Author: Redaksi Kanal

  • Korban Lumpur Lapindo Geram Pengembang Kahuripan Nirwana Tak Hadir

    Korban Lumpur Lapindo Geram Pengembang Kahuripan Nirwana Tak Hadir

    Sidoarjo – Sebanyak 20 warga korban lumpur Lapindo yang tinggal di Perumahan Kahuripan Nirwana Village (KNV) melakukan hearing, membahas sertifikat tempat tinggalnya yang belum ada di tangan hingga sekarang.

    Dalam hearing di gedung DPRD Sidoarjo, mereka ditemui Ketua Pansus lumpur Lapindo Nur Achmad Syaifudin, wakilnya Emil Firdaus, Badan Pertanahan Negara (BPN) wilayah Sidoarjo dan perangkat wilayah desa dari Desa Sumput, Ental Sewu, Jati dan Cemengkalang. Sementara pihak pengembang PT Mutiara Mashur Sejahtera (MMS) tidak hadir. Warga pun geram.

    “PT MMS jelas melecehkan Pansus lumpur Lapindo. Karena, selalu tidak hadir dan menghiraukan panggilan dilakukan Pansus lumpur Lapindo,” teriak seorang warga Hardono, di tengah-tengah hearing di gedung DPRD Sidoarjo, Rabu (23/10/2013).

    Ketua Pansus sendiri mengaku jika pada pokok permasalahan itu terlihat jelas di pihak PT MMS. Sebab warga belum menerima sertifikat rumah di KNV. Pihaknya berencana memanggil pihak PT MMS untuk mempertanggungjawabkan tanah tukar guling.

    “Dari pembahasan semua itu. Sudah jelas, bahwa PT MMS belum menyelesaikan masalah tanah tukar guling. Kita akan melakukan pemanggilan, jika tidak hadir lagi akan dilakukan pemanggilan paksa dengan minta bantuan polisi,” kata Ketua Pansus lumpur Lapindo, Nur Achmad Syaifudin.

    Secara terpisah, pihak BPN menyatakan jika masalah pokok karena tanah yang ada di Desa Sumput hingga kini masih bersengketa.

    “Tanah di wilayah Desa Sumput (KNV), pihak PT MMS belum menuntaskan persoalan tukar guling. Diperkirakan tanah itu sekitar 3,4 hektar,” kata Kamdani, di sela-sela hearing. (fat)

    Sumber: http://news.detik.com/surabaya/read/2013/10/23/144240/2393470/475/korban-lumpur-lapindo-geram-pengembang-kahuripan-nirwana-tak-hadir

  • Sidang Perdana Korban Lapindo Digelar Pekan Depan

    Sidang Perdana Korban Lapindo Digelar Pekan Depan

    suarasurabaya.net – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menjadwalkan sidang perdana uji materi korban Lumpur Lapindo. Laman Mahkamah Konstitusi di http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/ menyebutkan sidang perdana uji materi korban lumpur ini akan digelar pada Senin 28 Oktober 2013 pukul 13.30 siang.

    Di laman tersebut, uji materi korban lumpur, bernomor perkara : 83/PUU-XI/2013, dengan pokok perkara pengujian UU Nomor 15 tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 19 tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2013.

    Pemohon uji materi ini enam orang diantaranya adalah Siti Askabul Maimanah, dan Rini Arti, keduanya warga Renokenongo, Sidoarjo; serta empat orang direktur perusahaan korban lumpur. Dalam perkara ini, pemohon menguasakan ke Mursid Mudiantoro.

    “Untuk sidang awal ini adalah pemeriksaan pendahuluan,” kata Mursid pada suarasurabaya.net, Rabu (23/10/2013). Sidang pendahuluan sendiri berisi pemeriksaan pokok-pokok perkara yang diajukan untuk menyesuaikan dengan standar uji materi di MK.

    Sekadar diketahui, uji materi ini berkaitan dengan proses pemberian ganti rugi. Dalam UU APBN 2013, hanya menganggarkan pemberian ganti rugi bagi korban lumpur di luar peta terdampak. Sedangkan untuk warga dan perusahaan di dalam peta terdampak, maka ganti rugi dibayar oleh Lapindo Brantas Inc.

    “Jika kami memang, pemberian seluruh ganti rugi nantinya diambil alih sepenuhnya oleh negara, tidak ada lagi Lapindo,” kata Mursid. (fik/rst)

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2013/126113-Sidang-Perdana-Korban-Lapindo-Digelar-Pekan-Depan

     

  • BPLS Berharap Korban Lumpur Menangkan Uji Materi di MK

    suarasurabaya.net – Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) berharap gugatan uji materi yang dilayangkan warga dan pengusaha korban Lapindo bisa menjadi solusi kebuntuan pembayaran ganti rugi yang selama ini terjadi.

    “Kami harapannya semua bisa segera selesai. Semoga ini bisa menjadi solusi,” kata Dwinanto, Juru Bicara BPLS ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Minggu (20/10/2013).

    Menurut Dwinanto, sebelum gugatan ini, pada tahun 2012 silam sebenarnya sempat ada warga korban lumpur yang melayangkan gugatan serupa ke MK. Saat itu warga malah menentang penggunaan dana APBN untuk pembayaran korban lumpur.

    Tapi untuk uji materi yang dilayangkan warga kali ini berbeda, warga malah mendesak APBN membiayai seluruh ganti rugi termasuk ganti rugi untuk korban yang berada di dalam peta terdampak.

    Dwinanto mengatakan, dalam Peraturan Presiden terbaru Nomor 37 tahun 2012, untuk ganti rugi yang ditanggung APBN meliputi warga di tiga kelompok. Kelompok pertama adalah warga di desa Besuki, Pejarakan serta Kedungcangkring. Selain itu juga ada warga di sembilan RT di Jatirejo Barat dan Siring Barat. Sedangkan kelompok ketiga adalah warga di 65 RT yang berada di radius kubangan lumpur lebih luar dari dua kelompok sebelumnya.

