Sidoarjo – Tepat lima tahun lumpur lapindo memporak-porandakan peradaban di Porong, Tanggulangin, dan Jabon. Hari ini(29/5) warga korban lapindo yang berasal dari berbagai desa di dalam peta area terdampak(Jatirejo, Siring, Renokenongo, dan Kedung Bendo) maupaun warga diluar peta terdampak (Ketapang, Mindi, Pamotan dan Besuki Timur) bersama-sama melakukan peringatan hancurnya hidup mereka.
Tidak hanya itu, warga dari delapan desa yang menolak pengeboran sumur gas baru milik Lapindo Brantas juga ikut bergabung. Kedelapan desa tersebut berasal dari Plumbon, Glagaharum, Sentul, Kalidawir, Ngaban, Penatarsewu, Gempolsari, Permisan, dan Bangunsari.
Menurut Salam(38) salah satu kordinator aksi, acara ini dilaksanakan untuk membuka mata pemerintah yang selama ini gagal menyelesaikan kasus lumpur lapindo. “Selama ini kita sudah dibiarkan oleh pemerintah, mereka seolah menutup mata. Ketika kami diinjak dan disengsarakan oleh Lapindo, pemerintah tidak bisa bertindak tegas dan menyelesaikan masalah kami hingga berlarut-larut seperti ini,” katanya.
Peringatan lima tahun lumpur lapindo oleh korban lumpur lapindo dipusatkan di atas tanggul desa Siring. Warga mulai menuju tanggul di Siring Barat dengan membawa spanduk, poster, dan wayang kardus sejak pukul 09.30wib. Sesampai di tanggul Siring, sebagian peserta melakukan teatrikal, lalu menceburkan diri di kolam penampungan lumpur.
Berbagai ekspresi disampaikan oleh wakil-wakil warga secara bergantian. Warga yang dibayar Lapindo melalui PT Minarak Lapindo Jaya menyatakan pembohongan yang dilakukan perusahaan jika urusan pembayaran telah selesai. Cicilan pembayaran macet selama beberapa bulan. Jumlah yang diterima juga berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Wakil warga yang diluar peta terdampak berharap pemerintah segera melakukan penanganan melalui kebijakan yang jelas. Berharap ada pemulihan kualitas sungai dan tidak melakukan pembuangan lumpur ke Sungai Alo.
Anak-anak dan pemuda dari Besuki dan Mindi menggugah kebersamaan atas derita korban lapindo melalui nyanyian dan puisi yang ditampilkan. Syair lagu dan puisi menggambarkan seluruh yang dialami hingga lima tahun penderitaan korban lapindo. Meski terik, seluruh warga antusias hingga siang.
Partinah(28), salah satu korban yang berasal dari desa Renokenongo mengatakan, tahun kelima lumpur Lapindo ini, dirinya masih belum bisa mendapatkan pembayaran ganti ruginya hanya dicicil 5 kali. Hingga hari ini dirinya belum menerima cicilan yang seharusnya di bayar pada Febuari 2011. Kini sudah 4 bulan ia tidak di bayar Lapindo.
“Masak sudah lima tahun aset saya 80 persen baru dibayar 5 kali cicilan. Padahal bukti kepemilikan saya sertifikat,” ungkapnya. Ia berharap pemerintah bisa melihat penderitaan ribuan korban lapindo seperti dirinya.(Kam)
(c) Suara Porong – FM


Warga juga mempersoakan kegagalan pemerintah memenuhi hak kesehatan dan pendidikan korban Lapindo. Abdul Rokhim, warga Besuki Timur, mengatakan anak-anak selama ini pendidikannya tidak pernah diperhatikan. Kesehatan warga di luar dan di dalam peta juga tidak mendapatkan pelayanan serius dari pemerintah. “Pendidikan dan kesehatan tidak ada perhatian. Hingga lima tahun ini, pemerintah dan Lapindo tidak serius,” katanya.


DPRD Sidoarjo memberi rekomendasi pada Bupati Sidoarjo untuk tidak memberikan izin pengeboran baru pada Lapindo Brantas. ISWAHYUDI anggota DPRD Sidoarjo pada Suara Surabaya, Sabtu (21/05), mengatakan rekomendasi itu akan diputuskan hari ini dalam Rapat Paripurna DPRD Sidoarjo yang membahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ 2010 Bupati Sidoarjo.


