Author: Redaksi Kanal

  • Diluberi Lumpur, Warga Delapan Desa Aksi Blokir Jalan

    Diluberi Lumpur, Warga Delapan Desa Aksi Blokir Jalan

    Warga yang pernah dijanjikan oleh BPLS akan menerima dana kompensasi berupa uang evakuasi, menuntut realisasi kompensasi tersebut kepada Pemerintah Daerah dan BPLS paling lama pada akhir tahun ini. Sejak pagi warga telah memulai pemblokiran jalan di Glagaharum. Tidak hanya itu, pemblokiran juga dilakukan di Desa Sentul, Kecamatan Tanggulangin, sejak pukul tujuh pagi.

    Salah satu koordinator aksi, Imam Dakhiri, menyatakan bahwa aksi yang dilakukan sebagai bentuk kekecewaan warga yang selama 9 bulan tidak mendapatkan kepastian penanganan. Terlebih antara BPLS dan Pemerinta Daerah terkesan saling lempar tanggung jawab. “BPLS yang punya wewenang penuh dengan kondisi tanggul, tidak mau tanggung jawab,” ujar koordinator aksi dari Glagaharum ini.

    Hal senada disampaikan oleh warga yang melakukan aksi. “BPLS melakukan penanggulan sejak di keluarkannya perpres 14/2007. Dan pada saat jebolnya tanggul itu murni kelalaian BPLS, mereka harus bertanggung jawab,” ungkap Kusnan, warga Sentul.

    Saat diminta keterangan, perwakilan BPLS dari sub Kapokja bidang Sosial, Khusnul, mengatakan bahwa BPLS tidak memiliki anggaran untuk alokasi santunan saat terjadinya jebolnya tanggul. “Anggaran BPLS tidak ada pos untuk membayar kompensasi yang dituntut warga, jadi pemkab-lah yang punya wewenang memberikan kompensasi warga,” katanya.

    Pemkab Sidoarjo yang diwakili Fauzi Isfandiari dari Bakesbang mengatakan uang untuk kompensasi gagal panen dan uang evakuasi warga sudah dianggarkan, dan untuk pencairan ke warga menunggu pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah(BPBD).

    “Anggaran untuk kompensasi warga sudah ada, tinggal menunggu terbentuknya BPBD, saya harap warga bersabar.”

    Rencana aksi pemblokiran ini akan terus berlanjut sampai ada perwakilan dari BPLS dan Pemkab yang mempunyai wewenanag memutuskan tuntuan warga bisa hadir menemui warga. Jika tidak, warga akan terus melakukan pemblokiran sampai dua hari kedepan. Warga juga mengancam akan menduduki jalan raya Porong jika sampai hingga dua hari tidak ada realisasi atas tuntutan warga tersebut.(vik)

    (cc) Kanal News Room

  • Melanie Subono: Kalian Masa Depan Bangsa

    Ini adalah pesan penyemangat dari Melanie Subono dan Archie kepada anak-anak korban Lapindo. Mereka mengajak anak-anak korban Lapindo tidak pernah putus asa, karena mereka adalah bagian penentu masa depan Indonesia.

  • Marjinal: Jangan Padamkan Semangat

    “Untuk hari ini, apa yang teman-teman rasakan setidaknya itu bisa jadi bagian pengetahuan yang akan dipahami dan dimengerti oleh teman-teman yang lain agar bisa saling menjaga lebih baik dan tetap semangat,” ujar Maik Marjinal.

    Apa yang terjadi hari ini adalah pelajaran buat ke depan. Apa yang terjadi pada anak-anak di wilayah semburan lumpur Lapindo adalah pembelajaran bagi anak-anak yang lain untuk tidak mengalami pengabaian yang sama. Jangan padamkan semangat.

    Pesan dari MARJINAL ini merupakan bagian dari solidaritas musisi Indonesia untuk menyelamatkan pendidikan anak-anak korban Lapindo.

  • Terbakar Gas Metan, Setahun Korban Lapindo Diabaikan

    Terbakar Gas Metan, Setahun Korban Lapindo Diabaikan

    Derita Purwaningsih bermula ketika gelembung gas metan di rumah Oki Andrianto, warga Desa Siring Barat, meledak pada 7 September 2010. Gelembung gas metan yang mudah terbakar bertebaran di area sekitar lumpur Lapindo. Ledakan gas ketika itu diiringi api yang menjalar hingga ke warung Purwaningsih. Akibatnya, nyaris sekujur tubuh Purwaningsih terbakar. Devi Purbawiyanto, anak Purwaningsih, juga turut terkena luka bakar.

    Hingga kini, Purwaningsih masih menjalani perawatan untuk luka bakarnya. Sudah banyak biaya dikeluarkan. Tidak tanggung-tanggung, sejak Purwaningsih dipulangkan paksa oleh Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo, biaya yang sudah dikeluarkannya sampai sekarang kurang lebih sudah mencapai Rp 200 juta. Biaya sebesar itu diperoleh Purwaningsih dari bantuan dan pinjaman dari sanak saudara dan teman-temannya. Lebih menyedihkan, rumahnya pun kini sudah dijaminkan ke bank untuk biaya berobat.

    Tidak berhenti di sini, pada hari Selasa lalu (12/10), Purwaningsih harus menjalani operasi ortopedi pada kaki kirinya. Ini untuk memulihkan kulit dan otot kakinya akibat luka bakar. Kaki kanannya belum dioperasi, masih menunggu kondisi luka bakarnya kering. Lagi-lagi biaya yang harus dikeluarkan Purwaningsih dari kantong pribadinya mancapai Rp 20 juta lebih. Itu pun belum termasuk biaya rawat inap dan obat. Diperkirakan, keseluruhan biaya yang dikeluarkan Purwaningsih akan mencampai Rp 50 juta.

    “Operasi mama saya ini sudah memakan biaya Rp 20 juta,” ujar Devi Purbawiyanto saat menunggu ibunya di rumah sakit RKZ Surabaya. “Dan mama harus menjalani rawat inap dan terapi selama 2 minggu. Kami sudah tidak ada biaya lagi. Untuk biaya operasi saja papa pinjam ke temannya dan dapat sumbangan dari anggota jemaat gereja,” cerita Devi.

    Memang sangat memprihatinkan. Setelah menjadi korban kebakaran gas metan, Purwaningsih yang menjadi tulang punggung keluarga nyaris tidak bisa berkerja lagi. Warungnya pun hangus. Sedangkan suami Purwaningsih juga tidak bekerja setelah usaha toko kelontong gulung tikar. Jangankan untuk berobat, untuk kebutuhan sehari-hari saja, Purwaningsih mengandalkan belas kasihan dari anggota jamaat gereja dan saudara-saudaranya.

    “Sejak usaha papa bangkrut akibat lumpur Lapindo, kehidupan keluarga saya serba kekurangan, sampai saya harus berhenti kuliah. Apalagi mama sekarang kondisinya kayak begini. Untuk kebutuhan sehari-hari kami dikirimin sembako dari anggota jemaat gereja,” kisah Devi.

    Purwaningsih masih terus membutuhkan perawatan, dan jelas akan membutuhkan biaya besar. Kaki kanannya masih harus dioperasi, tentu setelah luka bakarnya mengering. Sementara, pihak pemerintah daerah baik itu bupati yang lama, maupaun Bupati Saiful Ilah dan Wakil Gubernur yang pernah menjanjikan menanggung biaya perobatan Purwaningsi sampai sembuh, tak pernah menepati janji.

    “Dulu, setelah Mama pulang dari RKZ, Papa pernah mengirimkan surat ke Bupati Sidoarjo, tapi sampai sekarang tidak ada jawaban. Dan saat kami di RSUD Sidoarjo sehari setelah terjadi kebakaran gas metan, mereka berjanji akan menanggung biaya perawatan kami. Bahkan Kepala Humas RS Dr. Soutomo juga pernah berjanji akan merawan luka bakar kami sampai sembuh. Tapi semua itu hanya omong kosong,” ungkap Devi, kesal.

    Karena itu, Devi sekeluarga hanya bisa merawat ibunya dengan bantuan dari para kerabat. Devi juga tidak bisa berbuat banyak karena kondisi fisiknya masih belum pulih. Masih terlihat bekas luka bakar di kedua kaki dan tangannya. Devi kesulitan mencari pekerjaan. Menurutnya, ia pernah mengirimkan surat lamaran ke perusahaan pada bulan Juli 2011 silam. Tapi sampai sekarang ia tidak menerima panggilan.