    Untuk kelompok pertama dan kedua, pembayaran ganti rugi dari APBN saat ini sudah hampir lunas dan hanya menyisakan beberapa berkas yang memang masih bermasalah dari sisi ahli waris. Sedangkan untuk pembayaran di 65 RT, tahun ini diharapkan juga sudah lunas.

    “Kalau saya berharap jika uji materi ini berhasil maka warga di dalam peta terdampak juga bisa segera dilakukan pelunasan,” kata Dwinanto.

    Sekadar diketahui, saat ini warga dan pengusaha korban lumpur yang berada di dalam peta terdampak melakukan uji materi terhadap undang-undang APBN 2013. Dalam uji materi ke MK ini, warga berharap negara bisa mengambil alih pelunasan ganti rugi.

    Ganti rugi bagi korban lumpur saat ini memang dibagi dua, di dalam peta terdampak dibayar Lapindo, sedangkan di luar peta terdampak dibayar oleh negara. (fik)

  • Aset Tanah Lumpur Lapindo Bisa Dikuasai Negara

    suarasurabaya.net – Mursid Mudiantoro SH, kuasa hukum korban lumpur Lapindo, Minggu (20/10/2013) mengatakan, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi yang dia layangkan, maka negara wajib membayar sisa ganti rugi yang saat ini belum dibayarkan oleh Lapindo Brantas Inc.

    Dan meskipun hanya sisa ganti rugi senilai sekitar Rp 800 miliar yang harus dibayar, tapi seluruh tanah di dalam peta terdampak nantinya bukanlagi milik Lapindo melainkan milik negara.

    “Duit yang pernah dikeluarkan Lapindo itu bagian dari CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan. Jadi nanti meskipun yang dibayarkan negara hanya sebagian kecil ganti rugi, tapi aset tanah di dalam peta terdampak adalah milik negara,” kata Mursid, ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Minggu (20/10/2013).

    CSR ini, kata dia, setidaknya telah sesuai dengan Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sehingga apa yang telah dikeluarkan oleh Lapindo memang bisa masuk kategori sebagai bagian dari CSR.

    Mursid juga mengatakan, yang digugat adalah APBN 2013 bukan APBN 2014, karena di APBN 2013 terdapat anggaran ganti rugi untuk warga korban lumpur. Sedangkan di APBN 2014 belum tentu ada pemberian ganti rugi.

    “Memang APBN 2013 sebentar lagi selesai, tapi saya yakin MK akan cepat menyelesaikan gugatan ini,” kata Mursid. Dalam aturan, gugatan ke MK memang hanya memerlukan waktu maksimal 60 hari. Artinya, sebelum dua bulan MK sudah harus memutus gugatan yang dilayangkan ini.

    Sekadar diketahui, warga korban Lapindo yang berada di dalam peta terdampak, saat ini melakukan uji materi terkait undang-undang pemberian ganti rugi ke MK. Dengan gugatan ini, negara diharapkan bisa mengambil alih tugas Lapindo untuk membayar ganti rugi di dalam peta terdampak. (fik)

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2013/126000-Aset-Tanah-Lumpur-Lapindo-Bisa-Dikuasai-Negera

  • Alasan Korban Lapindo Menggugat ke MK

    Alasan Korban Lapindo Menggugat ke MK

    suarasurabaya.net – Mursid Mudiantoro SH, kuasa hukum korban lumpur lapindo yakin Mahkamah Konstitusi akan mengabulkan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN khususnya pasal 9 ayat 1 huruf a tentang anggaran ganti rugi untuk korban lumpur.

    Keyakinan ini kata Mursid, karena adanya sejarah panjang problem penanggulangan dampak lumpur lapindo yang dimulai dari kesepakatan tanggal 22 maret 2007 antara Pemerintah Pusat, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Sidoarjo, dan PT Lapindo Brantas Inc tentang penetapan peta tedampak.

    Atas kesepakatan itulah lantas keluar Peraturan Presiden nomor 14 tahun 2007 tanggal 8 April 2007 mengenai pembentukan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dan memerintahkan pada Lapindo untuk membeli seluruh tanah warga di dalam peta terdampak.

    Peta terdampak sendiri meliputi areal di Desa Siring, Jatirejo, Kedungbendo, Ketapang dan Renokenongo yang secara total jumlah dokumen bangunan dan tanah mencapai 13.237 berkas dengan nilai jual beli mencapai Rp 3,828 triliun lebih. Jumlah ini belum termasuk ganti rugi dengan sistem business to business terhadap 26 perusahaan yang juga tenggelam karena lumpur dengan nilai ganti rugi Rp 529 miliar lebih.

    “Dari total ganti rugi ini, ternyata hingga saat ini masih ada Rp 800 miliar yang belum dibayarkan Lapindo,” kata Mursid ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Minggu (20/1/2013). Padahal, sesuai amanat perpres, proses ganti rugi maksimal harus dibayarkan dua tahun setelah tragedi lumpur. Saat ini sudah memasuki tahun ke tujuh tragedi tersebut.

    Selain itu, ganti rugi bagi warga dan perusahaan di dalam peta terdampak juga harusnya lunas sebelum pelunasan ganti rugi di luar peta terdampak. Kenyataannya, saat ini seluruh ganti rugi di luar peta terdampak sudah lunas. “Jadi ada banyak kejanggalan di sini,” kata dia.

    Terkait status hukum, kata Mursid, juga telah ada putusan Mahkamah Agung pada 3 April 2009 yang menolak permohonan kasasi YLBHI, serta adanya putusan PT Jakarta pada 13 Juni 2008. Atas dasar ini, secara hukum Lumpur di Sidoarjo bukanlah kesalahan pengeboran, melainkan karena adanya fenomena alam.

    Polda Jawa Timur pada 5 Agustus 2009 juga telah mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dan menyatakan jika tidak ada unsur pidana dalam tragedi lumpur.

    Tak hanya itu, Mursid juga menemukan adanya pernyataan dari Lapindo jika mereka sudah tidak sanggup lagi membayar. “Saat ini sudah waktunya negara yang mengambil alih untuk memberikan ganti rugi bagi warga,” kata dia.

