Sidoarjo – Lagi-lagi warga korban lumpur lapindo dari desa Mindi dari 18 RT melakukan aksi demonstrasi(22/11). Hampir sama seperti aksi-aksi terdahulu, warga menuntut Badan Penanggulanagan Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk menunda rencana pembayaran ganti rugi kepada warga 3 RT yang juga berasal dari desa Mindi. Warga yang tinggal di 18 RT ini juga merasakan hal sama yang dirasakan warga di 3 RT, namun pemerintah hanya memasukkan 3 RT saja sebagai area terdampak.
Warga yang tidak terima dengan keputusan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden revisi ketiga tahun 2011, berbondong-bondong mendatangi Kantor BPLS di Surabaya untuk meminta penundaan verifikasi pembayaran ganti rugi 3 RT. Mereka menuntut ada kejelasan kebijakan atas warga 18 RT.
Sri Utami, salah satu warga Mindi mengatakan seharusnya pemerintah lebih bijak dalam menentukan peta wilayah terdampak yang baru. Menurutnya dengan hanya memasukkan wilayah 3 RT dan membiarkan 18 RT, akan berakibat buruk dan akan menimbulkan konflik antar warga.
“Pemerintah seharusnya tidak tebang pilih menentukan wilayah peta area terdampak, di desa Mindi ada 21 RT yang kondisinya sama-sama memprihatinkan”.
Sebagaimana tertuang dalam laporan Tim Kajian Kelayakan Permukiman(TKKP) pada 2011, terdapat 45 RT baru yang kondisi wilayahnya tidak layak lagi untuk dihuni. Jumlah ini bertambah dari temuan tahun 2009 yang hanya menunjukkan 9 RT tak layak huni, dimana 3 RT di Mindi termasuk di dalamnya. Temuan TKKP pada tahun 2011 inilah yang merupakan kondisi kekinian yang dirasakan warga 18 RT di Mindi, sehingga mereka menuntut tidak ada diskriminasi dalam penentuan peta area terdampak dalam kebijakan pemerintah.
Bambang Catur Nusantara, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, dihubungi terpisah meyatakan dukungannya atas aksi warga. Ia mengatakan bahwa aksi ini memang seharusnya dilakukan warga untuk bisa mendapatkan hak-nya tinggal di wilayah yang baik kualitasnya. Tidak patut pemerintah membuat kebijakan berbeda atas permasalahan yang sama dihadapi oleh warga yang tinggal di sekitar wilayah lumpur lapindo.
“Ini persoalan keselamatan warga yang harus dikedepankan oleh pemerintah, urusan kehilangan nyawa tidak bisa ditunda-tunda sekian lama”, ujarnya.
Ia juga menyayangkan kelambanan pemerintah menetapkan area-area yang selama ini sangat terlihat membahayakan, tetap ditinggali warga tanpa kebijakan yang jelas. Jika terjadi kehilangan nyawa warga di wilayah-wilayah ini, padahal pemerintah tahu ada kebahayaan yang mengancam nyawa warga, maka itu merupakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan secara sistemik.
“Apa yang ditanggung anggaran negara kedepan juga akan lebih berat dengan menunda-nunda kebijakan atas warga yang masih tinggal di wilayah sekitar semburan lumpur itu”, katanya.
Lebih lanjut Ia mendesak Badan Pengarah BPLS untuk segera membuat kebijakan yang komperehensif atas wilayah-wilayah di sekitar semburan lumpur lapindo. Demikian halnya dengan pembuatan rencana-rencana kerja, seharusnya diinformasikan secara aktif kepada masyarakat agar masyarakat di sekitar semburan lumpur lapindo bisa melakukan kesiapsiagaan atas situasi yang ada.(vik/red)
(c) Kanal Newsroom


Sidoarjo – Warga korban lumpur lapindo dari desa Pejarakan, Kedungcangkring, dan Besuki kecamatan Jabon melakukan aksi penghentian aktifitas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo(BPLS) yang sedang melakukan pembangunan kolam penampungan baru di Desa Besuki(17/11).
Sidoarjo – Warga korban lumpur Lapindo dari desa Mindi di 18 RT yang tidak masuk peta terdampak sesuai revisi Peraturan Presiden No. 14/2007 sampai hari ini masih terus menuntut untuk dimasukkan Peta Area Terdampak(PAT). Aksi ini dilakukan setelah beberapa hari lalu mereka menyegel Kantor Kelurahan Mindi untuk menuntut Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo(BPLS) mununda pembayaran ganti rugi kepada warga di tiga RT yang masuk PAT revisi Perpres ketiga tahun ini.

Sidoarjo – Ratusan korban lapindo dari empat desa yang masuk di dalam peta area terdampak sesuai Perpres 14/2007 hari ini(6/11) menggelar sholat Ied di atas tanggul penahan lumpur Desa Ketapang. Dalam pelaksanaan sholat Ied yang dipimpin oleh H. Abdul Fatah ini, warga berharap Pemerintah dan pihak Lapindo lebih peduli dengan nasib warga. Karena selama lima tahun lebih proses ganti rugi sampai kini belum juga selesai.
Surabaya – Setelah Mahasiswa Unair Surabaya dan Brawijaya Malang, kini giliran Komunitas Mahasiswa di Kampus ITS Surabaya yang mengadakan aksi penggalangan donasi Seribu Rupiah untuk Pendidikan Anak-anak Korban Lumpur Lapindo. Penggalangan dana yang bertema “Seribu Rupiah Saja, Selamatkan Masa Depan Anak-Anak Korban Lumpur Lapindo” ini diadakan sejak hari Selasa(25/10) dan puncaknya digelar pada hari Jumat(28/10).
Sidoarjo – Beberapa Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jabon melakukan pembuatan film dokumenter terkait persoalan yang dihadapi korban Lapindo di desa Besuki, Kecamatan Jabon. Film yang direncanakan berdurasi limabelas menit ini menceritan kehidupan anak-anak Besuki sejak luapan lumpur Lapindo.
Saat diminta keterangan, perwakilan BPLS dari sub Kapokja bidang Sosial, Khusnul, mengatakan bahwa BPLS tidak memiliki anggaran untuk alokasi santunan saat terjadinya jebolnya tanggul. “Anggaran BPLS tidak ada pos untuk membayar kompensasi yang dituntut warga, jadi pemkab-lah yang punya wewenang memberikan kompensasi warga,” katanya.






Sidoarjo – Sejak empat hari terakhir, kondisi tanggul penahan lumpur di titik 21(desa Siring) hingga di titik 10(desa Ketapang) dinyatakan dalam kondisi ‘Siaga’. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dibantu Kepolisian Sektor Porong melarang warga beraktifitas di atas tanggul penahan lumpur. Akibatnya puluhan warga tukang ojek yang menggantungkan hidup di atas tanggul tidak bisa lagi bekerja. Pelarangan ini mengakibatkan tidak ada pelintas jalan raya Porong yang berhenti untuk melihat kondisi lumpur lapindo.
SIDOARJO-Lumpur Lapindo tak henti menyebarkan bahaya di kawasan sekitar. Semburan gas metan di Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin yang sempat berhenti, sejak dua minggu terakhir muncul kembali. Setidaknya ada sekitar 25 semburan gas metan muncul di Desa Ketapang. Semburan gas ini muncul di pekarangan, di teras dan di dalam rumah warga.