    Terakhir Devi nekat pergi ke Bali untuk bekerja untuk distributor perusahaan roti. Tapi itu hanya bertahan hanya tiga bulan saja, karena ia merasa minder dengan kondisi fisiknya. Devi akhirnya pulang dan berhenti berkerja. “Saya terakhir kerja di Bali pada sebuah distributor Sari Roti. Tapi hanya tiga bulan saja,” ungkapnya.

    Derita Purwaningsih dan Devi hanya potret kecil diabaikannya kesehatan warga di sekitar lumpur Lapindo. PT Lapindo Brantas yang menyebabkan menyebarnya gas metan di mana-mana sudah lepas tangan. Pemerintah, yang seharusnya bertanggung jawab atas nasib warga korban, juga terlihat cuek. Kebijakan pemerintah memasukkan wilayah Siring Barat dalam peta area terdampak tidaklah cukup jika risiko kesehatan warga tak pernah ditangani. (vik)

    (cc) Kanal News Room

  • Solidaritas Fadly Padi untuk Pendidikan Anak-anak Korban Lapindo

    fadly serahkan donasi1

    SIDOARJO, korbanlumpur.info – Melanjutkan Gerakan Donasi Sahabat Anak Lumpur, pada Jumat (14/10) Fadly vokalis grup band Padi mengunjungi dan bernyanyi bersama anak-anak korban Lumpur Lapindo di Sanggar Al Faz desa Besuki, Kecamatan Jabon, Sidoarjo.

    “Musik Solidaritas Untuk Anak Lumpur Lapindo” merupakan bentuk dukungan Fadly atas Gerakan Donasi Sahabat Anak Lumpur yang digagas Walhi Jawa Timur, Sobat Padi, Sahabat Walhi Jawa Timur, dan beberapa kelompok masyarakat sipil lainnya. Kedatangan Fadly sekaligus secara simbolis menyerahkan donasi yang sudah digalang dan terkumpul selama bulan September yang menggunakan ikon Fadly-Rindra. Keseluruhan jumlah yang diserahkan 25 juta rupiah.

    Fadly mengatakan akan terus mendukung gerakan penggalangan donasi ini. Menurutnya dengan gerakan ini diharapkan membantu keberlanjutan pendidikan anak-anak korban Lapindo yang sudah lima tahun lebih tidak diperhatikan pemerintah.

    “Saya lebih menghargai dan mendukung gerakan ini daripada menunggu pemerintah, ini langkah awal untuk menyelamatkan generasi bangsa, kedepan Saya akan mendukung terus gerakan penggalangan dana untuk pendidikan anak-anak korban Lapindo”.

    Lebih lanjut menurut Bambang Catur Nusantara, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, gerakan Donasi Sahabat Anak Lumpur merupakan gerakan untuk menyatukan solidaritas untuk korban lumpur Lapindo, terutama untuk menjamin pemenuhan hak pendidikan anak-anak korban lumpur Lapindo. Gerakan ini merupakan kerjasama beberapa lembaga seperti Walhi Jawa Timur, Sahabat Walhi, Posko Keselamatan Korban Lumpur Lapindo, Sobat Padi Surabaya, JRKI, dan komunitas-komunitas di berbagai daerah.

    “Tahun lalu kami sudah menggalang dan mendistribusikan biaya pendidikan untuk 87 anak-anak korban lumpur Lapindo sejumlah 38 juta. Bantuan itu, sesuai dengan kebutuhan biaya pendidikan masing-masing anak, yang berkisar antara 220 ribu sampai 1,8 juta rupiah. Saat ini jumlah anak yang dibantu sekurangnya 212 anak dari jenjang SD SMP hingga SMU dengan kebutuhan biaya 52 juta rupiah”.

    Ia berharap, selain untuk mendukung anak-anak korban Lapindo dapat meneruskan pendidikannya, gerakan ini juga menjadi upaya kritis agar korban lumpur lapindo bisa mengakses pendidikan secara gratis melalui program BOS maupun kebijakan khusus lainnya dari pemerintah.

    Kedatangan Fadly pada pukul sebelas disambut suka cita oleh anak-anak korban Lapindo, pemuda dan orangtua yang sejak satu jam menunggunya. Mereka terlihat suka cita ada yang masih peduli dengan mereka. Zulfika Rohma misalnya, nampak bersemangat selama bernyanyi bersama Fadly.

    “Saya senang sekali ada yang memperhatikan kami,” ungkap anak kelas enam MI Darul Ulum Desa Besuki ini.

    Fadly adalah satu dari sekian artis yang masih mau menunjukkan solidaritasnya untuk kelanjutan generasi bangsa. Kedatangannya di kampung korban lumpur lapindo adalah wujud komitmen untuk turut serta mendukung masa depan pendidikan anak-anak korban Lumpur Lapindo.

    Gerakan donasi sahabat anak Lumpur terus mengajak masyarakat luas untuk turut serta dalam usaha melindungi anak-anak korban Lumpur Lapindo dari kesuraman masa depan, seperti yang telah dinyatakan oleh Fadly, “Ayo Sobat, kita semua bisa menjadi sahabat mereka, Sahabat Anak Lumpur”. (vik)

     

  • Tuntut Masuk Peta, Aksi Warga 45 RT Dibubarkan Paksa

    Tuntut Masuk Peta, Aksi Warga 45 RT Dibubarkan Paksa

    Sumina, salah satu warga 45 RT, menyatakan dirinya dan warga yang lain tetap menuntut agar 45 RT dimasukkan Peta Area Terdampak (PAT) dalam revisi Perpres terbaru. Kabar yang beredar, Perpres revisi itu akan diteken Presiden Senin ini (26/09).

    “Kami akan tetap bertahan di Jalan Raya Porong ini sebelum ada kepastian dari Presiden wilayah 45 RT masuk dalam Peta Area Terdampak. Perwakilan kita sekarang sudah ada di Jakarta menemui Wakil Presiden. Jika tidak ada hasil yang memuaskan kami akan terus bertahan di sini,” tegas Sumina.

    Dalam revisi Perpres terbaru itu, kabarnya 9 RT dimasukkan dalam PAT dan memperoleh ganti rugi tanah dan rumah melalui mekanisme jual-beli dengan pembayran dari dana APBN. Tetapi wilayah 45 RT tidak masuk. Wilayah 9 RT meliputi 4 RT Desa Siring, 2 RT Desa Jatirejo dan 3 RT Desa Mindi, Kecamatan Porong. Sedangkan wilayah 45 RT mencakup 18 RT Desa Mindi, 8 RT Desa Pamotan, Kecamatan Porong, 7 RT di Desa Besuki Timur, Kecamatan Jabon dan 12 RT di Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin.

    “Kami sudah beberapa kali melakukan aksi tapi aspirasi kami tidak pernah diperhatikan. Aksi ini merupakan aksi menuntut keadilan karena wilayah 45 RT tidak dimasukkan dalam Perpres. Padahal wilayah 45 RT sudah terang – terangan tidak layak lagi untuk dihuni,” ungkap Suparno, warga Ketapang saat melakukan orasi di depan massa.

    Seperti hari sebelumnya, dalam aksi ini ratusan warga sempat melakukan blokade rel kereta api. Itu terjadi ketika saar menuju Jalan Raya Porong, warga dihalang-halangi polisi, lalu mengalihkan sasaran ke rel kereta api. Warga sempat menghentikan KA Penataran dari arah Malang saat masuk stasiun Kereta Api Porong.

    Pihak kepolisian menurunkan sekitar 1.000 polisi untuk mengawal aksi warga 45 RT ini. Kapolres Sidoarjo Eddy Hermanto meminta warga untuk segera membuka blokade Jalan Raya Porong, namun warga bergeming tidak mau membubarkan diri. Baru sekitar pukul 10.45, warga perlahan berpindah posisi ke pinggir jalan, dan kendaraan yang sempat terhenti bisa melanjutkan perjalanan.

    Namun tak lama kemudian, satu persatu warga bergeser dan kembali melakukan blokade Jalan Raya Porong, tepatnya di depan Rumah Sakit Bayangkari. Tidak bertahan lama, sebab pihak kepolisian datang dan langsung melakukan pembubaran paksa. Warga yang tidak terima dengan perlakukan kasar kepolisian sempat melawan dan terjadi dorong-mendorong. Akibatnya ada dua warga suami istri diamankan pihak kepolisian karena dianggap melawan.