    Sekadar diketahui, saat ini warga dan pengusaha korban lumpur memang menggugat ke Mahkamah Konstitusi dan berharap negara bisa mengambil alih pembayaran ganti rugi. (fik)

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2013/125999-Alasan-Korban-Lapindo-Menggugat-ke-MK

  • Korban Lapindo Uji Undang-Undang Ganti Rugi ke MK

    Korban Lapindo Uji Undang-Undang Ganti Rugi ke MK

    suarasurabaya.net – Korban Lapindo yang berada di dalam peta terdampak mengajukan uji materi terhadap Undang-undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN khususnya pasal 9 ayat 1 huruf a tentang anggaran ganti rugi untuk korban lumpur.

    Pemohon mendalilkan bahwa tidak ada keadilan dalam undang-undang tersebut. “Korban di luar peta terdampak dapat ganti rugi dari APBN, sedangkan yang di dalam peta terdampak tidak dapat, ini yang kami uji,” kata Mursid Mudiantoro, kuasa hukum pemohon ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Minggu (20/10/2013).

    Menurut Mursid, korban lapindo yang memberikan kuasa pada dirinya, tidak hanya mayarakat melainkan juga para pengusaha korban lumpur yang hingga saat ini tak kunjung mendapatkan pelunasan ganti rugi.

    Sebagai korban lumpur, kata Mursid, baik warga maupun perusahaan yang ada di dalam peta terdampak yaitu empat desa Siring, Renokenongo, Kedungbendo, dan Jatirejo merasa tidak mendapatkan perlakuan yang adil karena ganti rugi dibebankan ke Lapindo, sedangkan di luar mereka ganti rugi dibayar oleh pemerintah dan tahun ini sudah lunas.

    Menurut Mursid, mereka mendaftarkan gugatan ke MK pada 19 September dengan nomor perkara 83/PUU-XI/2013. Dalam gugatan ini, sebagai pemohon adalah enam orang yaitu Siti Askabul Maimunah, dan Rini Arti warga Renokenongo; serta empat orang lagi adalah para direktur perusahaan korban lumpur.

    Beberapa direktur perusahaan yang ikut menggugat di antaranya adalah direktur CV Mitra Jaya Sidoarjo; PT Victory Rottanindo; PT Pramono Irindo Jaya; serta PT Oriental Samudera Karya.

    Keenam orang ini lantas menguasakan gugatannya ke tiga orang pengacara yaitu Mursid Mudiantoro, Mustofa Abidin, dan Imam Syafi’i yang kesemuanya adalah para advokat pada kantor Law Office Mursyid, Syamsul dan Partners. “Rencanannya jadwal sidang perdana akan digelar minggu ini,” kata Mursid. (fik)

    Sumber: http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2013/125993-Korban-Lapindo-Uji-Undang-Undang-Ganti-Rugi-ke-MK

     

  • Warga Plumbon Demo Kejari Tuntut Kades Koruptor Ditahan

    Warga Plumbon Demo Kejari Tuntut Kades Koruptor Ditahan

    Metrotvnews.com, Sidoarjo: Puluhan warga Desa Plumbon, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jatim, berunjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Sidoarjo, Jumat (18/10).

    Aksi unjuk rasa warga ini dilakukan menyusul belum dijebloskannya Kepala Desa Supriyadi yang menggelapkan uang gagal panen warga senilai Rp7,3 miliar tahun 2007 lalu. Supriyadi yang divonis 1,6 tahun oleh Pengadilan Negeri Sidoarjo pada 2012, hingga saat ini ternyata belum dijebloskan ke dalam penjara.

    “Kami mendesak Kepala Desa Supriyadi segera dijebloskan ke dalam penjara,” kata koordinator aksi Rosandi.

    Menurut Rosandi, warga geram karena selain masih bebas berkeliaran tidak mendekam dalam sel, Supriyadi justru maju lagi dalam pemilihan kepala desa yang diadakan November 2013.

    Warga tidak mau kepala desa yang sudah divonis 1,6 tahun penjara itu maju lagi dalam pilkades bulan depan.

    Apalagi Supriyadi telah menggelapkan uang gagal panen warga dan masih bebas berkeliaran tanpa belum pernah masuk penjara.

    Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo Sumardi akhirnya bersedia keluar menemui pengunjuk rasa.

    Di hadapan warga, Sumardi mengatakan bahwa Supriyadi belum bisa dieksekusi karena mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

    Menurut Sumardi, setelah divonis 1,6 tahun Pengadilan Negeri Sidoarjo, Kepala Desa Supriyadi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Namun banding Supriyadi ditolak dan pihak Kejati Jatim menegaskan putusan PN Sidoarjo hukuman penjara 1,6 tahun.

    “Rupanya Supriyadi ini mengajukan kasasi ke MA namun putusannya belum turun,” kata Sumardi.

    Sumardi meminta warga bersabar menunggu putusan dari MA. Apabila putusan MA turun pihaknya akan segera melakukan mengeksekusi. Sumardi bahkan berjanji akan mengirim surat ke Mahkamah Agung mempertanyakan perkembangan kasus tersebut.

    Setelah mendapat penjelasan dari Kajari Sumardi, warga kemudian membubarkan diri dan pulang. Kasus ini bermula pada tahun 2007 lalu saat sawah warga di Desa Plumbon rusak dan gagal panen akibat terjangan lumpur Lapindo.

    Warga kemudian menerima uang gagal panen senilai Rp 7,3 miliar namun ternyata digelapkan oleh Kepala Desa Supriyadi. (Heri S)

    Sumber: http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/10/18/6/189016/Warga-Plumbon-Demo-Kejari-Tuntut-Kades-Koruptor-Ditahan

  • Jeremy Buckingham visited Lapindo mud-volcano

    Greens MP Jeremy Buckingham visited East Java, Indonesia with farmers from the North West of NSW. They visited the Lapindo mud volcano that occured when a gas drill rig blew out.