Sidoarjo – Lapindo Brantas Incorporated memulai proses pengeboran sumur Gas Alam Terkompresi (CNG) di Kalidawir Kecamatan Tanggungalin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Agustus mendatang

Sidoarjo: Patahan tanah di Desa Ketapang, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, dampak dari semburan lumpur Lapindo makin gawat. Patahan tanah sudah menelan sedikitnya 38 rumah warga.
Firdaus cahyadi – Akhirnya pemerintah memutuskan memberikan dana talangan kepada Lapindo untuk menyelesaikan pembayaran ganti rugi, yang telah dibelokan menjadi jual beli aset korban lumpur itu. Sebuah media online pada tanggal 25 April 2011 lalu menuliskan, bahwa uang yang harus digelontorkan pemerintah untuk menalangi Lapindo sebesar Rp. Rp1,104 triliun. Dana talangan itu digelontorkan karena Lapindo mengaku tidak memiliki uang untuk menyelesaikan kewajibannya kepada korban lumpur.
Sidoarjo – Dua warga Siring Barat yang menjadi korban gas metan pada Sebtember 2010 silam sampai kini kondisinya masih memperhatinkan. Purwaningsih salah satu korban, kedua kakinya masih terbungkus perban akibat luka bakar, sedangkan anaknya Devi Purbawiyanto kondisinya sudah sembuh tapi masih nampak bekas luka bakar di kedua tangan dan kakinya.
Sidoarjo – Sudah hampir lima tahun kasus Lapindo belum juga ada penyelesaian. Mulai dari proses ganti rugi sampai masalah dampak sosial yang lainnya. Warga korban Lapindo yang berada di dalam peta area terdampak sampai sekarang pun ganti ruginya juga tidak kunjung selesai, baik warga yang menyepakati skema ganti rugi secara dicicil 15 Juta per bulan, hingga warga yang belum menerima pembayaran ganti rugi sepeser pun.
Sidoarjo – Hampir lima tahun kasus semburan lumpur Lapindo berjalan, namun hingga sekarang penyelesaian yang diharapkan warga tak juga tuntas, ganti rugi warga yang menjadi korban pun sampai kini juga belum terselesaikan. Warga yang menerima skema ganti rugi dengan cara dicicil sudah 2 bulan lebih belum dibayar oleh lapindo, bahkan sejak Januari 2011 warga hanya menerima cicilan 5 juta per bulan, dari yang seharusnya di cicil 15 Juta per bulan.
Sidoarjo – Polres Sidoarjo menemukan indikasi adanya dugaan penyelewengan ganti rugi kepada korban lumpur Lapindo di tiga desa di Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang diduga dilakukan oknum Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
Sidoarjo – Warga Desa Besuki Timur Kecamatan Porong mengeluhkan sumur air minum diduga tercemar air lumpur Lapindo.
Akibat tanggul longsor dua kali di lokasi yang sama ini, perjalanan kereta api terganggu, meskipun tidak ada kereta yang ditunda keberangkatannya. Winarto, Humas PT Kereta Api Daerah Operasi (Daop) VIII Surabaya, saat dihubungi mangatakan, akan terus memantau kondisi tanggul. “Sampai saat ini, rel kereta api masih dalam kondisi aman. Dan kita akan terus memantau kondisi tanggul. Kecepatan kereta tetap 5 km/jam. Kita upayakan kereta tidak ada kendala,” ujarnya. 
SIDOARJO—Anggaran Rp 1,3 triliun setahun ternyata tak menjamin keselamatan warga di sekitar luapan lumpur Lapindo. Tanpa ada peringatan dini apa pun, tanggul penahan lumpur di titik 22, yang berada persis di sebelah jalur kereta api Surabaya-Blitar, jebol pada Kamis siang (10/02/2011). Peninggian tanggul dan pemasangan bronjong (kawat dan batu) oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) tak berhasil menahan laju lumpur. BPLS juga tidak memasang sistem peringatan dini di sekitar kawasan berisiko itu.