    Kapolres Eddy Hermanto mengatakan suami istri itu bernama Ana dan Samsul, warga Mindi RT 21 RW 03. Keduanya akan dimintai keterangan dan arahan. “Kami hanya meminta keterangan dan kami arahkan saja. Kedua warga tadi terpaksa kami amankan karena memprovokasi warga yang lain untuk tetap bertahan,” ujar Eddy.

    Setelah terjadi pembubaran paksa, warga 45 RT kembali ke kantor kelurahan Desa Mindi. Mereka berencana akan mendatangi Polres Sidoarjo untuk meminta kedua rekan mereka dibebaskan. (vik)

    (c) Kanal News Room

  • Korban Lapindo 45RT Aksi Blokade Rel KA dan Raya Porong

    Korban Lapindo 45RT Aksi Blokade Rel KA dan Raya Porong

     

    Sidoarjo – Korban lumpur lapindo dari wilayah 45 RT melakukan aksi blokade jalan raya Porong dan rel kereta api. Aksi ini dilakukan di jalan KH Marzuki Kelurahan Mindi, kecamatan Porong. Aksi korban dari desa Mindi, Pamotan, Besuki dan ketapang ini merupakan buntut dari kekecewaan warga yang tidak dimasukkan dalam Peta Area Terdampak. Warga juga menuntut Presiden untuk tidak tergesa-gesa menandatangani revisi Perpres 14/2007 sebelum wilayah 45 RT juga dimasukkan dalam PAT.

    “Aksi ini sebagai bentuk kekecewaan kami dan sekaligus memperingatkan kepada Pemerintah untuk tidak mengeluarkan Perpres dulu sebelum 45 RT diikutkan masuk Peta Area Terdampak,” ungkap Jasimen, koordinator kelompok 45 RT.

    Lebih lanjut Jasimen menambahkan jika pemerintah benar-benar akan menegluarkan Perpres dan tidak mengikutkan wilayah 45 RT masuk area terdampak, maka akan terjadi gesekan antar warga, terutama di Mindi yang hanya memasukkan 3 RT dalam PAT.

    “Jika Perpres besok keluar, yang isinya hanya 9 RT yang masuk peta, maka akan terjadi gesekan antar warga, lha wong Perpres 40 tahun 2009 yang dulu keluar saja warga Mindi banyak yang konflik,” tambah Jasimin

    Ungkapan senada juga di ungkapkan Hari Susilo warga Mindi. Menurutnya, untuk memasukkan wilayah 45 RT dalam peta area terdampak yang harus diuji oleh Tim Terpadu Geologi, merupakan bentuk ketidakadilan pemerintah dalam mengambil kebijakan.

    “Dulu wilayah 9 RT tidak di lakukan penelitian terlebih dahulu untuk menentukan tidak layak huni, tapi kenapa 45 RT harus diadakan penelitian dulu. Seharusnya penelitian dari TKKP (Tim Kajian Kelayakan Permukiman, bentukan gubernur jatim -red) sudah cukup untuk menentukan wilayah yang harus masuk Peta Area Terdampak,” ungkapnya.

    Sebelum membolokade rel kereta api dan jalan raya Porong, warga lebih dahulu menutup akses jalan desa Mindi di depan Kantor Kelurahan Mindi yang memisahkan wilayah 3 RT dengan 18 RT. Mereka menumpahkan sirtu di jalan utama ini. Kemudian warga mendatangi lokasi tanggul penahan lumpur di sisi selatan dan mengusir paksa pekerja. Aksi spontan ini mendapat penjagaan pihak kepolisian.

    Akibat dari aksi ini, setidaknya 3 jadwal perjalanan kereta api(KA) tertunda. KA Penataran dari arah Blitar menuju Surabaya dan KA Sri Tanjung arah Banyuwangi-Surabaya tertahan di Stasiun Bangil. Sedangkan KA Komuter Surabaya-Porong tertahan di Stasiun Tanggulangin. Blokade di jalan raya Porong menyebabkan kemacetan hingga lebih 1 kilometer.

    Setelah blokade berlangsung sekitar satu jam, akhirnya warga membubarkan diri. Ini terjadi setelah Kapolres Sidoarjo dan jajaranya mendatangi lokasi aksi warga. Pihak kepolisian meminta warga membubarkan diri karena aksi yang dilakukan tidak disertai pemberitahuan terlebih dulu. Meski terpaksa bubar, warga mengancam akan melakukan aksi lanjutan jika revisi Perpres yang direncanakan keluar Senin(26/9) tidak mengikutkan wilayah 45 RT di dalam PAT.(vik)

  • Kanal News Room Lolos Seleksi Program Hibah

    Kanal News Room Lolos Seleksi Program Hibah

    “Situs ini berupaya menyajikan fakta lapangan, data, dan analisis tentang kasus lumpur Lapindo dengan menitikberatkan pada perspektif pemulihan hak-hak korban,” kata Siska Doviana, anggota Tim Seleksi Awal, di Jakarta, Jumat (23/09/2011).

    KNR merupakan satu dari 30 nominator yang dipilih Tim Seleksi Awal. Di samping itu, ada 5 nominator yang dipilih publik melalui internet. Program hibah Cipta Media Bersama menerima 820 permohonan hibah. Inisiatif-inisiatif itu terbagi dalam empat topik: meretas batas kebhinekaan media, keadilan dan kesetaraan akses terhadap media, kebebasan dan etika bermedia dan pemantauan media.

    “Topik kebhinekaan bermedia dan kesetaraan akses adalah masalah yang paling banyak mendapatkan permohonan hibah dari masyarakat,” ujar Siska. Topik ini menerima total 644 permohonan. KNR merupakan yang terpilih dari topik kebhinekaan bermedia.[ba]

    (c) Kanal News Room

  • Demo Warga Sambut Kedatangan Wapres Budiono

    Demo Warga Sambut Kedatangan Wapres Budiono

    Sidoarjo – Wakil Presiden Budiono hari ini(22/9) meninjau langsung semburan Lumpur Lapindo setelah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) menyatakan dalam kondisi SIAGA. Kedatangan Wakil Presiden ini langsung disambut aksi warga dari wilayah luar peta area terdampak 22 Maret 2007 dari 45 RT. Ratusan warga yang kebanyakan kaum ibu-ibu ini menggelar spanduk di depan Kantor Balai Desa Mindi, Kecamatan Porong. Aksi warga ini menuntut kejelasan dari pemerintah terkait dengan kondisi kawasan 45 RT untuk segera masuk dalam Peta Area Terdampak(PAT).

    Aksi yang dikawal ketat aparat kepolisian dan TNI ini tidak menyurutkan warga untuk membentang spanduk yang berisikan kecaman kepada BPLS dan Pemerintah. Setelah menggelar spanduk satu persatu ibu-ibu bergeser ke tanggul, rencananya mereka akan menyambut Wapres dengan membentang spanduk di tanggul, tepatnya di sebelah makam Desa Mindi. Tapi usaha ibu-ibu ini gagal karena puluhan aparat sudah disiagakan untuk menghalau massa menaiki tanggul. Semua akses jalan menuju tanggul sudah dijaga aparat keamanan.

    Aksi ini merupakan buntut dari rencana dikeluarkannya Peraturan Presiden pada Senin(26/9) yang tidak mengikutkan wilayah 45 RT masuk dalam PAT. Perpres dalam rencananya hanya memasukkan wilayah 9 RT dari Desa Mindi, Jatirejo Barat, dan Siring Barat yang juga segera mendapat pembayaran ganti rugi dari APBN 2011 ini.

    Menurut Selamet, Ketua RT 11 RW 01 Desa Mindi, turunnya perpres yang isinya mengatakan 9 RT masuk PAT dan 45 RT masih menunggu Uji Tim Geologi, merupakan suatu pembiaran pemerintah terhadap warga. Pembiaran ini akan menciptakan keresahan dan konflik antar warga.

    “Keluarnya Perpres besok menurut Saya itu merupakan pembiaran terhadap Kami yang nyata-nyata sudah sengsara akibat lumpur Lapindo. Akan menciptakan suatu gesekan antar warga karena di Mindi yang masuk peta area terdampak hanya 3 RT dan 18 RT tidak masuk dalam peta,” ungkap Selamet.