    The ensuing mud volcano has spewed mud for 7 years, covering 1,300 hectares in hot sticky mud over 10 metres deep. 50,000+ people have been displaced, 16 villages destoryed and a major highway cut. The mud continues to flow from the volcano, while the Indonesian government pumps attempts to keep up by piping it to the Porong River.

    Australian gas company Santos had a 20% share in the company that was drilling for gas. While this is an extreme event, it does show that there are many unknowns about underground geology and hydrology, and that the precasutionary principle should always be employed, whether it is drilling for gas in Indoneisa, or fracking coal seam gas in Australia

  • Felix Jäkel

    Documentary about the mud volcano Lapindo by Felix Jäkel.

  • Ganti Rugi Lumpur Tak Jelas, Pansus Panggil PT Minarak

    Ganti Rugi Lumpur Tak Jelas, Pansus Panggil PT Minarak

    SIDOARJO– Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo akan memanggil lagi PT Minarak Lapindo Jaya (Minarak). Hal ini dilakukan untuk mencari kejelasan terkait pelunasan pembayaran ganti rugi aset korban lumpur.

    Sebenarnya, Pansus Lumpur beberapa waktu lalu pernah memanggil Minarak untuk meminta penegasan terkait pelunasan aset korban lumpur. Sayangnya, kala itu Minarak tidak memenuhi panggilam pansus meskipun sudah dipanggil sebanyak dua kali.

    Ketua Pansus Lumpur H. Nur Achmad Syaifudin mengatakan sudah berbulan-bulan lamanya korban lumpur belum menerima pembayaran dari Minarak. Padahal, sebelumnya sisa pembayaran aset warga diangsur tiap bulan yang langsung ditransfer ke rekening warga.

    Politikus asal PKB tersebut menambahkan, jika pelunasan ganti rugi tidak ditanyakan pihaknya khawatir akan semakin berlarut-larut. “Makanya kita akan memanggil Minarak dan ingin penegasan apakah bisa melunasi atau tidak,” ujar Nur Achmad Syaifudin.

    Jika Lapindo tidak mampu melunasi, Pansus Lumpur akan berupaya agar bisa di take over oleh pemerintah pusat. Artinya, sisa pembayaran yang menjadi tanggungjawab Lapindo akan diganti oleh pemerintah agar pelunasan ganti rugi aset korban lumpur cepat selesai.

    Nur Achmad mengaku, selama ini Lapindo melalui anak perusahaannya PT Minarak Lapindo Jaya terkesan membiarkan peluasan ganti rugi aset korban lumpur. “Minarak mengaku masih sanggup melunasi pembayaran, tapi kenyataannya sampai saat ini tidak ada realisasi,” tandasnya.

    Padahal, korban lumpur menunggu pelunasan ganti rugi asetnya sudah lebih dari 7 tahun. Berkali-kali, perwakilan korban lumpur dan pansus datang ke Jakarta bertemu dengan dewan pengarah BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo). Bahkan sudah bertemu dengan Lapindo, tapi belum ada kepastian kapan dibayar.

    Beberapa permasalahan yang harus diselesaikan Minarak, lanjut Nur Achmad Syaifudin, diantaranya pelunasan ganti rugi warga korban lumpur. Kemudian pembayaran ganti rugi aset pengusaha korban lumpur, sertifikat rumah korban lumpur di Perumahan Kahuripan Nirwana Village (KNV), termasuk aset-aset milik Pemkab Sidoarjo yang ikut terendam lumpur.

    Kedatangan Minarak, diharapkan bisa memberi kepastian penyelesaian ganti rugi korban lumpur. “Sekarang pilihannya ada dua, Minarak sanggup membayar sisa ganti rugi atau meminta pemerintah yang menalangi. Jangan dibiarkan seperti sekarang, korban lumpur berharap tanpa ada kepastian,” pungkas Nur Achmad Syaifudin.

    Wiwik Wahyutini, salah satu korban lumpur asal Siring mengaku jika sudah berbulan-bulan lamanya tidak ada pembayaran dari Lapindo. Pihaknya sudah berkali-kali mendatangi Pansus Lumpur agar memperjuangkan pelunasan pembayaran dari Minarak.

    Kenyatannya, sampai saat ini belum ada kemajuan terkait pelunasan ganti rugi aset korban lumpur. “Kita harus menunggu berapa lama lagi. Sudah lebih 7 tahun rumah kami terendam lumpur sampai saat ini masih ada warga yang belum menerima pembayaran sama sekali,” tandas Wiwik Wahyutini.

    Terpisah, Direktur PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusala saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya akan berupaya menghadiri panggilan pansus lumpur. “Insyaallah kita akan penuhi panggilan pansus, sepanjang dalam pertemuan itu hanya antara Minarak dan pansus lumpur,” tegasnya.

    Sekedar diketahui, Lapindo Brantas Inc berkewajiban membayar sebanyak 13.237 berkas yang kini tinggal 3.348 berkas dengan nilai pembayaran sebesar Rp 786 Miliar. Dana yang dikeluarkan Lapindo untuk membayar aset warga sebesar Rp 3,043 triliun.

    Sedangkan total dana yang dikeluarkan oleh Lapindo untuk menangani lumpur sampai kini sudah sekitar Rp 8 triliun. Dengan rincian, untuk penanganan semburan lumpur sekitar Rp 5 triliun dan membayar aset warga sekitar Rp 3 triliun.

    Sumber: http://surabaya.okezone.com/read/2013/09/30/521/874321/ganti-rugi-lumpur-tak-jelas-pansus-panggil-pt-minarak

  • Korban Lumpur Lapindo Tuntut Informasi Jaminan Kesehatan Nasional

    Korban Lumpur Lapindo Tuntut Informasi Jaminan Kesehatan Nasional

    Sidoarjo, korbanlumpur.info – Keterbukaan informasi publik rupanya masih menjadi barang langka dalam penyelenggaraan kebijakan-kebijakan pemerintah. Meski UU KIP No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah disahkan, namun semangat transparansi dan akuntabilitas yang menjadi fondasi lahirnya undang-undang tersebut masih jauh dari kenyataan.

