulikan luka diderita maupun kerugian yang dialami para pengendara. Dengan uang hasil pembelian itu, korban diharap mampu beli motor lain, juga mengobati sendiri lukanya dan mengganti kerugian lain yang timbul tadi.

    Masalahnya kemudian adalah, terdapat beberapa jenis pengendara. Ada pengendara yang motornya keluaran terbaru, sehingga dihargai cukup mahal, namun ada juga yang motornya sudah butut, sehingga harganya juga murah. Kalau yang motornya baru tadi, mungkin memang akan cukup untuk beli motor baru, dan biaya pengobatan. Nah untuk yang motornya butut, jangan2 hanya untuk biaya pengobatan saja sudah habis duitnya.

    Nah, ada yang lebih celaka lagi nasibya, yaitu adalah mereka yang naik motor pinjaman. Dengan skema tadi, yang dapat duit adalah yang punya motor. Sedangkan dia tidak dapat apa2, dan semakin babak belur karena keluar biaya sendiri untuk pengobatan. Yang untung malah si empunya motor dirumah, yang tidak ikut mengalami kecelakaan.

    Usut punya usut, kabarnya kenapa si penabrak tadi memilih skema ini adalah karena ternyata dia punya bengkel reparasi motor. Sehingga, motor-motor yang ditabrak dan ringsek tadi, nantinya bisa diperbaiki lagi dan dijual sehingga mendatangkan untung. Jadi yang mestinya sekarang dia keluar duit dan merugi karena dia bersalah telah nabrak, malah potensial dapat untung.

    Demikian juga dengan bencana Lapindo ini. Tidak ada itu yang namanya ganti-rugi. Oleh Perpres 14/2007, alih-alih membayar ganti rugi kepada warga, malah diperintahkan membeli sawah, tanah dan bangunan milik warga. Tidak peduli kerugian lain yang mereka alami, baik fisik (seperti kehilangan dan rusaknya perabot dan barang lainnya) maupun non fisik (penderitaan di pengungsian, kehilangan sumber pencaharian maupun pekerjaan, hidup yang tiba-tiba tercerabut dari lingkungan sosial dan budaya yang diakrabinya, dan sebagainya), Lapindo hanya bertanggungjawab membeli aset mereka.

    Masalahnya, tidak semua orang mempunyai aset yang besar, sehingga ganti rugi tersebut hanya akan cukup untuk membeli aset di tempat yang lain. Sedangkan kehilangan barang, hutang yang harus diambil selama mengungsi, kehilangan pekerjaan, biaya pengobatan, tambahan biaya sekolah anak, dan sebagainya tidak dihitung. Apalagi kerugian yang bersifat immaterial.

    Seperti analogi kecelakaan mobil nabrak motor diatas, yang paling merana nasibnya adalah kelompok warga yang tinggal disitu, namun tidak ikut memiliki aset, alias pengontrak atau penyewa. Meskipun mereka sudah bertahun-tahun (beberapa kasus bahkan puluhan tahun) tinggal disitu dan bekerja serta menjadi bagian dari warga, karena bukan pemilik aset, maka dia tidak dapat apa-apa. Yang mendapat pembayaran malah pemilik tanah yang bisa jadi orang dari luar daerah dan tidak mengalami dampak apa2 dari bencana ini.

    Sekali lagi sesuai dengan analogi diatas, ternyata Lapindo tidak benar-benar ’rugi’. Dengan skema jual beli ini, mereka saat ini sudah menguasai tanah seluas hampir 700 ha, secara utuh dalam satu blok, diwilayah yang diperkirakan sangat kaya akan kandungan hidrokarbon. Dan dengan adanya pengembang besar PT Bakrieland Development, Tbk, bukan tidak mungkin bekas wilayah yg sekarang terendam lumpur ini, entah berapa tahun lagi akan disulap jadi kawasan industri atau hunian yang mahal (ingat perkembangan kawasan pantai Indah kapuk di Jakarta atau kawasan Pakuwon di Surabaya?). Jadi, duit yang keluar hari ini anggap saja investasi lahan properti masa depan.

    Dari uraian diatas, bagaimana mungkin Lapindo sudah mengganti rugi korban?