    Lebih lanjut, warga meminta Wapres meluangkan waktu untuk menemui warga agar tuntutan warga untuk masuk PAT bisa terealisasi. Tapi usaha untuk menerobos barisan aparat di Titik 25 tempat Wapres Budiono melihat semburan lumpur juga gagal. “Kedatangan Budiono seharusnya meluangkan waktu dan mengagendakan pertemuan dengan kami, karena wilayah 45 RT ini sudah nyata-nyata tidak layak huni,” ungkap Suparno Perwakilan warga Ketapang.

    Sampai Wapres bertolak dengan menggunakan helikopter ke Bandara Udara Juanda Surabaya, perwakilan warga gagal bertemu dengan Wapres. Warga yang kecewa mengancam akan melakukan aksi dengan massa yang lebih besar dan akan menduduki akses jalan Raya Porong.(vik)

  • Tanggul Lumpur Kritis, Warga Dilarang Beraktivitas

    Tanggul Lumpur Kritis, Warga Dilarang Beraktivitas

    Sidoarjo – Sejak empat hari terakhir, kondisi tanggul penahan lumpur di titik 21(desa Siring) hingga di titik 10(desa Ketapang) dinyatakan dalam kondisi ‘Siaga’. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dibantu Kepolisian Sektor Porong melarang warga beraktifitas di atas tanggul penahan lumpur. Akibatnya puluhan warga tukang ojek yang menggantungkan hidup di atas tanggul tidak bisa lagi bekerja. Pelarangan ini mengakibatkan tidak ada pelintas jalan raya Porong yang berhenti untuk melihat kondisi lumpur lapindo.

    Hal ini mendorong puluhan Pengojek dan penjual DVD mendatangi Pos Pantau BPLS untuk mempertanyakan sampai kapan larangan diberlakukan. “Kami hanya mempertanyakan sampai kapan proses peninggian tanggul ini selesai, dan sampai kapan kondisi tanggul dinyatakan aman, karena kami juga butuh makan, sudah 3 hari ini kami tidak mendapatkan penghasilan karena larangan beraktifitas di atas tanggul,” ungkap Sadeli, warga Siring yang sehari-hari mangkal di tanggul Siring. Puluhan tukang ojek dan penjual DVD ini terpaksa menggantungkan hidup di atas tanggul sejak lumpur lapindo menengelamkan tempat tinggal dan mata pencaharian mereka lebih lima tahun silam. Kehidupan mereka menjadi porak poranda, terlebih sejak 10 bulan terakhir Lapindo tidak membayar cicilan warga yang seharusnya 15 juta/bulan.

    Hal serupa diungkapkan Herwati, ia dan tukang ojek yang lain tidak bisa berbuat apa-apa karena disekitar tanggul dijaga polisi. Pengunjung yang datang dilarang naik ke tanggul. “Untuk kebutuhan sehari-hari kami mengandalkan pemberian tamu yang datang ke tanggul, kalau sekarang dilarang, dari mana kami mancari makan, apalagi pembayaran dari Lapindo sudah beberapa bulan ini tidak dicicil,” ungkap perempuan asal Siring, yang kini tinggal di desa Candipari.

    Sementara itu petugas BPLS – Sub Pokja Pemantau Geohazard yang menemui warga, masih belum bisa memastikan sampai kapan kondisi tanggul dinyatakan aman. “Kami belum bisa memastikan, tapi yang jelas surat BPLS kepada pihak kepolisian menyatakan kondisi tanggul dalam beberapa hari ini dalam kondisi siaga, Saya harap warga bisa memaklumi,” ungkap Riko Aditya, Petugas Pemantau Geohazard.(vik)

  • Warga Siring Tuntut Kepastian Hukum

    Warga Siring Tuntut Kepastian Hukum

    Lutfi Abdillah, salah satu warga Siring barat mengatakan, aksi ini sekaligus memperingatkan pemerintah terkait kondisi kawasan 9 RT yang sangat parah. Kawasan 9 RT terdiri dari 4 RT di Siring Barat, 2 RT di Desa Jatirejo Barat, dan 3 RT di Desa Mindi. Ia berharap pemerintah untuk segera memberikan payung hukum dan secepatnya memberikan ganti rugi. Menurutnya, wilayah 9 RT ini sudah ada kepastian untuk di berikan ganti rugi, akan tetapi payung hukum untuk melaksanakannya hingga saat ini belum juga di keluarkan oleh pemerintah.

    “Kami memperingatkan pemerintah agar segera memberikan kepastian hukum yang menjadi landasan untuk memberikan ganti rugi aset warga. Apalagi sejak kondisi lumpur saat ini yang sangat membahayakan dan sangat meresahkan warga,” ungkapnya.

    Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Akhmad Khusairi menyampaikan kepada warga untuk bersabar, karena untuk mengganti rugi 9 RT anggaran sudah disediakan dan tinggal menuggu keluarnya Perpres yang baru.

    “Kami meminta warga untuk tidak menghentikan penanggulan di titik 21-10 ini karena kondisinya sangat menghawatirkan. Untuk proses ganti rugi uangnya sudah ada tinggal menenunggu perpres yang baru. Kami harap warga bisa bersabar,” ungkapnya.

    Selain itu, Ia menjelaskan bahwa untuk penanganan kondisi kolam lumpur yang sangat kritis ini, BPLS akan melakukan beberapa skenario, diantaranya melakukan penyeimbangan tekanan lumpur di dalam kolam penampungan dengan cara  penyudetan atau  mengarahkan lumpur ke ke kolam penampungan di desa Ketapang. Sementara di tanggul titik 21-10 yang saat ini kritis, akan dilakukan peninggian sampai 12 meter di atas permukaan laut.(vik)

  • Gas Metan Mencemaskan Warga 45 RT

    SIDOARJO-Lumpur Lapindo tak henti menyebarkan bahaya di kawasan sekitar. Semburan gas metan di Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin yang sempat berhenti, sejak dua minggu terakhir muncul kembali. Setidaknya ada sekitar 25 semburan gas metan muncul di Desa Ketapang. Semburan gas ini muncul di pekarangan, di teras dan di dalam rumah warga.

    Warga menjadi cemas dan khawatir. Sebab selain baunya sangat menyengat dan membuat warga mengalami pusing-pusing dan sesak nafas, sempuran gas ini gampang terbakar. Luluk Azizah, warga RT 03 RW 01 Desa Ketapang, yang pekarangan rumahnya mengeluarkan gas metan sangat khawatir terjadi kebakaran seperti yang pernah terjadi di rumah Purwaningsih di Desa Siring, Kecamatan Porong.

    “Di sini ada sekitar 25 semburan yang muncul lagi. Kami sudah melaporkan ke BPLS, tapi belum ada tindakan. Saya khawatir terjadi apa-apa, apalagi banyak anak kecil di sini. Kalau malam hari baunya sangat menyengat,” ungkap Luluk.

    Semburan gas liar juga muncul di teras dan di dalam rumah warga bernama Sunandar. Jika disulut api, semburan gas itu langsung menyala. Suprapto, salah satu koordinator warga 45 RT dari Desa Ketapang, juga menyatakan, fenomena munculnya semburan lumpur ini sangat membahayakan warga. Menurut Suprapto, ini menunjukan kondisi Desa Ketapang tidak layak huni.

    “Gas liar yang sering hilang dan muncul lagi membuktikan bahwa kondisi Desa Ketapang sudah tidak layak huni. Selain semburan gas, di kawasan Ketapang juga banyak bangunan rumah yang retak-retak, dan airnya tidak bisa di konsumsi,” jelas Suprapto.

    Kawasan Ketapang ini termasuk wilayah 45 RT yang sudah dinyatakan tidak layak huni oleh Tim Kajian Kelayakan Pemukiman (TKKP) yang dibentuk Gubernur Jawa Timur. Meskipun bermunculan semburan gas, Pemerintah melalui BPLS sampai kini belum menyatakan 45 RT dalam kondisi tidak layak huni.

    Humas BPLS Akhmad Khusairi mengatakan perlu diadakan uji seismik untuk melihat kawasan mana yang tidak lahak untuk dihuni. “Untuk menyatakan kawasan 45 RT ini masuk dalam kawasan tidak layak huni, harus ada uji seismik. Bisa jadi kawasan tidak layak huni lebih dari 45 RT. Hasil dari uji ini yang nanti menjadi pegangan menentukan kebijakan,” katanya.