    Menyambut Hari Hak untuk Tahu (Right to Know Day), 28 September 2013, warga korban Lumpur Lapindo yang tergabung dalam komunitas Ar-Rohmah, Korban Lapindo Menggugat (KLM) serta Komunitas Jimpitan Sehat mengaku bahwa akses informasi publik terkait akan diselenggarakannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Januari 2014 ternyata masih sangat minim dan membingungkan korban Lapindo.

    Minimnya informasi ini memunculkan keresahan tersendiri bagi korban Lapindo. Mereka umumnya khawatir program baru ini tidak dapat mereka akses. Karena itulah mereka melakukan permintaan informasi dengan Dinas Kesehatan mengenai program JKN pada Kamis, 26 September 2013 kemarin. Namun, masih sedikit informasi publik yang bisa didapatkan terkait dengan rencana pemerintah tersebut menimbulkan banyak permasalahan.

    “Kami sudah meminta informasi ke Dinas Kesehatan Kamis kemarin (26/09). Namun jawaban dari Dinkes juga belum memuaskan. Kita masih belum tahu lembaga atau departemen apa yang berwenang menentukan siapa yang berhak memperoleh kartu JKN,” tutur Abdul Rokhim (51) warga Desa Besuki, Jabon, Sidoarjo.

    Mencari Informasi Secara Mandiri

    Belum jelasnya informasi tentang program JKN memaksa korban Lapindo untuk mencari sendiri informasi ini. Padahal korban menilai pemerintah yang lebih proaktif menyampaikan informasi publik yang dibutuhkan penduduknya.

    “Seharusnya pemerintah lebih aktif memberikan informasi mengenai jaminan kesehatan kepada masyarakat. Bukan kami yang harus kesana-kemari mencari tahu,” tegas Muhammad Nurul Hidayat (30 tahun), warga Desa Gempolsari yang tergabung dalam Korban Lapindo Menggugat (KLM).

    Bagi Hidayat, lambatnya pemerintah menyampaikan informasi membuat masyarakat bingung tentang implementasi program JKN. “Kesehatan ini masalah yang penting. Apalagi kami tinggal di wilayah yang lingkungannya sudah dirusak dan tidak sehat. Seharusnya, tanggung jawab pemerintahlah untuk memberi jaminan kesehatan bagi korban lumpur,” terang Hidayat.

    Sejak lumpur panas Lapindo mengusir warga di sekitar Sumur Banjar Panji 1 milik Lapindo Brantas Inc., warga yang menjadi korban sangat kesulitan mengakses informasi soal kesehatan. Padahal warga yang tinggal di sekitar tanggul lumpur sangat bereksiko terkena pelbagai penyakit. Sementara informasi kesehatan yang diprogramkan Pemerintah baik itu berupa Jamkesmas dan JKN sangat minim diperoleh warga.

    “Terus terang kami hanya mendapatkan informasi yang sedikit sekali mengenai program layanan kesehatan dari pemerintah. Dulu Jamkesmas banyak korban Lapindo yang kancrit (ketinggalan). Sekarang katanya mau ada program JKN, kita juga belum dapat informasi apa-apa. Masa kita ini mau ketinggalan lagi?,” tanya Harwati (42), warga Siring yang juga koordinator Komunitas Ar-Rohmah.

    Perempuan yang sehari-hari mencari nafkah sebagai tukang ojek di atas tanggul penahan lumpur Lapindo ini menerangkan bahwa sulitnya mendapatkan jaminan layanan kesehatan dari pemerintah sangat berdampak bagi kondisi korban Lapindo yang secara ekonomi sudah terpuruk.

    Kondisi ini semakin rumit bagi korban Lapindo yang belum dilunasi ganti ruginya. “Lapindo ini belum menyelesaikan pembayaran ganti rugi tanah dan bangunan kami. Terus sumber nafkah kita yang dulu juga sudah banyak yang hancur. Kalau kita sakit masih harus membayar biaya pengobatan yang mahal. Harusnya pemerintah itu peka soal kondisi korban Lapindo,” lanjut Harwati.

    Warga Kecewa Tak Terdaftar sebagai Peserta PBI

    Dalam kunjungan ke kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo Kamis lalu, ternyata Dinkes Sidoarjo juga tidak bisa memberikan kejelasan informasi tentang Program JKN pada korban Lapindo yang datang. Kekecewaan warga semakin bertambah saat mengetahui jika warga dipastikan tidak terdaftar sebagai Peserta PBI.

    “Permintaan informasi pada Dinkes ini hasilnya sangat mengecewakan. Dinkes terkesan menutup diri dengan tidak memberi informasi yang banyak. Informasi yang hanya kami dapatkan hanyalah bahwa kami korban Lapindo belum didata sebagai peserta PBI. Dipastikan per Januari 2014 besok, korban Lapindo tidak bisa menerima layanan Program JKN. Kami disarankan tetap mengunakan SKTM sebagai penganti JKN. Ini sangat merepotkan kami,” kata Dwi, salah satu warga korban Lapindo yang ikut dalam kunjungan tersebut.

    Kecewa dengan hasil kunjungan ke Dinkes Sidoarjo, warga berencana mengirimkan surat permintaan informasi resmi pada Dinas Kesehatan Sidoarjo dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sidoarjo terkait Program JKN dan PIB. Tidak hanya itu, warga juga akan meminta DPRD Kabupaten Sidoajo untuk memfasilitasi usaha warga meminta informasi publik terkait Program JKN pada Badan Publik terkait.

  • Korban Lumpur Lapindo Tagih Sertifikat Rumah di Kahuripan Nirwana

    Korban Lumpur Lapindo Tagih Sertifikat Rumah di Kahuripan Nirwana

    Sidoarjo – Warga korban lumpur Lapindo yang kini tinggal di komplek Perumahan Kahuripan Nirwana Village (KNV) Sidoarjo, menagih janji sertifikat rumahnya. Pasalnya, hingga kini warga yang tinggal sejak tahun 2007, belum mempunyai sertifikat.