    Sejak dinyatakan dalam kondisi tidak layak huni oleh tim TKKP pada 2010 silam, warga dari 45 RT menuntut agar wilayahnya dimasukkan dalam revisi ketiga Perpres No. 14/2007 dan memberikan ganti rugi seperti halnya warga di tiga desa, yakni Desa Besuki (Barat), Kedungcangkring dan Pejarakan. [vik]

    (c) Kanal News Room

  • Donasi Pendidikan Mulai Didistribusikan

     

    Sidoarjo – Donasi Pendidikan yang digalang kelompok masyarakat sipil untuk anak-anak korban lapindo mulai didistribusikan pada Kamis(25/8) untuk wilayah Besuki. Jumlah yang didistribusikan untuk wilayah ini sejumlah empat juta lima ratus ribu rupiah dari jumlah keseluruhan kebutuhan anak-anak yang terdata di Besuki sebesar dua puluh juta rupiah. Penyerahan donasi ini khusus bagi siswa yang mengalami pemotongan uang tabungan yang dilakukan sekolah dan juga bagi yang sudah membayar sebagian biaya kebutuhan sekolah.

    Sekurangnya tujuh anak setingkat SD, lima anak setingkat SMP, dan satu SMU yang menerima donasi pendidikan ini. Abdul Rokhim selaku koordinator pelaksana donasi di wilayah Besuki menyampaikan bahwa donasi butuh disalurkan agar orangtua siswa yang biasanya menjelang Idul Fitri menggantungkan tabungan anak-anak tidak kebingunagan dan berhutang. Jumlah yang diditribusikan juga sejumlah yang dipotong sekolah atas tabungan anak-anak. Sedangkan untuk pembayaran selebihnya sesuai edaran sekolah yang berkisar 240ribu hingga 350 ribu akan didistribusikan setelah lebaran. “Ini agar dana pendidikan ini tidak digunakan untuk keperluan lain-lain, terutama saat ini menjelang lebaran ada banyak kebutuhan,” ujarnya. Ia juga menambahkan, bagi siswa lain yang belum menerima donasi akan dilakukan pada minggu pertama masuk sekolah setelah libur lebaran.

    Orangtua anak-anak yang berkumpul pagi itu memahami apa yang disampaikan Abdul Rokhim. Beberapa diantara mereka juga mengusulkan pendistribusian setelah lebaran usai. Kekhawatiran jika dibagikan saat ini lebih karena ada kebutuhan jelang lebaran, bisa jadi sebagiannya akan digunakan untuk kebutuhan itu.

    Sementara itu, koordinator Kampanye Seribu Rupiah untuk Pendidikan Korban Lapindo, Yuliani, saat ditemui di Surabaya menyatakan bahwa donasi dari publik yang diterima sejak diluncurkan di Surabaya pada 16/8 sudah mengumpulkan 1,7juta rupiah. “Ada juga berbagai perlengkapan sekolah yang kami terima dari donatur di Surabaya,” katanya. Untuk kebutuhan biaya pendidikan yang mendesak didistribusikan, masih bisa dicukupi dari penggalangan tahun 2010 yang siap didistribusikan sejumlah 20juta rupiah.

    Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Walhi Jawa Timur bersama kelompok lain: Sobat Padi Surabaya, Kaum Muda Nambangan, Kaum Muda Gempolkerep melakukan penggalangan donasi pendidikan untuk anak-anak korban lapindo. Program yang diluncurkan didesain panjang menyiapkan kebutuhan pendidikan dan kebutuhan dasar anak-anak dengan melalui peluncuran Sahabat Anak Lumpur(SAL). SAL menghimpun iuran rutin dari anggotanya sejumlah sepuluh ribu rupiah per bulan. Diharapkan iuran keanggotaan ini bisa menjadi alternatif pendanaan panjang atas kebutuhan biaya pendidikan anak-anak korban lapindo.(red)

  • Gerakan Seribu Rupiah untuk Pendidikan Anak Korban Lapindo Diluncurkan di Surabaya

    Surabaya, korbanlumpur.info – Sekelompok muda dari Sahabat Walhi, Sobat Padi, Kaum Muda Nambangan, dan Walhi Jawa Timur yang tergabung dalam gerakan Sahabat Anak Lumpur menggelar penggalangan donasi Seribu Rupiah untuk Pendidikan Anak-anak Korban Lapindo di Taman Bungkul Surabaya (16/8).

    Aksi yang diawali dengan pertunjukan musik dan tari dari anak-anak sanggar Al Faz Desa Besuki ini bertujuan untuk membantu pendidikan sekitar 213 anak-anak korban lumpur Lapindo. Sebagian besar anak-anak yang dibantu masih dibangku Sekolah Dasar (SD).

    Rencananya, donasi yang terkumpul akan digunakan untuk membantu biaya pendidikan anak-anak, terutama buku, LKS, dan baju seragam. Biaya yang dibeankan kenyataannya memang memberatkan. PAdahal banyak anak-anak yang terancam putus sekolah karena orangtuanya tidak lagi memiliki biaya setelah lumpur lapindo memporakporandakan sumber ekonomi warga.

    Yuliani, koordinator gerakan ini mengatakan setiap tahun ajaran baru para orangtua selalu dihadapkan pada persoalan biaya pendidikan anak-anaknya. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang seharusnya bisa menjamin seluruh anak Indonesia bisa mengakses pendidikan secara gratis, ternyata pada prakteknya masih ada biaya-biaya untuk menunjang proses belajar mengajar di sekolah.

    “Selama ini anak-anak korban lumpur lapindo masih dikenakan biaya seragam, buku, daftar ulang, sumbangan uang gedung, ujian, pengambilan raport, dan sebagainya. Dana BOS tidak bisa membantu meringankan biaya pendidikan ternyata belum maksimal membantu.”

    Ia menambahkan, gerakan ini sudah yang kedua kalinya dijalankan, yaitu dimulai sebelumnya pada tahun 2010. Pada pengalaman sebelumnya, ada sekitar 87 anak telah mendapatkan bantuan pendidikan. Besaran bantuan pendidikan yang diberikan berkisar 220 ribu rupiah hingga 1,8 juta rupiah. Bantuan donasi tersebut disalurkan langsung ke sekolah dengan kesepakatan penyerahan dihadapan orangtua siswa.

    Pada tahun ajaran 2011-2012 tercatat sekurangnya 213 anak yang mengalami kesulitan pembiayaan. Nantinya mereka akan mendapatkan bantuan pendidikan sesuai besarnya kebutuhan yang dibebankan dan kecukupan donasi yang dikumpulkan. Melihat jumlah yang cukup besar hingga lebih dari 43 juta rupiah, rencananya gerakan ini akan diperluas dengan progam orang tua asuh, beasiswa, dan pendanaan abadi untuk menjamin perbaikan hak pendidikan bagi anak-anak korban lapindo hingga tahun-tahun berikutnya.

    Gerakan donasi ini mendapat sambutan dukungan dari beberapa kelompok masyarakat dan lembaga lain. Setidaknya Save the Street Child (SSC) Surabaya yang ditemui di lokasi berencana akan bergabung dalam penggalangan Donasi Pendidikan ini. Lembaga yang bergerak dalam aktivitas sosial kemanusiaan ini menyatakan sebelumnya pernah memiliki pengalaman mengalang donasi Koin untuk Jasika, satu anak yang terkena kelainan jantung.

    “Kami akan coba membantu dalam penggalangan donasi untuk anak-anak korban Lapindo,” ungkap Indra Setiawan, koordinator SSC.

    Penggalangan donasi akan diadakan di beberapa tempat di Surabaya dan sekitarnya sampai bulan Desember 2011. Harapannya dengan donasi yang maksimal dikumpulkan akan dapat membantu anak-anak Korban Lapindo hingga nantinya mendapatkan perhatian khusus dari pengurus negara.(vik)

  • Gerakan Donasi Sahabat Anak Lumpur: Seribu Rupiah Untuk Anak-Anak Korban Lumpur Lapindo

    Gerakan Donasi Sahabat Anak Lumpur: Seribu Rupiah Untuk Anak-Anak Korban Lumpur Lapindo

    Surabaya – Sehari menjelang Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-66 tahun ini kita masih melihat potret pendidikan anak-anak Indonesia yang carut-marut. Sangat jelas bahwa pendidikan merupakan hak setiap anak bangsa, termasuk anak-anak korban lumpur Lapindo.