    Dari pantauan detikcom, di tiap rumah komplek perumahan banyak terpasang spanduk. Spanduk itu berisi keinginan warga memiliki sertifikat seperti yang dijanjikan PT Mutiara Mashur Sejahtera (MMS).

    sertifikat knv

    “Wasiat seorang ibu ibarat sebuah janji. Tolong selesaikan masalah sertifikat di Kahuripan Nirwana”. Tak hanya itu, warga juga menyindir Aburizal Bakrie. “2014 menuju RI-1. Muluskan Jalan Presiden. Tuntaskan…!!! Permasalahan sertifikat”.

    Salah satu korban lumpur Lapindo, Sanusi, aksi itu dilakukan warga untuk menagih janji. “Kita memasang spanduk di rumah maupun di sudut perumahan hanya ingin menagih janji pada PT MMS. Sebab sampai sekarang kita belum menerimanya,” kata Sanusi (40) kepada detikcom, Jumat (13/9/2013).

    Dia menjelaskan, bahwa sertifikat yang belum diterima warga cukup banyak. Dari total 1.600 sertifikat, hanya sebagian warga korban lumpur Lapindo saja yang menerima sertifikat.

    “Kemungkinan sekitar 300 sertifikat yang sudah diberikan dari total 1.600 sertifikat. Sebenarnya itu progres PT MMS untuk memberikan sertifikat tiap bulan. Tapi pemberian itu ditunda-tunda hingga 6 tahun lebih,” tambahnya.

    Sanusi mengaku korban lumpur Lapindo menyesalkan sikap PT MMS, padahal pemberian sertifikat itu salah satu program yang harus direalisasikan. Apalagi, korban lumpur Lapindo yang tinggal sejak tahun 2007 itu membelinya secara kontan.

    “Mereka juga berjanji, korban lumpur Lapindo yang membeli secara cash tahun 2007, setahun kemudian akan diberikan sertifikat, tapi itu hanya janji,” tegasnya. (fat)

    Sumber: http://news.detik.com/surabaya/read/2013/09/13/171947/2358392/475/korban-lumpur-lapindo-tagih-sertifikat-rumah-di-kahuripan-nirwana

  • Pemkab Sidoarjo Belum Izinkan Lapindo Ngebor Lagi

    Pemkab Sidoarjo Belum Izinkan Lapindo Ngebor Lagi

    TEMPO.COSurabaya – Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi Perwakilan Jawa, Bali, Madura dan Nusa Tenggara, Agus Kurnia, menegaskan rencana pengembangan sumur gas oleh kontraktor kontrak kerja sama Lapindo Brantas Inc masih terganjal izin  Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Menurut dia, Lapindo sudah memenuhi semua persyaratan teknis yang dibutuhkan, kecuali belum melampirkan izin lingkungan dari kepala daerah setempat.

    Ia berharap Pemkab Sidoarjo segera mengeluarkan izin lingkungan. “Kami tinggal menunggu sikap Pemkab Sidoarjo. Untuk syarat lainnya, Lapindo enggak ada masalah,” kata Agus kepada Tempo di Surabaya, Rabu, 11 September 2013.

    Menurut Agus, daerah sumur pengembangan eksploitasi itu masih dalam area tanah yang dikuasai Lapindo. Selain itu, wilayah lapangannya berbeda dengan sumur Banjar Panji-1 yang kini mengeluarkan lumpur panas. Lapindo sebagai pemegang konsesi Blok Brantas, kata Agus, akan mengebor sumur pengembangan di area Lapangan Tanggulangin, bukan Lapangan Banjar Panji.

    Lantaran sumur Banjar Panji-1 gagal berproduksi, pihaknya terpaksa menghapus Lapangan Banjar Panji dari peta hulu migas di wilayah Jabamanusa. “Plan of Development-nya beda. POD disusun berdasarkan lapangan migas, bukan blok migas,” ujarnya.

    Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sidoarjo, Erni Setyawati, mengakui masih menahan izin lingkungan untuk Lapindo Brantas. Sebab, Lapindo belum dapat memenuhi dua syarat tambahan, yakni hasil survei geologi dan dampak sosial dari lembaga independen. Lapindo, kata Erni, menganggap dua syarat itu tak penting karena berpegang pada POD Lapangan Tanggulangin, bukan Banjar Panji.

    Namun, ia berkukuh Lapindo Brantas harus mengikuti aturan main Pemkab Sidoarjo dan UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Saya enggak mau Sidoarjo terkena bencana lagi. Kami juga masih meminta data geologi dari Badan Geologi Nasional,” katanya.

    DIANANTA P. SUMEDI

    Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2013/09/11/206512392/Pemkab-Sidoarjo-Belum-Izinkan-Lapindo-Ngebor-Lagi

  • Rujak Cingur Yuk Tun

    Mardiyatun (50) adalah seorang janda dari Dusun Ginonjo, Desa Besuki. Perempuan yang kerap disapa Yuk Tun ini dulu terkenal dengan rujak cingurnya. Gara-gara lumpur Lapindo, Yuk Tun bersama dengan anak perempuan dan seorang cucunya sekarang pindah ke Desa Wonoayu, Kecamatan Gempol.

    Yuk Tun bisa sedikit bangga dengan rumah barunya. Namun, itu semua tidak berarti ketika tangannya tidak lagi bergoyang mengiris cingur untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. “Masak mau menjilati pintu rumah,” tutur Yuk Tun. Yuk Tun tidak mungkin berjualan rujak cingur di tempat barunya. Di situ sudah ada warga yang menjual rujak cingur, sama seperti Yuk Tun.

    Yuk Tun terpaksa merintis usaha jualan rujak cingur dan es degan di bawah jembatan eks-tol Surabaya-Gempol. Yuk Tun sekarang berharap ada orang yang mampir di warungnya yang tidak beratap dan berdinding itu. Kondisi seperti ini sangat jauh berbeda sebelum semburan lumpur Lapindo. Saat warga Desa Besuki masih utuh orang rela antri demi sebungkus rujak cingur buatan Yuk Tun.

    Yuk Tun mendapat informasi dari seorang yang tak dikenal tentang tanah di daerah Wonoayu, Gempol. Tanpa pikir panjang Yuk Tun langsung membeli tanah tersebut. Menurut Yuk Tun, akibat lumpur Lapindo orang-orang memang kelihatannya dapat uang banyak, tapi kenyataannya tidak ada perubahan menuju kondisi yang lebih baik. Yang dirasakannya adalah justru berantakan. Sumber ekonomi jangka panjang pun tidak pernah jelas. Sanak saudara pecah dan tetangga juga terpencar-pencar.

    Yuk Tun heran, tanah sawahnya dibeli dengan harga Rp 120.000 per-meter persegi. Namun, membeli sawah baru harganya sekarang mencapai Rp 250-300 ribu rupiah. Pemerintah juga tidak peduli dengan nasib korban Lapindo. Sampai saat ini Yuk Tun belum bisa mengurus status kepindahannya karena dia belum punya uang untuk mengurus surat kepindahan tersebut.

    2013 © korbanlumpur.info

  • Sukarwo: Uang Ganti Rugi Lapindo Selesai Akhir 2013

    Sukarwo: Uang Ganti Rugi Lapindo Selesai Akhir 2013

    SURABAYA, KOMPAS.com – Gubernur Jawa Timur terpilih, Sukarwo berjanji segera menuntaskan persoalan ganti rugi lumpur Lapindo sebagai program prioritas dalam periode jabatannya yang kedua.

    “Paling lama akhir 2013 atau awal 2014, persoalan Lapindo sudah bisa selesai,” kata Soekarwo, yang resmi ditetapkan menjadi pemenang Pemilihan Kepala Daerah Jatim, Sabtu (7/9/2013).

    Soekarwo mendesak pemerintah pusat segera mengambil alih ganti rugi korban Lapindo di dalam peta area terdampak karena PT Minarak Lapindo Jaya tidak kunjung melunasi utangnya.

    Sisa ganti rugi yang belum dibayarkan PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp 786 miliar. Korban Lapindo telah menunggu realisasinya selama tujuh tahun.

    “Kami sepakat memberikan jadwal yang jelas untuk persoalan Lapindo karena masyarakat perlu kepastian ke depannya,” kata Soekarwo.

    Soekarwo yang kembali berpasangan dengan Saifullah Yusuf meraih suara tertinggi dengan 8.195.816 suara atau 47,25 persen. Dengan perolehan suara ini, Pilkada Jatim hanya berlangsung satu putaran. Berada di tempat kedua pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja dengan 6.525.015 suara (37,62 persen), disusul Bambang Dwi Hartono-Said Abdullah dengan 2.200.069 suara (12,69 persen), dan Eggi Sudjana-M Sihat yang meraih 422.932 suara (2,44 persen).

    Rapat pleno rekapitulasi manual KPU Jatim ini digelar di Hotel Shangri-La Surabaya dengan dihadiri anggota KPUD dari 38 kabupaten/kota se-Jatim. Pasangan calon yang hadir dalam rekapitulasi ini hanya Soekarwo-Saifullah dan Eggi-Sihat. Sedangkan Khofifah-Herman dan Bambang-Said diwakili saksi.

    Editor : Ervan Hardoko

    Sumber: http://regional.kompas.com/read/2013/09/08/0031167/Sukarwo.Uang.Ganti.Rugi.Lapindo.Selesai.Akhir.2013

     

     

     

     

     

    Berita Pilihan

  • Pemerintah Anggarkan Rp 845 Miliar untuk Lumpur Lapindo di 2014

    Pemerintah Anggarkan Rp 845 Miliar untuk Lumpur Lapindo di 2014

    Jakarta – Pemerintah mengucurkan dana ke Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dalam RAPBN 2014 sebesar Rp 845,1 miliar. Dana ini salah satunya dialokasikan dalam bentuk bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak lumpur Lapindo.

    “Rp 845,1 miliar. Itu mengurus masyarakat dan pengelolaan lumpur tapi nantinya dikelola oleh pemerintah. Di luar itu, tanggungjawab Lapindo Brantas,” ucap Ketua Komisi V DPR RI Laurens Bahang Dama kepada detikFinance di Gedung DPR Senayan Jakarta, Kamis (5/9/2013).

    Ditambahkan Laurens, alokasi dana terhadap BPLS ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun dan diatur dalam undang-undang.

    “Nggak karena itu ada di undang-undang, selama 5 tahun badan ini ada,” sebutnya.

    Adapun dana tersebut juga digunakan sebagai program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis. Selain itu akan dipergunakan untuk penyiapan program anggaran, pengelolaan data dan informasi, serta penyelesaian peraturan dan hukum.

    “Termasuk juga pengembangan kapasitas organisasi, tata laksana, hubungan masyarakat, kerumahtanggaan dan keamanan. Termasuk juga untuk pengawasan pengelolaan keuangan dan barang,” ungkap Laurens

    “Termasuk untuk perencanaan operasi luapan lumpur, penanganan luapan lumpur dan mitigasi dan penanganan bencana geologi dan monitoring lingkungan,” imbuh Laurens. (feb/dru)

    Sumber: http://finance.detik.com/read/2013/09/05/183335/2350621/4/

  • Kesulitan Biaya Pendidikan, Anak Korban Lapindo Terancam Dikeluarkan

    Sidoarjo, korbanlumpur.info | Sudah lebih dari tujuh tahun kasus Lumpur Lapindo berlangsung. Pihak Lapindo Brantas, Inc yang seharusnya bertanggungjawab melunasi sisa ganti rugi korban yang termasuk dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007 tidak menyelesaikan kewajibannya. Bahkan negara, yang seharusnya menjamin hak-hak pendidikan anak-anak, tidak hadir menyelesaikan persoalan yang membelit warga.