    (more…)

  • Bakrie dapat Penghargan, Korban Lapindo Kecewa

    Bakrie dapat Penghargan, Korban Lapindo Kecewa

    Surabaya – Presiden SBY kemarin (12/8) memberikan penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana kepada Ir. H Aburizal Bakrie. Penghargaan kepada Ical ini membuat warga Korban lapindo kecewa. Pasalnya penghargaan tersebut dinilai tidak patut diberikan kepada Ical karena persoalan lumpur lapindo sampai saat ini tidak kunjung tuntas.

    Nur Aini, warga Korban Lapindo asal desa Jatirejo, mengatakan sampai kini persoalan ganti rugi warga belum selesai. Warga yang masih belum dilunasi ganti ruginya telah mengikuti skema yang ditawarkan Lapindo dengan cara cicil sebesar 15 juta/bulan. Dalam kurun 10 bulan terakhir ini warga hanya menerima pembayaran sebesar lima juta rupiah saja.

    “Sejak September 2010 sampai sekarang, Lapindo tidak menepati janjinya membayar cicilan 15 juta/bulan. Sampai sekarang warga hanya menerima cicilan 5 juta saja. Bulan ini pun warga juga belum menerima pembayaran cicilan. Jadi tidak layak itu Bakrie mendapatkan penghargaan itu,” katanya.

    Tidak hanya itu, hingga kini masih ada sekitar 20 warga di Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin yang masih belum menerima penggantian sepeserpun. Menurut Nur Aini, Lapindo tidak mengakui status tanah warga. Tanah-tanah ini diakui sebagai tanah sawah, padahal bukti kepemilikan menunjukkan tanah kering. Namun, Minarak Lapindo Jaya hanya mengakuinya sebagai tanah sawah dan mengganti senilai tanah sawah. Praktis warga yang memiliki bukti kuat kepemilikan tanah kering ini menolak menerima penggantian yang jumlahnya jauh lebih kecil tersebut.

    Nur Aini menduga, diberikannya tanda kehormatan kepada Bakrie, membuktikan keberpihakan Presiden kepada Lapindo.

    Keheranan serupa juga disampaikan oleh BC. Nusantara, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur. Saat ditemui di Surabaya ia menyatakan bahwa penghargaan itu sangat menghina nilai-nilai penghormatan kemanusiaan. Aburizal Bakrie selaku pemilik Lapindo yang menyebabkan kehancuran ekologis di wilayah Porong seharusnya tidak pernah diberikan penghargaan Mahaputra Adiprana. Semburan lumpur lapindo dikatakannya telah menyebabkan penderitaan puluhan ribu jiwa warga di Sidoarjo, seharusnya kondisi yang masih berlangsung hingga itu menjadi acuan pemerintah untuk tidak memberikan penghargaan apapun. “Masa orang yang memiliki perusahaan penyebab semburan lumpur sedemikian hebat bisa diberi anugerah ini? Lebih-lebih lagi, perusahaan-perusahaannya kan banyak yang ngemplang pajak, kalau uang pajak itu disetorkan tentu negara lebih bisa melakukan penguatan ekonomi kepada warga,” ujarnya.

    Ia menambahkan, jika diperbandingkan antara kejadian semburan lumpur yang menyengsarakan puluhan ribu warga dengan penghargaan yang diterima dilandaskan penilaian pemerintah atas jasa-jasa luar biasa Ical dalam mensejahterakan bangsa, adalah sesuatu yang tidak masuk akal.

    “Ini aneh sekali. Kejadian lumpur lapindo itu sudah lima tahun lebih, menyengsarakan warga, merusak lingkungan, menghilangkan nyawa, dan menyedot anggaran negara. Bagaimana mungkin pemerintah tidak melek atas semua itu.”  

    Ia mengamini jika warga semakin menganggap tidak ada keberpihakan pemerintah kepada korban lumpur lapindo. Lambatnya penyelesaian dan perlakuan istimewa pemerintah kepada Aburizal Bakrie tidak terbantahkan lagi. “Ini membuktikan bahwa kelambanan penanganan semburan lumpur lapindo dikarenakan ada relasi-relasi kepentingan antara pemerintah dengan Aburizal Bakrie,” tegasnya.(vik)

  • Kehabisan Uang Kontrak, Warga Kembali ke Rumah Lama

    Kehabisan Uang Kontrak, Warga Kembali ke Rumah Lama

    Sidoarjo – Warga Korban lumpur lapindo di 9 RT desa Jatirejo, Siring barat, dan Mindi kecamatan Porong, sejak sepekan terakhir kembali ke rumah masing-masing setelah  uang kontrak mereka habis. Pada tahun 2009 silam warga mendapatkan bantuan dari Badan penanggulangan Lumpur Sidoarjo(BPLS) uang sebesar 2,5 juta/tahun untuk mengontrak, dan juga mendapatkan bantuan biaya Hidup(jadup) sebesar 300 ribu/jiwa selama 6 bulan.

    Gandu Suyanto, Ketua RT 03 Desa Siring, mengatakan banyak warga yang kini kembali ke tempat tinggalnya masing-masing. Namun ada juga sebagian warga yang terpaksa mengontrak dengan biaya sendiri.

    “Banyak warga Siring kini kembali pulang. Bagi rumah yang tidak bisa ditinggali, warga terpaksa mengontrak dengan biaya sendiri. Yang kembali dihadapkan pada persoalan air bersih.”

    Hal senada diungkapkan Anik Supriani(55 Tahun),”Kami sekeluarga terpaksa Pulang ke Siring lagi, lha wong uang kontrak kami sudah habis.”

    Warga Siring Barat ini akhirnya kembali ke rumahnya di RT.02/01 setelah mengontrak di Perumahan Mutiara Cintra Asri (MCA) Kecamtan Candi, Sidoarjo selama dua tahun dari uang bantuan yang diberikan BPLS. Setelah tidak ada kejelasan pembiayaan kontrak lanjutan dari BPLS ia dan warga lainnya terpaksa kembali ke rumah asal di Siring.

    Sejumlah 180 Kepala Keluarga (KK) di 9 RT terancam kembali ke rumahnya lantaran tidak ada  biaya lagi untuk mengontrak. Padahal kawasan 9 RT ini tidak layak lagi untuk dihuni. Kebanyakan dinding rumah warga retak-retak dan amblas akibat penurunan tanah. Bahkan semburan gas metan juga kerap muncul di rumah warga. Kualitas udara yang buruk setidaknya telah meningkatkan jumlah penderita ISPA lebih dari dua kali lipat sejumlah 52 ribu pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2006 yang berjumlah 24 ribu jiwa. Jumlah warga ini tercatat pada Puskesmas Porong.

    Warga yang kini kembali ke rumah masing-masing juga menghadapi persoalan pasokan air bersih. Air sumur warga sejak lama tidak bisa menyediakan air tawar yang normal untuk bisa digunakan mencukupi kebutuhan sehari-hari.

    Penanganan kawasan 9 RT rencananya sudah dianggarkan melalaui APBN-P 2011 sekitar Rp. 1,286 triliun, tapi sampai kini tidak ada kejelasan kapan warga menerima ganti rugi atau bentuk penanganan lainnya.(vik)

  • Walhi Desak Komnas HAM Umumkan Hasil Penyelidikan

    Walhi Desak Komnas HAM Umumkan Hasil Penyelidikan

    SIDOARJO-Penyelidikan pelanggaran HAM pada kasus lumpur lapindo yang dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia(KomNas HAM) menyita waktu cukup lama. Komnas HAM membentuk Tim Adhoc Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat peristiwa lumpur panas Lapindo berdasarkan Keputusan Ketua Komnas HAM pada Juni 2009. Kerja Tim ini diperpanjang beberapa kali hingga Juni 2010. Lebih dari setahun perpanjangan hingga sekarang, kerja Tim sepertinya masih juga mengalami perpanjangan. Sidang paripurna Komnas HAM dikabarkan dilaksanakan 2-3 Agustus 2011.

    Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Bambang Catur Nusantara, mendesak Komnas segera mengumumkan hasil kerja penyelidikannya agar ada kepastian langkah hukum lanjutan atas kasus lumpur lapindo. Ia mengingatkan, kerja-kerja penyelidikan Komnas HAM sudah sangat lama. “Sudah empat tim yang berganti melakukan penyelidikan ini, kenapa butuh waktu lama untuk menentukan adanya pelanggaran HAM berat pada kasus yang bukti-buktinya cukup mudah dan jelas menunjukkan adanya pelanggaran itu,” ujarnya. Penyelidikan kasus ini dimulai sejak kepemimpinan Abdul Hakim Garuda Nusantara, dilanjutkan dengan tim kedua dipimpin Syafrudin NS, hingga kini dikoordinir oleh Kabul Supriyadie selama dua kali.

    Kesengajaan pengurus negara melakukan pembiaran warga untuk tinggal di sekitar wilayah semburan tanpa mengeluarkan kebijakan yang tegas, bisa menjadi landasan Komnas HAM menetapkan status pelanggaran HAM berat pada kasus lumpur lapindo. Ia menerangkan, pengurus negara sebenarnya sudah sedari awal mengetahui kualitas lingkungan yang buruk dan berbahaya bagi keselamatan warga dari berbagai penelitian yang dilakukan dan berbagai dokumen riset pihak lain. Tingkat cemaran logam berat dan hidrokarbon telah memicu lebih dari dua kali lipat peningkatan jumlah penderita ISPA di puskesmas Porong harusnya ditindaklanjuti dengan kebijakan khusus. Berbagai kematian akibat sesak napas, tumor, dan berbagai penyakit lain harusnya juga menjadi pijakan kebijakan.

    Diterangkan pula, kesengajaan yang sama juga nampak dilakukan oleh perusahaan dengan memperlambat proses penggantian kehilangan aset warga, meski landasan kebijakan sudah dibuat untuk itu. Pemisahan wilayah terdampak dan tidak terdampak menunjukkan tidak adanya penghormatan atas nyawa warga, baik pengurus negara maupun perusahaan. Pelanggaran HAM berat nampak jelas terlihat dalam kasus semburan lumpur ini.

    “Sejak awal beroperasi sebenarnya pelanggaran sudah dilakukan. Rencana Tata Ruang Wilayah Sidoarjo tidak menyuratkan diakomodirnya aktivitas pertambangan, terlebih di Porong yang sangat strategis untuk pertanian.”

    Ia juga melihat pelanggaran HAM dilakukan secara sistemik pada masa sebelum semburan dengan memberikan ijin eksplorasi tanpa diketahui warga, saat terjadi dengan tidak sungguh-sungguh melakukan upaya penghentian, hingga saat ini yang masih dibiarkan menimbulkan kesengsaraan dan ancaman kehilangan nyawa warga tanpa kejelasan kebijakan.

    Upaya gugatan yang dilakukan YLBHI – WALHI untuk pemulihan sosial dan pemulihan lingkungan yang dikalahkan pengadilan telah menunjukkan ketidakberpihakan hukum pada masyarakat dan lingkungan. Penyidikan pidana telah pula dihentikan oleh penyidik kepolisian melalui SP3 karena ketidakselarasan dengan kejaksaan. Kini hanya Komnas HAM yang diharapkan mampu menunjukkan kejahatan-kejahatan kemanusiaan pada kasus ini.

    Namun, Catur mengingatkan adanya kemungkinan Komnas HAM tidak memutus terjadinya pelanggaran jika ada intervensi besar pada Komnas dari pihak-pihak yang akan terkena dampak putusan. Ia tetap mendesak Komnas HAM segera mengumumkan putusan sidang paripurna untuk kelanjutan penanganan pelanggaran HAM pada kasus lumpur lapindo ini. “Komnas HAM harus berani dan tidak ragu-ragu melihat fakta dan bukti-bukti yang terang benderang menunjukkan itu. Memutuskan terjadinya pelanggaran HAM berat pada kasus ini berdasarkan bukti dan fakta yang ditemukan memang membutuhkan pemikiran logis dan keberanian,” ujarnya.(red)

     

    (c) KanalNewsroom

  • Celoteh Ini Senjata Kami: Peringatan Hari Anak Nasional oleh Korban Lapindo

    Sidoarjo, korbanlumpur.info – Komunitas anak-anak di Besuki yang tergabung dalam Sanggar Al Faz melaksanakan peringatan Hari Anak Nasional (22/7) dengan berbagai ragam kegiatan. Sejak sebulan jelang pelaksanaan peringatan, anak-anak telah melakukan persiapan. Beberapa workshop digelar: foto, cetak stensil, komik dan balon kertas.

    Lebih dari sepuluh anak membingkai kondisi yang terjadi di Besuki dan sekitar tanggul lumpur dalam foto-foto. Tidak dibutuhkan kemampuan fotografi yang berlebih untuk ini. Anak-anak cukup dikenalkan teknik penggunaan kamera saku otomatis dan menggunakan secara bergiliran. Foto-foto kerusakan bangunan, jembatan yang rusak, tulisan-tulisan protes warga, rutinitas sosial, dan sekolah menjadi bahan-bahan yang dipamerkan. Mereka sendiri yang memilih dai sekian puluh jepretan gambar. Tidak itu saja, anak-anak mampu menyajikan tulisan cukup panjang sebagai keterangan foto. Ditempel pada kertas karton coklat, karya-karya foto ini mendominasi ruang bagian dalam sanggar.

    Sanggar Al Faz didirikan tiga tahun silam. Inisiasi, sejak setahun sebelumnya. Muhammad Irsyad sangat senang menggunakan rumahnya untuk sanggar ini. Latihan tari dan musik mulai digelar pada bagian teras rumah berukuran duapuluhan meter persegi. Cukup sesak saat tigapuluhan anak berkumpul bersama. Tak ayal, bagian ruang tamu ikut direlakan juga. Hampir setiap sore anak-anak berkumpul untuk berlatih dan bermain.

    Rumah Irsyad terletak di sebelah timur bekas Jalan Tol Sidoarjo-Gempol. Wilayah ini tidak masuk dalam wilayah terdampak yang ditetapkan pemerintah dalam Perpres 14/2007. Meski pernah terendam lumpur dan kondisi lingkungan yang rusak, hanya wilayah desa di sebelah barat tol yang diberikan penggantian. Itupun beberapa tahun setelah semburan terjadi. Jalan tol yang bertahun-tahun tidak digunakan, kini diperbaiki dan dijadikan jalur alternatif utama melintas Porong. Baru selesai beberapa bulan lalu.

    Kegelisahan atas kondisi yang ada juga tertuang pada goresan pensil dan krayon pada komik yang dibuat. Meski tiap anak hanya membuat dalam empat bingkai selembar kertas, nampak kejelian merunutkan kisah yang digambar. Bakrie yang diketahui sebagai penyebab semburan lumpur diumpamakan sebagai binatang-binatang. Ada yang menggambarnya sebagai banteng nakal, babi nakal, gajah raksasa, ataupun kambing. Kisahnya lucu-lucu dan menggelikan.

    Salah satunya berjudul Bakrie Kurang Ajar. Bingkai pertama gambar babi merah muda, bagian atasnya bertulis: Suatu hari ada babi bernama bakrie. Bingkai kedua bertulis: Bakrie merusak desa Besuki, dengan gambar atap rumah tenggelam lumpur dan babi yang memandangnya berujar,”ha…ha…ha syukurin kalian.” Berikutnya, Warga melawan Bakrie: beberapa orang membawa pentungan dan berteriak,” tangkap…hajar…sikat!!!”, gambarnya babi lari dikejar dengan teriakan,”tolong…”. Pada bagian keempat nampak babi di atas panggangan kayu bakar: “Akhirnya babi Bakrie dijadikan Babi panggang”.

    Sehari jelang peringatan, workshop cetak stensil sangat diminati. Tiga pengampu yang datang sukarela dari Malang sangat senang dengan antusias anak-anak. Plat-plat cetak yang terbuat dari tripleks dipilih masing-masing. Rebutan, tentu saja. Bergiliran untuk dioles tinta, berikutnya direkatkan pada kertas-kertas putih. Gambar yang tidak terlalu berwarna menjadi guyonan. Lama waktu penginjakan kertas pada cetakan ternyata mempengaruhi hasil gambar. Yang belum puas dengan karya dapat mengulang-ulang hingga beberapa kali. Ratusan lembar yang dihasilkan menjadi koleksi anak-anak dan disimpan di sanggar.