    Setidaknya apa yang dialami Indah Susanti, salah satu anak korban Lapindo dari Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, bisa menggambarkan ketiadaan tanggung jawab para pihak tersebut. Ia sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) PGRI 5 Sidoarjo terancam dikeluarkan dari sekolah lantaran siswa kelas tiga ini belum bisa membayar daftar ulang sebesar 650 ribu rupiah dan tunggakan dua bulan SPP sebesar 600 ribu.

    Menurut ibunya, Satumi (52 Tahun), anaknya sejak masuk kelas tiga pada bulan Agustus 2013 belum bisa melunasi tunggakan biaya sekolah. Ia yang berprofesi sebagai pedagang di Pasar Porong hanya berpenghasilan pas-pasan dan tidak cukup membiayai sekolah anaknya. Tumi, panggilan kesehariannya, mengandalkan pembayaran cicilan ganti rugi dari Lapindo. Padahal cicilan ganti rugi dari Lapindo yang seharusnya dibayar per bulan tidak sekalipun dibayarkan pada tahun 2013 ini.

    “Jum’at kemarin anak saya pulang pagi dan menangis. Katanya mau dikeluarkan dari sekolah kalau tidak segera melunasi tunggakannya. Saya bingung apalagi ganti rugi belum juga keluar,” cerita Tumi.

    Tumi yang anggota kelompok belajar Ar-Rohma, kelompok perempuan para korban Lapindo, mendiskusikan persoalan yang ia hadapi dengan anggota lain kelompok itu. Pada Sabtu (31/8) ditemani Harwati, kordinator Ar-Rohma, ia menemui kepala sekolah SMK PGRI 5 untuk meminta keringanan biaya. Namun, upaya yang dilakukan tak menemukan solusi yang meringankan untuknya. Pihak sekolah tidak mau tahu persoalan kesulitan biaya yang dialaminya. Pihak sekolah hanya memberi batas waktu sampai tanggal 30 September 2013 kepada Susanti untuk melunasi tunggakan.

    “Saat menemui pihak sekolah, mereka malah memberikan pilihan berhenti sekolah atau melunasi biaya tunggakan. Padahal kami hanya meminta waktu sampai cicilan ganti rugi dari Lapindo dibayar. Tapi lha kok malah hanya dikasih waktu sampai bulan depan. Kalau tidak bisa melunasi, Susanti akan dikeluarkan,” kata Harwati.

    Harwati menyesalkan pernyataan dari pihak sekolah yang hanya memberikan batas waktu sampai akhir bulan September 2013 untuk melunasi tunggakan biaya. Padahal jika dicermati, rincian biaya daftar ulang yang tertunggak itu ternyata untuk biaya kaos olahraga, atribut sekolah, dan SPP bulan Juli. Seharusnya pihak sekolah bisa memberikan keringanan atau mendapatkan kelonggaran waktu sampai Tumi memeiliki biaya untuk membayar.

    “Bu Tumi ini kan janda, dia cuma mengandalkan dagang sayur di pasar. Masak tidak mendapatkan keringanan. Padahal kami sudah menjelaskan dengan sejelas-jelasnya kondisi ibu Tumi saat ini yang kesulitan keuangan,” tutur Harwati. Ia bersama kelompok Ar-Rohma masih berusaha untuk membantu persoalan yang dialami Tumi.

    Dengan kondisi semacam ini, Tumi hanya bisa berharap Lapindo unuk segera melunasi sisa ganti rugi aset tanah dan bangunan warga. “Saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Saya berharap Lapindo segera melunasi sisa pembayaran ganti rugi saya agar saya bisa membiayai sekolah anak saya,” kata Tumi dengan meneteskan air mata.

    Kepada pemerintah dan PT Minarak Lapindo Jaya, korban seperti Tumi berharap tak muluk. Mereka hanya ingin pemerintah lebih tegas kepada  perusahaan agar menepati janji, demikian halnya perusahaan untuk segera selesaikan tanggung jawab pembayaran ganti rugi. Ini semua agar pendidikan anak-anak mereka tidak terbengkalai.(Vik)

  • Wisata Pulau Lumpur Lapindo Sepi Peminat

    Wisata Pulau Lumpur Lapindo Sepi Peminat

    TEMPO.CO, Sidoarjo–Wisata pulau lumpur Lapindo di muara Sungai Porong, Desa Kedung Pandan, Kecamatan Jabon, Sidoarjo sepi peminatnya. Lasmono, seorang warga desa setempat, mengatakan pengunjung Pulau Sarinah yang terbuat dari endapan lumpur Lapindo itu, tidak begitu banyak. Padahal daerah ini digadang-gadang Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menjadi wahana wisata bahari. Sejak resmi berdiri tahun 2011, Lasmono mengakui area wisata itu kurang begitu diminati. “Pengunjung sepi, meski hari Minggu enggak banyak yang ke Pulau Sarinah,” kata dia saat ditemui Tempo di area dermaga Tlocor, Selasa 27 Agustus 2013. (more…)

  • Penyelesaian Lumpur Lapindo Jadi ‘Jualan’ di Pilgub Jatim

    Penyelesaian Lumpur Lapindo Jadi ‘Jualan’ di Pilgub Jatim

    REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Calon Wakil Gubernur Jawa Timur pasangan nomor urut 4, Herman S Sumawiredja mengklaim dapat menyelesaikan kasus lumpur Lapindo dalam waktu 100 hari. Pemerintah Provinsi Jawa Timur saat ini dinilai membiarkan persoalan tersebut berlarut. (more…)

  • Sikap Rudi Rubiandini dan Tragedi Lumpur Lapindo

    Sikap Rudi Rubiandini dan Tragedi Lumpur Lapindo

    TEMPO.COSURABAYA– Ketua Pusat Studi Kebencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Amien Widodo, mengenang sosok Rudi Rubiandini sebagai pribadi yang mumpuni dan sangat peduli terhadap tragedi semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, 29 Mei 2006 silam.

    Rudi, kata ia, sempat mencetuskan ide menghentikan luapan lumpur melalui teknik relief well. Menurut Amien, Rudi menuliskan ide ini dalam buku berjudul “Gerakan Menutup Lumpur Lapindo” pada 2008. (more…)