    Jum’at pagi beberapa tamu dari luar kota telah berdatangan. Dua dosen antropologi sebuah universitas di Malang datang paling awal. Disusul rombongan pemuda dan seorang dosen universitas Machung, juga dari Malang. Agus, dokumenter dan fotografer dari Bandung tiba kemudian. Foto dan video diabadikan dengan sebuah kamera DSLR yang ia bawa. Beberapa komunitas lain: Griya Baca Malang, Mahasiswa Unair, dan Kaum muda gereja Katolik Juanda bersusulan tiba. Puluhan wartawan dari berbagai media lain nampak sibuk mengabadikan bagian ruang dalam.

    Sekitar pukul sepuluh, tabuhan jimbe mulai terdengar. Anak-anak yang baru pulang dari sekolah tak menuju rumah untuk sekedar berganti baju. Kawan-kawan sekolah anak-anak sanggar Al Faz, yang sebagian besar dari MI Darul Ulum Besuki, berdatangan bersama dua guru perempuan. Setelah beberapa saat mengamati foto, komik, dan koleksi gambar pewarnaan alam, mereka bergerombol menyaksikan tabuhan-tabuhan yang mulai dimainkan di pendopo sanggar. Sekurangnya lima lagu hampir selama satu jam. Diiringi tarian dan topeng jaranan. Setengah dua belas acara berjeda untuk sembahyangan Jum’at para muslim.

    Anak-anak yang telah berdatangan usai sembahyangan sesaat kemudian menghilang. Hingga pukul dua siang mereka tak kunjung kembali. Rupanya tak ada dispensasi jadwal berlatih drumband yang diselenggarakan sekolah. Kepala Sekolah dan seorang guru merepotkan diri dengan menjemput anak-anak hingga pos kamling kayu seberang sanggar. Anak-anak memilih berangkat berlatih karena ketakutan. Menurut anak-anak kepada Irsyad, guru itu marah karena banyak anak yang tidak hadir meski jam berlatih sudah mulai. Sayang, Irsyad tak sempat tahu kejadian itu. Selama beberapa waktu ia tertidur kecapekan.

    Sesi workshop stensil diulang. Kali ini anak-anak dari komunitas lain ikut terlibat. Puluhan karya lagi dihasilkan. Dengan bangga karya-karya ini ditunjukkan dengan berfoto bersama setelahnya. Semua memegang kertas karya, ada yang diangkat tinggi, sebagian lainnya dipegang didepan dada.

    Pukul tiga sore Griya Baca Malang menyajikan tampilan. Beberapa lagu populer masa kini dilantunkan. Dua anak perempuan, dua laki-laki, dan seorang lagi telah remaja bersemangat bernyanyi dengan iringan gitar. Tak kurang lima lagu dibawakan. Beberapa nada false tak menjadi soal. Solidaritas dan keberanian untuk menyajikan menghasilkan riuhan tepuk tangan. Tampilan berikutnya kombinasi bebas anak-anak sanggar dan seorang pengasuhnya, Om Rere. Tiga lagu dibawakan dengan tabuhan rancak yang cepat dan keras. Sebuah gitar, balera, empat jimbe, dan dua bedug dimainkan mengiring lagu-lagu, Hukum Rimba salah satunya. “Maling maling kecil dihakimi, maling-maling besar dilindungi…,” bagian lirik yang mudah diingat. Rupanya ini merupakan sesi pengantar gelaran pamungkas: pelepasan balon.

    Angin berhembus cukup kencang ke arah barat. Hampir semua bergerombol membentuk lingkaran di jalan depan sanggar. Senja lima sore, balon siap dilepaskan. Ada dua. Balon pertama berukuran lebih lonjong. Irsyad sempat lupa saat membuatnya bersama anak-anak. Enam lembar sambungan kertas minyak saja yang disusun. Tapi tetap bisa terbang. Yang kedua lebih membulat karena terdiri delapan lembaran. Meski sesaat perlu ditambal karena ada sobekan pada bagian atas. Panas dari bakaran kayu tak bakal menghasilkan tekanan jika ada kebocoran. Anak-anak mulai banyak lagi berdatangan, sebagian telah selesai berlatih drumband beberapa jam. Selembar karpet biru butuh dibentang untuk perintang angin yang kencang.

    Balon pertama hanya mampu melintas jalan tol dan jatuh di bekas perkampungan sebelah barat. Sekurangnya dua ratus meter. Yang kedua juga demikian. Anak-anak membawanya kembali untuk diterbangkan ulang, hanya balon kedua. Sangat tinggi. Riuhan sorak dan tepuk tangan mengiringi. Beberapa pengguna mobil dan motor menepi untuk menyaksikan. Sayang angin sempat menghempasnya. Sesaat beranjak turun, melintas tanggul lumpur, dan tak lagi kelihatan.

    Tamu-tamu telah berpamitan. Hingga jelang malam anak-anak masih nampak bermain dan enggan bubar. Sebagian mengharapkan sesi malam: Pemutaran film anak yang telah direncanakan. Sayang, proyektor pinjaman tak kunjung diantarkan. Hingga sepuluh malam, satu demi satu anak kemudian terbaring ketiduran. Nyamuk-nyamuk menempel pada lengan dan kaki. Tak mereka rasakan. (red)

    BC Nusantara

  • Lapindo Bohong Lagi, Perumahan Korban Lapindo Tanpa Sertifikat

    Lapindo Bohong Lagi, Perumahan Korban Lapindo Tanpa Sertifikat

     

    “Kami merasa dibohongi. Karena sampai hari ini banyak warga belum menerima sertifikat,” ungkap Agustinus Sixson, salah satu korban Lapindo yang tinggal di perumahan KNV. Sebagian korban Lapindo memang terpaksa menerima paket cash and resettlement dari pihak Lapindo sebagai ganti pembayaran sisa 80 persen jual-beli tanah dan bangunan yang tenggelam oleh lumpur panas. Saat itu, Lapindo tidak mau melunasi 80 persen secara cash and carry dengan dalih surat tanah warga yang berbentuk Letter C dan Pethok D tidak dapat dibuat transaksi jual-beli. KNV adalah bagian dari paket cash and resettlement yang disodorkan Lapindo.

    Seperti sering ditampilkan di media elektronik, Lapindo sangat membanggakan perumahan KNV sebagai bentuk keberhasilannya menangani korban Lapindo. Kenyataannya jauh panggang dari api. Sertifikat kepemilikan digantung pihak Lapindo dan tidak diberikan warga korban. Dari 1.955 unit rumah, hanya sekitar 74 kavling yang menerima Akte Jual Beli (AJB) dan sertifikat, dan hanya 65 kavling yang menerima AJB (tanpa sertifikat).

    Tidak hanya itu, banyak warga yang tinggal di KNV sampai kini juga belum memperoleh fasilitas listrik. “Ada sekitar 530 rumah sampai kini tidak mempunyai fasilitas listrik. Bahkan ada sebagian warga yang terpaksa mengunakan lilin untuk penerangan rumahnya,” ungkap Agustinus dengan nada kesal.

    Banyak juga warga yang tinggal di KNV terpaksa memasang listrik sendiri. Ade Mahreni, misalnya. Warga yang tinggal di Blok CA12 No. 23A ini terpaksa memasang listrik sendiri karena hampir 2 tahun lebih dirinya tidak mendapatkan fasilitas listrik dari Minarak Lapindo. “Kami memasang listrik sendiri. Biaya yang saya keluarkan sebesar 1,5 juta untuk pasang listrik,” katanya.

    Agustinus menambahkan, warga yang kini tinggal di KNV sampai kini juga tidak mempunyai makam sendiri. Sehingga ketika ada salah satu warga yang meninggal harus dimakamkan di Pemakaman Umum desa lain di kawasan Candi, Sidoarjo. “Warga tidak punya makam. Selama kurun waktu tinggal di KNV ada 9 warga yang meninggal, dan itu terpaksa harus dimakamkan di Pemakaman Umum. Ini harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit,” ujarnya.

    Merasa tak henti-hentinya dibohongi Lapindo, Agustinus dan warga dalam waktu dekat ini berencana akan mendatangi Minarak Lapindo. Mereka akan mempertanyakan persoalan yang tengah dihadapi korban Lapindo yang tinggal di KNV ini. “Selama ini kami sudah mengalah. Saat realisasi 80 persen kami tidak keberatan diganti rumah, tapi juga masih dibohongi. Kami berharap Minarak menepati janji-janjinya,” ungkap Agustinus. (vik)

    (c) Kanal News Room